Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PATOFISIOLGI

GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

Disusun Oleh:

1. Agustina (180105003)
2. Atthabarani Aszahro (180105017)
3. Puput Dwi Agustianingsih (180105079)
4. Putri Dewi Lestari (180105080)
5. Wiji Asih Andriyani (180105104)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini guna untuk memenuhi
tugas mata kuliah Patofisiologi. Kami berharap isi makalah ini dapat bermanfaat
menambah wawasan dan pengetahuan. Serta pembaca dapat mengetahui tentang
Gangguan Sistem Pernafasan.
Kami menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Karena itu, kami sangat mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk
melengkapi segala kekurangan dan kesalahan dari makalah ini.

Purwokerto, 13 Desember 2019

Tim penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bernapas merupakan proses vital bagi makhluk hidup. Seluruh makhluk


hidup bernapas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk manusia.
Manusia bernapas untuk memenuhi kebutuhan kadar oksigen yang diperlukan
oleh tubuhnya. Oksigen tersebut digunakan oleh setiap sel dalam tubuh manusia
untuk melakukan proses metabolisme, sehingga karbondioksida dan air yang
harus dikeluarkan. Pada proses bernafas berlangsung secara bergantian, pertama
manusia menghirup udara untuk memperoleh oksigen disebut dengan proses
inspirasi dan kedua menghembuskan nafas untuk mengeluarkan karbondioksida
dan air disebut dengan proses ekspirasi. Saluran jalan nafas pada manusia, yaitu :
hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkeolus. Proses bernapas terjadi
antara sadar dan tidak sadar, karna dalam bernapas merupakan proses yang
otomatis. Pernapasan tersusun atas organ yang berbeda, tidak menutup
kemungkinan organ ini dapat mengalami masalah yang bisa mengganggu proses
pernafasan baik itu ringan ataupun berat. Gangguan ini akan menyebabkan
kesulitan bernapas pada penderitanya dan dalam jangka waktu yang panjang
gangguan ini akan mempengaruhi metabolisme tubuh si penderitanya. Gangguan
pada paru dapat berupa yang obstruktif ataupun restriktif. Gangguan paru
obstruktif biasanya terjadi pada jalan nafas itu sendiri atau organ paru itu sendiri,
dikenal dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Sedangkan retriksi
gangguannya berasal dari luar atau dalam paru-paru. Dikenal dengan Penyakit
Paru Restriksi (PPR). Masing-masing penyakit ini memiliki karakteristiknya
tersendiri (Basuki, 2009).

Penyakit paru muncul akibat gangguan ventilasi yang dapat


diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu tipe restriktif dan obstruktif. Penyakit paru
restriktif merupakan penyakit paru yang insidennya lebih jarang dan hanya dalam
jumlah terbatas yang bersifat reversibel. Penyakit paru restriktif juga dapat
diterjadi secara bersama - sama dengan penyakit paru obstruktif. Penyakit paru
restriktif ditandai dengan gangguan pada parenkim, pleura, dinding thorax atau
neuromuskular dan menyebabkan menurunnya Total Lung Capacity (TLC).
Sedangkan pada penyakit paru obstruktif contohnya asma dan COPD (Chronic
Obstructif Pulmonary Disease), terjadi peningkatan TLC. Penyakit paru restriktif
yang disebabkan oleh karena parenkim paru yaitu berkurangnya transfer oksigen,
yang ditandai dengan terjadinya desaturasi setelah latihan (Philip, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana gangguan system pernafasan obstruktif?
2. Bagaimana penyakit pernafasan restriktif?
3. Bagaimana edema dan emboli pulmonary?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan tentang gangguan system pernafasan obstruktif.
2. Menjelakan tentang penyakit pernafasan restriktif.
3. Menjelaskan tentang edema dan emboli pulmonary.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN OBSTRUKTIF

A. Bentuk-Bentuk Penyakit Penafasan

Penyakit-penyakit pernafasan diklasifikasikan berdasarkan etiologi, letak


anatomis, sifat kronik penyakit dan prubahan-perubahan struktur serta fungsi.
Dalam bab ini dan bab-bab berikutnya penyakit-penyakit pernafasan akan
diklasifikasikan sesuai disfungsi ventilasi dan akan dibagi dalam dua kategori:
penyakit-penyakit yang terutama menyebabkan gangguan ventilasi obstruktif dan
penyakit penyakit yang menyebabkan gangguan ventilasi restriktif.

B. Penyakit Paru-Paru Obstruktif Menahun

Penyakit paru-paru obstruktif menahun (PPOM) merupakan suatu istilah


yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung
lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu
kesatuan yang dikenal dengan sebutan PPOM adalah: bronchitis kronik, efisema
paru-paru dan asma bronkial.

1. Asma
Istilah asma berasal dari kataYunani yang artinya “terengah-engah”
dan berarti serangan nafas pendek. Asma merupakan suatu penyakit yang
dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap
berbagai jenis rangsangan. Keadaan bermanifestasi sebagai penyempitan
saluran-saluran napass secara periodic dan reversible akibat
bronkospasme.
Asma dapat dibagi dalam 3 kategori, Asma ekstrinsik, atau alergik,
ditemukan sejumlah kecil pasien dewasa, dan disebabkan oleh allergen
yang diketahui. Asma alergik disebabkan karena kepekaan individu
terhadap alergen, biasanya protein dalam bentuk serbuk sari yang dihirup,
bulu halus binatang, terhadap makanan dan lain-lain. Sebaliknya, pada
Asma instrinsik, atau idiopatik, sering tidak ditemukan faktor-faktor
pencetus yang jelas. Faktor-faktor non spesifik seprti flu biasa, latihan
fisik atau emosi dapat memicu serangan asma.assma intrinsic ini sering
muncul sesudah usia 40 tahun, dengan serangan yang timbul sesudah
infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronkial. Bentuk asma
yang sering menyerang pasien adalah asma campuran, yang mana terdiri
dari komponen-komponen asma ekstrinsik dan intrinsic. Pengobatan
terdiri daripemberian obat bronkodilator, desensitisasi spesifik yang lama,
menghindari allergen-alergen yang sudah dikenal, dan kortikosteroid.
2. Bronchitis Kronik dan Emfisema
a. Bronchitis Kronik
Bronchitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi
sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan
dalam setahun. Temuan patologis utama pada bronchitis kronik dalah
hipertrofi kelenjar mukosa bronkus. Pembentukan mucus yang meningkat
menyebabkan gejala khas yaitu batuk produktif. Faktor etiologi utama
adalah merokok dan polusi udara yang biasa terdapat pada daerah
industry.
b. Emfisema
Emfisema paru-paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim
paru-paru yang ditandai dengan pembesaran alveolus dan duktus
alveolaris, serta destruksi dinding alveolar.
Emfisema dibagi menurut pola asinus yang terserang. Meskipun
bebrapa pola telah diperkenalkan, ada dua bentuk yang paling penting
sehubungan dengan PPOM. Emfisema sentrilobular (CLE), secara
selektif hanya menyerang bagian bronkiolus respiratorius. Dinding-
dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung
menjadi satu ruang sewaktu dinding-dinding mengalami integrasi.. mula-
mula duktus alveolus dan sakus alveolaris yang lebih distal dapat
dipertahankan. Penyakit ini seringkali lebih berat menyerang bagian atas
paru-paru, tetapi akhirnya cenderung menyebar tidak merata.
Emfisema Panlobular (PLE) atau panasinar merupakan bentuk
morfologik yang lebih jarang, di mana alveolus yang terletak distal dari
bronkiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara
merata. Jika penyakit makin parah, maka semua komponen asinus sedikit
demi sedikit menghilang sehingga akhirnya hanya tertinggal beberapa
lembar jaringan saja, yang biasanya berupa pembuluh-pembuluh darah.
PLE mempunyai gambaran khas yaitu: tersebar merata di seluruh paru-
paru, meskipun bagian basal cenderung tersersng lebih parah.

