ASMA
Rosidah 260110150001
Shifa Hudzaifah 260110150002
Rena Choerunnisa 260110150003
Riska Nelinda 260110150004
Qisti Fauza 260110150005
Rossi Febriany 260110150006
Fairuzati Anisah 260110150007
Wiwit Nurhidayah 260110150008
Wichelia Nisya 260110150009
Fariza Fida M 260110150010
Lafie Urwatul W 260110150011
Risda Rahmi I 260110150012
Luthfi Utami S 260110150013
Chairunisa 260110150014
Fachreza Erdi P 260110150015
M Naufal 260110150016
Puty Prianti N 260110150017
M Irfan Fitriansyah 260110150018
Derif Aziz Abdullah260110150019
Rain Kihara B 260110150021
DEFINISI
Menurut Nelson (2007) asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronis yang
tersebut.
Asma merupakan sindrom yang kompleks dengan karakteristik obstruksi jalan nafas,
hiperresponsif bronkus dan inflamasi pada salur pernafasan (Busse dan Lemanske, 2001).
Asma menyerang kesemua bangsa dan etnik di seluruh dunia dan pada semua
peringkat usia, dengan prevalensi anak laki-laki lebih banyak berbanding anak perempuan dan
setelah pubertas, asma lebih banyak menyerang wanita berbanding pria (Fanta, 2009).
ANATOMI FISIOLOGIS
ANATOMI FISIOLOGI
FARING
Tabung yang
dibentuk oleh otot
rangka dan dilapisi oleh
membran mukosa
yang kontinu
dengan rongga
hidung. Dibagi
menjadi tiga wilayah
utama: nasofaring,
orofaring, dan
laringofaring.
ANATOMI FISIOLOGI
LARING
ALVEOLUS
(Betss, et al,)
EPIDERMIOLOGI ASMA
Angka kejadian asma di berbagai negara kecenderungan meningkat.
National Health Interview Survey di Amerika Serikat : 7,5 juta orang menderita
bronkhitis kronik, >2 juta orang menderita emfisema, dan 6,5 juta orang
menderita asma.
Laporan WHO menyebutkan lima penyakit paru utama 17,4% dari seluruh
kematian di seluruh dunia :
Infeksi paru 7,2%
PPOK 4,8%
Tuberkulosis 3,0%
Kanker paru/trakea/bronkus 2,1%
Asma 0,3%
Saat ini prevalensi asma masih tinggi.
Berdasarkan data WHO (2002) dan GINA (2011) : 300 juta orang menderita
asma dan diperkirakan tahun 2025 mencapai 400 juta.
Prevalensi penyakit asma : 1-18%
(Depkes RI, 2013)
PREVALENSI ASMA DI INDONESIA
2007 2013
Patofisiologi
Sel T2 mengomunikasikan ke Sel B. Sel B menginstruksikan
sitokin dan IL untuk memproduksi IgE
Sesak
Batuk dada
Gejala
Ekspirasi
Mengi sulit
Pernapasan
lambat
(PDPI, 2013).
Eksaserbasi asma adalah perburukan progresif dari sesak, batuk,
wheezing, dada terasa berat atau kombinasi dari beberapa gejala ini.
Eksaserbasi khas ditandai oleh penurunan aliran nafas ekspirasi yang
dapat diukur dengan pemeriksaan faal paru
Gejala eksaserbasi:
• Sesak bertambah
• Produksi sputum meningkat
• Perubahan warna sputum
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2010).
Gejala Asma yang dimiliki
Pasien
• Stage awal
- Mengalami gejala < 1 kali per minggu, tanpa gejala diluar
serangan, serangan singkat.
- Gejala malam kurang dari 2 kali sebulan.
- FAAL PARU = VEP : 80% nilai prediksi, APE = 80% nilai
terbaik. Variabilitas APE < 20%.
Gejala Asma yang timbul
Diawali dengan nyeri pada gigi, kemudian diberikan obat
aspirin sehingga menyebabkan Nafas lebih berat, sesak
disertai bunyi, gejala tersebut tidak seperti asma pada
biasanya. Obat yang digunakan untuk pengobatan asma
biasa, tidak menimbulkan efek.
FAKTOR RESIKO
• Berhubungan dengan • Berhubungan dengan
terjadinya asma serangan asma
Asap rokok Faktor nonspesifik
Debu rumah • Latihan fisik
Polusi udara • Flu biasa
Perubahan cuaca • Emosi
Jenis makanan
Alergi
(Laksana dan Khairun, 2015)
DIAGNOSIS DAN
PEMERIKSAAN KLINIS
• Pemeriksaan Klinis
(Riadi, 2012).
