Anda di halaman 1dari 12

CHECKLIST PKPA APOTEK

1. Memahami persyaratan pendirian apotek


Apotek diselenggarakan oleh pelaku usaha perseorangan atau nonperseorangan. Pelaku usaha perseorangan adalah
Apoteker. Pelaku usaha nonperseorangan berupa Perseroan Terbatas, Yayasan dan/atau Koperasi, Pelaku usaha
nonperseorangan melampirkan dokumen Surat perjanjian kerjasama dengan Apoteker yang disahkan oleh notaris.
Dokumen yang harus dikumpulkan sesuai dengan OSS
a. STRA
b. SIPA
c. daftar prasarana, sarana
d. denah bangunan
e. Berita acara pemeriksaan
Durasi pemberian izin Apotek paling lama 9 (sembilan) hari sejak dokumen dinyatakan lengkap
Persyaratan khusus:
a. Peta lokasi. b. Denah bangunan. c. Daftar SDM. d. Daftar sarana, prasarana dan peralatan
2. Memahami alur dan tata cara pendirian apotek

a. Pelaku usaha wajib mengajukan permohonan izin usaha dan izin komersial melalui OSS (Online Single
Submission)
b. Pelaku usaha mengisi data secara lengkap termasuk NPWP. Setelah itu OSS akan menerbitkan NIB
c. Pelaku usaha wajib memenuhi dan menyampaikan pemenuhan persyaratan izin standar usaha ke OSS
d. Verivikasi; OSS akan meneruskan kepada DPMPTSP Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu setempat untuk dilakukan verivikasi. DPMPTSP akan meneruskan ke dinkes untuk dilakukan verivikasi.
Verivikasi dilakukan dengan melakukan crosscheck ke apotek untuk melihat kesesuaian apotek dengan data yang
sudah diinput
e. Sertifikasi; dinkes menerbitkan sertifikasi standar jika memenuhi syarat. Apabila tidak memenuhi maka pelaku
usaha diberikan waktu selama 1 bulan untuk memperbaiki
f. DPMPTSP akan melakukan notifikasi hasil dari verivikasi tersebut kepada sistem OSS berupa memenuhi
persyaratan/tidak
3. Memahami struktur organisasi di apotek

4. Memahami tata cara pengurusan SIPA: dinkes


 KTP
 STRA (Surat Tanda Reg Apoteker) : KFN
 Surat rekomendasi dari IAI
 Ijazah apoteker
 Pas foto
 Serkom: IAI

Tata cara memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:

• Memiliki ijazah Apoteker


• Memiliki sertifikat kompetensi Apoteker
• Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker
• Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik
• Membuat pernyataan akan memenuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi

Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus SIPA di DINKES Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilakukan. Permohonan SIPA harus melampirkan :
• Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN
• Surat pernyataan mempunyai praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian
• Surat rekomendasi dari organisasi profesi
• Pas foto berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak dua lembar dan 3x4 cm sebanyak dua lembar

Tata Cara Pemberian Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)

a) Apoteker mengajukan permohonan SIPA kepada kepala dinas kesehatan atau penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (PTSP) kabupaten/kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan.
b) Apoteker mengajukan permohonan SIPA sebagaimana dimaksud pada butir a menggunakan formulir sebagai berikut:
1) Formulir 1 untuk SIPA di fasilitas pelayanan kefarmasian (terlampir);
2) Formulir 2 untuk SIPA di fasilitas produksi (terlampir); atau
3) Formulir 3 untuk SIPA di fasilitas distribusi/penyaluran (terlampir).
c) Permohonan SIPA harus melampirkan:
1) fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli;
2) surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 4 terlampir atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari
pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 5 terlampir;
3) surat persetujuan dari atasan langsung bagi apoteker yang akan melaksanakan pekerjaan kefarmasian di
fasilitas kefarmasian dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 6 terlampir;
4) surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan
5) pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar.

d) Dalam hal apoteker mengajukan permohonan SIPA di fasilitas pelayanan kefarmasian, untuk: 1) SIPA Kedua harus
melampirkan fotokopi SIPA Kesatu; atau 2) SIPA Ketiga harus melampirkan fotokopi SIPA Kesatu dan SIPA
Kedua.
e) Dalam mengajukan permohonan SIPA harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan
kefarmasian.
f) Kepala dinas kesehatan atau penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) kabupaten/kota harus menerbitkan
SIPA paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 7, Formulir 8, atau Formulir 9 terlampir.

