Anda di halaman 1dari 64

KELAS K

ASMA
Rosidah 260110150001
Shifa Hudzaifah 260110150002
Rena Choerunnisa 260110150003
Riska Nelinda 260110150004
Qisti Fauza 260110150005
Rossi Febriany 260110150006
Fairuzati Anisah 260110150007
Wiwit Nurhidayah 260110150008
Wichelia Nisya 260110150009
Fariza Fida M 260110150010
Lafie Urwatul W 260110150011
Risda Rahmi I 260110150012
Luthfi Utami S 260110150013
Chairunisa 260110150014
Fachreza Erdi P 260110150015
M Naufal 260110150016
Puty Prianti N 260110150017
M Irfan Fitriansyah 260110150018
Derif Aziz Abdullah260110150019
Rain Kihara B 260110150021
DEFINISI
Menurut Nelson (2007) asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronis yang

terjadi di salur pernafasan sehingga menyebabkan penyempitan pada salur pernafasan

tersebut.

Asma merupakan sindrom yang kompleks dengan karakteristik obstruksi jalan nafas,

hiperresponsif bronkus dan inflamasi pada salur pernafasan (Busse dan Lemanske, 2001).

Asma menyerang kesemua bangsa dan etnik di seluruh dunia dan pada semua

peringkat usia, dengan prevalensi anak laki-laki lebih banyak berbanding anak perempuan dan

setelah pubertas, asma lebih banyak menyerang wanita berbanding pria (Fanta, 2009).
ANATOMI FISIOLOGIS
ANATOMI FISIOLOGI
FARING

Tabung yang
dibentuk oleh otot
rangka dan dilapisi oleh
membran mukosa
yang kontinu
dengan rongga
hidung. Dibagi
menjadi tiga wilayah
utama: nasofaring,
orofaring, dan
laringofaring.
ANATOMI FISIOLOGI
LARING

Struktur tulang rawan


yang lebih rendah daripada
laringofaring, menghubungkan
faring ke trakea dan
membantu mengatur volume
udara yang masuk dan keluar
dari paru-paru. Struktur laring
dibentuk oleh beberapa
bagian tulang rawan. Tiga
tulang rawan besar - tulang
rawan tiroid (anterior), epiglotis
(superior), dan tulang rawan
krikoid (inferior) - membentuk
struktur utama laring.
ANATOMI FISIOLOGI
TRAKEA (tenggorokan)

Memanjang dari laring ke


paru- paru. Dibentuk oleh
16 sampai 20 susun,
potongan berbentuk C dari
tulang rawan hialin yang
dihubungkan oleh jaringan
ikat padat.
ANATOMO FISIOLOGI
BRONKUS BRONKIOLUS

Dilapisi oleh epitel kolumnar Cabang dari bronkus, berdiameter sek


bersilang pseudostratifikasi yang itar 1 mm, Dinding otot bronkio
mengandung sel goblet lus tidak mengandung tulang raw
an seperti bronkus. Dinding beroto
penghasil lendir.
t ini bisa mengubah ukuran tubing unt
uk menambah atau menurunkan ali
ran udara melalui tabung.
ANATOMI FISIOLOGI
ZONA PERNAPASAN
ANATOMI FISIOLOGI
ALVEOLI

Saluran alveolar adalah tabung


yang terdiri dari otot polos dan
jaringan ikat.

ALVEOLUS

 Banyak kantung kecil seperti anggur


yang menenmpel pada saluran
alveolar
 Kantung alveolar berfungsi untuk
pertukaran gas
 Diameter 200 mm dengan dinding
elastis
ANATOMI FISIOLOGI
BAGIAN YANG TERSERANG
ANANTOMI FISIOLOGI
ANATOMI FISIOLOGI

(Betss, et al,)
EPIDERMIOLOGI ASMA
 Angka kejadian asma di berbagai negara kecenderungan meningkat.
 National Health Interview Survey di Amerika Serikat : 7,5 juta orang menderita
bronkhitis kronik, >2 juta orang menderita emfisema, dan 6,5 juta orang
menderita asma.
 Laporan WHO menyebutkan lima penyakit paru utama 17,4% dari seluruh
kematian di seluruh dunia :
 Infeksi paru 7,2%
 PPOK 4,8%
 Tuberkulosis 3,0%
 Kanker paru/trakea/bronkus 2,1%
 Asma 0,3%
 Saat ini prevalensi asma masih tinggi.
 Berdasarkan data WHO (2002) dan GINA (2011) : 300 juta orang menderita
asma dan diperkirakan tahun 2025 mencapai 400 juta.
 Prevalensi penyakit asma : 1-18%
(Depkes RI, 2013)
PREVALENSI ASMA DI INDONESIA

2007 2013

Depkes RI, 2013)


PATOFISIOLOGIS
• Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas.
• Berbagai sel inflamasi yang berperan adalah sel
mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil dan
sel epitel.
(Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007).
• Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan
sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran
napas pada pasien asma.
• Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik
pada asma intermiten maupun asma persisten.
• Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk
asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma
kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
• Aspirin dapat menyebabkan asma. Hal ini dipicu karena terjadinya
overproduksi leukotrien. Leukotrien merupakan senyawa yang
dibentuk dari asam arakidonat oleh enzim lipoksigenase.
Leukotrien ini menyebabkan bronkospasme atau bronkokontriksi
(penyempitan bronkus saluran nafas).
• Asam arakidonat disintesis menjadi prostaglandin, tromboksan,
prostasiklin oleh enzim COX dan sebagian lagi asam arakidonat
disintesis menjadi leukotrien oleh enzim lipoksigenase.
• Penghambatan yang spesifik terhadap enzimCOX oleh aspirin dan
obet golongan NSAIDs lainnya menyebabkan asam arakidonat
sepenuhnya disintesis menjadi leukotrien sehingga terjadi
overproduksi leukotrien.
• Kadar leukotrien yang meningkat akan menyebabkan
bronkokontriksi
(Sihotang,2016).
• Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis
dan saraf otonom.
• Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan
reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi).
• Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan
mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar,
nervus vagus dan epitel saluran napas.
(Rengganis, 2008).
MEKANISME TERJADINYA
ASMA
Alergen yang masuk kedalam saluran pernapasan,
dipresentasikan oleh APC kepada Sel T0. Sel T0 berdiferensiasi
menjadi sel T2.

Patofisiologi
Sel T2 mengomunikasikan ke Sel B. Sel B menginstruksikan
sitokin dan IL untuk memproduksi IgE

IgE akan berikatan dengan set mast atau sel-sel radang

Ikatan ini akan mengeluarkan mediator inflamasi.


Mempengaruhi organ sasaran untuk menginduksi
kontraksi otot polos

Permeabilitas dinding vaskular terjadi


GEJALA ASMA
Dispenia

Sesak
Batuk dada

Gejala

Ekspirasi
Mengi sulit

Pernapasan
lambat

(PDPI, 2013).
Eksaserbasi asma adalah perburukan progresif dari sesak, batuk,
wheezing, dada terasa berat atau kombinasi dari beberapa gejala ini.
Eksaserbasi khas ditandai oleh penurunan aliran nafas ekspirasi yang
dapat diukur dengan pemeriksaan faal paru
Gejala eksaserbasi:
• Sesak bertambah
• Produksi sputum meningkat
• Perubahan warna sputum
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2010).
Gejala Asma yang dimiliki
Pasien
• Stage awal
- Mengalami gejala < 1 kali per minggu, tanpa gejala diluar
serangan, serangan singkat.
- Gejala malam kurang dari 2 kali sebulan.
- FAAL PARU = VEP : 80% nilai prediksi, APE = 80% nilai
terbaik. Variabilitas APE < 20%.
Gejala Asma yang timbul
Diawali dengan nyeri pada gigi, kemudian diberikan obat
aspirin sehingga menyebabkan Nafas lebih berat, sesak
disertai bunyi, gejala tersebut tidak seperti asma pada
biasanya. Obat yang digunakan untuk pengobatan asma
biasa, tidak menimbulkan efek.
FAKTOR RESIKO
• Berhubungan dengan • Berhubungan dengan
terjadinya asma serangan asma
 Asap rokok  Faktor nonspesifik
 Debu rumah • Latihan fisik
 Polusi udara • Flu biasa
 Perubahan cuaca • Emosi
 Jenis makanan
 Alergi
(Laksana dan Khairun, 2015)
DIAGNOSIS DAN
PEMERIKSAAN KLINIS
• Pemeriksaan Klinis

 Harus dilakukan anamnesis secara rinci, menentukan adanya episode


gejala dan obstruksi saluran napas.
 Pada pemeriksaan fisis: perubahan cara bernapas dan terjadi
perubahan bentuk anatomi toraks.
 Pada inspeksi: napas cepat, kesulitan bernapas, menggunakan otot
napas tambahan di leher, perut dan dada.
 Pada auskultasi: mengi dan ekspirasi memanjang.
(Rengganis, 2008).
DIAGNOSIS DAN
PEMERIKSAAN KLINIS
• Pemeriksaan Penunjang

1. Peak Expiratory Flow Meter/PFM/PEF


 Alat pengukur faal paru sederhana (murah, mudah digunakan) untuk
mengukur jumlah udara yang berasal dari paru.
 Pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM) diperlukan untuk
menegakkan diagnosis asma
 Untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur saluran napas
besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik
 APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat
melakukan pemeriksaan FEV1 (APE tidak selalu berkorelasi dengan
parameter pengukuran faal paru dan derajat berat obstruksi.
(Gotzsche dan Johansen. 2008).
 Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa gangguan sumbatan
jalan napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa. Dengan PEF meter fungsi
paru yang dapat diukur adalah arus puncak ekspirasi (APE).
 Cara pemeriksaan APE dengan PEF meter adalah sebagai berikut :
 Penuntun meteran dikembalikan ke posisi angka 0. Pasien diminta untuk menghirup
napas dalam, kemudian diinstruksikan untuk menghembuskan napas dengan sangat
keras dan cepat ke bagian mulut alat tersebut, sehingga penuntun meteran akan
bergeser ke angka tertentu. Angka tersebut adalah nilai APE yang dinyatakan dalam
liter/menit.
 Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi. Selain itu juga
dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan perbaikan nilai APE > 15 %
setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari,
atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
 Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda
nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20% (Depkes RI, 2007).
 Cara pemeriksaan variabilitas APE
Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan
malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.

(Depkes RI, 2007).


• Pemeriksaan Penunjang
2. Spirometer
 Alat pengukur faal paru untuk menegakkan diagnosis dan untuk menilai beratnya obstruksi dan
efek pengobatan (direkomendasikan karena lebih sensitif dibanding PFM (GINA, 2006).
 Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien
sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien.
 Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa.
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP <
75%. Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu adanya perbaikan
VEP1 > 15 % secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah
pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2
minggu (Depkes RI, 2007).
3. X-ray dada/thorax
 Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan
asma.
4. Pemeriksaan IgE
 Uji tusuk kulit (skin prick test) menunjukkan adanya antibodi IgE
spesifik pada kulit (penyokong anamnesis dan mencari faktor
pencetus). Uji alergen positif tidak selalu merupakan penyebab
asma
 Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan
radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak
dapat dilakukan (pada dermographism)
(GINA, 2006).
• Pemeriksaan Penunjang
5. Petanda inflamasi

 Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas melalui biopsi paru, pemeriksaan


sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan
napas.
 Analisis sputum menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl
Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma.
6. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB
 Test provokasi bronkial menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik (jika
FEV1 >90%), namun dapat menimbulkan obstruksi saluran napas pada penderita
yang sensitif.
 Respons sejenis dengan dosis yang lebih besar, terjadi pada subyek alergi tanpa
asma.
 Tes provokasi nonspesifik: latihan jasmani, inhalasi udara dingin/kering, histamin, dan
metakolin.
(GINA, 2006).
Tujuan Terapi
 Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
 Mencegah eksaserbasi akut
 Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
 Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
 Menghindari efek samping obat
 Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
 Mencegah kematian karena asma

(Riadi, 2012).
TERAPI FARMAKOLOGI
Antiinflamasi Bronkodilator

Untum mengontrol β2 Agonis


penykit serta adrenergik
mencegah serangn (simpatomimetik)

Teofilin
(methylxanthine)