Diagram aliran udara yang dilukiskan pada gambar 38-6


memperlihatkan pathogenesis PPOM dan tipe morfologik emfisema yang
ditimbulkannya.
Terapi penderita bronkitis kronik dan emfisema obstruktif berupa
tindakan-tindakan untuk menghilangkan obstruksi saluran napas kecil.
Meskipun kolaps saluran napas sekunder akibat emfisema adalah
ireversibel, tetapi sebagian penderita mengalami bronkospasme, retensi
sekret, dan edema mukosa dalam derajat tertentu yang masih dapat
ditanggulangi dengan terapi yang sesuai. Yang penting adalah berhenti
merokok saja dapat mengurangi gejala dan memperbaiki ventilasi. Infeksi
harus segera diobati dan pasien-pasien yang mudah terkena infeksi
pernapasan dapat langsung diberi antibiotik profilaksis. Tindakan-
tindakan lain untuk mengurangi obstruksi saluran napas adalah dengan
memberikan didrasi yang memadai untuk mengencerkan sekret bronkus;
ekspektoran dan bronkodilator untuk meredakan spasme obat polos.
Biasanya diberikan obat-obatan simpatoimetik seperti albuterol,
terbutakin, dan xantin (seperti aminofilin).
3. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah keadaan yang ditandai dengan dilatasi kronik
bronkus dan bronkiolus ukuran sedang (kira-kira generasi percabangan
keempat sampai kesembilan). Terdapat dua bentuk anatomis yang lazim.
Bronkiektasis sakular yaitu dilatasi berupa rongga yang bulat seperti
kavitas, seringkali ditemukan pada bronkus yang mengalami dilatasi dan
khas pada orang dewasa. Bronkiektasis timbul apabila dinding bronkus
melemah akibat perubahan peradangan kronik yang mengenai mukosa
serta lapisan otot. Bronkiektasis paling sering timbul pada masa kanak-
kanak akibat infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang berulang-
ulang, yang timbul sebagai komplikasi penyakit campak, batuk rejan atau
influenza.
Pengobatan yang paling penting adalah pembersihan bronkus setiap
hari dengan seksama, disertai drainase postural yang biasanya harus
dilanjutkan selama hidup. Pemberian antibiotik untuk mengkontrol infeksi
juga merupakan terapi lain yang penting.
4. Fibrosis Kistik
Fibrrosis kistik atau mukovisidosis adalah suatu penyakit yang
bersumberkan pada faktor genetik, dan terjadi pada sekitar satu di antara
2.000 kelahiran bangsa kulit putih, tetapi jarang ditemukan diantara
mereka yang berkulit hitam. Kelenjar-kelenjar eksokrin yang
menghasilkan mukus dan beberapa cairan ekokrin lain, membentuk sekret
abnormal yang lengket (keringat dan saliva tidak lengket tetapi
mengandung garam dalam kadar yang abnormal). Sekret yang lengket ini
seringkali mengakibatkan penyumbatan pada saluran pankreas, hati dan
bronkiolus. Selanjutnya, penyumbatan ini dapat mengakibatkan
perubahan-perubahan fibrosis pada organ yang bersangkutan.

2.2 PENYAKIT PERNAFASAN RESTRIKTIF

A. Definisi penyakit Pernafasan Restriktif


Gangguan ventilasi restriktif ditandai dengan kekakuan paru-paru, toraks
atau keduanya, akibat penurunan compliance (daya kembang), dan penurunan
semua volume paru-paru termasuk kapasitas vital. Beban kerja pernapasan
semakin berat agar dapat mengatasi daya elastik alat pernapasan, sehingga napas
menjadi cepat dan dangal. Akibat fisiologis ventilasi yang terbatas ini adalah
hipovebtilasi alveolar dan ketidakmampuan mempertahankan tekanan gas darah
normal.
Terdapat sejumlah penyakit yang menimbulkan ganguan retriktif melalui
berbagai mekanisme. Dalam bab ini, penyakit-penyakit tersebut dibagi dalam 2
golongan : gangguan ekstrapulmonar, termasuk di antaranya gangguan
neurologik, neuromuskular dan gangguan pada dinding torak, dan penyakit-
penyakit yang menyerang pleura dan parenkim paru-paru.
B. Penyakit Ekstrapulmonar
1. Gangguan Neurologik dan Neuromuskular
Sehubungan dengan gangguan ekstrapulmonar, istilah ekstrapulmonar
menyatakan bahwa jaringan paru-paru itu sendiri mungkin normal.
Gangguan-patofisiologis yang sering terjadi pada keadaan-keadaan ini
adalah hipoventilasi alveolar meskipun ini tak sepenuhnya benar pada
kasus kifoskoliosis.
Sejumlah gangguan yang langsung mempengaruhi pusat pernapasan
medula spinalis dapat menyebabkan hipoventilasi alveolar. Retensi karbon
dioksida akibat berbagai sebab dapat menekan dan bukan merangsang
pernapasan bila PaCO2 melebihi 70 mm Hg. Sejumlah obat-obatan dapat
menekan pusat pernapasan dan dengan demikian mengakibatkan
hipoventilasi alveolar. Misalnya, narkotika atau barbiturat dosis berlebihan
seringkali menimbulkan kematian akibat depresi dan kegagalan
pernapasan. Kerusakan anatomis pada pusat pernapasan akibat trauma
kepala, atau lesi otak akibat kerusakan vaskular otak juga dapat
mengakibatkan depresi pusat pernapasan dan hipoventilasi alveolar.
Sklerosis amiotropik lateral, poliomielitis, sindrom Guillain-Barre dan
miastenia gravis semuanya tergolong gangguan neurologik yang dapat
mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Otot sendiri juga terserang pada
distrofi otot progresif. Beratnya keterlibatan paru-paru pada penyakit-
penyakit diatas tergantung dari luas anatomis yang terserang; kapasitas
vital akan menurun sebanding dengan derajat paresis otot-otot pernapasan.

