Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN

UJI KELARUTAN OBAT

DISUSUN OLEH

DINI HANIFA 260110140069

SILVI RISTATIANTI 260110140071

AYU BRILLIANY F. 260110140072

MARDALLIA SEKAR W. 260110140073

LABORATORIUM ANALISIS INSTRUMEN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2015
Abstrak
Asam Salisilat adalah adalah salah satu turunan obat golongan Anti
Inflamasi Non Steroid (AINS). Asam Salisilat memiliki kelarutan yang tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam etanol 90%. Dalam praktikum ini, untuk menguji
efektifitas salisilat dilakukan dengan cara uji disolusi yang memperhatikan aspek
jenis pelarut, kelarutan, dan larutan itu sendiri. Metode yang digunakan adalah
penentuan kadar dari larutan salisilat yang telah dilarutkan dengan etanol dan
propilen glikol. Hasil dari percobaan ini menunjukkan negative atau tidak daoat
ditentukan kelarutan dan kadar asam salisilat dikarenakan asam salisilat berubah
kembali menjadi kristalnya.
Kata Kunci : Asam Salisilat, Kelarutan, Kadar.
ABSTRACT
Salicylic acid is one of the steroids of the anti inflammatory non drug
(AINS ).Salicylic acid having solubility that is not soluble in water but soluble in
ethanol 90 %.In this lab work, to test the effective of salicylates effected by means
of trials disolusi who considers aspects of solvent, the solubility, and of itself.The
method is applicable in the determination of the quantity of salicylates has
dissolved with ethanol and propilen glycol.The result of these experiments show
negative or not daoat and determined its solubility of salicylic acid is salicylic
acid turned back into its crystalline.
The keywords: salicylic acid, the solubility, levels.
A. Tujuan Percobaan
Memperkenalkan konsep dan proses pendukung system kelarutan obat
dan menentukan parameter kelarutan obat.

B. Prinsip Percobaan
1. Kelarutan dan Larutan
Larutan campuran homogeny dua zat atau lebih yang terdispersi sebagai
molekul ataupun ion yang komposisinya dapat bervariasi. Kelarutan adalah
kadar jenuh solute dalam sejumlah solvent pada suhu tertentu yang
menunjukkan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solute atau solvent
telah terjadi dan membentuk disperse molekuler yang homogeny
(Siswandono,1998).
2. Jenis Pelarut
Pelarut polar
Kelarutan obat sebagian disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu
momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionic dan zat polar
lain.
Pelarut non polar
Pelarut non polar tidak hanya mengurangi gaya tarik menarik antara ion
elektrolit kuat dan lemah, Karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah.
Pelarut ini tidak dapat memecah ikatan kovalen dan elektrolit dan
berionisasi lemah karena ppelarut non polar tidak dapat membentuk
ikatan hydrogen dengan non elektrolit.
Pelarut semi polar
Pelarut semi polar seperti keton dan alcohol dapat menginduksi suatu
derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut non polar.
(Siswandono,1998).
3. Salisilat
Salisilat termasuk golongan obat antiinflamasi non steroid (AINS). Untuk
mengetahui efektivitas kelarutan obat di dalam tubuh salah satu caranya
digunakannya uji disolusi. Waktu kelarutan obat pada uji disolusi dianggap
sebagai waktu kelarutan obat di dalam tubuh. Semakin cepat larut suatu obat
maka semakin efektif tersebut terlarut.
(Siswandono,1998).

C. Reaksi

D. Teori Dasar
Obat merupakan salah satu kebutuhan yang digunakan dalam
menunjang upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan masyarakat.
Banyak bentuk sedian farmasi yang beredar di masyarakat diantaranya sediaan
padat dan cair. Terdapat sediaan yang mengandung bahan aktif yang
kelarutannya kecil dalam air. Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air
agar manjur secara terapi sehingga obat masuk ke sistem sirkulasi dan
menghasilkan suatu efek terapeutik. Senyawa-senyawa yang tidak larut
seringkali menunjukkan absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu
(Ansel, 1985).
Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular dipengaruhi
oleh sifat-sifat fisikokimia produk obat. Untuk obat-obat yang mempunyai
kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan seringkali merupakan tahap yang
paling lambat, oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek penentu
kecepatan terhadap bioavailabilitas obat (Shargel dan Yu, 2005).
Kenyataan tersebut mengakibatkan perlu dilakukan beberapa usaha
untuk meningkatkan kecepatan pelarutan bagi obat-obat yang mempunyai sifat
kelarutanyang kurang baik di dalam air. Banyak bahan obat yang memiliki
kelarutan dalam air yang rendah atau dinyatakan praktis tidak larut, umumnya
mudah larut dalam cairan organik. Suatu peningkatan konsentrasi jenuh
(perbaikan kelarutan) dapat dilakukan melalui pembentukan garam, pemasukan
grup hidrofil atau dengan bahan pembentukan misel. Metode tersebut dapat
digunakan secara individual maupun secara kombinasi (Martin dkk., 1993).
Larutan ialah suatu zat/materi yang didalamnya tercampur
materi/zat lainnya. Di dalam larutan, terdapat pelarut (solvent) dan zat terlarut
(solutes). Pelarut merupakan zat yang jumlahnya lebih banyak, dan zat dengan
jumlah yang lebih sedikit ialah zat terlarut. Ketika suatu zat terlarut dilarutkan
oleh pelarut untuk membentuk larutan (solvent) tidak terjadi reaksi kimia.
Sehingga pelarut dan zat terlarut dapat dipisahkan hanya dengan pemisahan
fisik, seperti penyaringan, pengendapan, ataupun distilasi (Mahfuhz, 2014).
Larutan dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Larutan tak jenuh yaitu larutan yang mengandung solute (zat terlarut)
kurang dari yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh. Atau dengan
kata lain, larutan yang partikel- partikelnya tidak tepat habis bereaksi
dengan pereaksi (masih bisa melarutkan zat). Larutan tak jenuh terjadi
apabila bila hasil kali konsentrasi ion < Ksp berarti larutan belum jenuh (
masih dapat larut).
2) Larutan jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung sejumlah solute yang
larut dan mengadakan kesetimbangn dengan solut padatnya. Atau dengan
kata lain, larutan yang partikel-partikelnya tepat habis bereaksi dengan
pereaksi (zat dengan konsentrasi maksimal). Larutan jenuh terjadi apabila
bila hasil konsentrasi ion = Ksp berarti larutan tepat jenuh.
3) Larutan sangat jenuh (lewat jenuh) yaitu suatu larutan yang mengandung
lebih banyak solute daripada yang diperlukan untuk larutan jenuh. Atau
dengan kata lain, larutan yang tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut
sehingga terjadi endapan. Larutan sangat jenuh terjadi apabila bila hasil kali
konsentrasi ion > Ksp berarti larutan lewat jenuh (mengendap) (Juliantara,
2009).
Kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi
zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif
didefenisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk
membentuk dispersi molekuler homogen. Larutan dinyatakan dalam mili liter
pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat
akan larut dalam 500 ml air. Kelarutan dapat pula dinyatakan dalam satuan
molalitas, molaritas dan persen (Genaro, 1990).
Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan kelarutan
senyawa dalam media yang berbeda dan bervariasi diantara dua hal yang
ekstrem, yaitu pelarut polar, seperti air, dan pelarut nonpolar seperti lemak.
Sifat hidrofilik atau lipofibik berhubungan dengan kelarutan dalam air, sedang
sifat lipofilik atau hidrofibik berhubungan dengan kelarutan dalam lemak.
Gugus-gugus yang dapat meningkatkan kelarutan molekul dalam lemak disebut
gugus lipofilik (hidrofobik atau nonpolar). Sifat kelarutan pada umumnya
berhubungan dengan aktivitas biologis dari senyawa seri homolog. Sifat
kelarutan juga berhubungan erat dengan absorbsi obat. Hal ini penting karena
intensitas aktivitas biologis obat tergantung pada derajat absorpsinya
(Siswandono, 1998).
Konsentrasi larutan dapat dibedakan secara kualitatif dan kuantitatif.
Secara kualitatif, larutan dapat dibedakan menjadi larutan pekat dan larutan
encer. Dalam larutan encer, massa larutan sama dengan massa pelarutnya
karena massa jenis larutan sama dengan massa jenis pelarutnya. Secara
kuantitatif, larutan dibedakan berdasarkan satuan konsentrasinya. Ada
beberapa proses melarut (prinsip kelarutan), yaitu:
a) Cairan- cairan
Kelarutan zat cair dalam zat cair sering dinyatakan Like dissolver like
maknanya zat- zat cair yang memiliki struktur serupa akan saling
melarutkan satu sama lain dalam segala perbandingan. Contohnya: heksana
dan pentana, air dan alkohol => H - OH dengan CH - OH. Perbedaan
kepolaran antara zat terlarut dan zat pelarut pengaruhnya tidak besar
terhadap kelarutan.
b) Padat- cair
Padatan umumnya memiliki kelarutan terbatas di cairan hal ini disebabkan
gaya tarik antar molekul zat padat dengan zat padat > zat padat dengan zat
cair. Zat padat non- polar (sedikit polar) besar kelarutannya dalam zat cair
yang kepolarannya rendah. Contohnya: DDT memiliki struktur mirip CCl
sehingga DDT mudah larut di dalam non- polar (contoh minyak kelapa),
tidak mudah larut dalam air (polar).
c) Gas- cair
Ada 2 prinsip yang mempengaruhi kelarutan gas dalam cairan, yaitu:
Makin tinggi titik cair suatu gas, makin mendekati zat cair gaya tarik
antar molekulnya. Gas dengan titik cair lebih tinggi, kelarutannya lebih
besar.
Pelarut terbaik untuk suatu gas ialah pelarut yang gaya tarik antar
molekulnya sangat mirip dengan yang dimiliki oleh suatu gas.
Titik didih gas mulia dari atas ke bawah dalam suatu sistem periodik, makin
tinggi, dan kelarutannya makin besar (Juliantara, 2009).

E. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Batang pengaduk

d. Corong

b. Beaker glass

e. Erlenmeyer

c. Buret
f. Gelas ukur

g. Labu ukur 50 mL

h. Pipet volume 10 mL

i. Statif dan klem


2. Bahan
a. Asam salisilat
b. Etanol 95%
c. NaOH 0,1 N

F. Prosedur
Pertama-tama asam salisilat ditimbang sebanyak 7 gram. Masukkan
asam salisilat ke dalam beaker glass lalu tambahkan etanol 95% sebanyak 12
mL, aduk selama 30 menit. Setelah 30 menit, masukkan cairan ke dalam labu
ukur lalu tambahkan etanol 95% hingga 50 mL. Cairan dipipet sebanyak 10
mL menggunakan pipet volume dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Larutan
dipipet sebanyak dua kali untuk melakukan titrasi secara duplo. Tambahkan
indikator fenolftalein sebanyak 2 tetes. Cairan di titrasi dengan NaOH 0,1 N
sampai tercapai titik akhir titrasi. Catat volume NaOH yang digunakan lalu
hitung kadar asam salisilat yang terlalut.

G. Data Pengamatan
-

H. Pembahasan
Pada praktikum Uji Kelarutan Obat bertujuan untuk
memperkenalkan konsep dan proses pendukung sistem kelarutan obat dan
menentukan parameter kelarutan obat. Sebelumnya praktikan harus mengetahui
terelebih dahulu pengertian dari kelarutan. Kelarutan adalah kadar jenuh solute
dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang menunjukkan bahwa interaksi
spontan satu atau lebih solute atau solven telah terjadi dan membentuk dispersi
molekuler yang homogen. Dalam literatur tertulis bahwa istilah atau sifat
kelarutan suatu zat dapat ditentukan dengan mengetahui jumlah bagian pelarut
yang diperlukan. Apabila jumlah bagian pelarut kurang dari satu maka zat
tersebut dikatakan sangat mudah larut. Contoh gula. Namun apabila terdapat
lebih dari 1000 jumlah bagian pelarut yang dibutuhkan untuk melarutka suatu
zat tersebut maka zat tersebut dikatakan praktis tidak larut. Contoh ZnO.
Pada praktikum ini praktikan diminta untuk mencari tahu kelarutan
suatu obat dalam suatu pelarut tertentu. Obat yang diteliti adalah asam salisilat.
Asam salisilat memiliki dua bagian yaitu gugu OH merupakan polar dan
benzennya merupakn nonpolar. Untuk mengetahui efektivitas kelarutan obat
didalam tubuh salah satu caranya adalah dengan uji disolusi. Waktu kelarutan
obat pada uji disolusi dianggap sebagai waktu kelarutan obat dalam tubuh.
Semakin cepat larut suatu obat maka semakin efektif obat tersebut. Pelarut
yang digunakan untuk mengetahui kelarutan asam salisilat adalah etanol dan
propilenglikol
Etanol merupakan pelarut semipolar yang dapat menginduksi suatu
derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut nonpolar, sehingga menjadi
dapat larut dalam alkohol dengan kata lain dapat ditegaskan bahwa senyawa
semipolar dapat bertindak sebagai pelarut perantara yang dapat menyebabkan
bercampurnya cairan polar dan nonpolar. Etanol adalah pelarut yang
serbaguna, larut dalam air dan pelarut organik lainnya, meliputi asam asetat,
aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, etilena glikol,
gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Ia juga larut dalam hidrokarbon
alifatik yang ringan, seperti pentana dan heksana, dan juga larut dalam
senyawa klorida alifatik seperti trikloroetana dan tetrakloroetilena.
Pada umumnya pelarut yang sering digunakan adalah etanol karena
etanol mempunyai polaritas yang tinggi sehingga dapat mengekstrak bahan
lebih banyak dibandingkan jenis pelarut organik yang lain. Pelarut yang
mempunyai gugus karboksil (alkohol) dan karbonil (keton) termasuk dalam
pelarut polar. Etanol mempunyai titik didih yang rendah dan cenderung aman.
Etanol juga tidak beracun dan berbahaya. Kelemahan penggunaan pelarut
etanol adalah etanol larut dalam air, dan juga melarutkan komponen lain seperti
karbohidrat, resin dan gum. Larutnya komponen ini mengakibatkan
berkurangnya tingkat kemurniannya. Keuntungan menggunakan pelarut etanol
dibandingkan dengan aseton yaitu etanol mempunyai kepolaran lebih tinggi
sehingga mudah untuk melarutkan senyawa resin, lemak, minyak, asam lemak,
karbohidrat, dan senyawa organik lainnya.
Sedangkan propilenglikol merupakan pelarut nonpolar yang dapat
praktis melarutkan senyawa nonpolar dengan tekanan yang sama melalui
interaksi dipol induksi. Pada praktikum ini, propilen glikol dapat berperan pula
sebagai wetting agent dimana propilen glikol dapat menurunkan sudut kontak
sehingga tegangan permukaan asam salisilat menjadi menurun dan kelarutan
asam salisilat menjadi lebih cepat. Dengan kata lain propilen glikol dapat
menambah kelarutan asam salisilat.
Pertama-tama yang dilakukan pada praktikum ini mengisi 7 tabung
reaksi dengan jumlah etanol yang bervariasi dimana tabung pertama menjadi
kosong, tabung kedua menjadi terisi 0,5 mL etanol, tabung ketiga menjadi
terisi 1mL etanol, tabung keempat menjadi terisi 1,5mL etanol, tabung kelima
menjadi terisi 3mL etanol, tabung keenam menjadi terisi 3,5mL etanol dan
tabung ketujuh menjadi berisi 4mL etanol. Kemudian ketujuh tabung reaksi
tersebut ditambahkan dengan propilenglikol dengan variasi yang berbeda
(kebalikan dari pemberian etanol). Pengisian tabul reaksi terebut memperoleh
bahwa tabung pertama hanya berisi propilenglikol 4mL sedangakn tabung
ketujuh hanya berisi etanol 4mL. Perlakuan etanol diletakkan dalam tabung
reaksi lebih dulu adalah karena menurut literatur bahwa propilen glikol dapat
larut dalam etanol. Pencegahan propilen glikol dilarutkan oleh etanol hal yang
dapat dilakukan adalah dengan meletakkan etanol berada dibawah propilen
glikol. Campuran etanol dan propillen glikol menandakan terjadi pengurangan
tingkat kemurnian dari etanol tersebut.
Dalam praktikum ini baik etanol maupun propilen glikol berfungsi
sebagai pelarut untuk melarutkan asam salisilat. Setelah ketujuh tabung reaksi
diisikan pelarut-pelarut dengan volume yang bervariasi kemudian masukkan
asam salisilat sebanyak satu gram untuk setiap tabung reaksi. Lalu ketujuh
tabung reaksi dikocok dan diaduk selama 30 menit sama rat untuk setiap
tabung reaksi. Hal ini ditujukan agar asam salisilat dapat bercampur
sepenuhnya dengan pelarut sehingga dapat ditentukan pada pelarut apa asam
salisilat lebih cepat larut.
Parameter kelarutan merupakan suatu konsep yang penting, yang
dapat digunakan sebagai parameter pemilihan pelarut. Penggunaan parameter
kelarutan dalam pemilihan pelarut adalah berdasar aturan kimia yang telah
dikenal yakni like dissolved like. Jika gaya antar molekul antara molekul
pelarut dan solut memiliki kekuatan yang mirip, maka pelarut tersebut
merupakan pelarut yang baik bagi solut tersebut.Selama praktikum pastikan
alat-alat kimia yang digunakan sudah kering dan terbebas dari air. Karena
dengan adanya sedikit air yang tersisa pada alat-alat kimia dapat
mempengaruhi kelarutan asam salisilat. Menurut literatur, aquadest merupakan
pelarut polar yang dimana dapat dengan mudah melarutkan senyawa polar.
Sedangkan asam salisilat memiliki gugus polar dari asam salisilat adalah gugus
-OH dan gugus nonpolar pada asam salisilat adalah gugus cincin benzen.
Struktur tersebut menyebabkan asam salisilat dapat larut pada
sebagian pelarut polar dan sebagian pada pelarut non polar. Namun, karena
memiliki gugus polar dan non polar sekaligus dalam satu gugus, asam salislat
sukar larut dengan sempurna pada pelarut polar saja atau pelarut non polar saja.
Asam salisilat sukar larut pada air yang merupakan pelarut polar, tetapi mudah
larut pada etanol yang merupakan pelarut semi polarsehingga ketika asam
salisilat bertemu dengan aquadest maka akan terjadi penumpukan busa yang
menandakan bahwa asam salisilat tidak dapat larut dalam aquadest. Terkecuali
terdapat kenaikan suhu pada aquadest, yang dimana kenaikan suhu pelarut
dapat meningkatkan kelarutan suatu zat. Hal inilah yang ditafsir membuat
praktikan mengalami kegagalan dalm praktikum yaitu karena adanya
penambahan air pada tabung reaksi.
Setelah asam salisilat dikocok dan diaduk selama 30 menit, kemudian
hasilnya disaring menggunaka kertas saringan dengan pori-pori kecil.
Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan zat terlarut dengan zat yang
mengendap. Dimana zat terlarut akan dititrasi dengan natrium hidroksida untuk
mengetahui kadar asam salisilat yang terlarut dalam pelarut tertentu. Titrasi
yang digunakan adalah titrasi asam basa atau dapat disebut pula titarsi
netralisasi. Titrasi ini dapat berlangsung antara asam kuat dengan basa kuat;
asam/basa lemah dengan asam/basa kuat. Pada praktiukum ini, asam salisilat
sebagai asam lemah dan natrium hidroksida sebagai basa kuat.
Seperti pada literatur bahwa natrium hidroksida merupakan larutan
baku sekunder yang berarti memiliki konsentrasi yang tidak stabil sehingga
harus dibakukan dengan larutan baku primer sebelum dipakai sebagai titran
untuk titrasi. Larutan baku primer yang digunakan adalah asam oksalat. Selain
itu pula hal yang harus diperhatikan dalam melarutkan natrium hidroksida
dalam aquadest harus dipastikan bahwa aquadest yang digunakan telah
terbebas dari karbondioksida. Bukan hanya itu, dalam menggunakan buret hal
yang harus diperhatikan adalah sebelum mengisi buret dengan larutan titran
adalah membilas buret dengan larutan titran terlebih dahulu agar tidak ada lagi
zat-zat atau senyawa lain yang ikut terbawa selama titrasi. Karena hal tersebut
dapat mempengaruhi kadar titrasi.
Untuk mengetahui bahwa reaksi berlangsung sempurna, maka
digunakan larutan indikator yang ditambahkan ke dalam larutan yang
dititrasi.Indikator yang digunakan pada praktikum kali ini adalah indikator
fenolftalein..Penentuan indikator PP ini dikarenakan larutan standar atau titran
yang digunakan adalah NaOH, dimana NaOH berpH basa dan rentang pH dari
indikator PP adalah 8,3-10 sehingga indikator PP ditentukan sebagai indikator
yang paling sesuai untuk titrasi netralisasi. Titik Ekuivalen dari titrasi ini
adalah ketika indikator menunjukkan perubahan warna menjadi merah muda.
Titik ekuivalen yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi
basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah
asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai titik
akhir titrasi.Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan,
kemudian dicatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan
tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi
titer maka bisa dihitung konsentrasi titran tersebut.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat
antara lain adalah : suhu, viskositas, pH, pengadukan, ukuran partikel,
polimorfisme dan sifat permukaan zat. Dengan semakin meningginya suhu
maka akan memperbesar kelarutan suatu zat yang bersifat endotermik serta
akan memperbesar harga koefisien zat tersebut. Turunnya viskositas suatu
pelarut, juga akan memperbesar kelarutan suatu zat. pH sangat mempengaruhi
kelarutan zat-zat yang bersifat asam maupun basa lemah. Zat yang bersifat basa
lemah akan lebih mudah larut jika berada pada suasana asam sedangkan asam
lemah akan lebih mudah larut jika berada pada suasana basa.
Semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaan zat tersebut akan
semakin meningkat sehingga akan mempercepat kelarutan suatu zat.
Polimorfisme dan sifat permukaan zat akan sangat mempengaruhi kelarutan
suatu zat, adanya polimorfisme seperti struktur internal zat yang berlainan,
akan mempengaruhi kelarutan zat tersebut dimana kristal metastabil akan lebih
mudah larut daripada bentuk stabilnya. Dengan adanya surfaktan dan sifat
permukaan zat yang hidrofob, akan menyebabkan tegangan permukaan antar
partikel menurun sehingga zat mudah terbasahi dan lebih mudah larut.
Pada praktikum kali ini, akan ditentukan pengaruh pengadukan
terhadap kecepatan disolusi atau kelarutan. Dimana secara umum, pengadukan
akan menyebabkan tebal lapisan difusi semakin tipis dimana semakin tipis
lapisan difusi maka akan mempercepat kelarutan suatu zat.
I. Simpulan
Konsep, proses pendukung, serta parameter kelarutan obat tidak dapat
diketahui melalui praktikum ini. Karena terdapat beberapa kesalahn dalam
praktikum yang dilakukan oleh praktikan salah satunya adalah dengan
penambahan aquadest pada campuran pelarut dan asam salisilat.
Daftar Pustaka

Ansel. 1985. Pengantar Bentuk Sedian Farmasi. Jakarta: UI Press


Genaro, R.A., 1990. Rhemingtons Pharmaceutical Science, 18th ed. USA: Mack
Printing Company.
Juliantara, Ketut. 2009. Kimia Larutan. Available at:
http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/18/kimia-larutan-kimia-dasar-
39481.html [diakses pada 10 Mei 2015 pukul 11.07]
Mahfuhz. 2014. Pengertian Larutan dan Konsep Kelarutan. Available at:
http://www.mystupidtheory.com/2014/10/pengertian-larutan-dan-konsep-
kelarutan.html [diakses pada 10 Mei 2015 pukul 10.45]
Martin, et all. 2009. Farmasi Fisik. Jakarta: UI Press
Shargel, Leon, B.C.YU, Andrew.2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan. Surabaya: Airlangga Univeersity Press.
Siswandono, Bambang Soekardjo. 1998. Prinsip-prinsip Rancangan Obat.
Surabaya: Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai