Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN MAKALAH

PATOFISIOLOGI, FARMAKOLOGI DAN TERAPI DIET

PADA GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK IV

Elria Debora Naibaho 23020161

Rosianna 23020310

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM


SARJANA
UNIVERSITAS YATSI MADANI
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pernafasan yaitu oksigen yang bergerak dari atmosfer menuju sel untuk melakukan
proses metabolisme dari seluler ke udara secara bebas. Kegagalan pernafasn secara lanjut
dapat didefinisikan gagalnya ventilasi atau oksigenisasi yang disebabkan karena adanya
gangguan pada pusat pernafasan (Ignatavius & Workman, 2006.) Henti nafas disebabkan
tidak terpenuhinya kadar oksigen pada tubuh. Oksigen yaitu salah dari bagian gas dan insur
vital pada tubuh. (Brunner & Suddarth, 2013).
Organ-organ yang termasuk dalam sistem pernapasan antara lain hidung, faring, laring,
esofagus, trakhea, bronkus, bronkeolus, dan alveolus. Apabila salah satu organ terganggu,
maka sistem pernapasannya pun akan terganggu, karena organ-organ tersebut merupakan
satu kesatuan dalam sistem pernapasan. Banyak faktor yang dapat mengganggu sistem
pernapasan pada manusia, seperti faktor keturunan/genetik maupun faktor lingkungan.
Faktor keturunan merupakan faktor yang diturunkan dari keluarga itu sendiri, misal
sepasang suami istri melahirkan seorang anak yang memiliki penyakit asma, ternyata
ayahnya memiliki riwayat penyakit asma dan itu diturunkan kepada anaknya. Sedangkan
faktor lingkungan bisa dari mana saja, seperti lingkungan kantor, sekolah, jalan raya,
rumah, dan lain-lain. Contoh di lingkungan jalan raya, jalan raya identik dengan banyaknya
kendaran bermotor yang asap knalpotya mengandung gas karbon monoksida dan asap
tersebut jika terhirup setiap harinya dapat menyebabkan gangguan pada paru-paru. Debu-
debu yang bertebaran juga dapat mengganggu pernapasan seseorang, khususnya bagi orang
yang mempunyai alergi terhadap debu. Selain itu, asap rokok juga dapat menyebabkan
gangguan pernapasan, baik bagi perokok aktif maupun perokok pasif.

1.2 Tujuan
1 Mengetahui tentang patofisiologi pada sistem pernafasan
2 Mengetahui tentang farmakologi pada system pernafasan
3 Mengetahui tentang terapi diet pada system pernafasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Gangguan pernafasan merupakan penyakit yang menyerang pada system pernafasan ketika
melakukan penukaran oksigen dan karbondioksida. Dada terasa seperti terikat, leher terasa
tercekik. Pada kondisi ini, dapat disebabkan karena banyak hal seperti, penyakit saluran
nafas, atau gangguan lain seperti jantung dan ginjal.

2. Etiologi
Beberapa mekanisme timbulnya gagal napas pada beberapa penyakit adalah sebagai berikut
(Arofah & Sudaryanto, 2020):
1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Asma
Kerusakan jaringan paru pada PPOK seperti akses jalan nafas yang menyempit, fibrosis,
destruksi parenkim membuat luas permukaan alveolus yang kontak langsung dengan
kapiler paru terus berkurang sehingga mengganggu difusi O2 dan eliminasi CO2.
2. Pneumonia
Mikroorganisme pada pneumonia mengeluarkan racun dan memicu reaksi inflamasi dan
mengeluarkan lendir. Lendir membuat luas permukaan alveolus yang kontak langsung
dengan kapiler paru terus berkurang, mengganggu difusi O2 dan eliminasi CO2.
3. Tuberculosis Pulmonal
Pelepasan besar mikobakteri ke dalam sirkulasi paru menyebabkan peradangan,
endarteritis obliteratif dan kerusakan membran kapiler alveolar, sehingga mengganggu
pertukaran gas.
4. Tumor paru
Tumor paru dapat menyebabkan obstruksi jalan napas sehingga ventilasi dan perfusi tidak
berfungsi secara adekuat.
5. Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah keadaan darurat medis dan terjadi ketika tekanan intrapleural
melebihi tekanan atmosfer. Pada pernapasan normal, 9 rongga pleura memiliki tekanan
negatif. Saat dinding dada mengembang ke luar, permukaan antara pleura parietal dan
visceral muncul menyebabkan paru-paru mengembang ke luar. Penumpukan tekanan di
ruang pleura akhirnya menyebabkan hipoksemia dan gagal napas karena kompresi paru-
paru.
6. Efusi Pleura
Efusi pleura dapat menyebabkan dispnea karena penurunan komplians dinding dada,
sehingga pertukaran udara tidak adekuat.

3. Patofisiologi
3.1 Asma
Menurut Black & Hawks (2014), asma berhubungan pada proses peradangan kronis
yang menimbulkan edema mukosa, peradangan sakuran nafas, dan sekresi mucus.
Saluran nafas akan terasa sesak dan mengi dikarenakan penderita asma terpapar dengan
allergen ekstrinsik dan iritan, seperti paparan debu, serbuk sari, infeksi saluran nafas,
tungau dan lainnya. Pada manifesti awal, akan berkembang secara cepat dan hingga
bertahan kurang lebih satu jam, yang disebut dengan reaksi fase cepat (early phase).
Menurut Wahid & Suprapto (2013), tubuh yang telah terpapar oleh alergen, tubuh
akan bereaksi dalam pembetukan antibody IgE, yang jumlahnya rentan besar, dan
melekat pada sel mast yang berhubungan dengan bronkeolus dan bronkus kecil. Pada
asma, bronkrolus berkurang ketika melakukan ekspirasi daripada inspirasi, dikarenakan
adanya paksaan penekanan bagian luar bronkeolus dan terjadinya peningkatan tekanan
pada paru.
Karena adanya penyumbatan sebagian pada bronkeolus, maka, selanjutnya timbul
penyumbatan yang berakibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi beran
saat ekspirasi. Hal ini akan menyebabkan dyspnea, yang menjadi meningkatnya
kapasitas residu dan volume residu, dan terjadilah Barrel chest.

3.2 Tuberkulosis
Menurut Wijaya & Yessie (2013), ada tiga basil yang mengihalasi basil tuberkel
yang mencapai permukaan alveoli, dikarenakan gumpalan yang lebih besar biasanya
sering tertahan pada rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit. Basil tuberculosis
ini meningkatkan peradangan setelah berada pada ruang alveoli bagian bawah lobus atau
bagian atas lobus (lobus bawah. Leukosit polimorfonukler berada di tempat itu, dan
organisme tersebut tidak terbunuh oleh mafagosit bakteri.

3.3 Pneumonia
Menurut (Ulfa , 2019) patofisiologis penyakit pneumonia adalah Kuman yang masuk
kedalam jaringan paru melalui saluran pernapasan bagian atas menuju ke bronkhiolus
serta alveolus. Setelah kuman masuk kemundian dapat menimbulkan reaksi peradangan
dan dapat menghasilkan cairan edema yang kaya akan protein. 9 Kuman pnemokokus
dapat menyebar dari alveoli ke seluruh segmen dan lobus. Leukosit dan eritrosit juga
mengalami peningkatan, sehingga alveoli menjadi penuh dengan cairan edema yang
berisi eritrosit, leokosit dan fibrin sehingga menyebabkan kapiler alveoli melebar, paru
menjadi tidak berisi udara. Pada tingkatan yang lebih lanjut, aliran darah mengalami
penurunan sehingga mengakibatkan alveoli penuh dengan leukosit dan eritrosit menjadi
lebih sedikit.
Setelah itu paru tampak berubah warna menjadi abu kekuningan. Perlahan sel darah
merah yang masuk ke alveoli mengalami kematian dan banyak terdapat eksudat pada
bagian alveolus yang kemudian mengakibatkan membran dari alveolus akan mengalami
nekrosis yang dapat menyebabkan gangguan proses difusi osmosis oksigen dan dapat
berdampak pada menurunnya jumlah oksigen yang bawa oleh darah. Secara klinis
penderita mengalami pucat dan sianosis, terjadinya penumpukan cairan purulent pada
alveolus yang mengakibatkan peningkatan tekanan pada bagian paru dan dapat
mengalami penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar dan menyebabkan
berkurangnya kapasitas paru. Sehingga penderita akan bernapas menggunakan otot bantu
pernapasan yang dapat menimbulkan retraksi dinding dada (Ulfa , 2019)
3.4
4. Farmakologi
Adapun farmakologi yang akan dilakukan pada gangguan sistem pernafasan, yakni:
- Pada penderita penyempitan pernafasan, seperti Asma akan diberikan obat seperti
golongan bronkodilator (pereda sesak), yakni: Combiven, fentolin, dan pulmicort agar
dapat membantu pernafasan hingga jalan nafas terpenuhi.
- Terapi farmakologi untuk penderta PPOK (Ummah & Alvian, 2020), yaitu dapat
diberikan terapi nebulizer yang berguna untuk membantu mengencerkan secret atau
dahak.
- Untuk mengatasi oksigenasi yang menurun, dapat dilakukan tindakan pemberian
bronkodilator, steroid dan obat-obatan yang telah diresepkan oleh dokter.
- Pada penderita gejala pneumonia, obat yang akan diberikan seperti antibiotic, dan terapi
suportif, yakni antipiretik, ekspetoran, dan terap oksigen.
- Penderita yang mengalami batuk, mendapatkan obat berdasarkan tanda klinisnya seperti
pada batuk kering, batuk berdahak. Obat tersebut terdiri dari: obat antitusif, abroxol,
endosteine, bromheksin.
- Pada depresi nafas, terapi yang akan diberikan yaitu antidepresan, analgesik narkotik,
hipnotik sedative.

5. Terapi diet
Terapi diet merupakan komponen dari perawatan suatu penyakit atau kondisi klinis yang
perlu di perhatikan agar saat diberi gizi tidak melebihi kemampuan pada organ tubuh untuk
melakukan fungsi setiap metabolismenya dan harus sesuai dengan kebutuhan dari fungsi
organ (Kemenkes, 2013).
Berikut adalah beberapa hal yang dilakukan dan dihindari sebagai acuan terlaksananya
terapi diet untuk penderita gangguan pernafasan
- Lakukan pola makan gizi seimbang sesuai dengan usia, jenis kelamin dan aktifitas fisik
yang sehari hari dilakukandan capailah berat badan sehat pada kisaran indek massa tubuh
18.5- 25 kg/m2;
- Memilih bahan makanan beragam yang mengandung zat gizi makro (karbohidrat, protein,
lemak) dan zat gizi mikro (vitamin dan mineral);
- Memilih makanan sumber karbohidrat komplek dibandingkan dengan karbohidrat
sederhana. Contoh karbohidrat komplek nasi, kentang, ubi, singkong. Contoh karbohidrat
sederhana: gula pasir, gula merah, sirup. Konsumsi karbohidrat komplek tiga sampai lima
porsi sehari. Satu porsi nasi kurang lebih 100 gram atau tiga perempat gelas belimbing;
- Memilih protein hewani dan protein nabati dua sampai tiga porsi sehari seperti daging,
ikan, kacang hijau, tempe, tahu. Ikan sangat baik dikonsumsi bagi penderita asma karena
mengandung minyak ikan yang dapat mengurangi peradangan. Sumber protein yang
secara umum memicu alergi seperti susu, kedelai, telur harus lebih berhati hati ketika
diberikan;
- Mengkonsumsi vitamin, mineral dan antioksidan alami dari beragam sayuran dan buah
buahan setiap hari seperti bayam, wortel, brokoli apel dan jeruk;.
- Menambahkan bumbu bumbu yang memiliki zat fitokimia anti peradangan seperti
bawang putih dan jahe pada setiap masakan;
- Menghindari makanan yang berpengawet, yang mengandung zat pewarna, pemanis
buatan dan penguat rasa juga hindari makanan junkfood;
- Membatasi penggunaan lemak jenuh dan lemak trans yang terdapat pada susu atau
produk susu, daging berlemak, mentega, margarin dan minyak goreng yang dipakai
berulang;
- Menerapkan gaya memasak sehat, dengan mengolah aneka ragam makanan lokal dan
dimasak sederhana;
- Waspadai jenis makanan tertentu yang akan memicu reaksi alergi, karena pada setiap
orang akan berbeda, jadi alangkah lebih baik bila pasien dapat mengidentifikasi alergi
makanannya tersebut.
Daftar Pustaka

Waladani, B. (2023, January). Analisis Asuhan Keperawatan pada Pasien Asma dengan
Masalah Keperawatan Pola Napas Tidak Efektif dengan Pemberian Intervensi
Keperawatan Diafragma Breathing Exercise di IGD RS PKU Muhammadiyah Gombong.
In Prosiding University Research Colloquium (pp. 1543-1550).

Astriani, N. M. D. Y., Sandy, P. W. S. J., Putra, M. M., & Heri, M. (2021). Pemberian
Posisi Semi Fowler Meningkatkan Saturasi Oksigen Pasien PPOK. Journal of
Telenursing (JOTING), 3(1), 128-135.

Pangesti, N. A., & Setyaningrum, R. (2020). PENERAPAN TEKNIK FISIOTERAPI DADA


TERHADAP KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS PADA ANAK DENGAN
PENYAKIT SISTEM PERNAFASAN. MOTORIK Jurnal Ilmu Kesehatan, 15(2), 55-60.

Galuh Fernanda, E. Y., Wibowo, H. T., & So'emah, E. N. (2022). Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Asma Dengan Masalah Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif di RSU Anwar
Medika Sidoarjo (Doctoral dissertation, Perpustakaan Universitas Bina Sehat).

Nasruddin, P. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. B DENGAN GANGGUAN


SISTEM PERNAPASAN “TUBERCULOSIS PARU” DI RUANG PERAWATAN DI
PUSKESMAS TOSIBA (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kendari).

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1028/diet-untuk-penderita-asma

Novianus, C., Hidayat Ramli Inaku, A., & Muzakir, H. (2020). Hubungan Pengetahuan
dan Sikap Dengan Tindakan Pencegahan Gangguan Fungsional Pernapasan pada
Pekerja di UMKM Mebel. Arkesmas, 5(1), 34-41.

Fujianti, P., Hasyim, H., & Sunarsih, E. (2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya keluhan gangguan pernapasan pada pekerja Mebel Jati Berkah Kota
Jambi. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 6(3).

Anda mungkin juga menyukai