MODUL 7
SALEP
Penyusun :
Nama Anggota :
Kelompok/Golongan : A1/A1
Hari/Jam Praktikum : Senin, 28 Juni 2021
Dosen Pembimbing : Apt. Naelaz Zukhruf W.K., M.Pharm
LABORATORIUM FARMASI
2021
BAB 1. PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Asam salisilat (Salicylic acid) dengan nama turunan BHA atau Beta Hydroxy Acid.
Biasanya terdapat pada produk perlengkapan untuk mencegah dan mengobati jerawat
dan pada obat antiaging. Penggunaan pada dosis tinggi bisa menyebabkan bayi
pendarahan, bisu dan tuli. Hal ini disebabkan karena struktur kulit bayi yang masih tipis,
sehingga menjadi rentan terhadap iritasi maupun infeksi (Anonim, 2015).
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit
atau selaput lendir (FI Edisi IV). Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam
dasar salep yang cocok (FI Edisi III). Salep tidak boleh berbau tengik kecuali dinyatakan
lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10
%. Akan tetapi salep harus memiliki kualitas yang baik yaitu stabil, tidak terpengaruh
oleh suhu dan kelembaban kamar, dan semua zat yang dalam salep harus halus. Oleh
karena itu pada saat pembuatan salep terkadang mangalami banyak masalah salep yang
harus digerus dengan homogen, agar semua zat aktifnya dapat masuk ke pori-pori kulit
dan diserap oleh kulit.
Dalam pembuatan sediaan bentuk salep bersumber dari bahan-bahan yang berperan
sebagai zat aktif serta bahan-bahan yang berperan sebagai zat tambahan. Bahan obat
yang berperan sebagai zat aktif dalam sediaan bentuk salep seperti vaselin album, vaselin
flavum, lanolin, asam salisilat, adeps lanae serta ichthyol. Bahan-bahan tersebut diracik
dalam lumping sampai terbentuk massa salep. Salep yang diracik harus bebas dari
butiran-butiran. Penyimpanan sediaan dalam bentuk salep harus pada ruang pada kondisi
suhu tertentu agar komponen-komponen obat dalam pot salep tetap dapt member khasiat
yang maksimal pada pasien. Sediaan dalam bentuk salep dikemas dalam pot salep
dengan ukuran yang sesuai jumlah bobot sediaan yang dibuat. Pembuatan sediaan salep
dapat dilakukan dengan cepat karena tidak memerlukan bahan zat tambahan atau
penolong seperti pada pembuatan sediaan dalam bentuk pil maupun sediaan dalam
bentuk tablet (Anief, 2004).
1
Kualitas salep yang baik yaitu :
a. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar.
b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak
dan homogen. Sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,inflamasi dan
ekskloriasi.
c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai
dan dihilangkan dari kulit.
d. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan
kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau
menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah
yang diobati.
e. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat
atau cair pada pengobatan. (Syamsuni,2006).
Penggolongan salep
2. Cream adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit. Suatu
tipe yang dapat dicuci dengan air.
3. Pasta adalah suatu salep yang mengandung lebih dari lebih dari 50% zat
padat(serbuk). Suatu salep tebal karena merupakan penutup atau pelindung bagian
kulit yang dioles.
4. Cerata adalah suatu salep berlemak yang mengandung persentase tinggi lilin
(waxes), sehingga konsistensinya lebih keras.
5. Gelones Spumae (Jelly) adalah suatu salep yang lebih halus. Umumnya cair
dan mengandung sedikit atau tanpa lilin digunakan terutama pada membran mukosa
sebagai pelicin atau basis. Biasanya terdiri dari campuran sederhana minyak dan
lemak dengan titik lebur yang rendah.
2
Menurut Dasar Salepnya, salep digolongkan menjadi 2 golongan :
b. Salep hydrophilic : yaitu salep yang kuat menarik air, biasanya dasar salep tipe
o/w atau sepertidasar salep hydrophobic tetapi konsistensinya lebih lembek,
kemungkinan juga tipe w/o antara lain campuran sterol dan petrolatum. (Depkes,
1994).
Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep. Menurut FI Edisi IV,
dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok, yaitu :
3
Ketentuan dalam pembuatan salep :
11.RUMUSAN FORMULASI
1. Bagaimana prinsip pembuatan sediaan salep ?
2. Bagaimana cara membuat sediaan salep asam salisilat ?
3. Bagaimana cara mengevaluasi sediaan fisik sediaan salep asam salisilat ?
4. Bagaimana cara mengintrepretasikan hasil sediaan salep yang telah dibuat?
111.TUJUAN FORMULASI
1. Mahasiswa mengetahui prinsip pembuatan sediaan salep.
2. Mahasiswa dapat membuat sediaan salep asam salisilat.
3. Mahasiswa dapat mengevaluasi sediaan fisik sediaan salep asam salisilat.
4. Mahasiswa dapat mengintrepetasikan hasil sediaan salep yang telah dibuat.
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PRAFORMULASI
2. Indikasi
Indikasi asam salisilat adalah sebagai agen keratolitik atau keratoplastik pada
penyakit kulit seperti acne vulgaris (jerawat)Pada acne vulgaris (asam salisilat
digunakan dalam bentuk krim, gel, atau losion dengan konsentrasi 0.5–2%) veruka
vulgaris (common warts), kalus, psoriasis, dan dermatitis seboroik. Asam salisilat
juga dapat digunakan untuk kelainan hiperkeratosis seperti iktiosis, keratosis
pilaris, palmoplantar keratosis, dan pitiriasis rubra.
Pada konsentrasi tinggi, obat ini bersifat keratolitik, tetapi pada konsentrasi
rendah, obat ini bersifat keratoplastik.
3. Kontraindikasi
5
Asam salisilat dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki riwayat
hipersensitivitas terhadap salisilat atau komponen lain dalam formulasinya. Asam
salisilat dengan konsentrasi di atas 6% juga dikontraindikasikan pada pasien
diabetes, pasien dengan gangguan sirkulasi perifer, serta pasien dengan gangguan
fungsi hati dan ginjal.
Asam salisilat dikontraindikasikan bagi anak berusia <2 tahun. Penggunaan
pada kulit yang teriritasi/terinfeksi, pada tahi lalat, pada kutil (warts) kelamin, kutil
berambut, dan kutil di wajah atau membran mukosa juga dikontraindikasikan.
4. Efek samping
Efek samping yang mungkin dapat muncul setelah mengkonsumsi obat yang
mengandung bahan obat asam salisilat, antara lain :
a. Iritasi, kering, atau nyeri pada kulit.
b. Gatal-gatal.
c. Kulit terasa panas, memerah, dan mengelupas.
d. Keluar nanah atau darah yang menandakan terjadinya infeksi
- Organoleptis :hablur putih biasanya berbentuk hablur halus atau serbuk hablur, halus
putih, rasa agak manis, tajam dan stabil diudara. Bentuk sintesis warna putih dan tidak
berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah
jambu dan berbau lemah mirip menthol. (FI edisi IV)
- Kelarutan :sukar larut dalam air dan dalam benzana, mudah larut dalam etanol dan
dalam eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform.
- Struktur kimia dan berat molekul
6
- Rumus molekul : C7H6O3
- Berat molekul : 138,121 g/mol
- Stabilitas :stabil pada tekanan dan suhu normal.
- Titik lebur: 159ºC
- Inkompatibilitas : Bereaksi dengan alkali dan karbonat hydroxids membentuk garam
yang larutdalam air. Inkompatibel dengan larutan besi klorida, memberikan warna
ungu. Dandengan nitro ether kuat.
2. Vaselin
- Pemerian: massa lunak, lengket, bening, putih, sifat ini tetap setelah zat dileburkan
dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk.
- Kelarutan : tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfide,
dalam kloroform, larut dalam heksana, dan dalam sebagian besar minyak lemak dan
minyak atsiri, sukar larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan dalam etanol
mutlak dingin.