5. Memahami definisi APA, APJ, dan apoteker pengganti


 APA (apoteker pengelola apoteik) Apoteker yg diberi SIA
 APINGApoteker yg bekerja di apotik, menggantikan APA pada jam, buka apotik
 Apoteker penggantiAPoteker yg mengganti APA yamg tidak ada dite,pat > 3 bulan (terus menerus) punya
surat izin kerja
 AAorang yg berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sbg asisten apoteker
 TTK 

6. PP 51 2009 tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten ApotekerMemahami peran
apoteker berdasarkan PP 51 tahun 2009
Industri (produksi obat) : 3 orang apoteker; QA,QC, Produksi IOT: 1 orang apoteker saja
PBF (pendistribusian obat) : 1 orang
Apotek (pelayanan kefarmasian) : APJ, APING
RS, Puskesmas Klinik, Apotek (pelayanan kefarmasian)
BPOM (pengawasan kegiatan kefarmasian dan pelayanan kefarmasian)
Dinkes (pengawasan kegiatan kefarmasian dan pelayanan kefarmasian)/ yg berhak menutup fasilitas kefarmasian
7. Mengetahui macam-macam SP
SP Reguler :
SP OOT :
SP narko : Hanya dapat dipesan di kimia farma
SP Psikotropika :
SP Prekursor : Di dalam isi SP prekursor harus terdapat nama obat beserta isi zat aktifnya.
NAMA OBAT. NAMA ZAT AKTIF. BENTUK DAN KEKUATAN SEDIAAN. SATUAN. JUMLAH
8. Mengetahui format buku pengelolaan obat (penerimaan barang, buku ED, buku defekta, buku incaso, kartu
stok, kartu stelling, buku gudang
Penerimaan barang: mencatat obat apa saja yang sudah dipesan dan diterima oleh apotek berdasarkan faktur
Buku ED: memuat ED dari setiap obat untuk menghindari adanya obat yang kadaluwarsa
Buku defekta: berisi daftar barang yang habis atau persediaan barang yang sudah menipis berdasarkan jumlah barang
yang tersedia sebelumnya sehingga akan dibuat surat pesanannya
Buku incaso: memuat rincian pembayaran terhadap barang-barang yang telah dipesan dan diterima oleh apotek dr
PBF
Kartu stok: mencatat jumlah obat yang masuk dan keluar
Kartu stelling: mencatat obat yang keluar masuk pada suatu etalase penjualan
Buku gudang: mencatat stok obat yang ada di apotek
9. Mengetahui format laporan OWA, psikotropika, dan narkotika

Psiko narko dilaporkan di SIPNAP setiap bulannya meskipun apotek tidak menjual psiko narko, diisi 0
Laporan OWA yang melaporkan PBF nya
10. Memahami definisi resep dan mampu melakukan skrining resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun
electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
Salinan resep adalah salinan tertulis dari suatu resep
11. Memahami tahap-tahap pelayanan resep
 Resep yang datang dari pasien dilakukan skrining resep
 Konfirmasi ulang nama, umur dan alamat pasien untuk memastikan identitas pasien di dalam resep.
 Diperiksa obat yang tertulis di resep tersedia atau tidak. Jika ada, obat diberi harga, dilakukan penghitungan
total harga resep, Serta meminta persetujuan kepada pasien mengenai harga dan jumlah obat yang akan
diambil. Jika obat tidak ada, maka Apoteker dapat menawarkan kepada pasien penggantian obat dengan merk
yang berbeda namun kandungannya sama atau dengan obat generik. Jika pasien tidak bersedia maka dapat
ditawarkan pilihan lain yaitu untuk mencarikan obat ke apotek lain 
 Apabila pasien setuju dengan harga tersebut maka obat akan segera disiapkan, diracik (jika terdapat obat
racikan), diberi etiket, diperiksa, dikemas, dan dibuat copy resep jika obat belum diambil semua atau terdapat
tanda iter didalam resep.
 Setelah obat selesai disiapkan, Apoteker akan memberikan informasi tentang pemakaian obat
12. Memahami tata cara dan ketentuan penyimpanan resep
Resep yang telah dilayani dikelompokkan sesuai dengan tanggal pelayanan dan jenis resep, kemudian diurutkan
sesuai dengan nomor resep. Resep dibedakan menjadi resep umum dan resep yang mengandung narkotika atau
psikotropika kemudian masing-masing dibendel. Pemisahan ini bertujuan untuk memudahkan membuat laporan.
Resep yang telah diterima disimpan dalam waktu minimal lima tahun, setelah melewati waktu ini resep dapat
dimusnahkan dengan membuat berita acara pemusnahan resep. Resep yang mengandung psikotropika diberi garis
bawah biru dan yang mengandung narkotika diberi garis merah. Resep yang telah dilayani dan dikelompokkan
selanjutnya direkap dalam buku penjualan resep. Pencatatan penerimaan resep dilakukan setiap hari.
13. Memahami tata cara dan ketentuan pemusnahan resep
Resep dimusnahakan max 5 tahun. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya
petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara
Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota.
14. Memahami prinsip-prinsip dasar Drug Manajemen Supply
15. Memahami hal-hal yang diperhatikan dalam seleksi dan perencanaan obat
Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan Apoteker di dalam melaksanakan perencanaan pengadaan barang, yaitu
memilih PBF yang memberikan keuntungan dari segala segi, misalnya harga yang ditawarkan murah, ketepatan
waktu pengiriman, diskon dan bonus yang diberikan besar, metode pembayaran yg sesuai.
Mempertimbangkan faktor: sisa barang, anggaran yang dimiliki, leading time
Metode perencanaan
a. Konsumsi: Data pemakaian tahun sebelumnya
b. Morbiditas: Pola penyakit pada wilayah tersebut
c. Proxy consumption: Metode proxy consumption adalah metode perhitungan kebutuhan obat menggunakan data
kejadian penyakit, konsumsi obat, permintaan, atau penggunaan, dan/atau pengeluaran obat dari Apotek yang
telah memiliki sistem pengelolaan obat dan mengekstrapolasikan konsumsi atau tingkat kebutuhan berdasarkan
cakupan populasi atau tingkat layanan yang diberikan. Metode proxy consumption dapat digunakan untuk
perencanaan pengadaan di Apotek baru yang tidak memiliki data konsumsi di tahun sebelumnya.

Metode Penentuan Skala prioritas dari Perencanaan


Metode ABC (Always Better Control), VEN (Vital Essensial dan Nonessensial) dan Put (Prioritas Utama tambahan),
1. metode ABC ialah didasarkan atas nilai ekonomis barang, dimana metode ini berdasarkan pembiayaan dari suatu
jenis obat yang di kelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu kelompok A jika obat tersebut mempunyai dana
sebesar 80% tapi jumlah item obat tidak lebih dari 20%, kelompok B jika dana yang tersedia sekitar 15% tapi jumlah
item obat tidak lebih dari 30% dan kelompok C jika dana yang tersedia sekitar 5% tapi jumlah item obat sekitar 50%.
2. Metode VEN berdasarkan penggunaan obat yang berdampak pada kesehatan, metode ini juga terbagi menjadi tiga
kategori,
i. V atau vital adalah obat-obat yang harus ada yang merupakan obat-obat penyelamat hidup (life saving drugs) ,
obat-obat ini merupakan obat penting yang harus ada yang dapat mengobati penyakit-penyakit penyebab
kematian terbesar contohnya ialah obat kemoterapi ataupun obat-obatan injeksi seperti adrenalin yang harus
selalu tersedia di UGD.
ii. E atau essensial ialah obat kausal yang langsung mengobati sumber penyakit yang terbukti menyebuhkan
pasien atau mengurangi kesakitan dari pasien contohnya obat-obat antibiotik.
iii. N atau Nonessensial yaitu obat yang kerjaya ringan yang digunakan untuk menjaga kenyamanan dari penyakit
yang sebenarnya dapat sembuh sendiri contohnya vitamin.
3. Metode PUT atau prioritas utama tambahan merupakan gabungan antara VEN dan ABC yang mana metode ini
digunakan jika kebutuhan dana dari pengadaan obat yang di inginkan melebihi biaya yang disediakan oleh suatu
apotek maupun rumah sakit

16. Memahami pertimbangan dalam penentuan waktu dan metode pengadaan/pembelian


Pertimbangan: 1. Sisa stok dengan memperhatikan waktu (tingkat kecukupan obat dan perbekalan kesehatan). 2.
Kapasitas sarana penyimpanan. 3. Waktu tunggu (jarak PBF, Leading time)
Metode pengadaan dilakukan langsung ke PBF yang sudah dipilih
Obat kategori fast moving (peredaran lebih cepat) lebih diutamakan pengadaannya untuk menjamin ketersediaan,
dibandingkan dengan obat kategori slow moving (peredaran lambat).
Sistem pembelian/pembayaran obat di Apotek dilakukan melalui tiga metode yakni secara tunai, kredit
dan konsinyasi. Sistem pembelian secara tunai merupakan sistem pembelian yang pembayarannya dilakukan secara
langsung saat barang datang. Sistem pembelian secara kredit yaitu sistem pembelian yang pembayarannya dilakukan
atas kesepakatan antara apotek dengan PBF atau sesuai dengan syarat tanggal jatuh tempo yang ditetapkan dari PBF.
Sistem konsinyasi merupakan suatu sistem kerjasama antara apotek dan produsen dimana pembayaran dilakukan
sesuai dengan jumlah barang yang sudah laku dan apabila barang tidak laku maka bisa dikembalikan. 
17. Memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam penerimaan barang
Barang yang datang dicek kesesuaiannya antara faktur pembelian dengan surat pesanan yang meliputi:  
- Nama obat yang dipesan
- jumlah pesanan
- kondisi barang dan kemasan (rusak, pecah, tersegel atau tidak)
- nomor batch,
- tanggal kadaluarsa
- harga per item dan harga keseluruhan, serta diskon.

Apabila proses pengecekan telah selesai dan telah sesuai, faktur pembelian ditandatangani oleh penerima barang
yaitu apoteker atau asisten apoteker, kemudian diberi cap dan cap nama apoteker. Satu lembar copy faktur terakhir
diambil untuk arsip apotek, sedangkan faktur asli beserta copy faktur lainnya dikembalikan kepada petugas pengantar
barang. Barang yang diterima dihitung harganya untuk kemudian dijual
18. Memahami kaidah dalam display penyimpanan/penjualan barang
Barang yang telah diterima kemudian ditata ke dalam  rak atau etalase pelayanan obat. Penyimpanan obat maupun
perbekalan farmasi disusun berdasarkan alfabetis, bentuk sediaan obat, farmakologi.
Barang yang datang diletakkan sesuai dengan tempatnya, apabila masih ada stok barang yang tersisa maka diletakkan
di depan agar dapat terjual terlebih dahulu dan barang baru diletakkan di bagian belakang, sistem ini yang
dinamakan First In First Out (FIFO). Sedangkan barang atau sediaan farmasi yang memiliki kadaluarsa lebih dekat
maka diletakkan di bagian depan agar dapat keluar terlebih dahulu, sistem ini yang dinamakan First Expired First
Out (FEFO)
Aspek khusus yang perlu diperhatikan:
A. Obat High Alert Obat High Alert adalah obat yang perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), dan berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome)
Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas:
a. Obat risiko tinggi yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan
seperti, insulin, antidiabetik oral atau obat kemoterapeutik.
b. Penyimpanan obat LASA/NORUM tidak saling berdekatan dan diberi label khusus sehingga petugas dapat
lebih mewaspadai adanya obat LASA/NORUM.
c. Elektrolit konsentrat seperti natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat injeksi
B. Narko, Psiko
Lemari khusus penyimpanan Narkotika dan Psikotropika harus mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda, satu
kunci dipegang oleh Apoteker dan satu kunci lainnya dipegang oleh pegawai lain yang dikuasakan. Apabila Apoteker
berhalangan hadir dapat menguasakan kunci kepada pegawai lain.
C. Prekursor

19. Memahami ketentuan dan tata cara pemusnahan obat


Pemusnahan obat biasa
Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian
lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan
menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
Berita acara ini dibuat rangkap 4 (empat) dan dikirim kepada :
1.Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
2.Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan
3.Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
4.Arsip di Apotek
Pemusnahan Obat Narkotika
Obat yang mengandung NPP (PMK No. 3 tahun 2015)
- Dilakukan dengan tidak mencemari lingkungan
- Dilakukan dengan tidak membahayakan masyarakat
- Dimusnahkan dengan disaksikan oleh Dinkes Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar POM setempat dengan
mengirimkan surat pemberitahuan dan permohonan saksi. Selanjutnya, instansi terkait yang akan menetapkan
petugas sebagai saksi
- Sebelum dilakukan pemusnahan, dilakukan pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi
- Apabila membutuhkan pihak ketiga dalam pemusnahan, harus dihadiri pemilik obat tsb.
- Mengisi BAP (Berita Acara Pemusnahan) yang tersedia di formulir 10 disertai tanda tangan pihak-pihak terkait
- Mengirimkan kepada Kemenkes RI, BPOM, Dinker Propinsi dan arsip apotek
a. penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan
lembaga/dokter praktik perorangan menyampaikan surat pemberitahuan dan permohonan saksi kepada:
i. Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi Instalasi Farmasi Pemerintah
Pusat;
ii. Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi
Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah
Provinsi; atau
iii. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat,
bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah
Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat.
b. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai
Pengawas Obat dan Makanan setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas di
lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat permohonan sebagai saksi.
c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b.
d. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku, produk antara, dan produk ruahan
harus dilakukan sampling untuk kepentingan pengujian oleh petugas yang berwenang sebelum dilakukan
pemusnahan.
e. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi harus dilakukan pemastian kebenaran
secara organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan pemusnahan.
Berita acara ini dibuat rangkap 4 (empat), dan dikirimkan kepada:
1. Kementerian Kesehatan RI c.q. Ditjen Bina Kefarmasisan dan Alat Kesehatan
2. Badan POM RI
3. Dinas Kesehatan Provinsi
4. Pertinggal
Jenis-jenis pemusnahan obat :
a. Penimbunan = ex tablet, kapsul, dll
b. Pengenceran = ex sirup, infus, larutan antisepsik, dll
c. Insenerasi suhu tinggi = 1200 – 1450 ºC
d. Emkapsulasi = sitostatika dan antibiotika
20. Mengetahui cara pengelolaan sumber daya manusia di apotek
a. Menentukan jumlah SDM yang dibutuhkan di apotek
b. Memastikan kebutuhan SDM berdasarkan kriteria/ kompetensi (pendidikan/keahlian/usia/jenis
kelamin,dll)
c. Melakukan penerimaan dan screening karyawan berdasarkan kriteria yang dibutuhkan
(pengumuman/iklan selanjutnya dilakukan wawancara dan negosiasi)
d. Memberikan hak yang layak bagi karyawan (kesehatan, gaji, dll)
e. Menerapkan sistem reward and punishmen
f. Membagi/ menentukan tugas dan tanggungjawab kepada SDM lain
g. Menjadi leader dalam tim dan dalam situasi multidisipliner, dengan memberikan solusi dengan bijak
dan keputusan yang tepat dalam penyelesaian masalah
h. Melakukan evaluasi mingguan atau bulanan
i. Mampu berkomunikasi dengan baik
j. Memberikan contoh yang baik bagi SDM lain

21. Mampu melakukan penilaian kelayakan apotek baru melalui studi kelayakan (BEP, ROI, PBP)
22. Mengetahui format buku kas harian, buku besar, serta buku penjualan
Buku kas harian: mencatat atau mendokumentasikan seluruh kegiatan atau transaksi-transaksi yang telah dilakukan
meliputi penjualan, pembayaran, dan kebutuhan rumah tangga apotek yang ada di buku kas kecil.
Buku penjualan: memuat jumlah obat yang telah dijual dengan jumlah uang yang seharusnya diperoleh
Kartu Utang Piutang: Kartu ini digunakan untuk mengetahui hutang obat yang belum terbayarkan di PBF yang
selanjutnya digunakan untuk pembuatan neraca pada akhir tahun. Pembayaran utang dapat dilakukan secara tunai,
cek, atau giro. Kartu utang piutang terdiri dari tanggal, nomor faktur, jatuh tempo, jumlah, debet, kredit dan
keterangan
23. Mampu melakukan perhitungan indikator keuangan apotek (TOR, evaluasi rugi laba perbulan ataupun
pertahun)
24. Memahami macam-macam pajak serta memahami ketentuan dan tata cara perpajakan
Apoteker pemilik SIA
Apoteker yang bekerja di apotek orang lain
25. Mampu menghitung pajak penghasilan (pph 25, 21, 23, 29, 28)
Pph 25
Pph 21
Pph 23
Pph 29
Pph 28
26. Mampu menghitung pajak secara norma dan pembukuan serta mengetahui kelebihan dan kekurangannya
27. Memahami ketentuan tarif pajak
28. Mengetahui strategi pengembangan dalam pengembangan bisnis apotek (kelayakan tempat, kerjasama
dengan stakeholders, kebijakan harga, kebijakan pengelolaan obat, dan SDM
Tempat apotek didesain semenarik mungkin untuk meningkatkan minat pasien terhadap apotek
Melakukan kerjasama dengan praktik dokter/BPJS
Memberikan diskon terhadap pasien dengan SK berlaku
Mengelola SDM menjadi semakin berkualitas
Apabila apotek sudah berkembang maka tidak ada salahnya membuka cabang apotek yang baru
29. Mampu mengidentifikasi permasalahan-permasalahan dan menentukan assesment dalam pelayanan obat
berdasar resep ataupun swamedikasi
Swamedikasi merupakan pelayanan obat tanpa resep dimana pasien yang melakukan pengobatan sendiri. Pasien
datang ke apotek dengan langsung menyebutkan nama obat atau menunjukkan kemasan obat yang ingin dibelinya,
namun ada pula yang menjelaskan keluhan-keluhan yang dialaminya dan meminta saran pengobatan kepada
apoteker. Saran yang dapat diberikan apoteker dalam hal ini hanya untuk keluhan-keluhan yang ringan. Keluhan dan
kondisi yang berat dapat disarankan untuk berkonsultasi kepada dokter terlebih dahulu. Obat-obat yang bisa
diberikan yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, vitamin dan suplemen makanan, obat keras yang termasuk obat wajib
apotek (OWA), dan alat kesehatan.
Hal yg perlu diperhatikan: usia pasien, yg datang pasien sendiri atau keluarga pasien, ditanyakan keluhan sedetail
mungkin, sudah sakit berapa lama, alasan sakit, sebelumnya apakah sudah diberikan intervensi, adanya KI dengan
penyakit tertentu
30. Mengetahui penggolongan obat, baik obat bebas, obat bebas terbatas, OWA, obat keras non OWA, narkotika,
dan psikotropika
Obat bebas: obat yg dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa reseo dokter. Logo berwarna hijau. Contoh: PCT,
aspirin, zinc
Obat bebas terbatas: obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter namun disertai dengan
tanda peringatan pada labelnya.
P1 awas obat keras! baca aturan pakai (antimo, decolgen)
P2 awas obat keras! hanya untuk kumur jangan ditelan (gargarisme)
P3 awas obat keras! hanya untuk bagian luar badan (neo ultrasiline)
P4 awas obat keras! hanya untuk dibakar (asma sigaret)
P5 awas obat keras! tidak boleh ditelan (sulfanilamida steril)
P6 awas obat keras! obat wasir jangan ditelan (suppos)
Obat keras: obat-obatan yang hanya boleh diserahkan oleh apoteker dengan resep dokter
OWA: obat keras yang dapat diberikan oleh apoteker tanpa resep dokter dalam jumlah tertentu
Pil KB, metoklo, asetilsistein, bromhexin, salbutamol, terbutalin, nistatin, betametason. Kloram, gentamis, eritro
Clindamis, dexamet, diclofenak, ibuprof, ketokon, metilpred, omepraz, piroks, prednis, scopolam, sucral
Ranitidin, famotid, allo, cetirizine,
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku

Golongan I
Dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang
hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, Contoh Cathinone, Etrytamine, DET (UU No 5/1997)
Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. (UU No 5/1997) Contoh : Amphetamine,
Zipeprol
Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. (UU No 5/1997) Contoh
Cathine, Phenobarbital
Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi. (Permenkes 9-2015 Perubahan Penggolongan Psikotropika) Contoh
Diazepam, Ethinamate
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan menimbulkan ketergantungan. (PBPOM No 4 2018)
Gol 1: Heroin, kokain, Ganja
Gol 2: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon,
Gol 3: Codein, Polkodina, Propiram

OOT adalah obat-obat yang bekerja di sistem susunan syaraf pusat selain Narkotika dan Psikotropika, yang pada
penggunaan di atas dosis terapi dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. contoh : Tramadol; Triheksifenidil; Klorpromazin; Amitriptilin; Haloperidol, dekstrometorfan (Perban
BPOM 2019 ttg pedoman pengelolaan oot)
Prekursor farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan
baku/penolong untuk keperluan proses produksi Industri Farmasi atau produk antara, produk ruahan dan produk jadi
yang mengandung efedrin, pseudoefedrin, norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin, ergometrin, atau potassium
permanganat.
31. Mampu membuat copy resep dan etiket dengan benar
Iter, det, dtd, dextr sin, oc, prn, da,
32. Mampu memberikan informasi dan konseling terkait dengan cara pakai, aturan pakai, penyimpanan, efek
samping, kontraindikasi, serta hal-hal yang perlu dihindari selama proses terapi

NON RESEP= Swamedikasi

a. Dipastikan dahulu bahwa seseorang yang akan di KIE adalah seseorang yang menebus resep (konfirmasi kembali)
b. Perkenalan
c. Penjelasan tentang nama obat,
d. Jumlah, dan lama pengobatan
e. Indikasi/khasiat
f. Aturan pakai, diminum sebelum atau sesudah makan
g. Cara mengkonsumsi, Ex:
 Oralit berbentuk serbuk, cara konsumsi dilarutkan dengan segelas air dan diminum sampai habis
 Obat maag tabà kunyah
h. Cara memakai obat khusus, Ex: suppositoria, insulin pen dll
i. Hal-hal yang harus dihindari. Ex: ada inetraksi obat à jangan dikonsumsi bersamaan
j. Efek samping, ex: mengantuk jadi harus dihindari aktivitas yang memerlukan konsentrasi
k. Penyimpanan obat, ex: lacto, suppositoria di simpan dilemari es
l. Memberikan penjelasan tentang terapi nonfarmakologi à menjelaskan tentang kebiasaan baik dan hal yang harus
dihindari guna untuk menunjang kesembuhan dan keberhasilan terapi.
Konsultasi dengan Pasien Swamedikasi :
Beri informasi tentang :
- Jenis obat
- Bentuk sediaan
- Cara dan lama pemakaian
- Cara penyimpanan
- Kontraindikasi serta efek samping yang
mungkin ditimbulkan
TIPS MENYIMPAN OBAT:
ü Jangan menyimpan obat di tempat yang kotor, lembab, atau terkena sinar matahari langsung
ü Jangan menyimpan berbagai macam obat dalam
ü satu tempat
ü Simpan obat agar terhindar dari jangkauan anak
ü kecil
ü Simpan obat tetap dalam wadah/kemasan aslinya
ü Simpan supositoria di tempat dingin
ü Buang sisa obat yang sudah rusak dan sudah kadaluarsa

33. Mampu melakukan monitoring keamanan penggunaan obat


PELAYANAN FARMASI KLINIS

A. PENGKAJIAN DAN PELAYANAN RESEP


Pengkajian dan pelayanan resep merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP, termasuk peracikan obat dan
penyerahan disertai pemberian informasi.

B. DISPENSING
Dispensing bertujuan untuk menyiapkan, menyerahkan dan memberikan informasi obat yang akan diserahkan kepada
pasien. Dispensing dilaksanakan setelah kajian administratif, farmasetik dan klinik memenuhi syarat. memastikan 5
tepat yakni, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat rute, tepat waktu pemberian.
C. PIO
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam penyediaan dan pemberian
informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
D. KONSELING
Konseling Obat merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan
pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime
questions
a) Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda? b) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat
anda? c) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah anda menerima terapi obat tersebut?
E. HOME PHARMACY CARE
F. PTO
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau
dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Masalah terkait obat antara lain: 1) Adanya
Indikasi Tetapi Tidak Diterapi 2) Pemberian Obat Tanpa Indikasi 3) Pemilihan Obat Yang Tidak Tepat 4) Dosis
Terlalu Tinggi 5) Dosis Terlalu Rendah 6) Terjadinya Reaksi Obat Yang Tidak Diinginkan 7) Terjadinya Interaksi
Obat
G. MESO
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada
dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi
fisiologis. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan menggunakan formulir

Anda mungkin juga menyukai