Agen antikolinergik
(antagonis reseptor
muskarinik)
Pilihan terapi dan Mekanisme Kerja Obat Asma :
• 1. β2-Agonis
 Stimulasi reseptor β2-Adrenergik mengaktifkan adenil siklase,
yang menghasilkan peningkatan siklik adenosin monofosfat
intraseluler. Hal ini menyebabkan relaksasi otot polos, stabilisasi
membran sel mast, dan stimulasi otot skeletal
 Agonis β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol),
digunakan bersamaan dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol
jangka panjang terhadap gejala yang timbul pada malam hari.
Obat golongan ini juga dipergunakan untuk mencegah
bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik.
 Agonis β2 kerja singkat (seperti albuterol, bitolterol, pirbuterol,
terbutalin) adalah terapi pilihan untuk menghilangkan gejala akut
dan bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik.
• 2. Metilsantin
 Teofilin dapat menimbulkan bronkodilatasi dengan
menghambat fosfodiesterase, menyebabkan aktivitas
antiinflamasi dan nonbronchodilator lainnya melalui penurunan
pelepasan mediator sel mast, penurunan pelepasan protein
eosinofil, penurunan proliferasi T-limfosit, penurunan pelepasan
sitokin T-sel, dan penurunan eksudasi plasma

• 3. Antikolinergik
 Ipratropium bromida dan tiotropium bromida merupakan
penghambat reseptor muskarinik yang kompetitif; Mereka
menghasilkan bronkodilatasi hanya pada bronkokonstriksi
kolinergik. Antikolinergik adalah bronkodilator yang efektif namun
tidak sekuat β2-agonis
(Dipiro et. all, 2009).
• 4. Kortikosteroid
 Kortikosteroid meningkatkan jumlah reseptor β2-adrenergik dan
meningkatkan respons reseptor terhadap stimulasi β2-adrenergik,
sehingga mengurangi produksi lendir dan hipersekresi, mengurangi
hiperresponsif bronkus, dan mengurangi edema jalan nafas dan
eksudasi.
 Contoh: Prednison, Metilprednisolon, Dexametason

• 5. Penstabil sel mast


 Sodium Cromolyn dan sodium nedocromil memiliki efek
menguntungkan yang diyakini dihasilkan dari stabilisasi membran sel mast.
Mereka menghambat respon terhadap tantangan alergen dan juga EIB
namun tidak menyebabkan bronkodilatasi.

• 6. Antileukotrien
 Zafirlukast (Accolate) dan montelukast (Singulair) adalah antagonis
reseptor leukotrien oral yang mengurangi proinflammatory
(peningkatan permeabilitas mikrovaskuler dan edema jalan nafas) dan efek
bronkokonstriksi leukotrien D4.
(Dipiro et all, 2009).
Terapi Pengontrol Kombinasi :
 Penambahan obat kontrol jangka panjang kedua untuk terapi
kortikosteroid inhalasi adalah satu pilihan pengobatan yang
direkomendasikan pada asma persisten sedang sampai berat.
 Produk kombinasi inhaler tunggal yang mengandung fluticasone
propionate dan salmeterol (Advair) atau budesonide dan formoterol
(Symbicort) saat ini tersedia. Inhaler mengandung dosis kortikosteroid
inhalasi yang bervariasi dengan dosis tetap dari agonis aksi β2 lama.
agonis β2 jangka panjang memungkinkan pengurangan 50% pada dosis
kortikosteroid inhalasi pada kebanyakan pasien dengan asma persisten.
Terapi kombinasi lebih efektif daripada kortikosteroid inhalasi dosis tinggi
saja dalam mengurangi eksaserbasi asma pada pasien asma persisten.
 Antagonis reseptor leukotrien juga berhasil sebagai terapi aditif pada pasien
yang tidak cukup terkontrol pada kortikosteroid inhalasi saja dan sebagai
terapi hemat kortikosteroid. Namun, besarnya manfaat ini kurang dari yang
dilaporkan dengan penambahan agonis agonis lama.
• (Dipiro et all, 2009).
Stepwise approach for managing asthma in Y
ouths >12 Years of Age and Adults
Persistent Asthma: Daily Medication
Intermittent
Consult with asthma specialist if step 4 care or higher is required.
Asthma
Consider consultation at step 3.

Step 5 Step 6
Step 4
Step 3 Preferred: Preferred:
Preferred:
Preferred: High-dose High-dose
Step 2 Medium-
Medium-dose ICS + LABA ICS + LABA +
Preferred: dose
ICS or AND oral
ICS + LABA
Step 1 Low-dose ICS Low-dose ICS Consider corticosteroid
Alternative:
Alternative: + LABA Omalizuma AND
Preferred Medium-
Cromolyn, Alternative: b for Consider
: dose
Nedocromil, Low-dose ICS + patients Omalizumab
SABA prn ICS + either
either LTRA, who for
LTRA, or LTRA,
Theophylline have patients who
Theophylline Theophylline
or Zileuton allergies have allergies
or Zileuton
Terapi yang disarankan

Pilihan terapi untuk pasien yaitu :


1. Salbutamol : 4 mg 3 x/hari 1 jam a.c atau 2 jam p.c
2. Folmoterol Fumarate 4,5 mcg : 1 Inhalasi (160/4,5 mcg) 2 x/hari
pada Pagi dan Sore (tergantung dari beratnya gejala asma)
3. Fluticasone propionate : 1 Inhalasi/Nebulizer (500 mcg) 2 x/hari
4. Theophylline : 1 Kapsul 3 x/hari

(Syafriani, 2015).
Terapi yang disarankan
1. β2-Agonis kerja singkat (Short Acting)
Salbutamol (Brondisal 2/Brondisal 4 = nama dagang)
Indikasi : Bronkopasme pada asma bronkial, bronkhitis kronik dan
emfisema.
Dosis : Dewasa dan anak > 12 tahun 2 – 4 mg, anak 6 – 12 tahun 2 mg
dan anak 2 – 6 tahun 1 – 2 mg. Semua dosis diberikan 3 – 4 x/hari.
PO : 1 jam AC dan 2 jam PC
P : Tirotoksisitas, hipertensi, penyakit jantung, hipertirodi DM. Hamil
trisemeter 1. Laktasi anak < 2 tahun. Lanjut usia.
ES : Tremor otot lurik utamnya di tangan, palpitasi, kejang otot, takikardia,
sakit kepala.
IO : efek dapat meningkat dengan MAOI. Efek dihambat dengan penyekat
beta.
(Syafriani, 2015).
Terapi yang disarankan
2. β2-Agonis kerja lama (Long Acting)
Formoterol fumarate 4,5 mcg (SYMBICORT)
Indikasi : Terapi reguler asma dan perlu terapi kombinasi dengan
kortikosteroid inhalasi dan Agonis Beta kerja panjang.
Dosis : Asma terapi pemeliharaan dan pereda.
Dewasa dan remaja ≥ 12 thn. Besar dosis tergantung dari gejala. Dosis 1
inhalasi (160/4.5 mcg) pada pagi dan sore atau dosis 2 inhalasi (80/4.5
mcg) pada pagi dan sore. Dosis pemiliharaan dapat diberikan 1 – 2
inhalasi 2 x/hari dari Symbicort 80/4,5 mcg atau 160/4.5 mcg tergantung
dari beratnya gejala
Anak ≥ 6 thn 1 inhalasi 1 x/hari Symbicort 80/4,5 mcg. Maks : 4 inhalasi
KI : Hipersentivitas
P : Asma akut berat
ES : Palpitasi, sakit kepala, tremor, kandidiasis oral, iritasi tenggorokan
yang bersifat ringan, batuk, suara serak.
IO : Turunan Azol, Penyekat Beta, kuinidin, antidepresan trisiklik, obat
SSP, alkohol, anestesi, glikosida digitalis
(Syafriani, 2015).
Terapi yang disarankan

3. Preparat Inhalasi yang mengandung Kortikosteroid

Fluticasone propionate (FLIXOTIDE NEBULES)


Indikasi : meredakan gejala dan ekserbasi asma pada pasien yang sebelumnya
diterapi dengan bronkodilator saja atau dengan terapi profilaksis lain. Profilaksis asma
berat pada dewasa dan remaja > 16 thn. Terapi eksaserbasi akut asma ringan s/d
sedang pada anak dan remaja 4 – 16 thn.
Dosis : Dewasa dan remaja > 16 thn 500 – 2000 mcg 2 x/hari. Anak dan remaja 4 –
16 thn 1000 mcg 2 x/hari.
P : tidak untuk serangan akut tapi untuk penanganan rutin jangka panjang. Monitor
tinggi badan anak pada terapi jangka panjang. Pasien yang diterapi dengan steroid
sistemik sebelumnya. Hindari penghentian terapi secara mendadak. TB paru aktif atau
laten.
ES : Kandidiasis pada mulut dan tenggorokan, suara serak, bronkopasme
paradoksikal, reaksi alergi pada kulit, supresi adrenal, retardasi pertumbuhan,
penurunan densitas mineral tulang, katarak dan glaukoma.
(Syafriani, 2015).
Terapi yang disarankan

4. Metilsantin

Theophylline (BUFABRON)
Indikasi : meredakan gejala dan mengobati asma bronkial
Dosis : Dewasa 1 kaps atau 1 sdm. Anak 6 – 12 thn 1 – 2 sdt. Semua dosis
diberikan 3 x/hari
PO : bisa diberikan bersama makanan untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada
GI
P : Hipoksemia, gagal hari, peny pernapasan kronik, hamil dan laktasi. Lanjut
usia, bayi dan anak.
ES : mual, muntah, nyeri epigastrium, sakit kepala, iritasi, insomnia, palpitasi,
takiaritma, takipnea, ruam kulit, hiperglikemia.
IO : simetidin, eritromisin, troleandomisin, kontrasepsi oral, derivat xantin,
rifampisin.
(Syafriani, 2015).
Obat – obat yang dilarang digunakan oleh
Penderita Asma

1. Aspirin dan obat Analgetik lainnya


10 hingga 20 persen penderita asma sangat sensitif terhadap aspirin
dan obat-obatan pereda nyeri lainnya yang tergolong pada non-steroidal
anti-inflammatory drugs (NSAIDS). Selain aspirin, obat-obatan yang
tergolong pada NSAIDS adalah ibuprofen dan naproxen yang biasa
digunakan untuk menurunkan demam dan meredakan nyeri.
Penderita asma yang sensitif dengan aspirin harus benar-benar
menghindari konsumsi obat-obatan yang mengandung aspirin karena bila
tidak, serangan penyakit asmanya akan lebih buruk dan fatal. Untuk
mengganti penggunaan aspirin, penderita asma dapat mengkonsumsi
obat-obatan yang mengandung acetaminophen seperti Tylenol.
(Tjay dan Rahardja, 2007).
Obat – obat yang dilarang digunakan oleh Penderita
Asma

2. Beta Blockers
Beta-blockers adalah jenis obat-obatan yang diberikan oleh
dokter untuk mengatasi berbagai gangguan pda jantung, tekanan
darah tinggi, migraine, sakit kepala, dan glaukoma.
3. ACE Inhibitors
Obat-obatan jenis ini biasa digunakan untuk mengobati penyakit
jantung dan tekanan darah tinggi. Pemakaian obat-obatan ACE
inhibitor dapat memberi efek samping berupa batuk pada
pemakainya. Batuk inilah yang dikhawatirkan dapat memicu
kambuhnya penyakit asma.
(Tjay dan Rahardja, 2007).
Analysis Case

1. Pasien harus berhenti mengonsumsi obat aspirin (Asam Asetil


salisilat) dan Klindamisin, karena kedua obat ini dapat
menyebabkan kondisi asmanya semakin parah, sehingga
mengganggu proses pengobatan asma.
2. Klindamisin dihentikan penggunaannya karena Kontra Indikasi
dengan pasien ASMA dan juga dapat menyebabkan resistensi,
karena nyeri gigi yang terjadi belum tentu disebabkan oleh adanya
infeksi bakteri
3. Maka terapi tambahan untuk mengatasi nyeri pada gigi adalah obat
yang mengandung zat aktif parasetamol yang bekerja secara
simptomatik dan digunakan jika terjadi nyeri kembali.
(Syafriani, 2015).
Analysis Case

Untuk mengatasi nyeri pada gigi, dapat digunakan analgetik lain yang
lebih aman yaitu Antalgin (Metampiron) :
Antalgin (Metampiron)
Mekanism Of Action (MOA) : bekerja secara sental pada SSP, yakni
mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan rasa sakit dan termostat yang
mengatur suhu tubuh.
Indikasi : nyeri ringan hingga sedang, nyeri abdomen, sakit gigi, sakit akibat
kecelakaan, inflamasi
Dosis : 500 mg 1 – 3 x/hari
KI : alergi pada NSAID, bayi usia 4 bulan, hamil, hipotensi.
ES : radang lambung, hiperhidrosis keringat, retensi cairan, alergi berupa gatal
pada kulit
P : kelainan darah, gangguan ginjal, hati dan lakukan tes SGPT dan SGOT.
TERAPI NON FARMAKOLOGI
• Edukasi pasien
• Pengukuran peak flow meter
• Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus asma
• Pemberian oksigen
• Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-
anak
• Kontrol secara teratur
• Pola hidup sehat (penghentian merokok, menghindari obesitas,
kegiatan fisik seperti senam asma)
(Depkes RI, 2007).
Pembahasan Penyakit
Pada Pasien
Penyebab Perparahan Penyakit

• Mengkonsumsi obat asam asetil salisilat berpengaruh terhadap asma.

• Mekanisme aspirin menyebabkan asma karena adanya kelainan dalam


pengolahan tubuh asam arakidonat.

• Asam arakidonat merupakan bagian integral dari respon inflamasi


alami, melekat disetiap makhluk hidup.

• Aspirin ini menghambat produksi prostaglandin, suatu zat yang


membantu untuk menahan respon inflamasi. Akibatnya tubuh akan
memproduksi leukotrien yang menyebabkan peradangan yang tidak
teratur, khususnya dalam tubuh sistem bronkial.
• Mengkonsumsi Klindamisin adalah sebagai obat antibiotik untuk
infeksi pada gigi yang sudah tidak dapat ditangani oleh antibiotik
lainnya.
• Pemakaian klindamisin pada pasien sudah sesuai dengan dosis 150
mg 3 x 1.
• Klindamisin tidak ada pengaruh terhadap penyakit asma yang
diderita oleh pasien. Hanya ada peringatan untuk wanita hamil, atau
merencanakan hamil, anak-anak, menderita gangguan pencernaan,
penyakit hati dan ginjal, reaksi alergi, atau over dosis.
Riwayat Penyakit Pasien
• Stage awal
- Mengalami gejala < 1 kali per minggu, tanpa gejala
diluar serangan, serangan singkat.
- Gejala malam kurang dari 2 kali sebulan.
- FAAL PARU = VEP : 80% nilai prediksi, APE = 80% nilai
terbaik. Variabilitas APE < 20%.
Diawali dengan nyeri pada gigi, kemudian diberikan obat
aspirin sehingga menyebabkan Nafas lebih berat, sesak
disertai bunyi, gejala tersebut tidak seperti asma pada
biasanya. Obat yang digunakan untuk pengobatan asma
biasa, tidak menimbulkan efek.
Saran terapi yang kami
simpulkan
• Menyarankan untuk penghentian penggunaan asam
asetil salisilat karena dapat menghampat COX-2
sehingga obat ini dapat menyebabkan kondisi asmanya
semakin parah, dan mengganggu proses pengobatan
asma.
Terapi pengobatan
• Segera memberikan inhalasi oksigen untuk menjaga saturasi agar
oksigen arteri berada diatas 95%

• Pemberian obat kortikosteroid :


 Prednison
Dosis : 1-2 mg/kg BB perhari secara oral selama 3-10 hari

• Beta2 agonist (bronkodilator)


Formaterol fumarate 4,5 mcg
Dosis :
– Dewasa dan remaja ≥ 12 thn. Besar dosis tergantung dari gejala. Dosis 1
inhalasi (160/4.5 mcg) pada pagi dan sore atau dosis 2 inhalasi (80/4.5 mcg)
pada pagi dan sore. Dosis pemiliharaan dapat diberikan 1 – 2 inhalasi 2 x/hari
dari Symbicort 80/4,5 mcg atau 160/4.5 mcg tergantung dari beratnya gejala
KI : Hipersentivitas
MONITORING
• Monitoring tanda dan gejala
• Monitoring fungsi organ paru-paru
• Monitoring kualitas hidup
• Monitoring kepatuhan pasien dalam pengobatan
• Monitoring efek samping
KONSELING
1. Mempersilahkan duduk pada pasien
2. Memperkenalkan diri sebagai Apoteker
3. Skrining resep :
– Harus ditanyakan resep ini untuk siapa ? karena bisa jadi orang yang
dihadapi adalah keluarganya
– Administrasi (identitas) berupa Nama, usia, alamat rumah dan pekerjaan
pasien.
– Farmakologi dan farmasetika dari resep
4. Three frime question : apa kata dokter tentang obatnya,
penggunaannya dan harapan setelah minum obat.
5. Meminta izin waktu untuk konseling dan apakah pasien bersedia.
6. Assestment khusus untuk Asma :
- Keluhan apa yang dirasakan dan sudah berapa lama?
- Apakah adaa orang tua/saudara yang memiliki penyakit asma
(keturunan/genetik) ?
- Apakah pasien perokok aktif atau pernah minum alkohol ?
- Apakah ada riwayat penyakit lain selain asma ?
- Apakah sedang menggunakan obat lain selain obat yang
diresepkan ?
- Apakah ada alergi terhadap obat/makanan dan makanan apa
yang biasa dikonsumsi ?
7. Resolution (pemberian Informasi Obat) meliputi :
Indikasi; Dosisnya serta cara penggunaannya (peroral, Inhaler, nebulizer);
Kontraindikasi; Peringatan; Efek samping; Interaksi obat dan Penyimpanan obat.
8. Jika terjadi efek samping atau hal apapun terkait pengobatan segera
konsultasi dengan Apotekernya.
9. Meminta pasien untuk mengulangi kembali informasi yang diberikan, pasien
harus tahu Obatnya, Kegunaan, Cara penggunaan dan Penyimpanannya
10. Jika ingin menggunakan herbal seperti jahe dan madu dapat digunakan
selang 1 atau 2 jam setelah menggunakan obat asma.
11. Memberitahu pasien untuk menghentikan Aspirin dan Klindamisin karena
dapat memperburuk asma dan untuk meredakan nyeri giginya diberikan saran
terapi berupa Antalgin (Metampiron).
12. Meminta pasien untuk memberi tahu keluarganya bahwa pasien sedang
mendapatkan pengobatan asma.
13. Memberikan saran terapi Non farmakologi (gaya hidup, olahraga, makanan,
dll) agar terapi berjalan baik dan kualitas hidup pasien meningkat dan
memberi saran untuk kontrol kembali pada Dokter setelah menjalani
pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Betts, J. Gordon., Peter Desaix, Eddie Johnson, Jody E. Johnson, Oksana Korol, Dean Kruse, Brandon Poe, James
A. Wise, Mark Womble and Kelly A. Young. Anatomy And Physiology. Texas: OpenStax
Collage-Rice University.
Busse, W.W. and Lemanske, R.F., Jr. 2001. Asthma. N Engl J Med, 344(5):350– 62.
Depkes RI. 2007. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. Jakarta : Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Dipiro, J. T., et al. 2011. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Eighth Edition. New York: Mc-
Graw Hill.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2007. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. [online]. Tersedia online di
http://binfar.kemkes.go.id/v2/wp-content/uploads/2014/02/PC_ASMA.pdf [Diakses pada 18 Mei 2017].
Fanta, C.H. Asthma. N Engl J Med. 2009;360:1002. Available from : http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/10/1002. [Diakses
pada 18 Mei 2017].
Gøtzsche, P.C. dan H.K. Johansen. 2008. House Dust Mite Control Measures for Asthma: Systematic Review. Allergy,
Vol.63 No.6 (646-659).
Laksana, Mukhamad A dan Khairun Nisa B. 2015. Faktor-Faktor yang Berpegaruh pada Timbullnya Kejadian Sesak Napas
Penderita Asma Bronkial. Jurnal Majory : Vol.4, No.9.
Nelson.2007 Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta
PDPI. 2003. Asma, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Available at
http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html#RINGKASAN [Diakses 11 Mei 2017].
PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2010. ASMA Pedoman Praktis Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI
Rengganis, Iris. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol.58, No.11 (444- 451).
Riadi, Muchlisin. 2012. Pengobatan Penyakit Asma. Tersedia Online di http://www.kajianpustaka.com/2012/11/pengobatan-
penyakit-asma.html [11 Mei 2017].
Sihotang,Yosua Maranatha.2016.Penggunaan Aspirin (Aspilet). [online]. Tersedia online di
http://www.maranathafarma.id/2016/12/aspirin-aspilet.html [Diakses 18 Mei 2017].
Syafriani, Sunny. 2015. MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 14. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer (Kelompok
Gramedia).
Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. 2007. OBAT – OBAT PENTING Khasiat, Penggunaan dan Efek – efek
Sampingnya. EDISI KE ENAM. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
https://www.nhlbi.nih.gov/healthpro/guidelines/current/asthma-guidelines/full-report

Anda mungkin juga menyukai