Anda di halaman 1dari 5

PRAKTIKUM VI

ANALISIS KADAR PROTEIN

DOSEN PENGAMPU :
RORI THERESIA KA

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


POLITEKNIK KESEHATAN GENESIS MEDICARE
TAHUN AJARAN 2021/2022
PERCOBAAN VI
PENENTUAN KADAR PROTEIN DENGAN METODE KJEHDAHL (SNI 2973-2011)

Pendahuluan
Penentuan kadar protein merupakan proses rutin yang digunakan dalam laboratorium
Biokimia. Ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk penentuan kadar protein, baik
dengan metode spektrofotometri maupun metode titrasi yang masing-masing memiliki
kelebihan dan kelemahannya. Pemilihan metode yang terbaik dan tepat untuk suatu
pengukuran tergantung pada beberapa faktor seperti, banyaknya sampel yang tersedia, waktu
yang tersedia untuk pengukuran, besar kecilnya kadar protein dalam sampel, alat
spektrofotometer yang tersedia (Visible atau UV). Secara spektrofotometri, kadar protein
dapat ditentukan dengan metode Biuret dan metode Lowry yang akan dilakukan dalam
praktikum kali ini. Penentuan protein dalam bahan makanan atau jaringan hewan, seringkali
dilakukan melalui penentuan kadar nitrogen total dalam sampel (Penentuan N cara Kjeldahl).
Dalam metode tersebut kita menganggap bahwa semua nitrogen yang ditentukan berasal dari
protein. Walaupun tidak selalu demikian (ada komponen non protein yang juga mengandung
N, misalnya nukleotida, urea dan lain-lain), tetapi di dalam praktek metode Kjeldahl ini sering
dilakukan karena untuk keperluan-keperluan tertentu hasilnya cukup memuaskan. Metode
penentuan kadar N total ini terdiri atas tiga tahap yaitu ; Tahap Destruksi untuk membebaskan
semua semua nitrogen dalam protein menjadi amonium sulfat, Tahap Distilasi untuk
memecah amonium sulfat menjadi amonia sehingga dapat dipisahkan dengan cara distilasi,
dan yang terakhir adalah Tahap Titrasi untuk menentukan kadar amonia.

Metode Mikro Kjeldahl


Penetapan protein berdasarkan oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen
menjadi amonia. Selanjutnya ammonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk amonium
sulfat. Larutan dibuat menjadi basa, dan ammonia diuapkan untuk kemudian diserap dalam
larutan asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan dapat ditentukan jumlahnya
dengan titrasi menggunakan HCl 0.02 N.
Penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap
penghancuran/destruksi (digestion), destilasi dan titrasi. Tahap penghancuran/destruksi
(digestion) dilakukan dengan menambahkan asam kuat, yaitu asam sulfat dan dilakukan
proses pemanasan. Tahap ini penting karena akan membebaskan nitrogen dari sampel.
Potasium atau Sodium sulfat dapat ditambahkan untuk menaikkan titih didih asam, dan untuk
mempercepat destruksi. Destruksi dapat pula ditingkatkan kecepatan dan kesempurnaannya
dengan penambahan katalisator seperti tembaga, selenium, atau merkuri. Selama destruksi,
protein akan terpecah dan nitrogen akan dikonversi menjadi ammonium sulfat. Mengingat
penggunaan asam sulfat pekat dan katalisator yang bersifat sangat beracun maka destruksi
harus dilakukan diruang asap, dengan leher botol menghadap ke dinding. Aquades dapat
ditambahkan Metode Analisis Bahan Pangan dan Komponen Bioaktif 58 untuk membentuk
proses destruksi, tetapi penambahannya harus dilakukan dalam keadaan dingin. Lama
destruksi berbeda-beda tergantung jenis sampel. Pada akhir destruksi larutan harus tampak
jernih tanpa ada bagian-bagian yang masih berwarna hitam.
Setelah proses destruksi, dilakukan proses destilasi. Larutan yang mengandung ammonium
sulfat diperlakukan dengan penambahan alkali sodium hidroksida pekat (atau campuran
sodium hidroksida dan sodium tiosulfat apabila merkuri digunakan sebagai katalisator) untuk
menetralkan asam sulfat. Dengan adanya NaOH pekat ini, maka ammonium sulfat akan
dipecah menjadi gas amoniak. Pada saat proses destilasi, gas amoniak kemudian akan
menguap dan ditangkap oleh asam borat (H3 BO3 ) membentuk NH4 H2 BO3 .
Dalam tahap titrasi, senyawa NH4 H2 BO3 dititrasi dengan menggunakan asam klorida encer
(0.02N), sehingga asam borat terlepas kembali dan terbentuk ammonium klorida. Jumlah
asam klorida yang digunakan untuk titrasi setara dengan jumlah gas NH3 yang dibebaskan
dari proses destilasi.
Bahan
1. Asam Sulfat pekat, berat jenis 1.84
2. CuSO4.5H2O (0,05g/ml)
3. Kalium Sulfat (K2 SO4)
4. Larutan Natrium hidroksida – Natrium tiosulfat (larutkan 60 gram NaOH dan 5
gram Na2 S2 O3 .5H2 O dalam air dan encerkan sampai 100 ml)
5. Larutan jenuh Asam Borat (H3 BO3)
6. Larutan Asam Klorida (HCl) 0.02 N
7. Batu didih
8. Air Destilata
9. Indikator MM-MB ( campuran 2 bagian 0.2% metilen red dalam etanol dan 1
bagian 0.2% metilen blue dalam etanol).
10. Indikator phenolftalein 1% (1 gram phenolftalein dalam 100 ml etanol
Peralatan
1. Pemanas Kjeldahl lengkap yang dihubungkan dengan penghisap uap melalui aspirator
dalam ruang asam.
2. Labu Kjedhal berukuran 30 ml
3. Alat Destilasi lengkap
4. Buret 50 ml
5. Labu Takar 100 ml, 1000 ml
6. Pipet ukur 2 ml, 5 ml, 10 ml
7. Erlenmeyer 100 ml, 250 ml
8. Gelas beaker 250 ml
9. Neraca analitik
10. Pengaduk magnetik
11. Pipet tetes
Prosedur Percobaan
Tahap Destruksi
1. Timbang sejumlah sampel 100 mg sampel ke dalam labu Kjeldahl
2. Tambahkan 1.0 ± 0.1 gram K2SO4 , 1 ml larutan Katalis CuSO4.5H20 dan 2 ±0.1 ml
H2SO4 pekat
3. Tambahkan 2 – 3 butir batu didih. Didihkan sampel selama 1-1.5 jam dengan
kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan menjadi jernih dan dinginkan.
Tahap Destilasi
1. Tambahkan 1-2 ml aquades secara perlahan lewat dinding labu dan goyang pelan agar
kristal yang terbentuk larut kembali
2. Pindahkan isi labu ke dalam alat destilasi dan bilas labu 5 – 6 kali dengan 1- 2 ml
aquades.
3. Pindahkan air cucian ke labu destilasi dan tambahkan 8 ml larutan 30% NaOH
(periksa dengan indicator PP sehingga campuran menjadi basa
)
4. Letakkan Erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 4% dan 2 – 4 tetes
indikator metilen red-metilen blue di bawah kondensor. Ujung kondensor harus
terendam di bawah larutan H3 BO3
5. Lakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15 ml destilat
Tahap Titrasi
a. Standarisasi Larutan HCl 0.02 N
1. Pipet 25 ml larutan HCl 0.02 N ke dalam Erlenmeyer 250 ml, lalu tambahkan 2-3
tetes indikator fenolftalein 1%.
2. Titrasi larutan HCl 0.02 N dengan NaOH 0.02 N yang telah di standarisasi.
3. Catat volume NaOH yang diperlukan untuk titrasi hingga warna larutan berubah
menjadi merah muda.
4. Hitung normalitas larutan HCl dengan menggunakan rumus :
( ml NaOH ) (N NaOH )
N HCl=
ml HCl
b. Titrasi destilat dengan HCl 0.02 N standar
1. Encerkan destilat dalam erlenmeyer hingga kira-kira 50 ml.
2. Titrasi dengan HCl 0.02 N terstandar sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu
3. Catat volume HCl 0.02 N terstandar yang diperlukan untuk titrasi
c. Penetapan Blanko
1. Dengan prosedur yang sama seperti pada sampel, lakukan analisis untuk blanko (tanpa
sampel)
2. Catat volume HCl 0.02 N standar yang digunakan untuk titrasi blanko
( ml HCl−mlHCl Blanko ) x N HCl x 14.007
%N= x 100
mg sampel

% Protein = % N x Faktor Konversi


Gunakan faktor konversi pada Tabel 1 untuk menentukan kadar protein dari sampel.
Bila sampel yang dianalisis tidak tercakup dalam tabel, gunakan faktor konversi 6.25.

Anda mungkin juga menyukai