Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada zaman sekarang ini perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berkembang
pesat, begitu juga dengan dunia kefarmasian. Hal ini dapat dilihat dari bentuk sediaannya yang
beragam yang telah di buat oleh tenaga farmasis. Diantara sediaan obat tersebut menurut
bentuknya yaitu solid (padat), semisolid (setengah padat) dan liquid (cair).
Sediaan liquid lebih banyak digunakan pada bayi, anak-anak dan lanjut usia yang sukar
minum obat, seperti tablet dan pil yang memiliki rasa pahit atau tidak enak. Selain itu, sediaan
liquid juga lebih mudah diabsorpsi oleh tubuh. Namun, sediaan liquid sangat mudah
terkontaminasi oleh mikroba sehingga tumbuh jamur pada sediaan.
1.2 Tujuan

1.3 Rumusan Masalah

BAB II
ISI

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Larutan
a. Pengertian
 Menurut IMO hal 95
Larutan ialah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, sebagai pelarut digunakan air
suling kecuali dinyatakan lain.
 Menurut FI III hal 32
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut kcuali dinyatakan lain
sebagai pelarut digunakan air suling.
b. Macam-macam Bentuk Sediaan Larutan ( Ilmu Resep, 81-93)
 Menurut cara pemberiannya dibagi 2, yaitu:
1. Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau
lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis, atau pewarna yang larut dalam air atau
campuran konsolven.
Bebrapa contoh larutan oral, antara lain:
a. Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan atau tanpa
penambahan bahan pewangi dan zat obat. Komponen-komponen dari sirup : (1) gula, biasanya
sukrosa atau pengganti gula yang digunakan untuk member rasa manis dan kental, (2) pengawat
antimikroba, (3) pembau, dan (4) pewarna. (Howard C. Ansel, Ph. D. dkk. Fakultas Farmasi
Univ. Georgia 326)
Ada 3 macam sirup yaitu :
a. Sirup simpleks, mengandung 65 % gula dalam larutan nipagin 0,25 % b/v.
b. Sirup obat, mengandung satu atau lebih jenis obat dengan atau tanpa zat tambahan digunakan
untuk pengobatan.
c. Sirup pewangi, tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau penyedap lain.
Penambahan sirup ini bertujuan untuk menutup rasa atau bau obat yang tidak enak.
b. Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis dimasukkan untuk penggunaan
vital, dan biasanya diberi rasa untuk menambah kelezatan. Dibandingkan dengan sirup eliksir
biasanya kurang manis dan kurang kental karena mengandung kadar gula yang lebih rendah dan
akibatnya kurang efektif disbanding sirup dalam menutupi rasa senyawa obat. (Howard C. Ansel,
Ph. D. dkk. Fakultas Farmasi Univ. Georgia 341)
2. Larutan topical adalah larutan yang biasanya mengandung air, tetapi seringkali mengandung
pelarut lain seperti etanol dan poliol untuk penggunaan pada kulit, atau larutan lidokain oral
topical untuk penggunaan pada permukaan mukosa mulut. Sedian-sedian yang termasuk larutan
topical :
1. Collyrium
Adalah sediaan berupa larutan steril, jernih, bebas pirogen, isotonis, digunakan untuk
membersihkan mata. Dapat ditambahkan zat dapar dan zat pengawet.
2. Guttae Ophthalmicae
Tetes mata adalah larutan steril bebas partikel asing merupakan sediaan yang dibuat dan
dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. Tetes mata juga tersedia dalam
bentuk suspensi, partikel halus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau
goresan pada kornea.
3. Gargarisma
Gargarisma / obat kumur mulut adalah sediaan berupa larutan umumnya dalam keadaan
pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum digunakan. Dimaksudkan untuk digunakan sebagai
pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan. Contohnya : Betadin gargle.
4. Guttae Oris
Tetes mulut adalah Obat tetes yang digunakan untuk mulut dengan cara mengencerkan
lebih dahulu dengan air untuk dikumur-kumur, tidak untuk ditelan.
5. Guttae Nasalis
Tetes hidung adalah obat yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan obat
kedalam rongga hidung, dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar dan pengawet. Minyak
lemak atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa.
6. Inhalation
Sediaan yang dimaksudkan untuk disedot oleh hidung atau mulut, atau disemprotkan
dalam bentuk kabut kedalam saluran pernafasan. Tetesan butiran kabut harus seragam dan sangat
halus sehingga dapat mencapai bronkhioli.
7. Injectiones / Obat suntik
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara
merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
8. Lavement / Enema / Clysma
Cairan yang pemakaiannya per rectum / colon yang gunanya untuk membersihkan atau
menghasilkan efek terapi setempat atau sistemik. Enema yang digunakan untuk membersihkan
atau penolong pada sembelit atau pembersih feces sebelum operasi, tidak boleh mengandung zat
lendir. Selain untuk membersihkan enema juga berfungsi sebagai karminativa, emolient,
diagnostic, sedativa, anthelmintic dan lain-lain.
9. Douche
Adalah larutan dalam air yang dimaksudkan dengan suatu alat kedalam vagina, baik
untuk pengobatan maupun untuk membersihkan. Karena larutan ini mengandung bahan obat atau
antiseptik. Contoh : Betadin Vagina Douche.
10. Epithema / Obat kompres
Adalah cairan yang dipakai untuk mendatangkan rasa dingin pada tempat-tempat yang
sakit dan panas karena radang atau berdasarkan sifat perbedaan tekanan osmose digunakan untuk
mngeringkan luka bernanah. Contoh : Rivanol.
11. Litus Oris
Oles bibir adalah cairan agak kental dan pemakaiannya secara disapukan dalam mulut.
Contoh larutan 10 % Borax dalam gliserin.
 Penggolongan Berdasarkan Sistem Pelarut dan Zat terlarut
1. Spirit : larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dai zat mudah menguap,
umumnya digunakan sebagai bahan pengaroma.
2. Tingtur : larutan mengandung etanol atau hidroalkohol yang dibuat dari bahan tumbuhan
atau senyawa kimia.
3. Air aromatik : larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak mudah menguap atau
senyawa aromatic, atau bahan mudah menguap lainnya.
 Pelarut yang biasa digunakan adalah :
a. Air, untuk melarutkan bermacam-macam garam.
b. Spiritus, untuk melarutkan kamfer, iodine, mentol.
c. Gliserin, untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol.
d. Eter, untuk melarutkan kamfer, fosfor, sublimat.
e. Minyak, untuk melarutkan kamfer, mentol.
f. Paraffin liquidum, untuk melarutkan cera, cetasium, minyak-minyak, kamfer, mentol,
klorbutanol.
g. Kloroform, untuk melarutkan minyak-minyak, lemak.

c. Factor-faktor yang Mempengaruhi Larutan


1. Sifat dari solute dan solvent
Solute yang polar akan larut dalam solvent yang polar pula. Misalnya garam-garam anorganik
larut dalam air. Solute yang nonpolar larut dalam solvent yang nonpoar pula. Misalnya alkaloid
basa (umumnya senyawa organik) larut dalam kloroform.
2. Cosolvensi
Cosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya penambahan pelarut lain
atau modifikasi pelarut. Misalnya luminal tidak larut dalam air, tetapi larut dalam campuran air
dan gliserin atau solutio petit.
3. Kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang sukar larut memerlukan
banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang digunakan dalam farmasi umumnya adalah :
a. Dapat larut dalam air
Semua garam klorida larut, kecuali AgCl, PbCl2, Hg2Cl2. Semua garam nitrat larut kecuali nitrat
base. Semua garam sulfat larut kecuali BaSO4, PbSO4, CaSO4.
b. Tidak larut dalam air
Semua garam karbonat tidak larut kecuali K2CO3, Na2CO3. Semua oksida dan hidroksida tidak
larut kecuali KOH, NaOH, BaO, Ba(OH)2. semua garam phosfat tidak larut kecuali K3PO4,
Na3PO3.
4. Temperatur
Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat tersebut dikatakan bersifat
endoterm, karena pada proses kelarutannya membutuhkan panas.
Berdasarkan pengaruh ini maka beberapa sediaan farmasi tidak boleh dipanaskan, misalnya :
a. Zat-zat yang atsiri, Contohnya : Etanol dan minyak atsiri.
b. Zat yang terurai, misalnya : natrium karbonas.
c. Saturatio
d. Senyawa-senyawa kalsium, misalnya : Aqua calsis.
5. Salting Out
Salting Out adalah Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar
dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya
endapan karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila
kedalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh.
6. Salting In
Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam
solvent menjadi lebih besar. Contohnya : Riboflavin tidak larut dalam air tetapi larut dalam
larutan yang mengandung Nicotinamida.
7. Pembentukan Kompleks
Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa tak larut dengan zat
yang larut dengan membentuk garam kompleks. Contohnya : Iodium larut dalam larutan KI atau
NaI jenuh.
Kecepatan kelarutan dipengauhi oleh :
1. Ukuran partikel : Makin halus solute, makin kecil ukuran partikel ; makin luas permukaan
solute yang kontak dengan solvent, solute makin cepat larut.
2. Suhu : Umumnya kenaikan suhu menambah kenaikan kelaruta solute.
3. Pengadukan.
8. Common ion effect (efek ion bersama)
9. Hidrofi

d. Formula Umum Larutan


1. Bahan obat / zat aktif
2. Pembantu pelarut (bila diperlukan)
3. Zat tambahan (bila diperlukan)
4. Pelarut

e. Komposisi Larutan
1. Solvent (zat pelarut), contohnya :
a. Air, untuk melarutkan bermacam-macam garam.
b. Spiritus, untuk melarutkan kamfer, iodine, mentol.
c. Gliserin, untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol.
d. Eter, untuk melarutkan kamfer, fosfor, sublimat.
e. Minyak, untuk melarutkan kamfer, mentol.
f. Paraffin liquidum, untuk melarutkan cera, cetasium, minyak-minyak, kamfer, mentol,
klorbutanol.
g. Kloroform, untuk melarutkan minyak-minyak, lemak.
2. Solut (zat pelarut), contohnya :
a. Kamfer i. Sublimat
b. Iodin j. Cera
c. Mentol k. Cetasium
d. Tannin l. Minyak
e. Zat samak m. Lemak
f. Boraks n. Klorbutanol
g. Fenol o. Macam-macam garam
h. Fosfor

f. Istilah Kelarutan
1. Sangat mudah larut (kurang dari 1)
2. Mudah larut (1 sampai 10)
3. Larut (10 sampai 30)
4. Agak sukar larut (30 sampai 100)
5. Sukar larut (100 sampai 1000)
6. Sangat sukar larut (1000 sampai 10.000)
7. Praktis tidak larut atau tidak larut (lebih dari 10.000)

g. Keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediaan Larutan


a. Keuntungan :
 Merupakan campuran homogen
 Dosis dapat diubah-ubah dalam pembuatan
 Dapat diberikan dalam larutan encer, sedangkan kapsul dan tablet sulit diencerkan.
 Kerja awal obat lebih cepat karena obat cepat diabsorpsi.
 Mudah diberikan pemanis, bau-bauan, wwarna dan hal ini cocok untuk pemberian obat pada anak-
anak.
 Untuk pemakaian luar, bentuk larutan mudah digunakan.
b. Kerugian :
 Volume bentuk larutan lebih besar
 Ada obat yang tidak stabil dalam larutan
 Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan.

h. Syarat-syarat Larutan
1. Komponen berupa : cairan, gas, padatan
2. Pelarutnya berupa cairan
3. Zat terlarut harus dapat larut dalam pelarutnya

i. Cara Melarutkan Zat (IMO, 99)


1. Zat-zat yang mudah larut, dilarutkan dalam botol
2. Zat-zat yang agak sukar dilarutkan dengan pemanasan
3. Untuk zat yang akan terbentuk hidrat maka air dimasukkan dulu dalam erlenmeyer agar tidak
terbentuk senyawa hidrat yang lebih lambat.
4. Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan tetes besar dalam dasar erlenmeyer
atau botol maka perlu dalam melarutkkan digoyang-goyangkan atau di gojok untuk mempercepat
larutnya zat tersebut.
5. Zat-zat yang mudah terurai pada pemanasan tidak boleh dilarutkan dengan pemanasan dan
dilarutkan secara dingin.
6. Zat-zat mudah menguap bila dipaanasi, dilarutkan dalam botol tertutup dan dipanaskan
serendah-rendahnya sambil digoyang-goyangkan.
7. Obat-obat keras harus dilarutkan tersendiri, untuk meyakini apakah sudah larut semua, dapat
dilakukan ditabung reaksi lalu bilas.
8. Perlu diperhatikan bahwa pemanasan hanya diperlukan untuk mempercepat larutnya suatu
zat, tidak untuk menambah kelarutan, sebab bila keadaan menjadi dingin maka akan terjadi
endapan.
j. Evaluasi
1. Homogenitas
 Saturasi
Adalah larutan garam yang dibuat dengan mereaksikan asam dan basa. Larutan tersebut
dijenuhkan dengan gas CO2.
Tabel saturasi
Untuk 10 bagian Acidum Acidum Acidum Acidum
Acetikum Citrikum Salicyicum Tartancum
Ammonia 58,8 4,1 8,1 4,4
Kalli Carbonas 144,7 10,1 20,0 10,9
Natrii Carbonas 69,9 4,9 9,7 5,2
Natrium 119 8,3 16,4 8,9
Bicarbonas

Untuk 10 bagian Ammonia Kalium Natrium Natrium


Carbonas Bicarbonas Carbonas
Acidum Acetikum 1,7 0,7 0,84 1,43
Acidum Citricum 24 9,9 12,0 20,4
Acidum 12,3 5,0 6,1 10,4
Salicyicum
Acidum 22,7 9,2 11,2 19,1
Tartancum
1.2.2 SUSPENSI
a. Pengertian
 FI III, hal 32
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut,
terdispersi dalam cairan pembawanya.
 FI IV, hal 17
Suspensi adalah sediaan yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase
cair.
 IMO , hal 149
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut,
terdispersi dalam cairan pembawa.
 Formulasi Nasional, hal 3
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersi
sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk
sangat halus, dengan atau tanpa zat tambahan yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan
pembawa yang ditetapkan.
 Leon Lachamn, hal 985
Suspensi merupakan sistem heterogen yang terdiri dari dua fase. Fase kontinue atau fase luar
umumnya merupakan cairan atau semi padat, dan fase terdispersi atau fase dalam terbuat dari
partikel-partikel kecil yang pada dasarnya tidak larut, tetapi seluruhnya dalam fase kontinue. Zat
yang tidak larut bisa dimasukkan untuk absorpsi fisiologi atau untuk fungsi pelapisan dalam dan
luar.

b. Macam-macam Suspensi
1. Suspensi menurut jenisnya
 Suspensi yang digunakan
 Suspensi yang dikonstitusikan dengan sejumlah air inteksi atau pelarut lain yang sesuai
sebelum digunakan
2. Suspensi menurut penggunaanya (Ilmu Resep Syamsuni, hal 35)
 Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditunjukan untuk pengunaan oral.
 Suspensi topical adalah sedissn cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair yang ditunjukan untuk penggunaan pada kulit.
 Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel yang sangat halus yang
ditunjukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
 Suspensi opthalmik adalah sediaan cair mengandung partikel yang sangat halus, terdispersi
dalam cairan pembawa ditunjukan untuk pemakaian pada mata.
 Suspensi ophtalmik harus steril, zat yang terdispersi harus sangat halus, jika di simpan dalam
wadah dosis ganda harus mengandung bakterisida, dan zat terdispersi tidak boleh menggumpal
pada penyimpanan.
 Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai
dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal.
 Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang
sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan bahan pembawa yang sesuai.

c. Sifat-Sifat Fisika Suspensi Yang Baik


Beberapa sifat fisik suspensi yang baik adalah sebagai berikut :
1. Partikel suspense harus kecil dan seragam, sehingga memberikan penampilan hasil yang baik
dan tidak kasar.
2. Suspensi harus tetap homogen pada suatu periode, paling tidak pada periode antara
pengocokan dan penuangan sesuai dosis yang dikehendaki.
3. Viskositas tidak boleh terlalu kental, sehingga tidak menyulitkan pada saat penuangan dari
wadah dan untuk mengurangi kecepatan pengendapan partikel yang terdispersi.
4. Pengendapan yang terjadi pada saat penyimpanan harus mudah didispersikan kembali pada
pengocokan

d. Stabilitas suspensi
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara
memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari pertikel. Cara tersebut
merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas suspensi adalah :
1. Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya
tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan
terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antar luas penampang dengan daya tekan keatas
merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil luas
penampangnya.
2.Kekentalan / Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental
suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil).
3.Jumlah Partikel / Konsentrasi
Apabila di dalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel
tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel
tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu
makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam
waktu yang singkat.
4.Sifat / Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan yang
sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan
tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan
tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengruhi. Ukuran partikel dapat
diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer, homogeniser, colloid mill dan mortir.
Sedangkan viskositas fase eksternal dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang
dapat larut kedalam cairan tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai
suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya besifat mudah berkembang dalam air
(hidrokoloid).

Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu :
1. Bahan pensuspensi dari alam.
Bahan pensuspensi dari alam yang biasanya digunakan adalah jenis gom / hidrokoloid. Gom
dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk
mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah
dan akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago sangat dipengaruhi oleh panas,PH,
dan proses fermentasi bakteri.
a. Termasuk golongan gom :
Contonya : Acasia ( Pulvis gummi arabici), Chondrus, Tragacanth , Algin.
b. Golongan bukan gom :
Contohnya : Bentonit, Hectorit dan Veegum.

2. Bahan pensuspensi sintesis


a. Derivat Selulosa
b. Golongan organk polimer

e. Cara Membuat Obat Dalam Suspensi


1. Metode pembuatan suspensi :
 Metode Dispersi
Dengan cara menambahkan serbuk bahan obat ke dalam micilago yang terbentuk kemudian baru
diencerkan. Perlu diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat mendispersi
serbuk dalam vehicle, hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau kontaminan pada serbuk-
serbuk yang halus mudah kemasukan udara yang sukar dibasahi. Mudah dan sukarnya serbuh
dibasahi tergantung besarnya sudut kontak antara zat terdispersi dengan medium. Bila sudah
kontak ± 90o serbuk akan mengembang diatas cairan, serbuk yang demikian disebut memiliki
sifat hidrofi. Untuk menurunkan tegangan antar muka dan partikel zat padat dengan cairan
tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau wetting agent.
 Metode Precipitasi
Zat yang hendak didispersi dilarutkan dahulu dalam pelarut organic yang hendak dicampur
dengan air. Setelah larut dalam pelarut organic diencerkan dengan larutan pensuspensi. Cairan
organic tersebut adalah etanol, propilenglikol dan polietilenglikol.
2. Sistem pembentukan suspensi :
 Sistem flokulasi
Sistem flokulasi biasanya mencegah paling tidak pemisahan yang serius tergantung kadar
partikel padatnya dan derajat flokulasinya. Sedangakan pada suatu saat system flokulasi
kelihatan kasar sebab terjadi flokul.
Sifat umumnya :
- Partikel merupakan agregat yang basa
- Sedimentasi terjadi begitu cepat.
 Sistem deflokulasi
Dalam system deflokulasi, partikel-partikel terdispersi baik dan mengendap sendiri, tapi lebih
lambat daripada system flokulasi. Partikel-partikel ini membentuk cake atau sedimen yang sukar
terdispersi kembali.
Sifat umumnya :
- Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.
- Sediaan terbentuk lambat.

f. Formulasi suspensi
Membuat suspensi stabil secara fisis ada 2 kategori :
1. Pada penggunaan ”Structured Vehicle” untuk menjaga partikel deflokulasi dalam suspensi
Structured Vehicle, adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit, dll.
2. Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, tetapi dengan pengocokan
ringan mudah disuspensikan kembali.
Pembuatan suspensi sistem flokulasi ialah :
1. Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium.
2. Lalu ditambah zat pemflokulasi, biasanya berupa larutan elektrolit, surfaktan atau polimer.
3. Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir.
4. Apabila dikehendaki agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, maka ditambah Structured
Vehicle.
5. Produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam Structured Vehicle.

g. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Suspensi


Keuntugan sediaan suspensi antara lain sebagai berikut :
a. Bahan obat tidak larut dapat bekerja sebagai depo, yang dapat memperlambat terlepasnya
obat.
b. Beberapa bahan obat tidak stabil jika tersedia dalam bentuk larutan. Obat dalam sediaan
suspensi rasanya lebih enak dibandingkan dalam larutan, karena rasa obat yang tergantung
kelarutannya.
Kerugian bentuk suspensi antara lain sebagai berikut :
a. Rasa obat dalam larutan lebih jelas.
b. Tidak praktis bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain, misalnya pulveres, tablet, dan
kapsul.
c. Rentan terhadap degradasi dan kemungkinan terjadinya reaksi kimia antar kandungan dalam
larutan di mana terdapat air sebagai katalisator .

h. Komponen sediaan Suspensi Secara Umum


1. Bahan Berkhasiat
Bahan berkhasiat merupakan bahan yang mampu memberikan efek terapi, pada suspense disebut
fase terdispersi, bahan ini mempunyai kelarutan yang tidak larut di dalam pendispersi.
2. Bahan Tambahan
 Bahan Pensuspensi atau Suspending Agent
Bahan pensuspensi yaitu bahan tambahan yang berfungsi mendispersikan partikel tidak larut
dalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan sedimentasi diperlambat.
 Macam suspending agent antara lain:
a. Golongan polisakarida, contohnya acasia gom, tragacantha, alginate.
b. Golongan selulosa larut air, contohnya metal selulosa, hidroksi etil selulosa, Na-CMC, avicel.
c. Golongan tanah liat, contohnya bentoit, veegum, aluminium,magnesiu silica, hectocrite.
d. Golongan sintetik, contohnya carbomer, carboxypolymethylene, colloidal, silicon dioksida.
Suspending agent berfungsi mendispersikan partikel tidak larut kedalam pembawa dan
meningkatkan viskositas sehingga kecepatan pengendapan bisa diperkecil. Mekanisme kerja
suspending agent adalah untuk memperbesar kekentalan (viskositas), tatapi kekentalan yang
berlebihan akan mempersulit rekonstitusi dengan pengocokan.
Suspensi yang baik memepunyai kekentalan yang sedang. Disamping itu penggunaan suspending
agent dapat menurukan tegangan antar permukaan antar dua partikel yang tidak bisa saling
tercampur yaitu zat aktif dan cairan pembawa.
3. Bahan Pembasah
Humektan digunakan tergantung dari sifat permukaan padat cair bahan aktif. Serbuk sulit
dibasahi air disebut hidrofob, seperti sulfur, carbo adsorben, magnesis stearat, dan serbuk mudah
dibasahi oleh air disebut hidrofil, seperti Toluene, Zinci Oxydi, Magnesi carbonas. Dalam
pembuatan suspense penggunaan himektan sangat berguna dalam penurunan tegangan antar
muka dan pembasah akan dipermudah. Mekanisme kerja himektan adalah menghilangkan
lapisan udara pada permukaan zat padat, sehingga zat padat dan humektan lebih mudah kontak
dengan pembawa. Beberapa contoh humektan antara lain gliserin, propilen glikol, polietilen
glikol, dan laritan gom, pada sediaan suspense ibuprofen ini bahan pembasah menggunakan
sorbitol.
4. Pemanis
Pemanis berfungsi untuk memperbaiki rasa di sediaan. Dilihat dari hasil kalori yang
dihasilkan dibagi menjadi dua yaitu berklori tinggi dan berkalori rendah. Adapun pemanis tinggi
misalnya sakarin, sukrosa. Sedangkan pemanis kalori rendah misalnya laktosa. Zat pemanis yang
dapat meningkatkan gula darah atau memiliki nilai kalor yang tinggi dan dapat digunakan dalam
formulasi untuk pengobatan diabetes pada sediaan suspense Ibuprofen sebagai pemanis
menggunakan syrup simplex.
5. Pengawet
Pengawet berfungsi untuk mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba dalam sediaan
sehingga dapat menstabilkan sediaan dalam masa penyimpanan yang lama. Beberapa contoh
pengawet antara lain, Metil paraben, asam benzoate, Chlor butanol, dan Chlorida Kwartener.
6. Pewarna dan Pewangi
Bahan pewarna dan pewangi harus sesuai dengan rasa sediaan. Contoh pewarna adalah
carmin dan caramel, dan contoh pewangi adalah Oleum Menthae, Oleum Citrii.
7. Bahan Pembawa
Sebagai bahan pembawa untuk suspensi adalah air dan minyak.

i. Evalusi Stabilistas Fisik Suspensi


a. Evaluasi Laju sedimentasi
Merupakan kecepatan pengendapan dari partikel-partikel suspense. Adapun factor-faktor
yang terlibat dalam laju dari kecepatan mengendap partikel-partikel suspensi tercakup dalam
persamaan hokum srokes.
Kecepatan sedimentasi berdasarkan hukum stokes di atas dipengaruhi :
 Kerapatan fase terdispersi dan kerapatan fase pendispersi
Sifat yang diinginkan yaitu kerapatn partikel lebih besar daripada kerapatn pembawa, karena bila
partikel lebih ringan dari kerapatn pembawa maka partikel akan mengambang dan sulit
didistribusikan secara homogeny ke dalam pembawa.
 Diameter ukuran partikel
Laju sedimentasi dapat diperlambat dengan mengurangi ukuran partikel dari fase terdispersi
karena semakin kecil ukuran partikel maka kecepatan jatuhnya lebih kecil.
 Viskositas medium pendispersi
Laju sedimentasi dapat berkurang dengan cara menaikkan viskositas medium disperse, tetapi
suatu produk yang mempunyai viskositas tinggi umumnya tidak diinginkan karena sulit dituang,
sebaiknya viskositas suspense dinaikkan sampai viskositas sedang saja.
b. Evaluasi volume Sedimentasi
Volume sedimentasi (F) adalah perbadingan dari volume endapan yang etrjadi (VU) terhadap
volume awal dari suspense sebelum mengendap (V0) setelah suspense didiamkan.
Prosedur evaluasi volume sedimentasi adalah sebagai berikut:
1. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimen yang berkala.
2. Volume yang diisikan merupakan volume awal.
3. Setelah didiamkan beberapa waktu/ hari diamati volume akhir dengan terjadinya sedimentasi
volume akhir terhadap volume yang diukur ((VU)
4. Dihitung volume sedimentasi
c. Evaluasi Waktu Redispersi
Waktu redispersi dapat diketahui dengan cara mengocok sediaan dalam wadahnya atau dengan
menggunakan pengocok mekanik atau tangan. Suspense didiamkan hingga mengendap kemudian
masing-masing suspense dikocok homogen dan dicatat waktunya. Kemampuan redispersi baik
bila suspense telah terdispersi sempurna dengan pengocokan dalam waktu maksimal 30 detik.
1.2.3 EMULSI
a. Pengertian
 Pengantar bentuk sediaan farmasi eds. IV, hal 376
Emulsi adalah suatu disperse dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair
yang terdispersi keseluruh pembawa yang tidak bercampur.
 FI IV, hal 6
Emulsi adalah system dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain,
dalam bentuk tetesan kecil.
 FI III, hal 9
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat terdispersi dalam
pembawa, distabilkan dengan zat pengemudi atau surfaktan yang cocok.
 Formularium Kosmetika yang Cocok
Emulsi adalah sediaan dasar berupa sistem dua fase, terdiri dari dua cairan yang tidak bercampur
dimana salah satu terdispersi dalam bentuk glabul cairan lainnya, jika konsistensinya lebih kental
biasanya disebut krim.

b. Macam-macam Sediaan Emulsi


a. Berdasarkan Cara Penggunaannya Emulsi dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Emulsi untuk pemakaian dalam (peroral)
Penggunaanya emulsi peroral biasanya mempunyai tipe minyak dalam air, mucilage merupakan
film penutup dari minyak obatnya untuk menutupi rasa tidak enak, zat perasa diberikan pada fase
ekstran untuk menaikkan rasa enak.
2. Emulsi untuk injeksi
Emulsi parenteral telah diselidiki untuk penggunaan makanan dan minyak obat untuk hewan dan
manusia, penggunaan emulsi parenteral meminta perhatian khusus selama produksi seperti
pemilihan emulgator ukuran dan kesamaan butir tetes pada penggunaan intravena.
3. Emulsi untuk penggunaan luar (topikal)
Baik bentuk minyak dalam air atau air dalam minyak yang dapat dipakai untuk pemakaian kulit
dan membrane mukosa. Dengan proses emulsi memungkinkan terbentuk lotio atau cream yang
konsistennya mempunyai sifat-sifat :
- Dapat meluas pada daerah yang diobati
- Dapat mudah dicuci
- Tidak membekas pada pakaian
- Memiliki bentuk, bau, warna, dan rasa yang baik
b. Berdasarkan zat cair yang berfungsi sebagai fase internal dan fase eksternal, yaitu :
1. Emulsi tipe o/w (oil in water) atau m/a (minyak dalam air) adalah emulsi ang terdiri atas
butiran minyak yang tersebar atau terdispersi dalam air. Minyak sebagai fase internal dan air
sebagai fase eksternal.
2. Emulsi tipe w/o (water in oil) atau a/m (air dalam minyak) adalah emulsi yang terdiri atas
butiran air yang tersebar atau terdispersi dalam minyak. Air sebagai fase internal dan minyak
sebagai fase eksternal.

c. Syarat-syarat Emulsi
 Sediaan emulsi dapat terbentuk jika :
- Terdapat 2 zat yang tidak saling melarutkan
- Terjadi proses pengadukan (agitasi)
- Terdapat emulgator
Sediaan emulsi yang baik adalah sediaan emulsi yang stabil, dikatakan stabil apabila sediaan
emulsi tersebut dapat mempertahankan distribusi yang teratur dan fase terdispersi dalam jangka
waktu yang lama. (R. voight 434)
 Syarat-syarat emulsi topical ( Formularium Kosmetik Indonesia 1985, hal 33), yaitu :
- Mudah dioleskan merata pada kulit
- Mudah dicuci
- Tidak berbau tengik
- Tidak menodai pakaian
- Bebas partikulasi keras
- Tidak mengiritasi kulit
- Sifatnya dalam penyimpanan : a) tetap homogeny dan stabil. b) tidak berbau tengik.
d. Keuntungan Sediaan Emulsi
1. Meningkatkan bioavalailibilitas obat
2. Memberikan perlindungan terhadap obat yang rentan terhadap oksidasi dan hidrolis
3. Mentupi rasa tidak enak
4. Sebagai topikaal : membersihkan, pembawa air (pelembut yang excellent) ke kulit.
5. Viskositas, penampilan dan tingkat lemak dari emulsi kosmetik atau dermatologi dapat di
control.
6. Emulsi parenteral, karena tetesan harus dipertahankan stabil dengan ukuran < 1 µ untuk
mencegah emboli.

e. Komposisi Sediaan Emulsi


a. Bahan aktif, terdiri dari :
1. Paraffin cair
2. Oleum Jec Aselli
3. Curcuboitae Sem
b. Komposisi dasar yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi, terdiri
dari :
1. Fase dispersi/ fase internal/ fase continue/ fase disperse/ fase dalam, yaitu zat cair yang
terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat lain.
2. Fase continue/ fase eksternal/ fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat cair dalam emulsi yang
berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung) emulsi tersebut.
3. Emulgator adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
Bahan-bahan pengemulsi (emulgator), antara lain :
a. Emulgator alam : emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit, dapat
digolongkan menjadi 3 golongan yaitu :
1. Emulgator dari tumbuh-tumbuhan
Termasuk golongan karbohidrat dan merupakan emulgator tipe o/w, sangat peka terhadap
elektrolit dan alcohol kadar tinggi dan dapat dirusak oleh bakteri. Pembuatan emulsi dengan
emulgator ini harus selalu menambahkan bahan pengawet.
a. Gom Arab
Sangat baik untuk emulgator tipe o/w dan obat minum. Emulsi yang terbentuk sangat stabil dan
tidak terlalu kental. Kestabilan emulsi dibuat dengan gom arab berdasarkan 2 fakktor, yaitu :
1. Kerja gom arab sebagai koloid pelindung (teori plastig film)
2. Terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju pengendapannya cukup kecil, tetapi
massa masih dapat dituang (tiksotropik).
Jika tidak dinyatakan lain, emulsi yang dibuat dengan gom arab menggunakan gom arab
sebanyak 1 dari jumlah minyaknya. Untuk membuat korpus emulsi (inti emulsi) diperlukan air
1,5 x bobot gom, kemudian di aduk kuat-kuat lalu diencerkan dengan sisa airnya.
b. Tragakan
Disperse tragakan dalam air sangat kental sehingga untuk memperoleh emulsi dengan viskositas
yang baik hanya diperlukan tragakan sebanyak 1/10 kali gom arab saja. Emulgator ini hanya
bekerja optimum pada pH 4,5-6. Tragakan di buat korpus emulsi dengan penambahan air
sekaligus sebanyak 20 kali berat tragakan. Tragakan hanya berfungsi sebagai pengental, tidak
dapat membentuk koloid pelindung seperti pada gom.
c. Agar-agar
Emulgator ini kurang efektif jika digunakan sendiri. Pada umumnya zat ini ditambahkan untuk
menambah viskositas dari emulsi dengan gom arab. Sebelum dipakai agar-agar ini dilarutkan
dulu dengan air mendidih. Kemudian didinginkan pelan-pelan sampai suhu kurang dari 45o C
(jika suhu kurang dari 45o C larutan agar-agar akan membentuk gel). Biasanya digunakan 1-2%.
d. Condrus
Sangat baik dipakai untuk emulsi minyak ikan karena dapat menutupi rasa dan minyak ikan
tersebut. Cara mempersiapkannya seperti pada agar-agar.
e. Emulgator Lain
 Kuning telur mengandung lesitin (golongan protein atau asam amino) dan kolesterol, yang
semuanya itu dapat berfungsi sebagai emulgator. Lesitin adalah emulgator tipr o/w, sedangkan
kolesterol adalah tipe w/o, kemampuan lesitin lebih besar dari kolesterol sehingga secara total
kuning telur merupakan emulgator tipe o/w. lesitin ini mampu mengemulsikan minyak lemak 4
kali bobotnya dan minyak mengandung 2 kali bobotnya.
 Adeps lanae
Zat ini banyak mengandung kolesterol, merupakan emulgator tipe w/o dan banyak dipergunakan
untuk pemakaian luar. Dalam keadaan kering dapat menyerap air 2 kali bobotnya.
2. Emulgator dari mineral
a. Magnesium Alumunium Silikat ( Vegum) merupakan senyawa organic yang terdiri atas
garam-garam magnesium dan alumunium. Dengan garam-garam magnesium dan alumunium,
emulgator ini emulsi yang terbentuk adalah emulsi tipe o/w, sedangkan pemakaian lazim adalah
sebanyak 1 %. Emulsi ini kurang khusus untuk pemakaian luar.
b. Bentonit. Tanah liat terdiri atas senyawa alumunium silikat yang dapat mengabsorpsikan
sejumlah besar air sehingga membuat massa seperti gel. Untuk tujuan sebagai emulgator dipakai
sebanyak 5%.
3. Emulgator buatan/sintetis
a. Sabun. Sangat banyak dipakai untuk tujuan luar, sangat peka terhadap elektrolit. Dapat
dipergunakan sebagai emulgator tipe o/w maupun w/o tergantung pada valensinya. Sabun
bervalensi 1, misal sabun kalium merupakan emulgator tipe o/w, sedangkan sabun bervalensi 2,
misal sabun kalsium merupakan emulgator tipe w/o.
b. Tween : 20;40;60;80
c. Span : 20;40;80

 Emulgator dapat dikelompokkan menjadi :


- Anionik : sabun alkali, Na-Lauril Sulfat
- Kationik : senyawa ammonium kuarterner
- Nonionic : tween dan span
- Amfoter : protein, lesitin

f. Metode Pembuatan Emulsi


1. Metode Gom Kering
Disebut pula metode continental dan metode 4;2;1. Emulsi dibuat dengan jumlah komposisi
minyak dengan ½ jumlah volume air dan ¼ jumlah emulgator. Sehingga diperoleh perbandingan
4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian emulgator.
Pertama-tama gom didispersikan ke dalam minyak, lalu ditambahkan air sekaligus dan diaduk
/digerus dengan cepat dan searah hingga terbentuk korpus emulsi.
2. Metode Gom Basah
Disebut pula sebagai metode Inggris, cocok untuk penyiapan emulsi dengan musilago atau
melarutkan gum sebagai emulgator, dan menggunakan perbandingan 4;2;1 sama seperti metode
gom kering. Metode ini dipilih jika emulgator yang digunakan harus dilarutkan / didispersikan
terlebih dahulu kedalam air misalnya metilselulosa. 1 bagian gom ditambahkan 2 bagian air lalu
diaduk, dan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk dengan cepat.
3. Metode Botol
Disebut pula metode Forbes. Metode ini digunakan untuk emulsi dari bahan-bahan menguap dan
minyak-minyak dengan kekentalan yang rendah. Metode ini merupakan variasi dari metode gom
kering atau metode gom basah. Emulsi terutama dibuat dengan pengocokan kuat dan kemudian
diencerkan dengan fase luar.
Dalam botol kering, emulgator yang digunakan ¼ dari jumlah minyak. Ditambahkan dua bagian
air lalu dikocok kuat-kuat, suatu volume air yang sama banyak dengan minyak ditambahkan
sedikit demi sedikit sambil terus dikocok, setelah emulsi utama terbentuk, dapat diencerkan
dengan air sampai volume yang tepat.

g. Evaluasi Mutu Fisik


1. Sistem HLB (Ilmu Resep, 122)
Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang besarnya tidak sama. Harga
keseimbangan ini dikenal dengan istilah “HLB” (Hidrophyl Lipophyl Balance) yaitu angka yang
menunjukkan perbandingan antara kelompok hidrofil dengan kelompok lipofil. Semakin besar
harga HLB, berarti semakin banyak kelompok yang suka air, artinya emulgator tersebut lebih
mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya.
1.2.4 Formulasi
1. Larutan
 Larutan topical
R/ Chloramphenicolum 1g
Propylenglycolum ad 10 ml
S2 dd 2 gtt dext

 Dasar teori
Guttae Auriculares adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara diteteskan pada
telinga.
 Monografi
1. Chloramphenicolum (FI IV, hal 189)
 Nama lain : Kloramfenikol
 Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang ; putih hingga
putih kelabu atau kekuningan ; larut praktis netral terhadap lakmus P ; stabil dalam larutan netral
atau larut agak asam.
 Kelarutan : Sukar larut dalam air ; mudah larut dalam etanol, dalam propilen glikol,
dalam aseton dan dalam etil asetat.
 Khasiat : Antibiotik
2. Propylenglycolum (FI IV, hal 712)
 Nama lain : Propilen glikol
 Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau,
menyerap air pada udara lembab.
 Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton dan kloroform, larut dalam eter
dan dalam beberapa minyak esensial, tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
 Khasiat : Zat tambahan sebagai pelarut (FI III, hal 534)
 Perhitungan Bahan
1. Kloramfenikol = 1g/10 ml x 10 ml = 1 g = 1 ml
2. Propilen glikol = 10 ml – 1 ml = 9 ml
 Alat dan Bahan
Alat Bahan
Anak timbangan Kloramfenikol
Timbangan kasar dan halus Propilen glikol
Gelas ukur Kertas perkamen
Beaker glass Tissue
Batang pengaduk
Sendok tanduk
Pipet
Pinset
Botol coklat
Mortir + stemper
Serbet

 Cara Pembuatan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Timbangan disetarakan
3. Kalibrasi botol 10 ml
4. Ditimbang kloramfenikol 1 g, kemudian diletakkan pada mortar, gerus add halus
5. Diambil propylenglikol 9 ml menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam gelas ukur,
kemudian dituang dalam beaker glass.
6. Dimasukkan kloramfenikol ke dalam beaker glass tadi yang berisi propylenglikol, aduk add
homogen.
7. Dimasukkan dalam botol coklat, ditutup kemudian diberi etiket biru.

 Larutan topical
R/ Rivanol 2%
Aquades add 60 ml
m.f. Solutio
s.u.e

 Dasar teori
Solutio adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia terlarut.

 Monografi
1. Rivanol (FI IV, hal 61)
 Nama lain : Aethacridin Lactas
 Pemerian : Serbuk hablur ; tidak berbau ; rasa sepat dan pahit ; larutan dalam air
bereaksi netral ; jika diencerkan berfluoresensi hijau.
 Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam air panas, sukar larut dalam
etanol. Larut dalam etanol 50 bagian air, dalam 9 bagian air panas dan dalam 100 ml etanol
(95%) P. (FI III, hal 62)
 Khasiat : Antseptikum ekstern. (FI III, hal 63)
2. Aquadest
 Nama latin : Aqua Destilla
 Nama lain : Air suling
 Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.
 Perhitungan Bahan
1. Rivanol 2 % = 2 g/ 100 ml x 60 ml = 1,2 gram
2. Aquades add 60 ml = 60 ml – 1,2 g = 58,8 ml
 Alat dan bahan
Alat Bahan
Anak timbangan Rivanol
Timbangan Aquades
Beaker glass Tissue
Gelas ukur Kertas saring
Sendok tanduk
Pinset
Mortar + stemper
Sendok tanduk
Batang pengaduk
Botol coklat
Pinset
Corong

 Cara Pembuatan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Timbangan disetarakan
3. Dikalibrasi botol 60 ml
4. Ditimbang rivanol 1,2 g
5. Dimasukkan rivanol ke dalam beaker glass yang berisi air mendidih di aduk add homogeny,
ditunggu sampai dingin.
6. Disiapkan corong beralas kertas saring, kemudian larutan dimasukkan ke dalam botol coklat.
7. Ditutup, diberi etiket biru.

 Larutan oral
R/ Potio Nigra Contra Tussim 60 ml
S4 dd 1 c

 Resep Standar (FMS, hal 55)


Potio Nigra Tussim (obat batuk hitam)
R/ Succi Liquir 10
Ammonium Chlorida 6
S.a.s.a 6
Aquades add 300

 Monografi
1. Ammonium Chlorida (FI III, hal 87)
 Nama lain : Ammonium klorida
 Pemerian : Serbuk atau hablur putih ; tidak berbau ; rasa asin dan dingin ; higroskopis.
 Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam gliserol, lebih mudah larut dalam air
mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95%) P.
 Khasiat : Ekspektoran
2. S.a.s.a (Solutio Ammoniae Spirituosa Anisata) (Fh 5, hal 522)
 Minyak adas manis 4
 Spiritus 76
 Ammonia 20
 Cara pembuatannya : Larutkan 4 bagian minyak adas manis dalam 76 bagian spiritus,
tambahkan 20 bagian ammonia zat cair yang mula-mula tidak berwarna lama kelamaan menjadi
kuning muda, bau kuat seperti minyak adas manis seperti ammonia.
3. Succi Liquir / Chlyrhizae Succus / Ekstrak akar manis (FI IV, hal 416)
 Pemerian : Batang berbentuk silinder atau bongkah besar licin agak mengkilap, hitam
coklat tua atau serbuk berwarna coklat.
 Khasiat : Zat tambahan (FI III, hal 276), ekspektoran (OOP, hal 274).
 Perhitungan Dosis
1. DM Ammonium klorida = (- / 10 g)
- DM 1xh = 10/20 x 10 g = 5 gram
- DR 1xp = 15ml / 60 ml x 1,2 g = 0,3 gram
1xh = 0,3 gram x 4 = 1,2 gram
- % DR 1xh = DR / DM x 100 %
= 1,2g / 5g x 100 %
= 24 %
 Perhitungan Bahan
1. Succi liquir 10 = 10 / 300 ml x 60 ml = 2 g
2. Ammonium klorida 6 = 6 / 300 ml x 60 ml = 1,2 g
3. S.a.s.a 6 = 6 / 300 ml x 60 ml = 1,2 g
4. Aquades add 60 ml = 60 ml – (10 + 6 + 6) = 38 ml
 Alat dan Bahan
Alat Bahan
Timbangan + anak timbangan Ammonium Chlorida
Mortar + stemper S.a.s.a
Batang pengaduk Succi liquir
Beaker glass Aquades
Gelas ukur Tissue
Botol coklat Kertas perkamen
Gelas arloji + penara
Serbet
Pinset
 Cara Pembuatan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Timbangan disetarakan
3. Ditimbang succi liquir 2 g, dimasukkan ke dalam beaker glass
4. Ditimbang ammonium klorida dengan gelas arloji, dimasukkan ke campuran no. (3), aduk add
homogeny.
5. Dimasukkan dalam botol coklat.
6. Ditambahkan s.a.s.a ke dalam botol 2-3 tetes
7. Tutup botol dan diberi etiket putih
 Pembahasan
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil yang kurang maksimal seperti pada
sediaan OBH yang tidak larut sempurna karena masih ada yang menggumpal. Hal itu disebabkan
karena beberapa hal, seperti mungkin pada saat menggerus atau pada pengadukannya kurang
lama sehingga menyebabkan sediaan yang di buat kurang memuaskan. Namun pada sediaan
kloramfenikol dan rivanol didapatkan hasil yang baik karena pada kloramfenikol dan rivanol
sediaan larut sempurna dan volumenya juga sesuai.

 Larutan topical
R/ Asam citrat 0,75
Asam tartat qs
Na. Bicarbonat 2
Syrup simplex 10 %
Aquades add 100
m.f. Saturasi
S dd 2 vic 1
 Monografi
1. Asam Citrat (FI IV, hal 48)
 Nama latin : Acidum Citricum
 Pemerian : Hablur bening ; tidak berwarna / serbuk hablur granul sampai halus ; putih,
tidak berbau atau praktis tidak berbau ; rasa sangat asam.
 Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol, agak sukar larut
dalam eter.
2. Asam Tartat (FI IV, hal 53)
 Nama latin : Acidum Tartanicum
 Pemerian : Hablur ; tidak berwarna atau bening atau serbuk hablur sampai granul,
warna putih ; tidak berbau ; rasa asam dan stabil di udara.
 Kelarutan : Sangat mudah larut dala air, mudah larut dalam etanol.
3. Natrium Bicarbonat (FI IV, hal 60)
 Nama latin : Natrii Subcarbonas
 Pemerian : Serbuk hablur, putih stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab
secara perlahan-lahan, terurai larut segar dalam air dingin tanpa di kocok, bersifat basa terhadap
lakmus.
 Kelarutan : Larut dalam air, tidak larut dalam etanol.
4. Syrup Simplex (FI III, hal 567)
 Nama lain : Sirup gula
 Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna.
 Cara pembuatan : Larutkan 65 bagian sukrosa dalam larutan metal paraben 0,25 % b/v qs
hingga diperoleh 100 bagian sirup. Terdiri dari 64 bagian gula dan 36 bagian air. (PH ned, hal
516)
 Perhitungan Bahan
1. Asam citrat = 0,75 g = 750 mg
2. Asam tartat = qs (IMO, hal 119)
10 bagian Asam citrat = 12 bagian Na. bicarbonate
0,75 = x
x = 0,75 x 12 / 10 = 0,9 bagian Na. bicarbonate
Natrium bicarbonat = 2 – 0,9 = 1,1 gram
10 bagian Na. bicarbonat = 8,9 bagian asam tartat
1,1 = x
x = 1,1 x 8,9 / 10 = 0,97 bagian asam tartat
3. Natrium Bicarbonat = 2 gram
4. Syrup simpelex = 10/100 x 100 = 10 gram

5. Aqua = 100 – (0,75 + 0,97 + 2 + 10)

= 100 – 13,72 = 87 basa = 2/3 = 58 ml

+ basa

Asam = 1/3 = 29 ml 2/3


1/3
 Alat dan Bahan
Alat Bahan
Timbangan + anak timbangan Asam citrate
Besker glass Asam tartat
Batang pengaduk Na. Bicarbonat
Sendok tanduk + pinset Syrup simplex
Gelas ukur Aquades
Botol Perkamen
Serbet Tissue
 Cara Pembuatan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Timbangan disetarakan
3. Dikalibrasi botol 100 ml
4. Ditimbang asam citrate 750 mg, dilarutkan dengan aquades dalam beaker glass
5. Ditimbang asam tartat 970 mg, dilarutkan dengan aquades, dimasukkan ke dalam larutan no.
(4)
6. Ditimbang syrup simplex, dimasukkan ke dalam larutan no. (5), aduk add homogen.
7. Ditimbang natrium bicarbonat , dilarutkan dengan aquades sesuai dengan kelarutannya (2/3
aqua), dengan gerus tuang.
8. Larutan natrium bicarbonat dimasukkan dalam botol saturasi
9. Di ukur larutan no. (6) kira-kira 2/3 nya (26 ml) hingga terbentuk gas CO2 dengan ditandai
terbentuknya gelembung, masukkan secara perlahan melalui tepi dinding botol.
10. Dimasukkan sisa larutan no. (6) ke dalam botol secara hati-hati.
11. Segera tutup botol dan diikat dengan cara di tali sampagne dan beri etiket.
 Pembahasan
Pada saat praktikum saturasi didapatkan hasil yang kurang memuaskan karena pada sediaan
hanya menghasillkan gas sedikit. Hal itu terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti
pada saat menuangkannya kurang hati-hati sehingga menyebabkan sediaan tumpah saat akan
memasukkannya pada botol dan itu juga mempengaruhi volume larutan yang semula 100 ml
menjadi kurang dari 100 ml.

 Suspensi Oral
R/ Susp. Kloramfenikol 60 ml
S t dd 1 c

 Resep Standar (Fornas, hal 66)


Komposisi tiap 5 ml mengandung Chlorampehenicoli palmitat setara dengan :
Chloramphenicolum 125 mg
Carboxy Methyl Celluiosum Natrium 50 mg
Polysorbatum-80 25 mg
Propylen glycolum 1 g
Syrup simplex 1,5 g
Aqua destilla add 5 mg
 Catatan :
1. Pada etiket harus tertera :
a. Kesetaraan kloramfenikol
b. Daluarsa (expiced)
2. 1,749 kloram palmitat setara dengan lebih kurang 1 g kloramfenikol.
 Monografi
1. Cloramphenicolum palmitat (FI IV, hal 195)
 Nama lain : Kloramfenikol palmitat
 Pemerian : Serbuk hablur ; halus seperti lemak ; putih ; bau lemah ; hamper tidak
berwarna dan berasa.
 Kelarutan : Tidak larut dalam air, mudah larut dalam asetat dan dalam kloroform, larut
dalam eter, agak sukar larut dalam etanol, sangat sukar larut dalam
 Khasiat : Antibiotik
2. Carboxy Methyl Celulosa Natrium (FI IV, hal 175)
 Pemerian : Serbuk atau granul ; putih sampai krem ; higroskopis
 Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan kolodial, tidak larut dalam
etanol, dalam eter dan dalam pelarut organic lain.
 Khasiat : Suspending Agent, penstabil suspense (konsentrasi 0,1 -1,0 %)
3. Polysorbatum-80 (FI III, hal 509)
 Nama lain : Polisorbat-80
 Pemerian : Cairan kental seperti : jernih, kuning ; bau asam lemak, khas methanol P,
sukar larut dalam paraffin cair P dan dalam minyak biji kapas P.
 Khasiat : Zat taambahan (pembasah)
4. Propylenglicolum (FI IV, hal 712)
 Nama lain : Propilen glikol
 Pemerian : Cairan kental ; jernih ; tidak berwarna ; rasa khas ; praktis tidak berbau ;
menyerap air pada udara lembab.
 Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan kloroform ; larut dalam
eter dan dalam beberapa minyak esensial ; tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
 Khasiat : Zat tambahan dan pelarut (FI III, hal 534) dan Pengawet, pelarut, penstabil
vitamin, pelembab (Handbook, 241)
5. Syrup simplex (FI III, 567)
 Nama lain : Sirup gula
 Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna.
 Cara pembuatan : Larutkan 65 bagian sukrosa dalam larutan metal paraben 0,25 % b/v qs
hingga diperoleh 100 bagian sirup. Terdiri dari 64 bagian gula dan 36 bagian air. (PH ned, hal
516)
6. Aqua Destilla
 Nama lain : Aquades (air suling)
 Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.
 Perhitungan Bahan
1. Chloramphenicol = 125mg / 5 ml x 60 ml = 1500 mg = 1,5 g
1,74 g kloram. Palmitat = 1 g kloramfenikol
1,74 g / 1 g = x / 1,5 g
x = 2,61 gram
2. CMC-Na = 50 mg / 5 ml x 60 ml = 600 mg = 0,6 g
Air yang dubutuhkan untuk pembuatan CMC-Na =
0.6 g / x = 1 g/ 20 ml = 12 ml
3. Polysorbatum-80 = 25 mg / 5 ml x 60 ml = 300 mg
4. Propylen glikol = 1 g / 5 ml x 60 ml = 12 g
5. Syrup simplex = 1,5 g / 5 ml x 60 ml = 18 g = 18 ml
 Alat dan Bahan
Alat Bahan
Timbangan + anak timbangan Kloram. Palmitat
Beaker glass CMC-Na
Batang pengaduk Polysorbatum-80
Sendok tanduk Propilen glikol
Gelas ukur Syrup simplex
Botol Aquades
Gelas arloji + penara Tissue
Cawan Kertas perkamen
Mortir + stemper
Pipet
Serbet

 Cara Pembuatan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Timbangan disetarakan
3. Ditimbang CMC-Na 0,6 g, masukkan dalam mortar yang berisi 12 ml air dengan cara
ditaburkan, tunggu sampai mengembang dan membentuk suspending agent.
4. Ditimbang kloram. Palmitat 2,61 g, masukkan dalam cawan
5. Ditimbang polysorbatum-80 sebanyak 300 mg dalam gelas arloji, masukkan ke cawan
penguap no. (4)
6. Diambil propilen glikol 12 ml, masukkan ke cawan no. (4)
7. Dimasukkan sirup simplex 18 ml ke cawan penguap no. (4)
8. Semua bahan yang sudah di campur dimasukkan dalam mortar yang sudah membentuk
mucilage, gerus add halus.
9. Ditambahkan sisa air ke dalam mortir, gerus dan ditambahkan rasa dan pewarna yang
diinginkan, gerus add homogen.
10. Dimasukkan dalam botol, tutup dan diberi etiket putih.

 Pembahasan
Organoleptis :
Bau : Strowberry
Rasa : Manis
Warna : Merah muda
Kelarutan : Larut
Volume : 60 ml
Homogenitas : homogen
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan pada pembuatan sediaan suspense ini,
didapatkan hasil yang baik karena dilihat dari kelarutannya, volume dan tingkat homogenitas
sudah sesuai.

 Emulsi Oral
R/ Oleum Lecoris Aseli 100
Gliserin 10
Gom Arabicum 30
Oleum Cinamoni gtt IV
Aqua add 215

 Formula Rancangan
R/ Oleum Lecoris Aseli 13,95
Gliserin 1,39
Gom Arabicum 4,18
Oleum Cinamoni gtt IV
Aqua add 30
 Monografi
1. Olemu Lecoris Aseli
 Nama lain : Minyak ikan
 Pemerian : Cairan kental, encer, berbau khas, tidak tengik, rasa, dan bau seperti ikan.
 Kelarutan : Sukar larut dalam etanol, mudah larut dalam eter, dalam kloroform, dalam
karbon disulfida dan dalam etil asetat.
 Khasiat : Sumber vitamin A dan vitamin D
2. Glyserin
 Nama lain : Gliserin
 Pemerian : Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna ; rasa manis, hanya boleh berbau
khas lemah (tajam atau tidak enak), higroskopis, netral terhadap lakmus.
 Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol ; tidak larut dalm
kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap.
 Khasiat : Pemanis
3. Gummi Arabicum
 Nama lain : Gom arab, Gummi acacieae adalah eksudal yang mengeras di udara seperti
gom, yang mengalir secara alami atau dengan penorehan batang dan cabang tanaman Acacia
Senegal L. Willdenow (famillia lequminosae) dan spesies lain Acacia yang berasal dari Afrika.
 Kelarutan : Larut hampir sempurna dalam 2 bagian bobot air, tetapi sangat lambat,
meninggalkan sisa bagian tanaman dalam jumlah yang sangat sedikit ; praktis tidak larut dalam
etanol dan dalm eter.
 Khasiat : Emulgator
4. Oleum Cinamoni (FI III, hal 454)
 Nama lain : Minyak kayu manis
 Pemerian : Cairan, suling segar berwarna kuning, baud an rasa khas.
 Kelarutan : Dalam etanol larutkan 1 ml dalam 8 ml etanol (70 %) P, opeilesensi yang
terjadi tidak lebih kuat dari opalesensi larutan yang dibuat dengan menambahkan 0,5 ml perak
nitrat 0,1 N ke dalam campuran 0,5 ml NaCl 0,2 N dan 50 ml air.
 Perhitungan Bahan
1. Oleum lecoris aseli = 100 / 215 ml x 30 ml = 13,95 ml
2. Gliserin = 10 / 215 ml x 30 ml = 1,39 ml
3. Gom arab = 30 / 215 x 30 ml = 4,18 g = 4180 mg
 Alat dan Bahan
Alat Bahan
Timbangan + anak Oleum lecoris aseli
timbangan
Beaker glass Gliserin
Sendok tanduk Gom arab
Gelas ukur Oleum cinamoni
Botol Aquades
Mortir + stemper Tissue
Pipet Kertas perkamen
Serbet

 Cara Pembuatan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Timbangan disetarakan
3. Dikalibrasi botol 30 ml
4. Ditimbang gom arab 4,18 g, masukkan dalam mortir tambahkan air 10,45 ml, aduk sampai
terbentuk mucilago.
5. Diambil oleum lecoris aseli 13,95 ml, masukkan sedikit demi sedikit ke dalam mortir no. (4),
aduk sampai terbentuk corpor emulsi.
6. Di ambil gliserin 1,39 ml dan oleum cinamoni 4 tetes. Dituang dalam bahan no. (3)
7. Dimasukkan sisa aquades sedikit demi sedikit ke dalam mortir, tambahkan rasa dan pewarna
yang diinginkan, aduk add homogeny.
8. Dimasukkan ke dalam botol coklat, tutup beri etiket putih.
 Pembahasan
Organoleptis :
Bau : Jeruk
Rasa : Manis
Warna : Orange
Kelarutan : Larut
Volume : 30 ml
Homogenitas : homogen
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan pada pembuatan sediaan emulsi ini, didapatkan
hasil yang baik karena dilihat dari kelarutannya, volume dan tingkat homogenitas sudah sesuai
dan hasil sediaanya juga bercampur dengan baik.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara membuat, mecampur, memformulasi dan

melakukan pembakuan senyawa obat. Obat adalah bahan tunggal atau campuran yang digunakan

semua makhluk untuk bagian luar maupun dalam guna mencegah maupun mengobati penyakit.

Inkompatibilitas adalah pencampuran antara dua reaksi atau lebih antara obat-obatan dan

menimbulkan ketidakcocokan atau ketidaksesuaian. Sediaan cair atau suspensi adalah sediaan yang

mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus yag terdispersi ke dalam fase cair. Inkompatibilitas

sediaan cair adalah inkomp yang terjadi pada sediaan cair seperti larutan. Inkompatibilitas pada sediaan

cair, Inkompatibilitas atau biasa dikenal dengan OTT (obat tak tercampurakan) pada sediaan cair biasanya

terjadi inkomp secara fisika ataupun kimia tergantung pada larutan tersebut. Perubahan yang terlihat

seperti larutan yang terjadi perubahan warna yang tidak diinginkan, Perubahan warna tak

tercampurkannya dengan sediaan galenika, bahan-bahan tidak dapat bercampur, terbentuk endapan yang

tidak larut, reaksi yang berasal dari pengaruh zat-zat yang bereaksi asam atau basa, reaksi yg terjadi

karena oksidasi atau reduksi, dan tidak stabil dalam larutan. Interaksi dapat terjadi antara pelarut dengan

pelarut, pelarut dengan zat terlarut, dan zat terlarut dengan zat terlaut.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah definisi dari inkompatibilitas sediaan cair ?

2. Apa sajakah bentuk-bentuk sediaan cair ?

3. Bagaimana inkompatibilitas dari sediaan cair ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui apa definisi dari inkompatibilitas sediaan cair.

2. Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk sediaan cair.

3. Untuk mengetahui bagaimana inkompatibilitas dari sediaan cair.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Inkompatibilitas

Inkompatibilitas adalah pencampuran antara dua reaksi atau lebih antara obat-obatan yang

menimbulkan ketidakcocokan atau ketidaksesuaian. inkompatibilitas sediaan cair adalah inkomp yang

terjadi pada sediaan cair seperti larutan.

2.2 Bentuk-Bentuk Sediaan Cair

Sediaan cair atau potio adalah obat minum dengan penggunaan secara oral yang berupa sirup,

larutan suspensi, atau emulsi.

A. Larutan (Solutions)

Menurut FI IV, solutions atau larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat

kimia yang terlarut. Larutan biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan

atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya. Misalnya terdispersi secara

molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang caling bercampur (FI ed IV). Contoh

dari larutan antara lain, Larutan penyegar cap kaki tiga dan Iodine povidon solution.

Ada beberapa cara untuk mengenal kerusakan yang terjadi pada larutan, yaitu:

1) Terjadinya kekeruhan atau perubahan warna

2) Terbentuk kristal atau endapan zat padat

3) Terjadi perubahan bau

4) Perubahan viskositas

Larutan dibagi menjadi beberapa bentuk, antara lain :


a. Berdasarkan cara penggunaannya

1) Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau lebih zat

dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air atau campuran

kosolven air.

Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi (sirop simplex

adalah sirop yang hamper jenuh dengan sukrosa). Larutan oral yang tidak mengandung gula tetapi

bahan pemanis buatan seperti sorbitol atau aspartam, dan bahan pengental, seperti gom selulosa,

sering digunakan untuk penderita diabetes.

Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol (95%) sebagai kosolven (pelarut). Untuk mengurangi

kadar etanol yang dibutuhkan untuk pelarut, dapat ditambahkan kosolven lain seperti gliserin dan

propilen glikol.

2) Larutan topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air, tetapi sering kali mengandung pelarut

lain seperti etanol dan poliol untuk penggunaan pada kulit, atau dalam larutan lidokain oral topikal.

Lotio (larutan atau suspensi) yang digunakan secara topikal.

Larutan otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi.

Penggunaan telinga luar, misalnya larutan otik benzokain dan antipirin, larutan otik neomisin B sulfat,

dan larutan otik hidrokortison.

b. Berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut

Spirit adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat mudah menguap umumnya

digunakan sebagai bahan pengaroma.

Tingtur adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol yang dibuat dari bahan tumbuhan

atau senyawa kimia.

Air aromatik adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak, mudah menguap atau senyawa

aromatik, atau bahan mudah menguap lainnya. Pelarut yang biasa digunakan :
- Air untuk melarutka garam – garam

- Spiritus untuk melarutkan kamfer, iodin, mentol

- Eter untuk melarutkan kamfer, fosfor sublimat

- Gliserin untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol

- Minyak untuk melarutkan kamfer

- Paraffin liquidum untuk melarutkan cera dan cetasium

- Kloroform untuk melarutkan minyak – minyak, lemak

c. Berdasarkan jumlah zat A yang dilarutkan dalam air atau pelarut lain

 Larutan encer yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut.

 Larutan yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut.

 Larutan jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang dapat larutdalam air pada

tekanan dan temperatur tertentu.

 Larutan lewat jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut melebihi batas

kelarutannya di dalam air pada temperatur tertentu.

Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Sediaan Larutan :

1. Kelarutan zat aktif

2. Kestabilan zat aktif dalam larutan

3. Penyimpanan

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan

1. Sifat polaritas zat terlarut dan pelarut

Memiliki pengertian bahwa molekul polar (zat terlarrut) larut dalam pelarut polar, sebaliknya

molekul non polar (zat terlarut) akan larut dalam pelarut non polar.
2. Co-solvency

adalah suatu peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan dengan penambahan pelarut lain, atau

modifikasi pelarut. Misalnya luminal tidak larut dalam air tetapi larut dalam campuran air + gliserin

(Syamsuni, A., 2006).

Keuntungan Dan Kerugian Sediaan Larutan

a. Keuntungan

1. Merupakan campuran homogen

2. Dosis dapat diubah – ubah dalam pembuatan

3. Dapat diberikan dalam larutan encer, sedangkan kapsul dan tablet sulit diencerkan

4. Kerja awal obat lebih cepat, karena obat cepat di absorbsi

5. Mudah diberi pemanis, pengaroma, pewarna

6. Untuk pemakaian luar mudah digunakan

b. Kerugian

1. Ada obat yang tidak stabil dalam larutan

2. Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan

(Syamsuni, A., 2006).

Syarat – Syarat Larutan

1. Zat terlarut harus larut sempurna dalam pelarutnya

2. Zat harus stabil, baik pada suhu kamar dan pada penyimpanan

3. Jernih

4. Tidak ada endapan


(Anonim B., 1995)

Komposisi Larutan

1. Bahan aktif / solut/ zat terlarut. Contoh : kamfer, iodin, mentol.

2. Solven / zat pelarut

Contoh :

a. Air untuk melarutka garam – garam

b. Spiritus untuk melarutkan kamfer, iodin, mentol

c. Eter untuk melarutkan kamfer, fosfor sublimat

d. Gliserin untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol

e. Minyak untuk melarutkan kamfer

f. Paraffin liquidum untuk melarutkan cera dan cetasium

g. Kloroform untuk melarutkan minyak – minyak, lemak

3. Bahan tambahan

a. Corrigen odoris: digunakan untuk memperbaiki bau obat.

Contoh: oleum cinnamommi, oleum rosarum, oleum citri, oleum menthae pip.

b. Corrigen saporis: digunakan untuk mempebaiki rasa obat.

Contoh: saccharosa/sirup simplex, sirup auratiorum, tingtur cinnamommi, aqua menthae piperithae.

c. Corrigen coloris: digunakan untuk memperbaiki warna obat.

Contoh: karminum (merah), karamel (coklat), tinture croci (kuning).


d. Corrigen solubilis: digunakan untuk memperbaiki kelarutan dari obat utama.

Contoh: iodium dapat mudah larut dalam larutan pekat.

e. Pengawet: digunakan untuk mengawetkan obat.

Contoh: asam benzoat, natrium benzoat, nipagin, nipasol.

(Syamsuni, A., 2006)

Cara Pembuatan Larutan Secara Umum :

1. Zat – zat yang mudah larut, dilarutkan dalam botol.

2. Zat – zat yang agak sukar larut, dilarutkan dengan pemanasan.

Masukkan zat padat yang akan dilarutkan dalam Erlenmeyer, setelah itu masukkan zat pelarutnya,

dipanasi diatas tangas air atau api bebas dengan digoyang – goyangkan sampai larut. Zat padat yang

hendak dilarutkan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dulu, mencegah jangan sampaai ada yang lengket

pada Erlenmeyer. Pemanasan dilakukan dengan api bebas sambil digoyang – goyang untuk menjaga

pemanasan kelewat setempat.

3. Untuk zat yang akan terbentuk hidrat, maka air dimasukkan dulu dalam erlenmeyer agar tidak terbentuk

senyawa hidrat yang lebih lambat larutnya.

4. Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan tetes besar dalam dasar erlenmeyer atau botol

maka perlu dalam melarutkan digoyang – goyangkan atau dikocok untuk mempercepat larutnya zat

tersebut.

5. Zat – zat yang mudah terurai pada pemanasan tidak boleh dilarutkan dengan pemanasan atau

dilarutkan secar dingin.


6. Zat – zat yang mudah menguap dipanasi, dilarutkan dalam botol tertutup dan dinaskan serendah –

rendahnya sambil digoyang – goyangkan.

7. Obat – obat keras harus dilarutkan tersendiri, untuk meyakini apakah sudah larut semua. Dapat

dilakukan dalam tabung reaksi lalu dibilas.

8. Perlu diperhatikan bahwa pemanasan hanya diperlukan untuk mempercepat larutnya suatu zat, tidak

untuk menambah kelarutan sebab bila keadaan dingin maka akan terjadi endapan (Anief, Moh., 2004.

Halaman 99 – 101)

Cara Khusus Pengerjaan Obat Dalam Bentuk Larutan

Beberapa obat yang memerlukan cara khusus untuk melarutkannya, diantaranya :

1. Natrium bikarbonat

Harus dilakukan dengan cara gerus – tuang (adsliben)

2. Kalium permanganat (KMnO4)

Dilarutkan dengan pemanasan. Pada proses pemanasan akan terbentuk batu kawi (MnO2). Oleh

sebab itu setelah dingin tanpa dikocok – kocok dituangkan ke dalam botol atau dapat juga

disaring dengan gelas wool.

3. Zink klorida (ZnCl2)

Harus dilarutkan dengan air sekaligus, kemudian disaring. Karena jika air ditambahkan sedikit demi

sedikit maka akan terbentuk zink oksida klorida (ZnOCl) yang sukar larut dalam air. Jika terdapat asam

salisilat, larutkan zink klorida dengan sebagian air, kemudian tambahkan asam salisilat dan sisa air, baru

disaring.
4. Kamfer (Camphorae)

Kelarutan dalam air 1:650. Dilarutkan dengan spiritus fortiori (95%) sebanyak 2 kali bobot kamfer di

dalam botol kering. Kocok – kocok, kemudian tambahkan air panas sekaligus, kocok lagi.

5. Tanin

Tanin mudah larut dalam air dan dalam gliserin, tetapi tanin selalu mengandung hasil oksidasi yang larut

dalam air, tetapi tidak larut dalam gliserin sehingga larutannya dalam gliserin harus disaring dengan

kapas yang dibasahi. Jika ada air dan gliserin, larutkan tannin dalam air, kocok, baru tambahkan

gliserinnya.

6. Fenol

Diambil fenol liquifactum yaitu larutan 20 bagian air dalam 100 bagian fenol. Jumlah yang

diambil 1,2 kali jumlah yang diminta. Jika pengenceran dalam air cukup akan diperoleh larutan yang

jernih, jika kurang akan terjadi larutan yang keruh.

7. Bahan yang bersifat keras

Harus dilarutkan sendiri.

8. Jika ada bahan obat yang harus diencerkan dengan air, hasil pengenceran yang diambil paling sedikit

adalah 2 ml.

Contoh inkompatibilitas:

Kelarutan suatu garam dalam air dapat berkurang karena penambahan suatu garam. Dalam

praktek peristiwa ini digunakan pada pembuatan sabun natrium. Larutan sabun dengan penambahan

NaCl akan mengendapkan sabun natriumnya.


Larutan garam Quininum dan Papaverium dapat berkurang kelarutannya oleh penambahan

kalium, natrium, ammonium halogenida.

Contoh resep :

R/ Papaverini Hydrochloridi 1

Belladonnae Extr. 0,2

Sol. Charcot 300

Tinct. Aurant. Cort 5

S.3.d.d.c.

Cara membuatnya adalah dengan melarutkan garam bromide dari solution Charcot dan di dalam

mortar dibuat mucilago dari pulvis Gummosus lalu ditambahkan Papaverin Hidrokloridum, Belladonnae

Extractum dan sisa air setelah itu baru dicampur dengan larutan garam bromida tadi. Jumlah pulvis

Gummosus yang digunakan adalah 2% dari jumlah larutan.

B. Suspensi (Suspensiones)

2.1.1. Definisi

1. Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut,

terdispersi dalam cairan pembawa (Anief, Moh., 2004. Halaman 149).

2. Suspensiones (suspensi) adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bendtuk halus dan

tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat

mengendap. Kekentalan suspensi tidak boleh terlali tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang

(Anonim a., 1979. Halaman 32)


3. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus yang terdispersi

ke dalam fase cair (Syamsuni, A., 2006. Halaman 135).

Dari beberapa definisi yang tertera dapat disimpulkan bahwa suspensi adalah sediaan yang

mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut yang terdispersi ke dalam fase cair

serta kekentalan suspenditidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.

2.1.2. Macam-Macam Suspensi

1. Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi

dalam fase cair dengan penambahan bahan pengaroma.

2. Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang

terdispersi dalam fase cair, di tunjukan untuk pemakian di permukaan kulit.

3. Suspensi tetes telinga sediaan cair yang mengandung partikel dalam bentuk halus yang terdispersi

dalam fase cair yang di teteskan pada telinga.

4. Suspensi oftalmik sediaan cair yang mengandung partikel sangat halus yang terdispersi dalam cair

pembawa untuk pemakaian pada mata.

5. Suspensi ijeksi adalah sediaan padat dan kering dengan bahan pembawa yang sesuai persyaratan

suspensi steril (Syamsuni, A. 2006).

2.1.3. Bahan Tambahan

A. Suspending Agent

Macam-macam suspending agent :

Golongan GOM , meliputi :


a. Akasia (Pulvin Gummi Arabic)

Larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, bersifat asam. Viskositas optimum mucilagonya dalam pH

5-9. Akasia digunakan dengan kadar 35% yang kira-kira memiliki kekentalan sama dengan gliserin. Akasia

ini mudah dirusak oleh bakteri. Oleh karena itu dalam penggunaannya perlu ditambahkan pengawet.

Cara pembuatannya yaitu dimasukkan PGA dalam mortir, digerus dan ditambahkan air 1,5 kalinya

dan diaduk sampai homogen.

b. Chondrus

Larut dalam air, tidak larut dalam alkohol dan bersifat basa. Karagen merupakan derivat dari

sakarida. Chondrus ini mudah dirusak oleh bakteri. Oleh karena itu dalam penggunaannya perlu

ditambahkan pengawet.

Cara pembuatannya yaitu chondrus dimasukkan dalam mortir, ditambhakan air dan diaguk sampai

homogen.

c. Tragacanth

Sangat lambat mengalami hidrasi sehingga untuk mempercepat hidrasi biasanya dilakukan

pemanasan. Mucilago tragacanth lebih kental dibanding PGA. Musilago tragacanth hanya baik sebgai

statbilisator suspensi, tetapi bukan sebagai emulgator. Kadar yang digunakan sebagai suspending agent

yaitu 2%.

Cara pembuatannya yaitu Tragacanth 2% dimasukkan dimortir dan digerus, ditambahkan sir 20 kali

lebih banyak sampai diperoleh suatu masa yang homogen dan kemudian mengencerkannya dengan sisa

air.

d. Solutio Gummi Arabic

Cara pembuatannya Gummi Arabicum 10% dibuat dengan jalan membuat dahulu Mucilago Gummi

Arabici dari gom yang tersedia dan kemudian mengencerkannya.

e. Benthonit
Digunakan sebagai suspending agent yaitu 0,5-5%. Benthonit berbentuk mineral, kristal, tidak

berbau, oucat/krim keabu-abuan, bubuk halus dan partikel 50-150 mm.

f. Mucilago Saleb

Dugunakan sebagai suspending agent yaitu 1%. Cara pembuatannya yaitu dengan serbuk saleb 1%

sebaiknya dengan serbuk yang telah dihilangkan petinya dengan pengayakan. Mula-mula botol ditara,

dicuci dengan air mendidih masukkan air mendidih 20 kali sebanyak serbuk saleb. Kemudian dikocok

hingga massa menempel pada dinding botol, sir 20 kali hanya perlu dikira-kira. Tambahakn sisa air didih

dan kocok sampai diperoleh mucilago.

g. Solutio gummosa

Mengandung pulvis gummosus 2% dan dibuat dengan jalan menggerus dahulu pulvis gummosa

dengan air 7 kali banyaknya sampai diperoleh suatu masa yang homogen dan mengencerkannya sedikit

demi sedikit.

h. Solutio Gummosa Tenuis

Mengandung pulvis gummosus 1% dan dibuat dengan jalan menggerus dahulu pulvis gummosa

dengan air 7 kali banyaknya sampai diperoleh suatu masa yang homogen dan mengencerkannya sedikit

demi sedikit.

i. CMC-Na

Digunakan sebagai suspending agent yaitu 3-6%.

B. Bahan Pengawet

a. Natrium Benzoat

Granul putih atau kristal, agak higroskopik, agakberbau benzoin, rasa manis dan asin yang kurang

enak. Mudah alrut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%.

Sebagai pengawet digunakan dalam dosis 0,02-0,5%. (Anonim b. 1995. Halaman 584 ).
b. Propylis paragenum/Propil paragen/Nipasol

Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna. Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam

etanol dan dalam eter, sukar larut dalam air mendidih. Sebagai pengawet digunakan dalam dosis 0,05-

0,25%. (Anonim b. 1995. Halaman 713 )

c. Butyl paraben/Buthylis parabenum

Hablur halus tidak berwarna atau serbuk putih. Sangat sukar larut dalam air dan dalam gliserin,

mudah larut dalam aseton, dalam etanol, dalam eter dan dalam propilen gilkol. Sebagai pengawet

digunakan dalam dosis 0,1%. (Anonim b. 1995. Halaman 158 )

d. Etil paraben/Ethylis – paraben

Serbuk hablur putih kecil, tidak berwarna. Sukar larut dalam air dan dalam gliserin, mudah larut

dalam aseton, dalam methanol, dalam eter dan dalam propilen gilkol.

C. Bahan Pewarna

a. Sunset yellow ( kuning )

b. Tartazin ( kuning )

c. Eritrosin ( merah )

d. Klorofil ( hijau )

e. Kurkumin ( kuning )

f. Antosianin ( orange/merah )

D. Bahan Pengaroma

a. Oleum Citri

Nama lainnya yaitu minyak jeruk. Merupakan cairan kuning pucat/kuning kehijauan, bau khas, rasa

pedas agak pahit. Larut dalam 12 volume ethanol 90% P, larutan agak beropalesensi, dapat bercampur

dengan ethanol mutlak P. (Anonim a. 1979. Halaman 455 )

b. Oleum Annamomi
Nama lainnya yaitu minyak kayu manis. Merupakan suling segar berwarna kuning, bau dan rasa

khas. JIka disimpan tidak menjadi coklat kemerahan. Dalam ethanol larutkan 1 ml dalam 8 ml ethanol

70% P, opalesensi yang terjadi tidak lebih kuat dari opalesensi larutan yang dibuat dengan

menambahkan 0,5 ml perak nitrat 0,1 N ke dalam campuran 0,5 ml natrium klorida 0,02 N dan 50 ml air.

(Anonim a. 1979. Halaman 454 ).

c. Oleum Menthae

Nama lainnya yaitu minyak permen. Cairan tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas kuat

menusuk, rasa pedas diikuti rasa dingin jika udara dihirup melalui mulut. (Anonim b. 1995. Halaman 629

).

2.1.4. Syarat-syarat Suspensi

 Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap

 Jika dikocok harus segera terdispersi kembali

 Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi

 Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau sedia dituang

 Ukuran partikel, erat hubungannya dengan luas penampang partikel serta daya tekan ke atas dari cairan

suspensi

 Jumlah partikel, makin besar konsentrasi maka semakin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel

dalam waktu yang singkat

 Sifat atau muatan partikel, terjadinya interaksi antara bahan yang menghasilkan bahan yang sukar larut

dalam cairan tertentu.

(Anonim b. 1995)

Contoh inkompatibilitas :

R/ carb.adsorb 10
Natrii sulfas

Magnesia sulfas aa 5

Aquam ad 100

Carbo adsorben sering digunakan sebagai obat diare karena mempunyai daya absorpsi terhadap

toksi dan bakteri, maka itu tidak benar kalau ditambah lendir, karena akan mengurangi daya kerjanya

maka itu hanya digerus dengan air dan bila terdapat sirup maka di gerus dengan sirup.

2.1.5 Cara Pembuatan Suspensi

1. Metode Dispersi, metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam misilago

yang telah terbentuk, kemudian baru di encerkan.

2. Metode Prestipitasi, zat yang hendak didespersiakan di larutkan terlebih dulu kedalam pelarut organik

yang hendak di campur dengan air.

(Syamsuni, A. 2006)

2.1.6 Sistem Pembentukan Suspensi

1. Sistem defukolasi, partikel defukolasi mengendap perlahan akhir nya membentuk sedimen,akan terjadi

agregasi, dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali.

2. Sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi

cake dan mudah tersuspensi kembali.

(Syamsuni, A. 2006)

C. EMULSI
3.1.1 Definisi

1. Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersinya terdiri9 dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang

terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. (Ansel, Howard. 2005. Halaman 376 )

2. Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk

tetesan kecil. (Anonim b. 1995. Halaman 6 )

3. Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan

pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. (Anonim a. 1979. Halaman 9 )

4. Emulsi adalah sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak,

cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain (sistem dispersi, formulasi

suspensi dan emulsi Halaman 56 )

Dari beberapa defini yang tertera dapat disimpulkan bahwa emulsi adalah sistem dua fase yang salah

satu cairannya terdispersi dalam cairan pembawa yang membentuk butiran-butiran kecil dan distabilkan

dengan zat pengemulsi/surfaktan yang cocok.

3.1.2 Macam-macam emulsi

1. Oral

Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang tidak enak dapat tertutupi, minyak bila

dalam jumlah kecil dan terbagi dalam tetesan-tetesan kecil lebih mudah dicerna.

2. Topikal

Umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat zatnya atau jenis efek

terapi yang dikehendaki. Sediaan yang penggunaannya di kulit dengan tujuan menghasilkan efek lokal.

3. Injeksi

Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau

disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan secara merobek jaringan ke dalam

kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Contoh : Vit. A diserap cepat melalui jaringan, bila diinjeksi

dalam bentuk emulsi (Syamsuni, A. 2006)


3.1.3 Tipe-tipe emulsi

a. Tipe emulsi o/w atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke dalam

air. Minyak sebagai fase internal, air sebagai fase eksternal.

b. Tipe emulsi w/o atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam

minyak. Air sebagai fase internal, minyak sebagai fase eksternal (Syamsuni, A. 2006)

3.1.4 Emulsi yang tidak memenuhi persyaratan

1. Creaming : terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, yaitu nagian mengandung fase dispersi lebih banyak

dari pada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya jika dikocok perlahan akan terdispersi

kembali.

2. Koalesensi dan cacking (breaking) : pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butiran

minyak berkoalesensi/menyatu menjadi fase tunggal yang memisah. Emulsi ini bersifat irreversible. Hal

ini terjadi karena :

a. Peristiwa kimia : penambahan alkohol, perubahan pH

b. Peristiwa fisika : pemanasan, pendinginan, penyaringan

c. Peristiwa biologi : fermentasi bakteri, jamur, ragi

3. Inversi fase peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tiba-tiba atau sebaliknya sifatnya

irreversible.

3.1.5 Komponen emulsi

A. Komponen dasar yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi, terdiri atas:

a. Fase dispersi: zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lainnya.

b. Fase pendispersi: zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung) emulsi

tersebut.

c. Emulgator: bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.

Contoh emulgator :

4. Gom Arab : Cara Pembuatan air 1,5 kali bobot GOM

5. Tragacanth : Cara Pembuatan air 20 kali bobot tragacanth


6. Agar-agar : Cara Pembuatan 1-2% agar-agar yang digunakan

7. Condrus : Cara Pembuatan 1-2% condrus yang digunakan

8. CMC-Na : Cara Pembuatan 1-2% cmc-na yang dihunakan

Emulgator alam

 Kuning telur : Cara Pembuatan emulsi dengan kuning telur dalam mortir luas dan digerus dnegan stemper

kuat-kuat, setelah itu dimasukkan minyaknya sedikit demi sedikit, lalu diencerkan dengan air dan disaring

dengan kasa.

 Adeps lanae

 Emulgator mineral

 Magnesium Aluminuin Silikat ( Veegum ) : Cara Pembuatan diapaki 1%

 Bentonit : Cara Pembuatan 5% bentonit yang digunakan

Emulgator buatan/sintesis

1. Tween : Ester dari sorbitan dengan asam lemak disamping mengandung ikatan eter dengan oksi etilen,

berikut macam-macam jenis tween :

a. Tween 20 : Polioksi etilen sorbitan monolaurat, cairan seperti minyak.

b. Tween 40 : Polioksi etilen sorbitan monopalmitat, cairan seperti minyak.

c. Tween 60 : Polioksi etilen sorbitan monostearat, semi padat seperti

minyak.

d. Tween 80 : Polioksi etilen sorbitan monooleat, cairan seperti minyak.

2. Span : Ester dari sorbitan dengan asam lemak. Berikut jenis span :

a. Span 20 : Sorbitan monobiurat, cairan

b. Span 40 : Sorbitan monopulmitat, padat seperti malam

c. Span 60 : Sorbitan monooleat, cair seperti minyak

B. Komponen Tambahan yaitu bahan tambahan yang sering ditambahkan ke dalam emulsi untuk

memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya : pewarna, pengaroma, perasa, dan pengawet.
3.1.6 Metode Pembuatan Emulsi

1. Metode GOM kering 4:2:1

~ GOM dicampur minyak sampai homogen

~ Setelah homogen ditambahkan 2 bagian air, campur sampai homogen

2. Metode GOM basah

~ GOM dicampur dengan air sebagian

~ Ditambahkan minyak secara perlahan, sisa air ditambahkan lagi

3. Metode botol

~ GOM dimasukkan ke dalam botol + air, dikocok

~ Sedikit demi sedikit minyak ditambahkan sambil terus dikocok (Ansel, Howard. 2005).

3.1.7 Stabilitas Emulsi

 Jika didiamkan tidak membentuk agregat

 Jika memisah antara minyak dan air jika dikocok akan membentuk emulsi lagi

 Jika terbentuka gregat, jika dikocok akan homogen kembali.

Contoh inkompatibilitas:

R/ paraffin.liq. 25

Tragacanthae 2

Oleinanisi gtt. III

Aquam ad 150

S. Vesp.c.

Selain PGA juga digunakan tragacanthae sebagai emulgator tetapi karena tragacanthae tidak larut dalam

air tetapi mengembang, karena itu fase dari elmusi menjadi kurang halus dan tidak stabil. Maka itu

diperlukan kombinasi tragacanthae dari PGA untuk menaikkan viskositas fase kontinu hingga dapat

meningkatkan stabilitas emulsi.


BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan dari data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan beberapa tentang inkompatibilitas

sediaan cair, yaitu:

1. Inkompatibilitas sediaan cair adalah inkomp yang terjadi pada sediaan cair seperti larutan, emulsi

dan sediaan cair lainnya.

2. Sediaan cair atau potio adalah obat minum dengan penggunaan secara oral yang berupa sirup,

larutan suspensi, atau emulsi.

3. Inkompatibilitas atau biasa dikenal dengan OTT (obat tak tercampurakan) pada sediaan cair

biasanya terjadi inkomp secara fisika ataupun kimia tergantung pada larutan tersebut. Perubahan yang

terlihat seperti larutan yang terjadi perubahan warna yang tidak diinginkan, Perubahan warna tak

tercampurkannya dengan sediaan galenika, bahan-bahan tidak dapat bercampur, terbentuk endapan yang

tidak larut, reaksi yang berasal dari pengaruh zat-zat yang bereaksi asam atau basa, reaksi yg terjadi

karena oksidasi atau reduksi, dan tidak stabil dalam larutan.


DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh, 1987, Ilmu Meracik Obat, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Syamsuni, A., 2006, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, EGC, Jakarta

Syamsuni. A,. 2006, Ilmu Resep, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai