Anda di halaman 1dari 8

1. Kapan dan bagaimana pemusnahan resep dilakukan?

Jawab:
Resep dapat dimusnahkan setelah disimpan melebihi jangka waktu 5 tahun. Pemusnahan
resep dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di
Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain. Kegiatan pemusnahan resep
dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2. Selanjutnya
berita acara pemusnahan resep tersebut dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
Berikut adalah contoh berita acara pemusnahan resep sesuai formulir 2

2. Buatlah alur pelayanan resep disertai referensi!


Jawab:
Salah satu kegiatan pelayanan farmasi klinik yaitu pengkajian dan pelayanan resep. Kegiatan
pengkajian Resep dilakukan oleh apoteker meliputi:
a. Kajian administrasi, meliputi:
- nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
- nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf
- tanggal penulisan Resep.
b. Kajian kesesuaian farmasetik , meliputi:
- Bentuk dan kekuatan sediaan
- stabilitas
- kompatibilitas (ketercampuran Obat).
c. Pertimbangan klinis, meliputi:
- Ketepatan indikasi dan dosis Obat
- Aturan, cara dan lama penggunaan Obat
- Duplikasi dan/atau polifarmasi
- Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi klinis
lain);
- Kontra indikasi; dan
- Interaksi
Setelah resep lolos dalam kajian/skrining resep selanjutnya dilakukan pelayanan
resep, dimana setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan
terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error). Berdasarkan Berdasarkan
Permenkes no.72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
dan Permenkes no.73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
alur pelayanan resep adalah sebagai berikut:
a. Penerimaan
b. Pemeriksaan ketersediaan
Dilakukan pemeriksaan terhadap ketersediaan obat yang diminta dalam resep.
Apoteker maupun tenaga kefarmasian tidak diperbolehkan mengganti obat tanpa
persetujuan dokter penulis resep.
c. Penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
1) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:
- menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep
- mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat.
2) Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
3) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
- warna putih untuk Obat dalam/oral
- warna biru untuk Obat luar dan suntik
- menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau
emulsi.
4) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat
yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang
salah.
d. Pemeriksaan
Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali
mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan
jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep);
e. Penyerahan disertai pemberian informasi.
Penyerahan obat dilakukan dengan:
1) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
2) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
3) Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat
4) Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait dengan
Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus dihindari,
kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain
5) Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil
6) Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau keluarganya
7) Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker
(apabila diperlukan)
8) Menyimpan Resep pada tempatnya

3. Jelaskan pelayanan dan pengelolaan khusus resep narkotik!


Jawab:
 Pelayanan khusus resep narkotika dan psikotropika
Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018
Tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, Dan
Prekursor Farmasi Di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, pelayanan resep narkotika dan
psikotropika terdapat ketentuan khusus sebagai berikut:
a) Resep yang diterima wajib dilakukan skrining.
b) Resep yang dilayani harus asli, ditulis dengan jelas dan lengkap, bukan dalam bentuk
faksimili dan fotokopi, termasuk fotokopi blanko resep.
c) Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmas hanya dapat melayani resep Narkotika,
Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi berdasarkan resep dari Instalasi Farmasi
Rumah Sakit dan Puskesmas tersebut.
d) Resep harus memuat: Nama, Surat Izin Praktik (SIP), alamat, dan nomor telepon
dokter; Tanggal penulisan resep; Nama, potensi, dosis, dan jumlah obat; Aturan
pemakaian yang jelas; Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien;
Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep.
e) Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dilarang mengulangi penyerahan obat atas dasar
resep yang diulang (iter) apabila resep aslinya mengandung Narkotika.
f) Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dilarang menyerahkan Narkotika berdasarkan salinan
resep yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali apabila tidak
menyimpan resep asli.
 Pengelolaan khusus resep narkotika dan psikotropika
Untuk permintaan obat golongan yang tertera pada resep diberi garis bawah tinta
merah dan garis bawah tinta biru untuk permintaan obat golongan psikotropika, hal ini
bertujuan untuk memperjelas dalam pengarsipan dan pelaporan. Resep yang telah
dilayani kemudian dilakukan pencatatan dalam buku register narkotik dan psikotropik
meliputi tanggal, nomor resep, tanggal pengeluaran, jumlah obat, nama pasien, alamat
pasien, nama dokter dan SIP. Penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika
dilaporkan setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
tembusan Kepala Balai setempat.
Resep yang terdapat permintaan Narkotika/psikotropika harus disimpan terpisah
dari resep lainnya dan disimpan sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun berdasarkan
urutan tanggal dan nomor urutan penerimaan resep. Resep yang telah disimpan melebihi
5 (lima) tahun dapat dimusnahkan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang sesuai
oleh Apoteker Penanggung Jawab dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya seorang
petugas Fasilitas Pelayanan Kefarmasian. Pada pemusnahan resep, harus dibuat Berita
Acara Pemusnahan dan wajib dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat dan tembusan Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat.

Berdasarkan PERMENKES No. 3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan,


Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi, Apotek,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, dan
dokter praktik perorangan wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika setiap bulan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai setempat.
Pelaporan paling sedikit terdiri atas
a) nama, bentuk sediaan dan kekuatan obat Narkotika/Psikotropika
b) jumlah persediaan awal dan akhir bulan
c) jumlah yang diterima
d) jumlah yang diserahkan.

4. Bagaimana pelaporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika ?


Jawab:
a) Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan produksi dan penyaluran
produk jadi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi setiap bulan kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.
b) PBF yang melakukan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan
dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi
setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan Kepala
Badan/Kepala Balai.
c) Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan
laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
dalam bentuk obat jadi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.
d) Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan
laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
dalam bentuk obat jadi kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat.
e) Pelaporan yang wajib dilakukan oleh indutri farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah
Pusat, dan Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah dapat menggunakan sistem pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi secara elektronik paling lambat
setiap tanggal 10 bulan berikutnya. Pelaporan paling sedikit terdiri atas:
- nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
Farmasi
- jumlah persediaan awal dan akhir bulan
- tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
- jumlah yang diterima
- tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran
- jumlah yang disalurkan
- nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran dan persediaan awal
dan akhir.
f) Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu
Pengetahuan, dan dokter praktik perorangan wajib membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan
Psikotropika, setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
tembusan Kepala Balai setempat, paling sedikit terdiri atas:
- nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
Farmasi
- jumlah persediaan awal dan akhir bulan
- jumlah yang diterima
- jumlah yang diserahkan
g) Puskesmas wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan
penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5. Menurut saudara, apa saja parameter yang perlu diperhatikan pada pengelolaan resep
dalam meminimalisir resiko medication error ?
Jawab:
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan
pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah,
serta mengatasi masalah terkait Obat (drug related problems). Untuk menghindari hal
tersebut, Apoteker harus menjalankan praktik sesuai standar pelayanan. Apoteker juga
harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan
terapi untuk mendukung penggunaan Obat yang rasional. Dalam melakukan praktik
tersebut, Apoteker juga dituntut untuk melakukan monitoring penggunaan Obat,
melakukan evaluasi serta mendokumentasikan segala aktivitas kegiatannya. Untuk
melaksanakan semua kegiatan itu, diperlukan Standar Pelayanan Kefarmasian.
Kesalahan pengobatan (medication error) dapat terjadi pada 4 fase, yaitu kesalahan
peresepan (prescribing error), kesalahan penerjemahan resep (transcribing erorr), kesalahan
menyiapkan dan meracik obat (compounding erorr), dan kesalahan penyerahan obat kepada
pasien (dispensing error) (Adrini TM, 2015). Secara umum, faktor yang paling sering
mempengaruhi medication error adalah faktor individu, berupa persoalan pribadi,
pengetahuan tentang obat yang kurang memadai, dan kesalahan perhitungan dosis obat
(Mansouri et al., 2014). Kesalahan pada salah satu tahap akan  menimbulkan kesalahan pada
tahap selanjutnya. Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa hal dalam pengelolaan resep
untuk meminimalisir risik medication error, antara lain:
a) Kesalahan peresepan (prescribing error)
- Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan penggunaan
otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (eprescribing) dan
pencatatan pengobatan pasien,
- Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
- Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan emergensi dan
itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang diminta
benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan dosisnya. Informasi obat yang
penting harus diberikan kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut.
Petugas yang menerima permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan
setelah mendapat konfirmasi.
b) Kesalahan penerjemahan resep (transcribing erorr)
Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep dokter.
Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi
dokter penulis resep.
c) Kesalahan menyiapkan dan meracik obat (compounding erorr)
- Melakukan skrining resep dengan tepat, baik secara administratif, farmasetis, dan
klinis
- Memberikan perhatian khusus terhadap obat-obat LASA dan HAM
- Melakukan mengechekan ulang pada tiap tahapan oleh petugas yang berbeda
d) Kesalahan penyerahan obat kepada pasien (dispensing error)
- Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan nomor rekam
medik/ nomor resep,

Anda mungkin juga menyukai