TERAPI FARMAKOLOGI
Antiinflamasi Bronkodilator
Teofilin
(methylxanthine)
Agen antikolinergik
(antagonis reseptor
muskarinik)
Pilihan terapi dan Mekanisme Kerja Obat Asma :
• 1. β2-Agonis
Stimulasi reseptor β2-Adrenergik mengaktifkan adenil siklase,
yang menghasilkan peningkatan siklik adenosin monofosfat
intraseluler. Hal ini menyebabkan relaksasi otot polos, stabilisasi
membran sel mast, dan stimulasi otot skeletal
Agonis β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol),
digunakan bersamaan dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol
jangka panjang terhadap gejala yang timbul pada malam hari.
Obat golongan ini juga dipergunakan untuk mencegah
bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik.
Agonis β2 kerja singkat (seperti albuterol, bitolterol, pirbuterol,
terbutalin) adalah terapi pilihan untuk menghilangkan gejala akut
dan bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik.
• 2. Metilsantin
Teofilin dapat menimbulkan bronkodilatasi dengan
menghambat fosfodiesterase, menyebabkan aktivitas
antiinflamasi dan nonbronchodilator lainnya melalui penurunan
pelepasan mediator sel mast, penurunan pelepasan protein
eosinofil, penurunan proliferasi T-limfosit, penurunan pelepasan
sitokin T-sel, dan penurunan eksudasi plasma
• 3. Antikolinergik
Ipratropium bromida dan tiotropium bromida merupakan
penghambat reseptor muskarinik yang kompetitif; Mereka
menghasilkan bronkodilatasi hanya pada bronkokonstriksi
kolinergik. Antikolinergik adalah bronkodilator yang efektif namun
tidak sekuat β2-agonis
(Dipiro et. all, 2009).
• 4. Kortikosteroid
Kortikosteroid meningkatkan jumlah reseptor β2-adrenergik dan
meningkatkan respons reseptor terhadap stimulasi β2-adrenergik,
sehingga mengurangi produksi lendir dan hipersekresi, mengurangi
hiperresponsif bronkus, dan mengurangi edema jalan nafas dan
eksudasi.
Contoh: Prednison, Metilprednisolon, Dexametason
• 6. Antileukotrien
Zafirlukast (Accolate) dan montelukast (Singulair) adalah antagonis
reseptor leukotrien oral yang mengurangi proinflammatory
(peningkatan permeabilitas mikrovaskuler dan edema jalan nafas) dan efek
bronkokonstriksi leukotrien D4.
(Dipiro et all, 2009).
Terapi Pengontrol Kombinasi :
Penambahan obat kontrol jangka panjang kedua untuk terapi
kortikosteroid inhalasi adalah satu pilihan pengobatan yang
direkomendasikan pada asma persisten sedang sampai berat.
Produk kombinasi inhaler tunggal yang mengandung fluticasone
propionate dan salmeterol (Advair) atau budesonide dan formoterol
(Symbicort) saat ini tersedia. Inhaler mengandung dosis kortikosteroid
inhalasi yang bervariasi dengan dosis tetap dari agonis aksi β2 lama.
agonis β2 jangka panjang memungkinkan pengurangan 50% pada dosis
kortikosteroid inhalasi pada kebanyakan pasien dengan asma persisten.
Terapi kombinasi lebih efektif daripada kortikosteroid inhalasi dosis tinggi
saja dalam mengurangi eksaserbasi asma pada pasien asma persisten.
Antagonis reseptor leukotrien juga berhasil sebagai terapi aditif pada pasien
yang tidak cukup terkontrol pada kortikosteroid inhalasi saja dan sebagai
terapi hemat kortikosteroid. Namun, besarnya manfaat ini kurang dari yang
dilaporkan dengan penambahan agonis agonis lama.
• (Dipiro et all, 2009).
Stepwise approach for managing asthma in Y
ouths >12 Years of Age and Adults
Persistent Asthma: Daily Medication
Intermittent
Consult with asthma specialist if step 4 care or higher is required.
Asthma
Consider consultation at step 3.
Step 5 Step 6
Step 4
Step 3 Preferred: Preferred:
Preferred:
Preferred: High-dose High-dose
Step 2 Medium-
Medium-dose ICS + LABA ICS + LABA +
Preferred: dose
ICS or AND oral
ICS + LABA
Step 1 Low-dose ICS Low-dose ICS Consider corticosteroid
Alternative:
Alternative: + LABA Omalizuma AND
Preferred Medium-
Cromolyn, Alternative: b for Consider
: dose
Nedocromil, Low-dose ICS + patients Omalizumab
SABA prn ICS + either
either LTRA, who for
LTRA, or LTRA,
Theophylline have patients who
Theophylline Theophylline
or Zileuton allergies have allergies
or Zileuton
Terapi yang disarankan
(Syafriani, 2015).
Terapi yang disarankan
1. β2-Agonis kerja singkat (Short Acting)
Salbutamol (Brondisal 2/Brondisal 4 = nama dagang)
Indikasi : Bronkopasme pada asma bronkial, bronkhitis kronik dan
emfisema.
Dosis : Dewasa dan anak > 12 tahun 2 – 4 mg, anak 6 – 12 tahun 2 mg
dan anak 2 – 6 tahun 1 – 2 mg. Semua dosis diberikan 3 – 4 x/hari.
PO : 1 jam AC dan 2 jam PC
P : Tirotoksisitas, hipertensi, penyakit jantung, hipertirodi DM. Hamil
trisemeter 1. Laktasi anak < 2 tahun. Lanjut usia.
ES : Tremor otot lurik utamnya di tangan, palpitasi, kejang otot, takikardia,
sakit kepala.
IO : efek dapat meningkat dengan MAOI. Efek dihambat dengan penyekat
beta.
(Syafriani, 2015).
Terapi yang disarankan
2. β2-Agonis kerja lama (Long Acting)
Formoterol fumarate 4,5 mcg (SYMBICORT)
Indikasi : Terapi reguler asma dan perlu terapi kombinasi dengan
kortikosteroid inhalasi dan Agonis Beta kerja panjang.
Dosis : Asma terapi pemeliharaan dan pereda.
Dewasa dan remaja ≥ 12 thn. Besar dosis tergantung dari gejala. Dosis 1
inhalasi (160/4.5 mcg) pada pagi dan sore atau dosis 2 inhalasi (80/4.5
mcg) pada pagi dan sore. Dosis pemiliharaan dapat diberikan 1 – 2
inhalasi 2 x/hari dari Symbicort 80/4,5 mcg atau 160/4.5 mcg tergantung
dari beratnya gejala
Anak ≥ 6 thn 1 inhalasi 1 x/hari Symbicort 80/4,5 mcg. Maks : 4 inhalasi
KI : Hipersentivitas
P : Asma akut berat
ES : Palpitasi, sakit kepala, tremor, kandidiasis oral, iritasi tenggorokan
yang bersifat ringan, batuk, suara serak.
IO : Turunan Azol, Penyekat Beta, kuinidin, antidepresan trisiklik, obat
SSP, alkohol, anestesi, glikosida digitalis
(Syafriani, 2015).
Terapi yang disarankan
4. Metilsantin
Theophylline (BUFABRON)
Indikasi : meredakan gejala dan mengobati asma bronkial
Dosis : Dewasa 1 kaps atau 1 sdm. Anak 6 – 12 thn 1 – 2 sdt. Semua dosis
diberikan 3 x/hari
PO : bisa diberikan bersama makanan untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada
GI
P : Hipoksemia, gagal hari, peny pernapasan kronik, hamil dan laktasi. Lanjut
usia, bayi dan anak.
ES : mual, muntah, nyeri epigastrium, sakit kepala, iritasi, insomnia, palpitasi,
takiaritma, takipnea, ruam kulit, hiperglikemia.
IO : simetidin, eritromisin, troleandomisin, kontrasepsi oral, derivat xantin,
rifampisin.
(Syafriani, 2015).
Obat – obat yang dilarang digunakan oleh
Penderita Asma
2. Beta Blockers
Beta-blockers adalah jenis obat-obatan yang diberikan oleh
dokter untuk mengatasi berbagai gangguan pda jantung, tekanan
darah tinggi, migraine, sakit kepala, dan glaukoma.
3. ACE Inhibitors
Obat-obatan jenis ini biasa digunakan untuk mengobati penyakit
jantung dan tekanan darah tinggi. Pemakaian obat-obatan ACE
inhibitor dapat memberi efek samping berupa batuk pada
pemakainya. Batuk inilah yang dikhawatirkan dapat memicu
kambuhnya penyakit asma.
(Tjay dan Rahardja, 2007).
Analysis Case
Untuk mengatasi nyeri pada gigi, dapat digunakan analgetik lain yang
lebih aman yaitu Antalgin (Metampiron) :
Antalgin (Metampiron)
Mekanism Of Action (MOA) : bekerja secara sental pada SSP, yakni
mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan rasa sakit dan termostat yang
mengatur suhu tubuh.
Indikasi : nyeri ringan hingga sedang, nyeri abdomen, sakit gigi, sakit akibat
kecelakaan, inflamasi
Dosis : 500 mg 1 – 3 x/hari
KI : alergi pada NSAID, bayi usia 4 bulan, hamil, hipotensi.
ES : radang lambung, hiperhidrosis keringat, retensi cairan, alergi berupa gatal
pada kulit
P : kelainan darah, gangguan ginjal, hati dan lakukan tes SGPT dan SGOT.
TERAPI NON FARMAKOLOGI
• Edukasi pasien
• Pengukuran peak flow meter
• Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus asma
• Pemberian oksigen
• Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-
anak
• Kontrol secara teratur
• Pola hidup sehat (penghentian merokok, menghindari obesitas,
kegiatan fisik seperti senam asma)
(Depkes RI, 2007).
Pembahasan Penyakit
Pada Pasien
Penyebab Perparahan Penyakit