Anda di halaman 1dari 46

NAMA-NAMA KELOMPOK 2 :

• Daniel Kora
• Dina F. Padatindo

• Hanna P. Soerjopoetri
• Eunike E. P. Nifu

• Irsan Wijaya

• Nofita Indisari Ode

• Ridha A. Mochtar

• Yuris Sihombing

• Linda Tri Utami

• Sahrul Gunawan
MANAJEMEN FARMASI
APOTEK
PENGERTIAN YANG BERKAITAN DENGAN
APOTEK

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2009


mengenai Pekerjaan Kefarmasian mendefinisikan
apotek sebagai sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
Apoteker (PP, 2009). Pengertian ini sesuai dengan
pengertian yang tertera dalam standart pelayanan
kefarmasian di Apotek terbaru, yaitu Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2014 (Permenkes, 2014). Apotek
merupakan bagian penting dan pareto terbesar dari
praktik kefarmasian karena Apoteker paling banyak
melakukan praktik kefarmasian di Apotek.
 Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
pendidikan profesi dan telah mengucapkan
sumpah berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
 Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
merupakan surat tanda registrasi yang berlaku
selama 5 tahun dan dapat diregistrasi ulang
selama memenuhi persyaratan. Registrasi ulang
harus dilakukan minimal 6 bulan sebelum STRA
habis masa berlakunya. STRA dapat dicabut
karena permohonan apoteker yang bersangkutan
jika pemilik STRA tidak lagi memenuhi
persyaratan.
 Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) merupakan
surat izin yang diberikan kepada apoteker untuk
dapat melaksanakan praktek kefarmasian pada
fasilitas pelayanan kefarmasian. Surat Izin Kerja
Apoteker (SIKA) adalah surat izin praktek yang
diberikan kepada apoteker untuk dapat
melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada
fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau
penyaluran.
PENDIRIAN APOTEK
A. Persyaratan Umum Pendirian Apotek :
1. Untuk mendapat izin apotek, apoteker yang bekerja
sama dengan pemilik sarana apotek yang telah
memenuhi persyaratan adalah harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi, dan
perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau
milik pihak lain.
2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama
dengan kegiatan pelayanan, komoditi lainnya diluar
sediaan farmasi.
3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi
lainnya diluar sediaan farmasi.
B. Persyaratan Apotek
1. Untuk dapat mendirikan sebuah apotek baru, seorang
apoteker harus melengkapi persyaratan sebagai berikut:
2. Alat pembuatan, Pengolahan, dan Peracikan.
3. Perlengkapan dan alat Pembekalan Farmasi.
4. Wadah pengemas dan Pembungkus.
5. Alat Administrasi.
6. Buku Acuan.
C. Studi Kelayakan
1. Studi kelayakan dimaksudkan untuk mempelajari
apakah pendirian apotek di lokasi yang telah
ditentukan tersebut sudah layak atau belum untuk
didirikan.
2. Hal terpenting dari studi kelayakan adalah prospek
pemasaran yang digambarkan dengan melakukan
perencanaan dan evaluasi perkiraan biaya yang akan
dikeluarkan tiap bulannya dan pertahun, proyeksi
pendapatan, pengeluaran rutin, perkiraan laba-rugi,
perhitungan Pay Back periode (PBP), Retrun On
Investment (ROI), dan Break Even Point (BEP).
 Break Event Point (BEP)

Keterangan:
BEP = Break Event Point
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)
VC = Variable Cost
TR= Total Revenue (hasil penjualan), nilai
penjualan dari barang yang tejual pada kurun
waktu tertentu.
 Return On Investmen (ROI)

 Pay Back Periode (PBP)


D. Proses Pendirian Apotek

Berdasarkan Kepmenkes 1332 Tahun 2002, maka proses


pendirian sebuah apotek, yaitu:
1. Permohonan izin apotek diajukan apoteker kepada kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan tembusan
kepada direktur jenderal dengan menggunakan contoh
formulir model AP-1.
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota selambat-
lambatnya 6 hari kerja setelah menerima permohonan
dapat meminta bantuan teknis kepada kepala Balai POM
untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap
kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.
3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota atau Kepala Balai
POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah
permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota melaporkan hasil pemeriksaan.
4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana poin 2 dan 3 tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat
pernyataan siap melakukan kegiatan kepada kelapa Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota setempat dengan tembusan
kepada kepala Dinas Provinsi.
5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah
diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pon 3, atau surat pernyataan dimaksud poin 4,
kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setempat
mengeluarkan Surat Izin Apoteker.
6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota atau kepala Balai POM dimaksud poin 3
masih belum memenuhi syarat kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota setempat dalam waktu (dua belas) hari
kerja mengeluarkan Surat Penundaan.
7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam
poin di atas, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi
persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat
Penundaan.
PENGELOLAAN PERSEDIAAN
FARMASI
Pengelolaan merupakan suatu proses yang
dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
yang dilakukan secara efektif dan efisien. Salah satu
pengelolaan yang dilakukan di apotek adalah
pengelolaan persediaan.
Persediaan dalam apotek dapat berupa alat
kesehatan dan sediaan farmasi yang mencakup obat,
bahan obat, obat tradisional, serta kosmetika
(Kementerian Kesehatan RI, 2014). Pengelolaan
persediaan merupakan suatu aktivitas
mempertahankan jumlah persediaan pada tingkat
yang dikehendaki.
A. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan sediaan farmasi perlu


diperhatikan:
 Pola penyakit

 Kemampuan masyarakat

 Budaya masyarakat

Secara garis besar, rencana perencanaan obat dapat


menggunakan dua metode, yaitu metode konsumsi yang
berdasarkan data ril penggunaan obat periode sebelumnya dan
metode mobiditas
Metode konsumsi akan lebih mungkin dilakukan
karena apotek pasti memiliki data riil peggunaan obat selama
periode tertentu, yang kemudian dapat digunakan untuk
merencanakan pengadaan obat berikutnya.
B. Penyimpanan
Ada beberapa hal yang perlu diperjatikan dalam penyimpanan
arang di apotek yaitu:
 Bahan yang mudah terbakar sebaiknya disimpan terpisah
dari bahan yang lainnya.
 Untuk bentuk sediaan suppositoria, injeksi insulin,
vaksin, atau serum di simpan dalam lemari pendingin.
Sedangkan untuk bahan yang mudah terbakar disimpan
secara terpisah (Hartono, 2003).
 Narkotika di simpan dalam lemari khusus yang terbuat
dari kayu atau bahan lain yang kuat berukuran (40 x 80 x
100) cm. jika ukurannya kurang dari ketentuan diatas,
maka lemari tersebut harus ditempel pada dinding atau
alasnya ditanam di lantai. Lemari tersebut harus
memiliki dua ruangan dan masing-masing mempunyai
kunci sendiri.
Bagian pertama untuk menyimpan morfin, petidin dan
garam-garamnya, serta persediaan narkotika, sedangkan
pada bagian yang lain untuk menyimpan narkotika lainnya
untuk pemakaian sehari-hari (Permenkes Nomor 28 Tahun
1978 tentang Penyimpanan Narkotika).
 Obat-obatan yang memerlukan kondisi tertentu seperti
insulin, vaksin, atau serum perlu disimpan dalam lemari
pendingin.
C. Pengelolaan Narkotika

Peraturan yang mengatur mengenai narkotika


adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan UU
tersebut, definisi Narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis maupun semi sintesis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan
yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.
Pengelolaan obat narkotika berbeda dengan
obat lain, perbedaannya yaitu dalam hal cara
pemesanan, penyimpanan, pelayanan, dan pelaporan.
Dalam hal penyimpanan di apotek, narkotika harus
disimpan dalam tempat tersendiri.
D. Pengelolaan Psikotropika

Peraturan yang mengatur mengenai psikotropika


adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika.
Berdasarkan UU tersebut, Psikotropika
didefinisikan sebagai zat atau obat, baik alamiah
maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh efektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan penurunan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah
menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan
pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah
terjadinya penyalahgunaan psikotropika, dan
memberantas peredaran gelap psikotropika.
E. Pengelolaan Dan Pemusnahan Obat-Obat Rusak
Dan Kadaluwarsa
Pengelolaan obat untuk menghindari obat rusak atau ED
adalah sebagai berikut:
 Setiap penerimaan obat dari PBF harus dilakukan
pengecekan, baik kondisi obat maupun tanggal kadaluwarsa.
 Untuk obat-obat dengan ED pendek, sebaiknya dibuat daftar
yang memuat nama dan tanggal ED sehingga lebih mudah
di-monitoring. Obat biasanya mempunyai batas waktu ED
yang panjang. Namun demikian, ada beberapa obat yang
mempunyai batas waktu ED hanya di bawah satu tahun.
 Obat harus disimpan dengan penyimpanan yang tepa,
kondisi penyimpanan yang lembab dapat menyebabkan
kemasan obat dan obat di dalamnya menjadi rusak.
 Obat-obat yang mendekati ED segera ditujar ke PBF, salah
satu pertimbangan ketika memilih PBF yaitu kita dapat
menukar produk yang mendekati ED. Penting bagi apotek
membuat perjanjian dengan PBF mengenai pengembalian
obat ED, seperti berapa bulan obat sebelum ED masih bias
dikembalikan dan persyaratan lain seperti kemasan harus
dalam kondisi baik dan sebagainya.
 Sistem pengelolaan obat harus menjamin bahwa obat yang
mempunyai ED lebih pendek harus dikeluarkan lebih dulu.
System yang dapat digunakan yaitu Sistem FEFQ (First
Expired First Out) dengan obat yang mempunyai ED lebih
dulu dikeluarkan lebih dulu.
 Manajemen apotek harus selalu ingat bahwa obat yang
rusak atau kadaluwarsa merupakan suatu kerugian dari
apotek.
F. Pengelolan Resep
Pengelolaan resep secara umum, yaitu sebagai berikut:
 Resep yang dilayani oleh apotek harus disimpan.

 Resep yang baru dilayani sebagian harus dibuaykan salinan resep.

 Resep untuk obat narkotika dan psikotropika harus dipisah.

 Resep biasanya dibendel setiap bulan dan diurutkan berdasarkan


urutan penerimaan resep dan urutan tanggal.
 Resep menurut informasi rahasia mengenai kesehatan pasien. Oleh
karena itu, harus dirahasiakan dan hanya bikeh diperlihatkan
kepada dokter penulis resep atau dokter yang merawat pasien,
penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain
yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku
(Permenkes Nomor 922 Tahun 1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek pasal 17).
 Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun
dapat dimusnahkan.
PELAYANAN
A. Pelayanan Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter
gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan
dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Tahapan pelayanan resep sebagai berikut:
 Skrining resep

 Penyiapan obat

Salinan resep ialah salinan tertulis dari suatu resep.


Istilah lain dari salinan resep ialah copy resep, apograph, atau
exemplum. Salinan resep dapat digunakan sebagai ganti resep
asli.
B. Pelayanan OWA
Obat Wajib Apotek (OWA) merupakan obat keras yang dapat di
serahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep
dokter.
Hal yang melatar belakangi di tetapkannya peraturan OWA,
antara lain:
 Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah
kesehatan, dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat
meningkatan pengobatan diri sendiri.
 Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat aman, dan
rasional dapat dicapai melalui peningkatan penyiadaan obat
yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri yang sekaligus
menjamin penggunaan obat secara tepat, aman, dan
rasional.
 Peran apoteker di apotek KIE (Komunikasi, Informasi,
Edukasi) serta pelayan obat kepada masyarakat perlu
ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri.
C. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik meliputi kegiatan pengkajian
resep (screening resep atau review resep), dispensing pelayan
informasi obat (PIO), Konseling, pelayanan kefarmasian di
rumah (Home pharmacy care), pemantauan terapi obat (PTO),
dan monitoring efek samping obat (MESO).
PENETAPAN HARGA DAN
PERPAJAKAN
A. Penetapan Harga Obat Dengan Resep

KETERANGAN:
HJA : Harga Jual Apotek, harga yang dibrikan apotek kepada pasien.
HNA : Harga Netto Apotek, harga yang dibrikan PBF kepada apotek
sebelum ditambah PPN.
PPN : Pajak Pertambahan Nilai, sebesar 10%
INDEKS: Besarnya Margin Apotek, biasanya untuk obat dengan resep
sebesar 1,3 namun juga harus diperhatikan untuk resep
dibawah HET.
E : Embalage, harga barang yang tidak termasuk obat, misalnya
plastik pengemas, salinan resep, dll.
S : Service, merupakan besarnya tuslah.
B. Penetapan Harga Obat Tanpa Resep

KETERANGAN
HJA : Harga Jual Apotek, harga yang diberikan apotek kepada pasien
HNA : Harga Netto Apotek, harga yang diberikan PBF kepada apotek
sebelum ditambah PPN.
PPN : Pajak Pertambahan Nilai, sebesar10%
Indeks : Besarnya Margin Apotek, biasanya untuk obat dengan resep
sebesar 1.1
E : Embalage, harga barang yang tidak termasuk obat, misalnya
plastik pengemas, salinan resep, dll.
C. Jenis Pajak Dalam Apotek

Hak wajib pajak adalah sebagai berikut:


 Pengangsuran pembayaran

 Pengurangan PPh 25

 Pengurangan PPB

 Pembebasan pajak

 Pajak di tanggung pemerintah

 Insentif perpajakan

 Penundaan pelaporan SPT tahunan

 Restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran pajak)

 Keberatan, banding, dan peninjauan kembali.


Macam pajak berdasarkan lembaga yang mengelolah, yaitu:
 Pajak pusat

 Pajak daerah

Pembayaran pajak, mekanisme pembayaran adalah sebagai


berikut :
 Membayar Sendiri

 Melalui pemotongan dan penmungutan oleh pihak lain


MANAJEMEN KEUANGAN APOTEK

A. Pendahuluan
Manajemen merupakan suatu proses kegiatan yang
terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan dengan memadukan ilmu dan seni untuk
mencapai tujuan organisasi agar tujuan organisasi dapat
tercapai, diperlukan unsur pendukung atau sarana (the tool of
management) yang meliputi unsure 5 M, yaitu :
 Man : Sumber daya manusia

 Money : Keuangan
 Method : Metode yang digunakan
 Materials : Bahan yang diperlukan
 Machines : Mesin yang digunakan
B. Laporan Keuangan
a. Laporan Arus Kas (Cash Flow)
b. Laporan Laba Rugi (Income Statement)
c. Neraca Keuangan (Balance Sheet)

C. Analisis Laporan Keuangan


Analisis laporan keuangan terdiri dari:
a. Test Of All Performance
 Perolehan Atas Modal Sendiri (Return Of Equity/ ROE)
 Perolehan Atas Harta (Return On Asset / ROA)

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖 ℎ
ROA =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑎𝑟𝑡𝑎 𝑋 100%

b. Test Of Provitability
 Persentase Laba Kotor (PLK)

𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 −𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑜𝑘𝑜𝑘 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙 𝑎𝑛


PLK = 𝑋 100%
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
 Persentase Laba Bersih (PLB)

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖 ℎ
PLB = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑋 100%
JAMINAN MUTU PELAYANAN APOTEK

A. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek


Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian
Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 35 Tahun 2014 yang mengatur standar pelayanan
kefarmasian di apotek. Permenkes ini menggantikan standar
pelayanan kefarmasian yang lama, yaitu Kepmenkes 1027 Tahun
2004 Permenkes 35/2014 lahir untuk:
 Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian.
 Menjmin kepastian hokum bagi tenaga kefarmasian.
 Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang
tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien.
Ada tiga aspek yang diatur oleh Permenked 35/2014 untuk
meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di apotek. Ketiga
aspek tersebut adalah:
 Aspek Manajerial
 Aspek Farmasi Klinik
 Aspek pendukung
Untuk menjamin mutu pelayanan informasi kefarmasian di
apotek, perlu dilakukan evaluasi mutu pelayanan kefarmasian.
Evaluasi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, di
antaranya adalah:
 Audit

 Review

 Observasi

 Survey
B. Evaluasi Mutu Manajerial
a. Audit Standar Prosedur Operasional
b. Audit Stok Sediaan Farmasi
c. Audit Keuangan
d. Review Stock Slow Moving- Fast Moving
e. Review Harga Obat
C. Evaluasi Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
a. Audit Penyerahan Obat kepada Pasien
b. Audit Waktu Pelayanan
c. Review Medication Error
d. Survei Kepuasan Pelanggan
e. Observasi Pelaksanaan SPO (Standar Prosedur
Operasional
D. Kepuasan Pelanggan Sebagai Bagian Dari Mutu Pelayanan
Kepuasan pelanggan merupakan perasaan yang timbul dari
membandingkan antara harapan dan kinerja.
a. Tangible
b. Reliability
c. Responsiveness
d. Assurance
e. Empathy

Beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan pelanggan


adalah sebagai berikut:
 Kemudahan

 Kelengkapan obat

 Delivery Time

 Keramahan Karyawan

 Harga
Kepuasan pelanggan tidak hanya dapat diukur menggunakan
metode survey. Beberapa metode yang dapat digunakanuntu
mengukur kepuasan pelanggan, sebagai berikut:
 System Keluhan dan Saran

 Ghost Shopping’

 Lost Customer Analysis

 Survei Kepuasan Pelanggan


E. Merancang Jaminan Mutu

Mutu kualitas harus selalu dijamin pada taraf tertinggi


yang dapat diupayakan. Untuk mencapainya, perlu dilakukan
perbaikan berkesinambungan yang tidak pernah berhenti.
Tujuan akhir dari proses ini adalah kesempurnaan yang tidak
akan pernah diraih, tetapi selalu diupayakan. Rangkaian
proses ini dapat dilakukan dengan pola PDCA (Plan, Do,
Check, Act). Proses PDCA tersebut dalam konteks pelayanan
kefarmasian di apotek dapat dilakukan dengan langkah-
langkah berikut ini.
 Mengidentifikasi masalah atau menentukan perbaikan yang
akan dilakukan
 Menguraikan proses pelayanan

 Menganalisis situasi saat ini

 Menentukan standar yang akan dicapai

 Melakukan usaha peningkatan pelayanan


 Melakukan uji coba
 Membuat alat untuk pengawasan
 Membuat alat untuk pelaporan
 Mengawasi sampai keadaan ideal tercapai
 Membuat SOP baru dan melanjutkan ke program quality
assurance.
STRATEGI PENGEMBANGAN APOTEK
Manajemen strategis adalah suatu proses
pemanajemenanuntuk mewujudkan fisi dan misi oerganisasi,
menjaga hubungan lingkungan terutama stake – stake,
pemilihan strategi, pelaksanaan strategi, dan pengendalian
strategi untuk memastikan bahwa misi dan tujuan dapat
tercapai. Tugas manajemen strategis, sebagai berikut:
 Mengembangkan misi strategis dan misi bisnis.

 Menentukan tujuan.

 Merumuskan strategi untuk mencapai tujuan.

 Mengimplementasikan dan melaksanakan strategi.

 Mengavaluasi kinerja, mengkaji perkembangan baru, dan


mengupayakan pembetulan.
A. Tingkatan Strategi
a. Tingkat Korporat
Strategi korporat didefinisikan sebagai cara yang dilakukan
oleh perusahaan untuk menciptakan nilai memelalui
konfigurasi dan koordinasi aktifitas – aktifitas pasar
gandanya. Pada dasarnya, strategi korporat akan menjawab
pertanyaan mengenai ruang lingkup bisnis.
b. Level Bisnis
Strategi ini merupakan cara yang dilakukan perusahaan
untuk bersaing dalam satu industry atau satu pasar tertentu
atau cara untuk mencapai keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan dalam jangka panjang. Pada perinsipnya,
strategi bisnis akan menjawab pertnyaan bagaimana kita
bersaing.
c. Tingkat Fungsional
Strategi fungsional merupakan pendekatan fungsional yang
dilakukan untuk mendukung suksenya strategi ditingkat
korporat dan bisnis.
BALANCED SCORECARD
Balanced Scorecard (BSC) adalah suatu kerangka kerja yang
komprehensif dan koheren yang menerjemahkan visi dan misi
perusahaan ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang
terpadu. BSC merupakan system pengukuran kinerja yang
tersusun dalam empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan
(customers), proses pelayanan, serta pembelajaran dan
pertumbuhan.
Balanced Scorecard tidak hanya digunakan oleh organisasi
bisnis, tetapi juga oleh organisasi publik. Balanced Scorecard
dapat membantu organisasi public dalam mengotrol keuangan
dan mengukur kinerja organisasi.
A. Perspektif Keuangan
Kinerja keuangan merupaka manifestasi keberhasilan atau
kegagalan yang terjadi pada kinerja oprasional (product,
process dan people), dan ukuran keuangan menunjukkan
akibat yang terjadi diluar bidang keuangan.
B. Perspektif Pelanggan
Pada perspektif ini, pemuasan kebutuhan pelanggan adalah
yang paling utama. Apabila pasien puas terhadap pelayanan
maka pasien akan datang kembali. Namun, apabila pasien
tidak puas maka kecenderungan pasien akan mencari
perusahaan lain. Apabila banyak pelanggan yang tidak puas,
maka jumlah pelanggan akan turun dikemudian hari yang
dapat menyebabkan penurunan kinerja keuangan
C. Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam proses internal, manager harus mengidentifikasi proses
– proses yang paling kritis untuk mencapai tujuan peningkatan
nilai bagi oelanggan dan bagi pemegang saham. Focus dalam
proses internal yang dilakukan oleh mangemen, yaitu proses
yang berhubungan dengan penciptaan barang dan jasa
sehingga dapat menarik dan mempertahankan pelanggan.

D. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan


Experiential Learning sering disebut sebagai suatu model
pembelajaran yang dikenal sebagai the experiential learning
cycle.
Learning and Growth sebagai ingtangble asset terdiri dari
human capital, information capital dan organizational capital
E. Penerapan BSC di Apotek
Berikut ini merupakan contoh penerapan balance scorecard di
apotek, sebagai berikut:
 Perspektif pelanggan

 Perspektif keuangan

 Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

 Perspektif bisnis internal

Anda mungkin juga menyukai