Dosen pengampu :
apt. Affandi Kurniawan, M.Farm
Disusun oleh :
Kelompok 3
1. Rosy Suwanti (1948311009)
2. Agus Kardian (2048312001)
3. Anita Sembiring (1948311003)
4. Shelfianti (1948311010)
A. Latar Belakang
1. ANTIHISTAMIN
Antihistamin merupakan obat yang sering dipakai dibidang dermatologi, terutama untuk
kelainan kronik dan rekuren. Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau
menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin.
Antihistamin dan histamin berlomba untuk menempati reseptor yang sama. Ada empat tipe
reseptor histamin, yaitu H1, H2, H3, dan H4 yang keempatnya memiliki fungsi dan distribusi
yang berbeda. Pada kulit manusia hanya reseptor H1 dan H2 yang berperan utama. Blokade
reseptor oleh antagonis H1 menghambat terikatnya histamin pada reseptor sehingga
menghambat dampak akibat histamin misalnya kontraksi otot polos, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah dan vasodilatasi pembuluh darah.
Histamin memiliki peranan yang penting dalam patofisiologi penyakit alergi. Histamin
adalah amina dasar yang dibentuk dari histidin oleh histidine dekarboksilase. Histamin
ditemukan pada semua jaringan, tetapi memiliki konsentrasi yang tinggi pada jaringan yang
berkontak dengan dunia luar, seperti paru-paru, kulit, dan saluran pencernaan. Urtikaria dan
rhinitis alergi merupakan dua penyakit alergi yang sering menyebabkan gangguan pola tidur
dan mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Pada kondisi yang berat, kelainan ini dapat
mempengaruhi kualitas hidup seseorang, mulai dari gangguan fisik, gangguan emosional,
gangguan aktivitas seksual, terbatasnya aktivitas sosial, dan mempengaruhi pekerjaan. Angka
kejadian urtikaria kronis diperkirakan 0,1-3% dari keseluruhan populasi di Eropa dan
Amerika. Di dunia prevalensinya diperkirakan sekitar 0,5% dan angka ini tidak berbeda
secara signifikan pada komunitas yang berbeda. Di seluruh dunia diperkirakan 12% sampai
22% orang pernah mengalami gejala urtikaria sekurang-kurangnya satu kali selama hidup.
Salah satu golongan obat yang selalu dipakai dalam penanganan urtikaria adalah
antihistamin. Difendramin merupakan obat yang pertama kali digunakan, yang efektif pada
urtikaria kronis.
Terapi dengan antihistamin secara kroms dapat menyebabkan penurunan kemanjuran obat
tersebut, hal itu berhubungan dengan efek samping yang ditimbulkannya. Dengan demikian
obat antihistamin generasi pertama walaupun efektif untuk mengatasi penyakit alergi namun
penggunaannya terbatas oleh karena efek sampingnya seperti sedasi. Pada tahun 1980 para
ahli mulai mengembangkan antihistamin non-sedatif yang tetap efektif untuk mengatasi
gangguan akibat penyakit alergi tanpa efek samping sedasi. Saat ini obat-obat antihistamin
non-sedatif yang kita kenal sebagai antihistamin penghambat reseptor HI generasi IT sudah
banyak ditemukan seperti Loratadine, Cetirizine, Desloratadine, Azelastine, dan
Fexofenadine (Buske, 2002).
BAB II
DASAR TEORI
1. ANTIHISTAMIN
Pengertian
Antihistamin adalah suatu senyawa obat yang dapat mengurangi efek farmakologis dengan
cara memblokir masuknya histamin ketempat reseptor dalam sel. Antihistamin berdasarkan
strukturnya dibagi menjadi 5 golongan, yaitu: amino alkil eter, etilendiamin, Piperazine,
propilamin, dan phenothiazine. Golongan antihistamin bersifat basa, tidak larut dalam air,
dalam bentuk basa larut dalam kloroform dan pelarut organik. Rasanya pahit, larut dalam
HCl menjadi bentuk garam yang larut dalam air dan etanol.
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasanatau kerja
histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonishistamin yang
mana pun, seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistaminklasik yang
bekerja pada reseptor histamin H1. Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati
reaksi alergi yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen(penyebab
alergi) sepertiserbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasanhistamin dalam
jumlah signifikan di tubuh. Terdapat bebrapa jenis, yang dikelompokkan berdasarkan sasaran
kerjanya terhadap reseptor histamin yaitu:
Antagonis Reseptor Histamin H1: Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi.
Contohobatnya adalah: difenhidramin, loratadin, desloratadin, meclizine, quetiapine dan
prometazin.
Antagonis Reseptor Histamin H2: Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel
parietal.Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung, Dengan demikian, antagonis
H(antihistamin H2) dapat digunkaan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat
puladimanfaatkan utuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus.
Contohobatnya adalah simetidin, famotidin, ranitin, nizatidin, roxatidin dan lafutidin.
Antagonis Reseptor Histamin H3: Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan
danmemperkuat kemampuan kognitif, Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobat
penyakitAlzheimer’s dan schizophernia. Contoh obatnya adalah ciproxifan dan clobenpropit.
Antagonis Reseptor Histamin H4: Memiliki khasiat imunomodulator, sdang ditelitikhasitanya
sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperaminda.
Obat antihistamin memegang peran penting karena banyak sekali penyakit kulit yangdisertai
gejala gatal-gatal atau akibat alergi lain yang didasarkan pada penglepasan histamin.Reaksi
yang timbul pada kulit akibat histamin yang terkenal dengan reaksi triple respnseyang terdiri
dari: red spot, wheal (edema) dan kemerahan (flare). Red spot sering kali tidak jelas terlihat
karena ditutup oleh wheal.
Uji kaji antihistamin dan histamin ini akan dilakukan dengan metode Golden Rule:tersamar
ganda. Tersamar ganda (double blind clinical trial) adalah studi dalam bidangkedokteran
terhadap khasiat suatu obat, si pemberi obat maupun si penerimanya tidak mengetahui obat
yang diminum obat atau plasebo dengan tujuan untuk menghindari faktor subyektivitas yang
akan mempengaruhi keabsahan hasil pengamatan.
Kromatografi Antihistamin
F. Cimetidine ( FI V Hal-1191 )
Nama Kimia : 2-siano-1-metil-3-[{(5-metilimidazol-4-il)metil}tio]guanidin [51481-61-9]
Sturuktur Kimia :
BAB III
METODELOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat - FeCl3
- Beaker glass - Aquadest
- Botol semprot - NaOH
- Batang pengaduk - HCl
- Gelas ukur - CuSO4
- Hot plate
- Kaca arloji Reagen/ pelarut anthistamin
- Pipet tetes diphenhydramine
- Penjepit tabung reaksi - H2SO4 pekat
- DiphenhydraminE - KMnO4
- Cetirizin - CuSO4
- CTM - Aquadest
- Simetidine - HCl
- I2
Reagen/ pelarut anthistamin - FeSO4
dimenhidrinat
- H2SO4 pekat Reagen/ pelarut anthistamin ctm
- HCl pekat - Aquadest
- Marquis - NaOH
- HCl Reagen/ pelarut anthistamin
- CuSO4 mebhidrolin napadisilat
- Marquis - Reaksi Marquis
- Reagen Nessler
- FeCl3 Reagen/ pelarut anthistamin
- NaNO2 1% simetidine
- Reagen Nessler
- Asam sulfanilat
- Etanol
- KMnO4 1%
- Asam sitrat
- Asam asetat anhidrat (glasial)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN