Anda di halaman 1dari 11

PEMBUATAN FORMULASI SEDIAAN SALEP

“Metil Salisilat”

Dosen Pengampu :

apt. Tri Danang Kurniawan, M.Farm.

apt. Nur Amalia Rostikarina, S.Farm.

Disusun oleh :

Kelompok 2

1. Dyajeng Nurindirasari ( AKF22081 )


2. Devi Margareta ( AKF22083 )
3. Intan Zuraida ( AKF22086 )
4. Queenta Rosa Triona ( AKF22091 )

POLTEKES PUTERA INDONESIA MALANG 2023


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada zaman sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


semakin berkembang pesat, salah satunya di bidang kefarmasian. Hal ini dapat
dilihat dari sediaan obat yang bermacam-macam yang dibuat oleh tenaga farmasis,
diantaranya yaitu ada sediaan padat (solid), setengah padat (semi solid), dan cair
(liquid).

Dalam pembuatan obat ada beberapa sediaan obat yang akan dibuat atau diracik salah
satunya salep. Salep biasa digunakan untuk penggunaan topikal. Salep merupakan sediaan
setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar (Syamsuni,H., 2006).
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput
lendir. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok: dasar salep
senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep
larut dalam air. Setiap salep menggunakan salah satu dasar salep tersebut (Depkes RI, 2014).

Sediaan topikal adalah sediaan yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit dengan tujuan
untuk menghasilkan efek lokal, seperti lotio, salep, dan krim. Sediaan topikal mengandung dua
komponen dasar yaitu zat pembawa dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan topikal
yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat pembawa adalah bagian inaktif dari sediaan topikal
dan berbentuk cair atau padat yang membawa bahan aktif kontak dengan kulit (Sharma, 2008).

Sediaan yang akan dibuat berupa salep dengan bahan aktif metil salisilat dengan
dosis oleskan dua kali sehari selama 4 hari (Mattilsynet, 2012). Metil salisilat
merupakan turunan asam salisilat yang digunakan secara topikal dalam sediaan
rubifasien (perangsang kulit ringan untuk menghilangkan nyeri) di sendi dan
muskoloskeletal. Metil salisilat juga digunakan untuk gangguan pembuluh darah
perifer ringan seperti kaligata, dalam aromaterapi dan sebagai antiinflamasi
(Sweetman, S.C. 2009).
Sediaan ditujukan untuk pengggunaan topikal pada kulit, maka dibuat sediaan
berupa salep. Bahan aktif sukar larut dalam air (Depkes RI, 2014), maka bahan aktif
dimasukkan bersama dengan basis salep yang telah dilebur. Bahan aktif tidak tahan
pemanasan (mendidih antara 219 derajat dan 224 derajat disertai penguraian (Depkes RI,
2014), maka bahan aktif tidak ikut dilebur bersama basis salep. Bahan aktif tidak stabil
terhadap cahaya (Depkes RI, 2014), maka digunakan pemakaian tube saat penyimpanan.

1.2 Tujuan
1. Membantu mahasiswa memahami penyusunan formulasi, dan melakukan proses
produksi dan evaluasi sediaan salep.
2. Mahasiswa mampu merancang formula sediaan salep.
3. Mahasiswa mampu menganalisa pengaruh berbagai jenis basis salep terhadap sediaan
salep.
1.3 Manfaat
Manfaat dari pembuatan portofolio sediaan salep :
1. Untuk Praktikan
2. Menambah pengetahuan mahasiswa dan melatih mahasiswa untuk menjadi lebih
berkompeten.
3. Memberikan alternatif pemilihan sediaan sehingga konsumen dapat memilih sediaan
yang menurutnya lebih baik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.1.1 Metil salisilat
Metil salisilat merupakan salah satu turunan dari asam
salisilat. Senyawa ini dapat digunakan sebagai antiiritan dan
karminatif dan juga pada rematik. Penggunaan obat ini sangat
luas di masyarakat dan digolongkan ke dalam obat bebas.
Metil salisilat dapat dibuat melalui esterifikasi asam salisilat. Penggunaan zat ini
dalam pengobatan didasarkan pada kenyataan bahwa asam salisilatitu bermanfaat terhadap
respon fisiologi. Jika terjadi penyerapan maka penyerapan mudah terjadi melalui membrane
usus, aksi rancangandan eleminasi esterifikasi turunan gugus karboksilat. Dengan metana
lain dan juga melalui esterifiksi untuk turunan asetil yang sedikit asam dibandingkan fenol
dan asam karboksilat.

2.1.2 Struktur kolekul metil salisilat

2.2 Tinjauan tentang sediaan salep

2.2.1 Keuntungan

1. Dapat diatur daya penetrasi dengan memodifikasi basisnya


2. Kontak seiaan dengan kulit lebih lama
3. Lebih sedikit mengandung air sehingga sulit ditumbuhi bakteri
4. Lebih mudah digunakan tanpa alat bantu
2.2.2 Kerugian
1. Terjadi tengik terutama untuk sediaan dengan basis lemak tak jenuh
2. Terbentuk kristal atau keluarnya fase padat dan basisnya
3. terjadi perubahan warna

2.2.3 Dasar Salep

Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :
dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang bisa dicuci dengan
air dan dasarsalep yang larut dalam air.

1. Dasar salpe hidrokarbon


Dasar salep ini dikenal dikenal senagai dasar lemak berlemak seperti vaselin
album, vaselin flavum, cera alba, cera alba, cera flava, paraffin liquidum, paraffin
sodium dan cetaceum. Dasar salep ini hanya bercampur dengan sejumlah kecil
komponen berair.
2. Dasar salep serap
Dasar salep serap dibagi dalam 2 tipe:
a. Dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi airdan
minyak contoh: lanolin anhidrat, paraffin hifrofilik
b. Dasar salep yang sudah membentuk emulsi air dan minyak contoh : adeps
lanae cum aqua dan cold cream.
3. Dasar salep yang dicuci dengan air
Dasar salep ini adalah minyak dalam air misalnya salep hidrofilik. Dasar ini
dinyatakan dapat dicuci dengan air karena mudah dicuci dari kulit, sehingga lebih
dapat diterima untuk dasar kosmetik. Dasar salep ini tampilannya menyerupai krim
karena fase terluarnya adalah air.
4. Dasar salep larut dalam air
Dasar salep ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen
larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep
yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan yang tak larut dalam
air. Pemilihan dasar salep untuk dipakai dalam formulasi salep bergantung pada
beberapa factor, seperti kecepatan pelepasan bahan obat dari dasar salep, absorpsi
obat, kemampuan mempertahankan kelembapan kulit oleh dasar salep, waktu obat
stabil dalam dasar salep, pengaruh obat terhadap dasar salep.
2.2.4 Penggolongan dasar salep berdasarkan sifat fisik
Berdasarkan sifat fisiknya basis sale pada yang berupa:
1. Zat padat seperti: cera alba, cera flava, cetaceum, paraffin sodium, cetylalcohol,
acidum stearinicum.
2. Setengah padat seperti: vaselin album, vaselin flavum, adeps lanae.
3. Zat cair seperti: oleum sesame, oleum cocos dan paraffin liquidum
Bila basis salep yang digunakan berupa zat setengah padat seperti vaselin atau
adeps lanae dapat langsung digunakan/dicampur dengan bahan obat. Tetapi bila
berupa campuran basis yang bentuk fisiknya setengah padat, padat dan cairan
maka harus dicampur dan dilebur hingga cair diatas waterbath, kemudian diaduk
hingga dingin dan homogen.

2.2.5 Pemilihan dasar salep


Pemilihan dasar salep tergantung dari beberapa factor seperti khasiat yang
diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan
ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang
ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalkan obat obat yang cepat
terhidrolisa, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon dari pada dasar salep yang
mengandung air, meskipun obat-obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep
yang mengandung air

2.2.6 Indikasi salep

Salep dipakai untuk dermatosis (penyakit kuli) yang kering dan tebal (proses
kronik), termasuk likenifikasi (penebalan kulit sehingga garis-garis lapisan kulit tampak
lebih jelas), hyperkeratosis. Dermatosis dengan skuama (pelpasan lapisan tanduk dari
permukaan kulit), berlapis, pada ulkus yang telah bersih.

2.2.7 Mekanisme kerja salep

Salep dengan bahan dasar hidrokarbon seperti vaselin, berada lama di atas
permukaan kulit dan kemudian berpenetrasi. Oleh karena itu salep berbahan dasar
hidrokarbon digunakan sebagai penutup. Salep berbahan dasar salep serap (salep absorpsi)
kerjanya terutama untuk mempercepat penetrasi karena komponen airnya yang besar.
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan dasar salep larut dalam air mampu
berpenetrasi jauh ke hipodermis sehingga banyak dipakai pada kondisi yang memerlukan
penetrasi yang dalam.

2.2.8 Kontra indikasi salep

Kontraindikasi Salep Salep tidak dapat digunakan pada radang akut, terutama
dermatosis eksudatif (luka yang bernanah) karena salep tidak dapat melekat, demikian pula
pada daerah berambut dan lipatan karena menyebabkan perlengketan.

2.2.9 Cara meracik salep

1. Bahan obat yang larut dalam dasar salep, dilarutkan di dalamnya, jika perlu
dengan pemanasan.
2. Bahan obat yang larut dalam air, dilarutkan di dalamnya. Dengan catatan air yang
digunakan dapat diserap oleh dasar salep.
3. Bahan obat yang sukar larut dalam dasar salep, digerus halus dan dicampur
dengan dasar salep.
4. Salep yang dibuat dengan cara melebur dasar salep, harus digerus sampai dingin.
2.2.3 Mengerjakan bahan obat dalam salep
1. Bahan obat yang larut dalam air, harus dilarutkan dulu dalam air seperti Ureum,
baru kemudian dicampur dengan basis salep yang dapat menyerap air.
2. Bahan obat yang larut dalam Etanol 95%, harus dilarutkan terlebih dahulu dalam
Etanol 95% seperti Asam Salisilat, Asam Benzoat, Menthol, Kamfer, Resorcinol
dll, baru kemudian ditambah basis salep.
3. Bahan obat yang harus ditambahkan terakhir karena mudah rusak bila diaduk
terlalu lama seperti Ichtammolum, Balsam Peru.
4. Bahan obat mudah menguap dimasukkan teakhir, karena bila dimasukkan sejak
awal lebih banyak yang menguap contoh: Liquor Carbonatis Detergent, minyak
menguap seperti Oleum Rosae, Minyak Cayuputi, Minyak Mentahe piperitae.
5. Untuk bahan lain yang tidak mempunyai sifat tersebut diatas, seperti
Chloramphenicol, Hidrocortison, Mikonazol, Sulfur, Zinc Oxyd, dihaluskan
terlebih dahulu baru kemudian dicampur dengan basis salep.
2.2.4 Cara mengemas salep
Massa salep yang telah dicampur homogen, dimasukkan kedalam pot salep
menggunakan sudip hingga salep tidak tersisa lagi di mortir, bagian luar pot obat harus
bersih. etiket ditempel dibagian luar pot.
2.2.5 Persyaratan salep
Persyaratan Salep menurut( Syamsuni, 2006) yaitu:
1. Pemerian: tidak boleh bau tengik
2. Dasar salep: kecuali dinyatakan lain, senagai bahan dasar salep (basis salep)
digunakan sebagai vaselin putih (vaselin album). Tergantung dari sifat bahan
obat dan tujuan pemakaian salep.
3. Kadar: kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras
kadar bahan obat adalah 10%.
4. Homogenitas: jika dioleskan pada sekeping kaca ataupun bahan transparan lain
yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
5. Penandaan: pada etiket harus tertera “obat luar”.
BAB III
FORMULASI
1. Formulasi

Methyl sailisilat 5ml


Champora 1,5
Menthol 1,5
Cera alba 10%
Setil alcohol 5%
Natrium benzoate 0,05%
Vaselin alba ad 10

2. Perhitungan bahan
Methyl salisilat = 5 gram
Champora = 1,5 gram
Menthol = 1,5 gram
Cera alba = 10/100 x 10 = 1 gram
Setil alcohol = 5/100 x 10 = 0,5 gram = 500 mg
Natrium benzoate = 0,05/100 x 10 = 0,005 gram = 5 gram
Vaselin alba = 10 – ( 5+1,5+1,5+1+0,5+5 )
= 10 - 9,505
= 0,495 gram = 495 mg
3. Alasan pemilihan bahan
Nama bahan Karakteristik bahan Alasan pemilihan bahan

Methyl salisilat
Champora
Cera alba
Setil alcohol
Natrium benzoat
Menthol
Vaselin alba

4. Alat dan bahan


Alat Bahan

Mortir Methyl salisilat


Stamper Champora
Pipet tetes Menthol
Cawan Cera alba
Water bath Setil alkohol
Pot salep Natrium benzoat
Anak timbangan Vaselin alba
Sudip
5. Cara kerja
1. Siapkan alat dan bahan, setarakan timbangan
2. Timbang semua bahan, vaselin alba 495 mg, menthol 1,5 gram, camfer 1,5
gram, cera alba 1 gram, setil alcohol 500mg, natrium benzoate 5mg, ukur methyl
salisilat 5ml.
3. Masukkan camfer dan menthol ke dalam mortir tetesi etanol 95% 2-3 tetes
gerus, lalu masukkan methyl salisilat gerus ad homogen
4. Masukkan vaselin alba dan cera alba kedalam cawan lalu lebur
5. Aduk hingga dingin lalu masukkan kedalam mortir, aduk ad homogen
6. Masukkan setil alkohol dan natrium benzoate kedalam mortir aduk ad homogen.
7. Masukkan kedalam pot salep
6. Evaluasi
1. Uji ph
Uji pH salep untuk melihat pH salep apakah berada pada rentang pH normal
kulit yaitu4,5-7. Jika pH terlalu basa dapat mengakibatkan kulit kering, jika pH
kuli terlaluasam dapat memicu iritasi kulit.
2. Uji daya sebar
Uji daya sebar untuk melihat kemampuan sediaan menyebar pada kulit, dimana
suatu basis salep sebaiknya memiliki daya sebar yang baik untuk menjamin
pemberian bahan obat yang baik. Standarnya kurang lebih 252,67 gr masing-
masing 4,79 cm-4,81cm.
3. Uji daya lekat
Uji daya lekat dilakukan untuk mengetahui salep yang lebih lama melekat pada
kulit.Semakin lama daya lekat salep melekat anatar salep dengan kulit semakin
baiksehingga absors obat oleh kulit akan semakin baik. Daya lekat yang baik
menurutliterature yaitu lebih dari 4 deti (Nevi, 2006).
4. .Uji Viskositas
Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya sesuatu
viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan
suatu cairan untuk mengalir. Ketentuan viskositas sediaan salep yang baik
merupakan penuhi kestandaran viskositas ialah 2.000- 4.000 cP ataupun 20-40
dPa.s. Pengukuran viskositas dilakukanterhadap sediaan salep dengan memakai
viskometer Brookfield pada kecepatan 50 rpm serta memakai spindle no 05.
Perihal ini dilakukan dengan1metode mencelupkan spindle ke dalam sediaan
salep setelah itu dilihat viskositasnya.( Rezti, 2017).

Anda mungkin juga menyukai