- Stabilitas :kebanyakan masalah stabilitas terjadikarena kehadiran sejumlah kecil
bahan kontaminan. Ketika terpapar cahaya, bahankontaminan tersebut dapat
teroksidasi sehingga mengotorkan vaselin flavum danmenghasilkan bau yang tidak
diinginkan.
- Inkompatibilitas :Vaselin flavum adalah material inert dengan beberapa
inkompabilitas.
- Titik leleh : 38 – 60°C
- Struktur kimia dan berat molekul
3. Paraffin cair
- Pemerian:hablur tembus cahaya atau agak buram, tidak berwarna atau putih, tidak
berbau, tidak berasa, agak berminyak.
7
- Kelarutan : Praktis tidak larut etanol 95%, gliserin dan air.Larut dalam jenis minyak
lemak hangat.
- Titik lebur:54,17°
- BM:76,09g/mol
4. Asam askorbat
- Pemerian :hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh cahaya lambat
laun menjadi berwarna gelap.
- Kelarutan :larut dalam air,etanol,gliserol,popilen glikol
- Stabilitas: stabil dalam bentuk serbuk; asam askorbat tidak stabil dalam larutan
terutama larutan alkali; larutan asam askorbat stabil maksimum pada pH 5,4. Larutan
dapat disterilisasi dengan penyaringan. Penyimpanan ditempat non logam, terlindung
dari cahaya, sejuk dan tempat kering.
- Inkompatibilitas : inkompatibel dengan alkali, ion logam berat terutama tembaga dan
besi, oksidator, methenamin, fenilefrin hidroklorida, pyrilamin maleat, salisilamid,
Na-nitrit, Na-salisilat, teobromin salisilat dan picotamide.
- Titik lebur:190°C
8
c. Bentuk sediaan, Dosis dan Cara Pemberian
- Bentuk sediaan : salep
- Dosis : 1 x sehari
- Cara pemberian : diberikan secara topical / dioles
B. FORMULASI
I. Permasalahan
Asam salisilat merupakan obat yang sukar larut dalam air, kemungkinan salep
tidak terbentuk dengan baik.
II. Pengatasan masalah
Hal ini dapat diatasi dalam proses pembuatan salep, asam salisilat dilarutkan
terlebih dahulu ke dalah etanol 95 % baru kemudian dicampur dengan bahan
lainnya.
9
BAB 111. PELAKSANAAN
I. Cara Kerja
a. Formulasi
Zat aktif yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam mortir, digerus sampai
halus sambil ditambahkan sedikit demi sedikit basis salep hingga homogen
10
1 gram salep dan diencerkan dengan 10 mL akuades kemudian diukur
pH nya menggunakan pH stik
4. Pengukuran Daya Sebar
Sebanyak 0,5 gram diletakkan salep diletakkan di antara dua lempeng
objek transparan yang diberi beban 100 gram. Pengkuran diameter daya
sebar dilakukan setelah salep tidak menyebar kembali atau lebihh kurang
1 menit setelah pemberian beban.
5. Viskositas
Viskositas diukur sbelum dan sesudah penyimpanan dipercepat dengan
menggunakan viskometer brookfield dengan spindle 7 pada 50 putaran
per menit (rpm)
11
- Dioleskan salep pada kertas saring satu muka, seperti lazimnya orang
menggunakan salep
- Disiapkan kertas saring yang lain berukuran (2,5 x 2,5 cm) dengan
pembatas paraffin cair
- Ditempelkan kertas saring lebih kecil di atas kertas saring yang lebih
besar. Diteteskan areal dengan KOH 0,1 N
- Lihatlah sebelah kertas yang dibasahi dengan larutan pp waktu 15, 30,
45, 60 detik, 3 dan 5 menit. Apakah ada noda merah pada kertas
tersebut. Bila tidak ada noda berarti salep dapat memberikan proteksi
terhadap cairan (larutan KOH).
Gambar 5. Kemasan
12
B. Brosur
Gambar 6. Brosur
C. Etiket
Gambar 7. Etiket
13
BAB 1V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Hasil
Tabel hasil penimbangan
14
pada kertas saring. T3 menit : -
T5 menit : -
(tidak ada warna)
p+ l 4+ 4 8
= = =4 cm
2 2 2
B.Pembahasan
Menurut Farmakope Indonesia Edisi 111, yang dimaksud dengan salep (unguenta) adalah
bentuk sediaan semi padat yang ditunjukan untuk pemakaian oral atau pengguanan luar.
Sediaan salep dikemas dalam pot salep. Pada umumnya obat-obatan yang dalam sediaan
salep harus bebas dari butiran-butiran kasar. Selain itu, penyimpanan sediaan salep harus
pada tempat dengan kondisi yang sesuai agar komponen-komponen obat dalam salep tidak
rusak. Sediaan salep dapat digunakan pada anak, orang dewasa maupun yang lanjut usia.
Pada praktikum ini di buat sediaan salep dengan bahan aktif nya yaitu asam salisilat.
Salep ini berkhasiat sebagai antifungi. Selain mengandung bahan aktif sediaan salep ini juga
mengandung bahan tambahan berupa vaselin sebagai basis salep, paraffin cair sebagai basis
salep dan emolient, asam askorbat sebagai antioksidan.
Setelah sediaan salep dibuat sesuai formula, kemudian dilakukan pengujian mutu
pada sediaan tersebut. Adapun pengujian mutu yang dilakukan meliputi, uji organoleptis, uji
15
homogenitas, uji pH, uji pengukuran daya sebar, uji kestabilan, uji daya lekat, dan uji
kemampuan proteksi.
1. Uji organoleptis
Tujuan uji organoleptis ini adalah untuk pengawasan mutu terhadap bahan
mentah, produk, komoditas dan pengembangan produk. Pada pengujian organoleptis,
yaitu menguji sediaan warna, bau, dan rasanya. Pada praktikum yang dilakukan,
warna sediaan salep memiliki warna putih, bau mirip salep 24, dan teksturnya halus.
2. Uji homogenitas
Tujuan uji homogenitas yaitu untuk mengetahui homogen atau tidaknya suatu
sediaan. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan kaca objek lalu diamati
homogenitasnya. Pada percobaan yang di lakukan didapatkan bahwa sediaan salep
homogen dan tidak terjadi gumpalan, sehingga dapat diketahui bahwa sediaan salep
yang dibuat memenuhi persyaratan homogenitas suatu sediaan salep.
3. Pengujian pH
PH adalah derajat keasaman yang digunakan nntuk menyatakan tingkat
keasamaan atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan atau benda. Pada
praktikum ini pengujian pH menggunakan pH meter digital. Tujuan nya untuk
mengetahui pH pada salep sesuai atau tidak agar tidak terjadi iritasi. Semakin asam
PH salep maka dapat terjadi iritasi pada kulit, begitu juga dengan PH basa, maka
PH salep harus netral, sehingga salep dapat diabsorbsi pada kulit yang diolesi salep.
Nilai pH yang dipersyaratkan untuk sediaan salep yang baik yaitu berkisar antara
4,5 – 6,5. Pada pengujian pH salep yang dihasilkan memenuhi parameter nilai pH
yang dipersyaratkan. Berarti pada praktikum yang dilakukan distribusi dari bahan
dasar sediaan salep merata sehingga menghasilkan pH yang stabil.
4. Pengukuran daya sebar
Uji daya sebar pada salep dilakukan untuk melihat kemampuan sediaan
menyebar pada kulit, dimana suatu basis salep sebaiknya memiliki daya sebar yang
baik untuk menjamin pemberian bahan obat yang memuaskan (Naibaho dkk, 2013).
Daya sebar yang baik menyebabkan kontak antara obat dengan kulit menjadi luas,
sehingga absorbsi obat ke kulit berlangsung cepat. Syarat daya sebar untuk sediaan
topikal salep adalah sekitar 5-7 cm (Ulaen dkk 2012). Hasil daya sebar sediaan
16
salep yang di praktikumkan sebesar 4 cm. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa
daya sebar sediaan salep nya tidak memenuhi persyaratan uji daya sebar yang baik.
Sehingga sediaan salep yang dibuat absorbsi ke kulitnya berlangsung lambat.
5. Uji Kestabilan
Tujuan dari uji kestabilan adalah untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas,
dan kemurnian produk yang telah diluluskan dan beredar di pasaran, sehingga aman
digunakan oleh konsumen. Uji ini dilakukan dengan cara sediaan disimpan pada suhu
400 atau suhu kulkas selama 12 jam kemudian dipindahkan ke suhu 35 0 atau pada suhu
kamar selama 12 jam (satu siklus), dari hasil didapatkan pH setelah 12 jam dalam
penyimpanan kulkas yaitu 3 dan pH setelah didiamkan 12 jam pada suhu ruangan pH
nya menjadi 5.
6. Uji daya lekat
Uji daya lekat merupakan salah satu pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui kekuatan salep melekat pada kulit, semakin lama salep melekat pada kulit
maka semakin baik karena memungkinkan zat aktif akan terabsorbsi seluruhnya. Hal
tersebut akan berhubungan dengan lama waktu kontak salep dengan kulit hingga efek
terapi yang diinginkan tercapai. Uji daya lekat sediaan salep yang baik yaitu 4 detik.
Pada praktikum yang dilakukan uji daya lekat salep nya 57 detik. Dari hasil tersebut
dapat diketahui bahwa sediaan salep tidak memenuhi persyaratan uji daya lekat yang
baik.
Hasil uji proteksi yang semakin lama akan semakin baik daya proteksi salep
yang dihasilkan. Hasil warna proteksi apabila tidak ada warna maka sediaan dapat
memberikan proteksi terhadap larutan KOH, tetapi jika ada warna berarti sediaan
tidak dapat memberikan proteksi terhadap larutan KOH dan dicatat waktunya. Basis
salep yang baik dapat melindungi kulit dari pengaruh luar seperti asam-basa, debu dan
sinar matahari pada waktu pengobatan, ditandai dengan tidak terbentuknya noda
merah setelah penambahan KOH, sedangkan terbentuknya noda merah pada salep
asam salisilat dikarenakan zat aktif dari salep yang bereaksi dengan KOH, pengolesan
salep kurang merata, pengeringan kertas saring yang di tetesi larutan PP yang belum
kering sempurna. Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan menunjukkan tidak
17
ada noda merah pada salep. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa salep yang
dibuat memenuhi persyaratan salep yang baik.
Kesimpulan
1. Pada praktikum kali ini dibuat sediaan salep, salep adalah bentuk sediaan setengah
padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar.
2. Pada uji kemampuan proteksi, salep yang menggunakan basis salep hidrokarbon
harus mempunyai kemampuan proteksi sehingga melindungi kulit dari pengaruh
luar, bila salep dioleskan pada kulit yang sakit.
3. Bahan aktif yang digunakan pada pembuatan salep ini yaitu asam salisilat.
4. Tujuan pembuatan salep ini berkhasiat sebagai antifungi.
Saran
18
1. Hendaknya dalam memformulasikan suatu sediann seorang praktikan harus benar-
benar memperhatikan karakteristik bahan, konsentrasi bahan, sifat bahan,
sehingga dengan demikian sediaan yang diformulasikan akan menghasilkan suatu
sediann yang benra-benar layak pakai.
2. Praktikan harus mampu merancang dan membuat prosedur kerja yang sebaik
mungkin sesuai ketentuan, agar sediaan yang dibuat dapat memenuhi standar
evaluasi yang di tetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia.
Republik Indonesia.
Bandung : Bandung
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 1V. Jakarta:
C.F. Van Duin, Dr., (1947). Ilmu Resep edisi Kedua. Jakarta : Soeroengan
Ganiswarna, Sulistia G., dkk. 2005. Farmakologi dan Terapi EDISI 4. Jakarta :
Lahman. L, dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi 111. Jakarta :
UI Press.
19
20