Gangguan-gangguan ekstrapulmonar yang menyebabkan hipoventilasi


alveolar :
Gangguan Dinding Toraks
Ada 4 jenis deformitas dinding dada yang membatasi ventilasi;
kifoskoliosis, pektus ekskavatum, ankilosis spondilitis, dan torakoplasti
yang sudah sembuh.
Kifoskoliosis adalah istilah yang menyatakan setiap jenis angulasi
tulang belakang ke arah posterior (bongkok), sedangkan skoliosis
menyatakan adanya pergeseran tulang belakang pada arah lateral. Sekitar
80% kasus adalah idiopatik, sedangkan sisanya yang 20% diakibatkan
poliomielitis atau tuberkulosis tulang belakang (penyakit Pott.).
Kifoskoliosis berat dikaitkan dengan bentuk dada yang sangat tidak
simetris dan mengakibatkan fungsi serta posisi otot-otot pernapasan
menjadi abnormal, dan menyebabkan penekanan pada paru-paru.
Urutan peristiwa yang dapat menyebabkan kegagalan pernapasan
maupun jantung pada kifoskoliosis :
Pada kondisi ini, bernapas itu sendiri memakan banyak sekali energi,
sehingga timbul napas yang cepat dan dangkal. Pola napas ini selanjutnya
mengakibatkan hipoventilasi alveolar di mana ventilasi lebih pada ruang
sepi anatomis dan merugikan ventilasi alveolar. Selain itu penekanan
paru-paru akibat deformitas toraks menyebabkan volume paru-paru
menjadi kecil dan distribusi ventilasi dan perfusi tak merata karena
pembuluh darah alveolar maupun pembuluh darah paru-paru tertekan.
Pirau fisiologis yang timbul mengarah pada hipoksemia. Bila ventilasi
alveolar juga terbatas, maka pasien itu akan mengalami hipoksemia,
hiperkapnea dan asidosis respiratorik. Tekanan pada pembuluh darah
paru-paru dan asidosis juga dapat mengakibatkan hipertensi pulmonal dan
kor pulmonale. Dari rangkaian kejadian ini, yang sering menjadi penyebab
kematian adalah gabungan efek kegagalan pernapasan dan kegagalan
jantung.
Pektus ekskavatum (dada berbentuk corong) merupakan deformitas
kongenital dimana bagian bawah sternum melekat pada tulang belakang
bagian toraks lewat ikatan-ikatan fibromuskular, sehingga bagian bawah
sternum tampak seperti gua.
Torakoplasti adalah depresi dinding toraks akibat pembedahan yang
dahulu dilakukan untuk pengobatan penyakit tuberkulosis, tetapi sekarang
sudah jarang dilakukan. Karena tindakan ini dilakukan untuk menangani
penyakit paru-paru dasar, maka disfungsi paru-paru yang terjadi setelah
operasi biasanya lebih berkaitan dengan penyakit asalanya dibandingkan
dengan deformitas yang diakibatkannya.
Ankilosis spondilitis adalah suatu penyakit yang mengakibatkan
reduksi simetris pada gerak bagian toraks bertulang akibat osifikasi sendi
vertebra dan ligamentum-ligamentumnya. Fiksasi iga dan bertambahnya
kekakuan dindingdada mengakibatkan hambatan ventilasi ringan yang
biasanya tidak menimbulkan gejala.
Cedera dinding dada tetutup juga dapat menghambat ventilasi. Cedera
dinding dada yang paling sering adalah fraktur iga. Akibat nyeri dan
robekan otot, maka ada keterbatasan ventilasi volume tidal, peningkatan
kecepatan dan frekuensi pernapasan, serta hambatan voluntar refleks
batuk.
Flail chest adalah kerusakan hebat dinding dada akibat cedera remuk
(sering terjadi pada cedera kemudi dalam kecelakaan mobil) disertai
dengan fraktur iga multipel. Akibat ketidakstabilan dinding dada yang
disertai gerakan pendulum dari isi mediastinum selama siklus pernapasan.
Keadaan ini dapat mengganggu alir balik vena ke jantung sehingga
mengakibatkan pirau bolak-balik udara ruang sepi dalam paru-paru
(pendelluft). Pengobatan flail chest ini berupa stabilisasi dinding dada
serta ventilasi mekanik dengan tekanan positif akhir ekspirasi.
Sindrom Pickwick adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan
sekelompok gambaran klinis yang ditemukan pada orang yang sangat
gemuk. Gambaran ini terdiri atas hipoventilasi alveolar kronik, somnolen,
polisitemia, hipoksemia dan hiperkapnea (sindrom ini diberi nama dengan
tokoh pria gemuk yang mudah mengantuk dalam Pickwick Papers
karangan Charles Dickens). Samnolen yang sering ditemukan pada
sindrom ini dapat dihubungkan dengan retensi karbon dioksida yang
menekan sistem saraf pusat. Polisitemia merupakan respon kompensasi
terhadap hipoksia kronik. Penimbunan lemak pada sindrom Pickwick
menghambat ferakan toraks sehingga sangat meningkatkan beban kerja
pernapasan. Seringkali gangguan pernapasan ini berkembang menjadi kor
pulmonale dan kegagalan pernapasan.
C. Penyakit Pleura Dan Parenkim Paru-Paru
1. Penyakit Pleura
Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan
yang dapat menghambat pengembangan paru-paru atau alveolus atau
keduanya. Reaksi ini dapat diakibatkan penekanan pada paru-paru akibat
penimbunan udara, cairan, darah atau nanah dalam rongga pleura. Nyeri
akibat peradangan atau fibrosis pleura juga dapat menyebabkan
pembatasan pengembangan dada.
a. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan
cairan dalam rongga pleura. Efusi pleura dapat berupa transudat
dan eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena
pulmonalis, misalnya pada payah jantung kongestif. Pada kasus ini
keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari
pembuluh. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia,
seperti pada penyakit hati dan ginjal, atau penekanan tumor pada
vena cava. Penimbunan transudat dalam rongga pleura dikenal
dengan nama hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada
dasar paru-paru akibat gaya gravitasi. Penimbunan eksudat timbul
sekunder dari peradangan atau keganasan pleura, dan akibat
peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah
bening. Eksudat dibedakan dengan transudat dari kadar protein
yang dikandungannya dan dari berat jenisnya. Transudat
mempunyai berat jenis kurang dari 1.015 dan kadar proteinnya
kurang dari 3%, sedangkan eksudat mempunyai berat jenis dan
kadar protein lebih tinggi, karena banyak mengandung sel.Jika
efusi pleura mengandung nanah, maka keadaan ini disebut
empiema
b. Pneumotoraks
Adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura
disebut pneumotoraks. Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai
dengan penyebabnya: (1) traumatik, (2) spontan, atau (3)
terapeutik. Pneumotoraks juga dapat diklasifikasikan sesuai
dengan urutan peristiwa yang merupakan kelanjutan adanya
robekan pleura: (1) terbuka, (2) tertutup, dan (3) tekanan.
Luka tembus dada merupakan penyebab umum dari
pneumotoraks traumatik. Ketika udara masuk ke dalam rongga
pleura yang dalam keadaan normal bertekanan lebih rendah dari
tekanan atmosfir, maka paru-paru akan kolaps samapai pada batas
tertentu. Tetapi jika terbentuk saluran terbuka, maka terjadi kolaps
yang pasif sampai tekanan dalam rongga pleura sama dengan
tekanan atmosfir. Pengobatan darurat pada luka tembus dada
terdiri dari pemasangan perekat yang tak tembus udara diatas luka.
Pneumotoraks spontan adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suatu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba
dan tak terduga dengan atau tanpa penyakit paru-paru yang
mendasarinya. Penyakit paru-paru yang sering mengakibatkan
pneumotoraks spontan antara lain adalah emfisema (pecahnya bleb
atau bula), pneumonia, dan neoplasma. Pneumotoraks akan terjadi
apabila ada hubungan antara bronkus atau alveolus dengan rongga
pleura., sehingga udara dapat masuk ke rongga pleura melalui
kerusakan yang ada, menyebabkan pneumotoraks terbuka, tertutup,
dan tekanan.
Pneumotoraks terapeutik patut disinggung juga karena alasan
historis. Paru-paru yang sengaja dibuat kolaps (pneumotoraks
terapeutik) meruapkan suatu cara dalam pengobatan tuberkulosis
yang sering dilakukan sampai sekitar tahun 1960. Tetapi sekarang
terapi semacam ini tidak dilakukan lagi. Diduga tindakan ini dapat
menghambat penyebaran penyakit dan pertumbuhan bakteri
meskipun tidak ada bukti nyata yang mendukung anggapan
tersebut.
Tabel tanda dan gejala efusi pleura dan pneumotoraks

2. Penyakit Parenkim Paru-Paru


Kelainan fisiologik yang terlihat pada penderita penyakit parenkim
paru-paru sangat bervariasi dan sampai tingkat tertentu tergantung dari
luas proses patofiologisnya. Sering terjadi kelainan yang bersifat restriktif
disertai berkurangnya volume paru-paru, pernafasan cepat dan dangkal.
Hipoksemia merupakan kelainan gas darah yang paling penting dan sering
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi yang
mengakibatkan ventilasi berlebihan atau perfusi yang percuma akibat
adanya pirau.
a. Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti “pengembangan paru-
paru yang tidak sempurna” dan menyiratkan arti bahwa alveolus
pada bagian paru-paru yang terserang tidak mengandung udara dan
kolaps. Terdapat dua penyebab utama kolaps yaitu: atelektasis
absorpsi sekunder dari obstruksi bronkus atau bronkiolus dan
atelektasis yang disebabkan oleh penekanan.
Pada atelektasis absorpsi, obstruksi saluran nafas menghambat
masuknya udara ke dalam alveolus yang terletak distal terhadap
sumbatan. Udara yang sudah terdapat dalam alveolus tersebut
terabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran darah dan alveolus
kolaps. Atelektasis absorpsi dapat disebabkan karena obstruksi
bronkus intrinsik atau ekstrinsik. Obstruksi bronkus intrinsik
paling sering disebabkan sekret atau eksudat yang tertahan.
Tekanan ekstrinsik pada bronkus biasanya disebabkan oleh
neoplasma, pembesaran kelenjar getah bening, aneurisma atau
jaringan parut.
b. Infeksi pada Parenkim Paru-Paru
1. Pneumonia
Gambaran patologi dalam batas tertentu tergantung pada
agen etiologiknya. Pneumonia bakteri ditandai oleh eksudat
intraalveolar supuratif disertai konsolidasi. Proses infeksi dapat
diklasifikasikan berdasarkan anatomi. Terdapat konsolidasi
dari seluruh lubos pada pneumonia lobaris, sedangkan
pneumonia lobularis atau bronkopneumonia, menyatakan
adanya penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan
diameter sekitar 3 sampai 4 cm yang mengelilingi dan juga
melibatkan bronki. Pneumonia virus atau mycoplasma
pneumoniae ditandai dengan peradangan interstisial yang
disertai penimbunan infiltrat dalam dinding alveolus, meskipun
rongga alveolar sendiri bebas dari eksudat dan tidak ada
konsolidasi. Kalau agen infeksi adalah jamur dan
mycobacterium tuberculosis, maka gambaran patologis yang
dering ditemukan adalah penyebaran granoluma berbercak
yang dapat mengalami nekrosis kaseosa disertai pembentukan
kaevena. Infeksi nosokomial lebih sering disebabkan oleh
bakteri gram negatif atau staphylococcus aureus dan jarang
oleh pneumokok atau mycoplasma.
2. Fibrosis paru-paru
Fibrosis paru-paru bukanlah nama suatu penyakit tetapi
merupakan istilah patologis yang merupakan istilah patologis
yang menyatakan adanya jaringan pengikat dalan jumlah yang
berlebihan. Jenis fibrosa paru-paru yang paling sering adalah
fibrosa lokal pada parenkim paru-paru akibat keadaan seperti
tuberkulosis, abses paru-paru bronkiektasis atau pneumonia
yang tidak teratasi. Kadang kadang fibrosis paru-paru dapat
secara difusi menyerang parenkim paru-paru terutama pada
septum interalveolar.

2.2 EDEMA DAN EMBOLI PULMONAR

A. Definisi
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit paru-paru obstruktif menahun (PPOM) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama
dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang
dikenal dengan sebutan PPOM adalah: bronchitis kronik, efisema paru-paru dan
asma bronkial.
Gangguan ventilasi restriktif ditandai dengan kekakuan paru-paru, toraks atau
keduanya, akibat penurunan compliance (daya kembang), dan penurunan semua
volume paru-paru termasuk kapasitas vital. Terdapat sejumlah penyakit yang
menimbulkan ganguan retriktif melalui berbagai mekanisme. Dalam bab ini,
penyakit-penyakit tersebut dibagi dalam 2 golongan : gangguan ekstrapulmonar,
termasuk di antaranya gangguan neurologik, neuromuskular dan gangguan pada
dinding torak, dan penyakit-penyakit yang menyerang pleura dan parenkim paru-
paru.

3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa makalahdiatas banyak sekali kesalahan dan


jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah
dalam kesimpulan diatas.
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, N. 2009. Fisioterapi Pada Kasus Respirasi.Surakarta: Politeknik Kesehatan


Surakarta Jurusan Fisioterapi.

Philip, A., Ward, J.P.T. 2010. Sistem Kardiovaskuler. Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai