Anda di halaman 1dari 49

EMULSI

 Sediaan cair yang berupa sistem dispersi cair


dalam cair, yang mana cairan-cairan tersebut
tidak tercampur satu sama lain.

 Terdiri dari dua fase cair yaitu fase hidrofil


(umumnya air) dan fase lipofil yang berupa
suatu minyak tumbuhan atau lemak (minyak
lemak, paraffin, vaselin, dll) atau pelarut lipofil
(klorofom, benzena)

 Pada pembuatan emulsi, agar kedua fase dapat


tercampur ditambahkan emulgator.
Macam-macam emulsi

 Emulsi air dalam minyak (A/M) atau


water in oil (W/O)
Minyak adalah fase eksternal
Air adalah fase internal

 Emulsi minyak dalam air (M/A) atau


oil in water (O/W)
Minyak adalah fase internal
Air adalah fase eksternal
EMULGATOR
 Macam-macam emulgator, antara lain:

Emulgator anion aktif: Na palmitat, Na


stearat, Ca palmitat, Alumunium palmitat,
TEA, gom arab.
Emulgator kation aktif: Setrimid,
Benzalkonium bromida.
Emulgator non ionik: Setil alkohol, Stearil
alcohol, Span dan Tween
Emulgator amfoter: Gelatin, Kasein, kuning
telur, lesitin.
Bahan-bahan yang dapat
memecahkan emulsi
 Eter, alkohol, etil asetat, ekstraktum liquidum,
tinctura.
Cara mengatasinya zat tersebut ditambahkan
sedikit demi sedikit.

 Elektrolit-elektrolit, asam-asam, garam-garam,


asam salisilat.
Cara mengatasinya zat tersebut ditambahkan
dalam keadaan seencer-encernya agar emulsi
yang dihasilkan tidak pecah.
Contoh Emulsi

 Obat dalam (Formularium Indonesia)


Emulsum Olei Jecoris Aselli
R/ Olei Jecoris Aselli 100
Pulv. Gummi Arab 30
Glycerini 10
Aquae comm. 75
Olei Cinnamomi gtt VI
m.f.l.a emulsum
 Obat luar : Linimentum Calcis
R/ Aqua Calcis
Olei lini aa 10 ml
m
Cara pembuatan emulsi dengan
emulgator-emulgator
 Bentonit :
- Bentonit ditaburkan di atas air panas,
didiamkan selama 24 jam, baru diaduk
- bentonit ditaburkan sedikit-sedikit diatas air
panas 80ºC, biarkan 24 jam, baru diaduk

 Albumen ovi :
Albumen ovi dari sebutir telur (untuk 20 g minyak),
dikocok kuat-kuat dengan minyak, sisa minyak
ditambahkan sedikit demi sedikit.
 Vittelum ovi :
1 vitellum ovi = 16 g gom arab
Tambahkan 3ml air, digerus dalam mortir sampai
halus, ditambahkan minyak sedikit demi sedikit
sambil digerus cepat sampai terbentuk emulsi.
Kemudian diencerkan dengan air lalu disaring
dengan kassa

 C.M.C : 1 g CMC = 10 g gom arab


Dimasukkan dalam air dan terus-menerus diaduk
 Tragakan : 1 g = 10 g gom arab
- tragakan + air 20 x berat tragakan, dikocok
bergantian dengan air dan minyak
- tragakan + minyak +air panas sebanyak
25 x berat tragakan, baru diencerkan

 Tylose : 1-2%. Daya emusi 1 g = 10 g gom arab


Tylose + air panas 90ºC sebanyak 20 x berat
tylose, simpan di lemari es biarkan
mengembang, + minyak aduk sampai homogen
SIRUPUS

 Sediaan cair kental untuk keperluan dalam yang


mengandung minimum 50% gula (sakarosa,
C12H22O11), dapat ditambahkan bahan obat atau
sari tumbuhan.

 Kandungan sakarosa dalam sirup antara 50%


sampai 65% (F I) umumnya antara 60% - 65%.

 Pada kadar jenuh (± 66%) tidak terjadi


pertumbuhan jamur ( air yang diperlukan untuk
pertumbuhan mikroorganisme akan ditarik
melalui proses osmosis).
Fungsi Sirupus
1. Corrigensia Saporis (memperbaiki rasa)
Contoh : Sirupus Simplex
Sir. Aurantii (menutupi rasa pahit)

2. Remedium Cardinale (obat pokok)


Contoh :
- Sirupus Thymi (expectorant).
- Sirupus Piperazini (obat cacing).
- Sirupus kering (dry syrup),
misal Erythromycin dry syrup.
Pembuatan Sirupus Simpleks

1. Sakarosa (gula) sebanyak 60% - 65%


dilarutkan dalam air
2. Panaskan sambil diaduk
3. Didihkan, setelah mendidih biarkan selama
120 detik (2 menit)
4. Kemudian disaring dengan glasswool
5. Tambahkan pengawet nipagin 0.5-1%
SATURATIO
 Bentuk sediaan cair yang mengandung CO2
jenuh yang dibebaskan dari CO3 atau HCO3
(reaksi asam organik dengan basa karbonat).

 Harus diperhatikan :
- pembuatan saturatio pada suhu serendah
mungkin.
- jangan disaring
- tidak boleh dikocok.
- isi botol maksimal 4/5 bagian.
- tidak dapat disimpan lama.
Bentuk saturatio diberikan karena:
1. Untuk menutupi rasa garam yang tidak
enak.
2. Adanya CO2 mempercepat absorpsi di
GIT
3. Merangsang kelenjar pencernaan.
4. Sebagai carminativum laxans.
5. Sebagai antioksidan.
GUTTAE

 Sediaan cair berupa larutan, suspensi atau


emulsi, untuk pemakaian dalam atau luar, boleh
mengandung zat tambahan yang cocok,
digunakan dengan cara meneteskan
menggunakan penetes yang menghasilkan
tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan
penetes baku Farmakope Indonesia.

 Penetes baku adalah penetes yang pada suhu


30˚C memberikan tetesan air suling yang
bobotnya antara 47,5 mg dan 52,5,mg (1 tetes
baku ± 0,05
Cara Pemakaian Guttae

 Untuk pemakaian dalam


Diberikan secara oral, umumnya diberikan
pada bayi. Antara lain: vitamin, antibiotika,
obat penurun panas, dll.

 Untuk pemakaian luar


- Guttae ophthalmicae (tetes mata)
- Guttae nasales (tetes hidung)
- Guttae auriculares (tetes telinga)
Pengawet pada sediaan guttae

 Perlu ditambahkan bahan pengawet pada


sediaan guttae untuk obat luar, terutama
sediaan tetes mata dosis ganda.

 Contoh bahan pengawet :


Tiomersal 0,002%
Garam fenilmerkuri 0,002%
Klorheksidin 0,0005% - 0,01%
Bensilalkohol 0,5% - 1,0%
Guttae Ophthalmiceae

 Adalah sediaan cair berupa larutan atau


suspensi dan steril
 Digunakan untuk mata dengan cara
meneteskan obat pada selaput lendir mata di
sekitar kelopak mata dan bola mata
 Pelarut yang digunakan aquadest
 Pengawet : Tiomersal 0,002%
Garam fenil merkuri 0,002%
Dll
Syarat

 Steril sterilitas
 Stabil stabilitas
 Isotonis tonisitas
 Mengandung zat pengawet pengawetan
 Jernih penyaringan
ISOTONIS

 Larutan injeksi, larutan infus (IV,SC,IM) dan


larutan obat mata agar memiliki
perbandingan yg sesuai dengan cairan
darah, cairan jaringan atau cairan air mata,
harus diisotonisasikan artinya diatur
penurunan titik beku yg sama dibandingkan
air murni

 Cairan darah dan cairan jaringan memiliki


tekanan osmotik sendiri
 Pada larutan hipotonis (penurunan titik beku
lebih rendah, tekanan osmotik lebih rendah
dari darah) dibawa ke aliran darah, maka air
melintasi membran semipermiabel dari
eritrosit, tekanan dalam tubuh meninggi dan
eritrosit menjadi pecah

 Dapat dibuat isotonis dengan penambahan


senyawa yang cocok
 Larutan hipertonis, penurunan titik beku lebih
besar, tekanan osmotik lebih besar daripada
darah, hilangnya air dari tubuh, mengkerut,
tidak terjadi perubahan eritrosit
Perhitungan Isotonis

1. Penurunan titik beku


Suatu larutan dinyatakan isotonis dengan cairan
mata/darah jika membeku pada suhu –0,52  agar
isotonis, tambahkan NaCl/zat lain yang cocok.
0,52 - b1 C
Rumus : B = 
b2

B = Bobot dalam gram dari zat yang ditambahkan


dalam 100 ml hasil akhir
b1 = Penurunan titik beku air oleh 1% zat berkhasiat
b2 = Penurunan titik beku air oleh penambahan 1% zat
yang ditambahkan
C = kadar zat berkhasiat dalam % b/v
2. Ekivalensi NaCl (E NaCl)
Adalah berat NaCl (g) yang melaksanakan tekanan
osmotik yang setara dengan 1 gram bahan obat.

Dengan bantuan ekivalensi NaCl dapat dihitung volume


air yang dibutuhkan untuk membuat larutan isotonis.
Rumus :
V = m (E . V ')

V = volume larutan bahan obat isotonis yang dicari (ml)


m = massa bahan obat (g) larutan
E = ekivalensi NaCl
V‘ = vol. larutan isotonis (ml), yang mengandung 1 gram
NaCL sama dengan 111,1 ml.
Perhitungan isotonis
3. Molaritas
Larutan yang osmotik dengan darah mempunyai
konsentrasi zat terlarut 0,03 M, dalam 100 g larutan
isotonis.
Rumus : P = M . 0,03

P = jumlah zat (g) untuk pembuatan 100 g larutan


isotonis
M = massa molekul zat terlarut

Rumus ini tidak berlaku pada larutan bahan terdisosiasi,


karena jumlah partikel bahan terlarut tergantung tingkat
disosiasinya.
Contoh perhitungan isotonis

R/ Asam borat 0,3 %  tb = 0,288


Aqua ad 100 ml
mfla gtt ophth.isotonis

A. Berdasarkan penurunan titik beku


Perhitungan isotonisnya, dengan NaCL sebagai zat
tambahan ( tb = 0,576), dengan rumus penurunan
titik beku, maka :
0,52 - (0,3 x 0,288)
B NaCl = = 0,75 g/100 ml
0,576
B. Perhitungan berdasarkan ekivalensi

NaCl isotonis = 0,9 %


Asam borat dengan E NaCL = 0,48 :
V = 0,3 ( 0,48 x 111,1 ) = 16 ml
Jumlah larutan NaCl isotonis yang
dibutuhkan = (100 – 16) ml = 84 ml
Jumlah gram NaCl yang dibutuhkan
= 0,9 x 84 = 0,75 g/100 ml
C. Perhitungan berdasarkan molaritas
Pada resep ini tidak dapat dihitung
menggunakan molaritas karena asam borat
bukan elektrolit kuat.
Guttae Auriculares
 Obat tetes yang digunakan untuk telinga
dengan cara meneteskan obat ke dalam
lubang telinga.

 Umumnya sediaan tetes telinga dibuat


dengan menggunakan cairan pembawa
dengan kekentalan yang sesuai

 Yang sering digunakan : gliserol dan


propilenglikol, dapat juga etanol,
heksilenglikol atau minyak lemak nabati.
 pH sediaan tetes telinga antara 5 – 6.

 Dalam bentuk suspensi, digunakan surfaktan


yang cocok.

 Obat-obat yang digunakan meliputi:


- Antibiotika - Kortikosteroid
- Antifungi - Antiseptika
- Lokal anestetika
Contoh Resep
 R/ Chloramphenicol 0,5
Propilenglikol ad 10 ml
mf gtt auric
s tdd gtt II ds
 Catatan :
- Cloramphenicol : antibiotika
- Propilenglikol : vehikulum
- Aturan pakai : misce fac guttae auriculares
signa terdedie guttae II dextra
sinistra
campur dan buatlah obat tetes telinga
aturan pakai tiga kali dua tetes telinga kiri - kanan
Guttae Nasales

 Digunakan untuk hidung dengan cara


meneteskan obat ke dalam rongga hidung,
dapat mengandung bahan pensuspensi,
bahan dapar dan bahan pengawet.

 Pembawa umumnya air.


 Bila pembawa bukan air, maka sedapat
mungkin pH 5,5 - 7,5 kapasitas dapar
sedang.
 Sebaiknya larutan isotonis/hampir isotonis.
Contoh resep
 R/ Antazolin HCl 50 mg
Naphazolin nitras 2,5 mg
Buffer sol. ad 10 ml
m.f. gtt nasal
s3dd gtt II d.s

 Catatan :
- Antazolin : antihistamin
- Naphazolin : vasokonstriktor
- Buffer sol : vehikulum (sol. NaCl isot.)
Guttae obat dalam

 Volume dalam kemasan umumnya 10-30 ml,


botol dilengkapi alat penetes
 1ml = 20 tetes
 Untuk obat yang toksik (dosis maksimum kecil)
jangan diberikan dalam bentuk guttae
 Contoh: R/ A-D drops btl I
s 3dd gtt. IV
Pro: Faiz (10 bln)
Preparat Galenika

 Preparat Galenika dibuat dengan


menyari/mengekstrasi simplisia seperti radix,
cortex, folia, flores, fructus, semen, dsb.

 Penyari zat berkhasiat dilakukan dengan


cairan seperti air, alkohol, campuran air dan
alkohol atau eter.

 Zat berkhasiat yang larut dalam cairan dapat


terekstraksi, ampasnya dibuang.
SEDIAAN GALENIKA

 Infusa
Simplisia direbus dengan air
 Dekokta

 Tintura Penyarian dengan


cara maserasi,
 Ekstrak
digestion dan perkolasi
INFUSA dan DEKOKTA

 Merupakan sediaan galenika yang sederhana.

 Infusum : Hasil tarikan (penyarian) simplisia


dengan air pada suhu 90˚C selama 15 menit.

 Decoctum : Hasil tarikan simplisia dengan air


pada suhu 90˚C selama 30 menit.
TINCTURA

 Hasil penyarian simplisia dengan alkohol dan


distandarisasi sesuai syarat farmakope.
 Mengandung zat beracun dibuat dari 10%
simplisia.
 Mengandung zat tidak beracun dibuat dari
20% simplisia.

 Contoh : Tct. Opii benzoica 10%


Tct. Digitalis 10%
EXTRACTUM
 Extractum merupakan hasil penyarian simplisia
dengan air-alkohol/eter, hasil penyarian
selanjutnya diuapkan sehingga tercapai
konsistensi tertentu dari encer, kental sampai
kering.

 Ekstrak kering = Extractum siccum


contoh : Extr. strychni
 Ekstrak kental = Extractum spissum
contoh : Extr. Belladona
 Ekstrak encer = Extractum liquidum
contoh : Extr. Secale Cornuti Liquidum
(100 g simplisia – 100 g extr.)
AEROSOL

 Sediaan cair sebagai sistem koloidal yang terdiri


dari zat cair / zat padat yang terbagi sangat halus
sekali dalam gas. Digunakan wadah khusus yang
dilengkapi dengan ventil atau cara khusus lain.
 Gas yang digunakan adalah gas yang dapat
dicairkan dengan tekanan dan mempunyai kekuatan
untuk menyemprotkan obat keluar dari wadah
melalui katup.

 Untuk obat dalam (oral) dan luar (topikal).


 Aerosol oral untuk pengobatan simptomatis seperti
asma bronkhi.
 Aerosol topikal untuk terapi penyakit kulit.
Persyaratan

 Mempunyai derajat kehalusan tertentu


(penggunaan lebih mudah)

 Terlindung dari panas dan matahari.

 Wadah bertekanan harus diberi tanda :


“wadah bertekanan”.
Keuntungan

 Mudah dipakai
 Tidak terkontaminasi
 Steril obat dapat dipertahankan
 Rasa dingin pada kulit membantu berbagai
kondisi pada kulit yang diobati
 Aerosol cara inhalasi  respon obat lebih
cepat dibanding oral
 Obat yang rusak oleh lambung  dapat
diberikan dalam bentuk aerosol
INJEKSI
 Sediaan steril dapat berupa :
- larutan
- emulsi
- suspensi
- serbuk dilarutkan
 Syarat sediaan injeksi :
- bahan obat dan wadah harus steril
- isotonis
 Pelarut :
Air : cara pemberian : i.v ; i.m
Bukan air : - minyak: ol. Neutralisata ad inj
- bukan minyak: alkohol, gliserol, PEG
WADAH

 Dosis tunggal : ampul 1-50 ml(untuk obat suntik


berbentuk larutan, suspensi halus,padat, kering)
 Dosis ganda : vial : ukuran 2-50 ml
botol : ukuran 15-100 ml
i.v drip : ukuran 200-250 ml
 Syarat wadah:
- tidak bereaksi dengan bahan obat
- jernih tidak berwarna
- memenuhi syarat pemeriksaan wadah kaca
Cara sterilisasi sediaan injeksi

 Filtrasi, tidak melalui pirogen


 sterilisasi uap
 Bebas pirogen, wadah  sterilisasi uap
 Filtrasi tidak melalui pirogen  aseptis
 Bebas pirogen  filtrasi bebas bakteri
 Steril & bebas pirogen  aseptis
Penyimpanan sediaan injeksi

 Dalam wadah multi dosis dan diberi


pengawet, jika pengambilan secara aseptis
dan disimpan di tempat yang sangat dingin
dapat digunakan paling lama 72 jam sejak
pengambilan pertama, selama tidak ada
ketentuan lain.

 Dalam wadah multi dosis tetapi tidak diberi


pengawet, penyimpanan seperti di atas,
dapat digunakan paling lama 12 jam setelah
pemberian pertama.
Keuntungan

 Obat cepat bekerja


 Efek obat dapat diramalkan
 Bioavailabilitas sempurna atau hampir
sempurna
 Kerusakan obat dalam gastrointestinal dapat
dihindarkan
 Diberikan pada penderita yang koma atau
sakit keras.
Kelemahan

 Rasa nyeri suntikan


 Efek psikologis
 Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir
tidak mungkin diperbaiki
 Pemberian obat terbatas di tempat tertentu

Anda mungkin juga menyukai