Anda di halaman 1dari 29

MATA KULIAH : Keperawatan Anak

KELAS : D-III Keperawatan 2A

TAHUN AJARAN : 2020/2021

DOSEN :

MAKALAH BRONKOPNEUMONIA REVISI

Di susun Oleh :
1. Karyn Pelealu
2. Angelina Mokodongan
3. Ester Natalia Mangowal
4. Ni Made Dewi Antini
5. Injilia Keyzia Boham

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES

MANADO
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pneumonia adalah infeksi saluran bagian bawah yang mengenai parenkim


paru, Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia
lobaris, 3 pneumonia interstisialis, dan bronkopneumonia.

Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada


sistem 7. pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak
pada alveoli paru.

Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.
Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan
anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.

Penyakit ini masih masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada


berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh akibat
organisme yang tidak diketahui (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap
antibiotik. Adanya organisme organisme baru dan penyakit seperti AlIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum
derajat kemungkinan kejadian bronkopneumonia ini. Pneumonia hingga saat ini
masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal
setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia
Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka
kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
sistem respiratori, terutama pneumonia.
1.2 TUJUAN PE NULISAN

Untuk memahami bronkopneumonia berdasarkan definisi, epidemiologi,


etiologi, klasifikasi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis, serta asuhan keperawatannya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Paru

2.1.1. Anatomi Paru

Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.


Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut.
Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua kantung yang diterima oleh suatu
jaringan yang disebut Paru-Paru Primer. Bagian proksimal membagi diri
menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea.

Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan tunas paru


primer. Tunas paru primer merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-
cabangnya. Pohon bronkial terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu,
sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan terus meningkat
hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveol bertambah besar sesuai dengan
perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru terus
menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatik berhenti.

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring saluran saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni
saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui
paru-paru atau pernafasan eksternal, oksigen di pungut melalui hidung dan
mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial
ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.

Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, yang oksigen dan
oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah
dan dibawa ke jantung. Dani sini dipompa didalam arteri bagian tubuh. Darah
meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat
hemoglobinnya 95%. dalam paru-paru.

karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus


membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa
bronkial, trakea, keluar melalui hidung dan mulut.

SISTEM SALURAN PERNAFASAN

sinus Pengatur respirasi Lidah Faring Epigiotis Laring Esofagus Trakea


Bronkus sekunder Bronkiolus Rongga jantung Bronkus Primer Paru-paru kanan
Paru-paru kiri Diafragma Gambar: Anatomi Paru Sumber: (Evelyn. Pearce,
Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Tahun 1992, Hal 219 ). 2.1.2.

2.1.2 Fisiologi Paru

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot. Seperti yang
telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi,
volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat
kontraksi otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan
otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price,
1994)
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi
sama kembali pada akhir ekspirasi (Price, 1994)

Tahap kedua dari proses pernapasan proses difusi gas-gas melintasíi


membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 um). Kekuatan
pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan
fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besamya
sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka
tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg.
Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi
tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan
uap udara. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang
jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price, 1994)

Dalam keadaan istirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler


darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu
kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal
memiliki cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru,
udara dapat menebal dan difusi melambat[08.16, 26/1/2021] Dewi: sehingga
ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sekali bekerja dimana waktu
kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung pelaksanaan
hipoksemia, tetapi tidak menyatakan sebagai faktor utama (Rab.1996).

2. 2. Sistem Pertahanan Paru

Paru-paru pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan kejadian


kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh. Pada umumnya, tubuh
pada umumnya, maka paru-paru pertahanan seluler dan humoral. Beberapa
pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi atas (Rab, 1996):
1. Filtrasi udara
Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan:
 Yang berdiameter 5-7 u akan tertahan di orofaring.
 Yang berdiameter 0,5-5 p akan masuk sampai ke paru-paru
 Yang berdiameter 0,5 dapat masuk sampai ke alveoli, tetapi dapat pula
di keluarkan bersama sekresi.
2. Mukosilia
Baik mukus maupun partikel yang terbungkus di dalam mukus akan
digerakkan oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam pengeluaran
mucus ini tergantung pada kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan
aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok,
hipoksemia maupun hiperkapnia.
3. Sekresi Humoral Lokal
zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari:
 Lisozim, dimana dapat melisis bakteri
 Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat zat besi dan bersifat
bakteriostatik
o Interferon, protein dengan molekul berat yang memiliki
kemampuan dalam membunuh virus.
o Ig yang dikeluarkan oleh sel plasma yang mencegah
pencegahan virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan
terjadinya infeksi paru yang berulang.
4. Fagositosis
Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan
menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit
sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen.
Faktor yang mempengaruhi mikroba di dalam alveoli adalah:
 Gerakan mukosiliar.
 Faktor humoral lokal.
 Reaksi sel.
 Virulensi dari kuman yang masuk.
 Reaksi imunologis yang terjadi.
 Berbagai faktor bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru,
seperti alkohol, stres, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.

2.3. Sistem Pernafasan

2.3.1. Pengertian Pernafasan

Pernafasan atau ekspirasi adalah menghirup udara dari luar yang


mengandung 02 (oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang
banyak mengandung CO2 (karbon dioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar
tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi
(Syaifuddin, 1996).

2.3.2. Fungsi Pernafasan

Fungsi pernafasan adalah

1. bantuan oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-


selnya) untuk menyalakan sistem pembakaran.

2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran,


kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna
lagi tubuh).

3. dan melembabkan udara (Syaifuddin, 1996)

Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung
di alveolus paru-paru. Pertukaran diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran
udara timbal balik (pernafasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli
ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas
dan uap yang terhirup paru-paru merupakan jalur masuk yang terpenting dari
bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja (WHO, 1993).

Proses sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung dengan beberapa


tahap yaitu:

1. Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru.

2. Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar.
3. Transportasi gas melalui darah.

4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut


pernapasan dalam.

5. Metabolisme penggunaan 02 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang


disebut seluler.

2.3.3. Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan

Proses pernapasan terbagi 2 yaitu:

1. Inspirasi (menarik napas)

2. Ekspirasi (menghembus napas)

Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra
pulmonal (intra alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa,
tekanan ini berkisar antara -l mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi
dalam tekanan intra alveoli dapat mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan
intra pulmonal pada waktu inspirasi yang disebabkan oleh mengembangnya
rongga toraks akibat kontraksi otot-otot inspirasi.

Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan intra
pulmonal lebih tinggi dari tekanan udara luar sehingga udara bergerak keluar
paru. Meningkatnya tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume rongga
paru mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan oleh daya elastis
jaringan paru.

Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai relaksasi. Pada


proses ekspirasi biasa tekanan intra alveoli berkisar antara + 1 mmHg sampai
dengan + 3 mmHg (Alsagaff. 2002).

Bahan yang dapat mengganggu sistem pemapasan adalah bahan yang mudah
menguap dan terhirup saat kita bernafas. Tubuh memiliki perlindungan untuk
mencegah masuknya lebih dalam bahan yang dapat mengganggu sistem
pernapasan, tetapi bila cukup lama maka sistem tersebut tidak dapat lagi
menahan masuknya bahan tersebut ke dalam paru-paru.
Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau spasme
laring (penghentian napas), bila zat-zat tersebut masuk ke dalam paru-paru dapat
menyebabkan bronkitis kronik, edema paru atau pneumonitis. Para pekerja yang
menjadi toleran terhadap paparan iritan berkadar rendah dengan meningkatkan
sekresi lendir, suatu kegunaan yang khas pada bronkitis dan juga terlihat pada
perokok tembakau (WHO, 1995).

2.4 Bronkopneumonia

Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses


peradangannya menyebar membentuk infiltrat bercak-bercak yang berlokasi di
alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal 7.

Pneumonia adalah infeksi paru-paru oleh bakteri dan virus (Biddulph,


1999). Menurut Ngastiyah (1997) Pneumonia adalah suatu radang paru-paru
yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi, seperti bakteri, virus, jamur,
dan benda asing. The pneumonia proses inflamasi paru-paru yang
diklasifikasikan oleh area yang terlibat dan atau agen penyebab. [08.19,

Bronkopneumonia adalah inflamasi paru yang biasanya mulai di broncioli


terminal, tersumbat oleh sekunder mukopurulent yang bercak-bercak group
dilobuli yang terdekat (Dorland, 1996). Dari beberapa pengertian diatas penulis
menyimpulkan bahwa pengertian Bronkopneumonia adalah suatu inflamasi pada
paru-paru dimana tidak terjadi pada paru-paru, tetapi juga pada broncioli.

Penyakit Bronkopneumonia sering terjadi pada anak-anak, sehingga jika


tidak membantu akan menimbulkan komplikasi seperti empisema, otitis
ateletaksis, emfisema, dan meningitis, sehingga dapat juga menyebabkan
gangguan pertumbuhan pada anak.
Gambar 1. Bronkopneumonia

2.5 Epidemiologi Bronkopneumonia

Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab kematian dan kecacatan


yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
yang berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK)
atau di dalam rumah sakit / pusat perawatan (pneumonia nosokomial / PN). *

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas termasuk pneumonia dan
influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000
orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada
orang dewasa di negara itu.

Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan


cara invasif pun menyebabkan pneumonia hanya ditemukan 50%. Pneumonia
sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak
penyebab segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan
antibiotika secara empiris.
2.6 Etiologi Bronkopneumonia

Secara umun individu yang terserang bronkopneumonia diakibatkan oleh


adanya penurunan terhadap virulensi organisme patogen Orang yang normal
dan sehat yang melindungi tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas:
reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan
kuman keluar dari organ, dan sekresi lingkungan humoral setempat.

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan


tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan Patogen penyebab
pneumonia pada anak bervariasi tergantung

a. Usia
b. Status imunologis
c. Status lingkungan
d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setemat, malnutrisi)
e. Status imunisasi
f. Faktor pe jamu (penyakit penyerta, malnutrisi).
Usia pasien merupakan peran penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi. gambaran klinis dan
strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil termasuk
Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomemas sp,
atau Klebsiella sp, Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A,
S aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri
tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycopłasma pneumoniae.
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber
dari data di Negara maju dapat dilihat dari tabel 1. *
Faktor Non Infeksi
Terjadi disfungsi operasi atau refluks esophagus termasuk:
1. Bronkopneumonia hidrokarbon dapat terjadi karena aspirasi selama
penelanan muntah atau pemasangan selang NGT (zat hidrokarbon seperti pelitur,
minyak tanah dan bensin).
2. Bronkopneumonia lipoid dapat terjadi akibat pemasukan obat yang
mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan
yang terus berjalan seperti palatoskizis, mempersembahkan makanan dengan
cara horizontal, atau pemaksaan mempersembahkan makanan seperti minyak
ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada
jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam
lemak tinggi yang merusak seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
menjalankan Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita
penyakit yang berat seperti AIIDS dan respon imunitas yang belum berkembang
pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi kejadian penyakit ini.

Faktor Resiko

Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian Bronkopneumonia adalah sebagai


berikut:
 Faktor host (diri)
o Usia Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai
anak usia dibawah 3 tahun. terutama bayi kurang dari 1 tahum.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada balita yang
lebih rentan terkena penyakit bonkopneumonia dibandingkan orang
dewasa yang menderita tubuhnya masih belum sempurna.
o Status Gizi Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein
(KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling
mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lain
(Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi
phatogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang
tergangu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan
utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status
gizi.
o Riwayat penyakit terdahulu Penyakit terdahulu yang sering muncul
dan bertambah parah karena penumpukan sekresi yang berlebih
yaitu influenza. Pemasangan selang NGT yang tidak bersih dan
tertular berbagai mikrobakteri dapat menyebakan kejadian
bronkopneumonea.

2. Faktor Lingkungan

 Rumah merupakan struktur fisik, dimana tempat berlindung yang


dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan
yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani, keadaanan sosialnya yang
baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).
 Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga,
dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko penularan pneumonia.
 Status sosioekonomi Kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang
memiliki hubungan yang rendah dengan kesehatan masyarakat.

2.7 Klasifikasi Bronkopneumonia

Pembagian pneumonia sendiri pada kenyataan tidak ada yang memuaskan,


dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli
telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti
secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.

Berdasarkan Sumber Infeksi

a. Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community-acquired


pneumonia.)
1.) Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama pada orang
dewasa
2.) Haemophilus influenzae merupakan penyebab yang sering pada anak-
anak
3.) Mycoplasma sering bisa menjadi penyebab mati (anak & dewasa)
b. Pneumonia yg didapat di RS (RS yg didapat pneumonia)
1.) yg disebabkan kerena kuman gram negatif
2.) Angka kematiannya> CAP (Pneumonia yg didapat masyarakat.)
3.) Prognosis ditentukan ada tidaknya penyakit penyerta
c. Pneumonia aspirasi
1.) Sering terjadi pada bayi dan anak-anak
2.) Pada orang dewasa sering disebabkan oleh bakteri anaerob
d. Pneumonia Immunocompromise host
1.) Macam kuman penyebabnya sangat luas, termasuk kuman yang
sebenarnya mempunyai patogenesis yang rendah
2.) Berkembang sangat progresif menyebabkan kematian akibat
rendahnya pertahanan tubuh

Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu


Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu

Berdasarkan Kuman Penyebab


a. Pneumonia bakterial
 Sering terjadi pada semua usia
 Beberapa mikroba cenderung menyerang individu yang peka, misal;
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphylococcus menyerang pasca
influenza
b. Pneumonia Atipikal
 Disebabkan: Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
 Sering mengenai anak-anak dan dewasa muda
c. Pneumonia yang disebabkan virus
 Sering pada bayi dan anak-anak
 Merupakan penyakit yang serius pada penderita pertahanan tubuh yang
lemah
d. Pneumonia yang disebabkan oleh jamur atau patogen lainnya
 Seringkali merupakan infeksi sekunder
 Predileksi terutama pada pasien dengan pertahanan tubuh yang rendah

Berdasarkan Predileksi atau Tempat Infeksi

a. Pneumonia lobaris (lobar pneumonia)

1.) Sering pada pneumonia bakterial

2.) Jarang pada bayi dan orang tua

3.) Pneumonia terjadi pada satu lobus atau segmen, kemungkinan karena
obstruksi bronkus misalnya: aspirasi benda asing pada anak atau
proses keganasan pada orang dewasa
b. Bronchopneumonia
1.) Ditandai adanya bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru
2.) Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus
3.) Sering pada bayi dan orang tua
4.) Jarang dilakukan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisialis (interstitial pneumonia)
1.) Proses terjadi mengenai jaringan interstitium bekerjasama alevoli atau
bronki
2.) Merupakan bukti (tipikal) infeksi oportunistik (Cytomegalovirus,
Pneumocystis carini)
Berdasarkan lama penyakit

 Pneumonia akut
 Pneumonia persisten

2.8 Patofisiologi Bronkopneumonia

Istilah pneumonia mencangkup setiap radang paru dimana beberapa atau


seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel darah. Jenis pneumonia yang umum
adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh pneumokokus.
Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami
peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah
dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian,
alveoli yang terinfeksi menjadi terisi dengan cairan dan sel, dan infeksi
disebarkan oleh bakteri dari alveolus alveolus ,? Pneumonia alveoti normal

Pada keadaan normal, saluran pernapasan mulai dari area sublaring sampai
parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh
pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk.
Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme
patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus. IgA
sekretori, dan imunoglobulin lain.
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke bagian perifer melalui
saluran pernapasan. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya.
Bagian paru yang mengalami mengalami, terjadi serbukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin bertambah, terdapat
fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.
Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag
meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan
debris menghilang. Stadion ini disebut resolusi stadion. Sistem
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak akan terus normal.
Pneumonia virus biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang jalan
napas atas yang mengikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan
obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan puing-puing seluler.
Diameter jalan napas yang kecil pada bayi yang menyebabkan bayi rentan
terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema interstisial, dan ketidakcocokan
ventilasi-perfusi menyebabkan hipoksemia yang sering dilengkapi obstruksi
jalan napas. Infeksi virus pada traktus respiratorius juga dapat meningkatkan
risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan mengganggu pertahanan normal
pejamu, mengubah sekresi normal, dan menginvasi flora bacterial.
Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik
bergantung pada organisme yang menginvasi. M. pneumoniae yang menempel
pada epitel respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi
seluler dan produksi respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi
berkelanjutan, puing-puing seluler yang terlepas, sel-sel inflamasi, dan mukus
penyebab obstruksi jalan napas, dengan penyebaran infeksi terjadi di sepanjang
cabang-cabang bronkial, seperti pada pneumonia virus. S. pneumoniae
menyebabkan edema lokal yang membantu proliferasi mikroorganisme dan
penyebarannya ke bagian paru biasanya menghasilkan sebagai bercak-bercak
merata di seluruh lapangan paru. 5,6
Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan infeksi
yang lebih difus dengan pneumonia interstisial. Pneumonia lobar tidak lazim.
Lesi terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pemesanan ulkus yang
terdiri dari berkemah dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan
terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa
limfatika. Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan
cepat menjelek yang dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang tinggi,
jika diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan penggabungan
bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih mencolok pada satu sisi yang
memiliki daerah nekrosis perdarahan yang luas dan kaverna tidak teratur.

2.9 Manifestasi KLINIS Bronkopneumonia

Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai demam tinggi, batuk dan nyeri
dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pemapasan cepat dan dangkal dilengkapi
pernapasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Terkadang-
kadang-kadang muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada
permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula
kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat
diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan
dangkal, pemafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru
dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan
dengan konjungtivitis, otitis media. faringitis, dan laringitis. Anak besar dengan
pneumonia yang lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk
dengan nyeri dada.

Bagan patoflow brobkopneumonia terlampir di belakang

2.10 Pemeriksaan Fisik Bronkopneumonia

Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut:

• Suhu tubuh> 38,5 ° C

 Pada setiap nafas terdapat retraksi ötot epigastrik, interkostal,


suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

• Takipneu berdasarkan WHO: Usia <2 bulan 2 60 x / menit Usia 2-12


bulan 2 50 x / menit Usia 1-5 tahun> 40 x / menit Usia 6-12 tahun> 28 x /
menit

• Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.

• Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terpengaruh.
• Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Ronki halus
(ronki basah halus) yang khas pada anak besar tidak bisa ditemukan pada
bayi. Dan kadang terdengar juga suara bronkial.

2.11 Pemeriksaan Penunjang Bronkopneumonia

1. Pemeriksaan laboratorium

Pada virus pneumonia dan mikoplasma anya leukosit dalam batas normal.
Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000
40.000 / mm dengan predominan PMN. Kadang-kadang ada anemia ringan dan
laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan
darah lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri
pasti.

2. C-Reactive Protein (CRP) Secara klinis CRP digunakan sebagai alat


diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus
dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya
lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis yang mempunyai
infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons
terhadap terapi antibiotik.

Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan


radiologi untuk melihat spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan
nilai CRP> 120 mg / 1 dan prokalsitonin> 5 ng / ml.

3. Pemeriksaan Mikrobiologis Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis


pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat, dan jarang
mendapatkan hasil yang positif. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen
dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring tidak memiliki nilai yang
berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan
pleura, atau aspirasi paru.
4. Pemeriksaan serologis Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi
pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah.
Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan
peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase
B. Uji serologik IgM dan IgG antara fase akut dan konvalesen pada anak dengan
infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma pneumonia
dengan hasil yang memuaskan tetapi tidak keadaan pada keadaan pneumonia
berat yang memerlukan penanganan yang cepat.
5. Pemeriksaan Roentgenografi Foto rontgen toraks proyeksi posterior-
anterior merupakan diagnosis dasar pneumonia Tetapi tidak rutin dilakukan pada
pneumonia ringan, hanya semata-mata pada pneumonia berat yang dirawat dan
timbul gejala klinis berupa takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara
pernafasan. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu
berhubungan dengan gambaran klinis: lugas yang diperlukan untuk menunjang
diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan cara AP. Lynch dkk mendapatkan
bahwa cara tambahan pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas
dan spesifisitas penegakkan diagnosis.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
 Infiltrat interstisial, peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy
konsolidasi karena atelektasis.
 Infiltrat alveolar, merupakan suatu paru dengan bronkogram udara.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia
lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar,
berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan lesi tumor paru
disebut sebagai round pneumonia.
 Bronkopneumoni ditantadai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga
daerah perifer paru corakan peribronkial.

Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus.
Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan
kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, interstisial infiltrat merata dan
hiperinflasi cenderung terlihat pada virus pneumonia. Infiltrat alveolar berupa
suatu segmen atau lobar, bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin
disebabkan oleh bakteri.

2.12 Diagnosis Diagnosis Bronkopneumonia


Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan / atau
serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang
memadai. Tidak ada gejala gangguan pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan
peningkatan suara pernafasan dapat diduga dugaan pneumonia. Adanya retraksi
epigastrik, interkostal, dan suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan.
Pada bronkopneumoni, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa
lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti
pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke
arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi- bayi kecil jumlah
leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya
normal atau sedikit menurun.
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, upaya
penanggulangannya yang mengembangkan diagnosis baru dan tatalaksana yang
sederhana. Tujuannya menetapkan diagnosis yang menentukan diagnosis klinis
yang dapat dideteksi, ditentukan klasifikasi penyakit, dan menentukan
penatalaksanaan. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak
dapat minum, kejang. kesadaran menurun, stridor, mengi, demam, atau
menggigil.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan baru tersebut.


Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun:
• Pneumonia berat
- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan 2 50 x / menit, Usia 1-
5 tahun> 40 x / menit
- Adanya retraksi
- Sianosis Anak tidak mau minum
- Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi)
- Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik
 Pneumonia
- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan 2 50 x / menit, Usia 1-
5 tahun 2 40 x / menit
- Adanya retraksi
- Anak perlu rawat dan terapi antibiotik
Bayi berusia di bawah 2 bulan Pada bayi yang berusia dibawah 2 bulan,
perjalanan penyakit lebih bervariasi.
Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut:
 Pneumonia
- Bila ada nafas cepat> 60 x / menit atau sesak nafas
- Haruş dirawat dan diberikan antibiotik
 Bukan pneumonia
- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas Tidak perlu dirawat, cukup
diberikan pengobatan simptomatik

2.13 Penatalaksanaan Bronkopneumonia

Pengelolahan pneumonia harus memadai dan memadai, mencakup

1. Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit


 Pneumonia ringan
- Amoksisilin 25 mg / kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari.
Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai
80-90 mg / kgBB.
- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg / KGBB sulfametoksazol 20 mg /
kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari
 Pneumonia berat
- Kloramfenikol 25 mg / kgBB setiap 8 jam
- Seftriakson 50 mg / kgBB iv setiap 12 jam
- Ampisilin 50 mg / KGBB im sehari empat kali, dan gentamisin 7,5 mg /
kgBB sehari sekali Benzilpenisilin 50.000 U / KGBB setiap 6 jam, dan
gentamisin 7,5 mg / KGBB sehari sekali
- Pemberian antibiotik yang diberikan selama 10 hari pada pneumonia
tanpa komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama
terapi antibiotik yang optimal

Pemberian antibiotik berdasarkan umur

 Neonatus dan bayi muda (<2 bulan):


- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
 Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin -amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol makrolid (eritromisin)
 Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin / makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia 8 tahun)

2. Penatalaksaan suportif

- Pemberian oksigen lembab 2-4 Lmenit → sampai sesak nafas hilang


atau PaOz pada analisis gas darah> 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosisdiatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan dosis
awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa ulang analisis
gas setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka
dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg).
- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan pada 72
jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.
Obat penurun panas yang diberikan hanya pada penderita dengan suhu
tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan
yang nyata dalam 24-72 jam → ganti dengan antibiotik lain yang lebih
tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu
diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang
menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).
3. Penatalaksanaan Bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi
pneumotoraks atau pneumomediastinum.
4. Penatalaksanaan rawat pasien
Penatalaksanaan rawat jalan
Pengobatan suportif / simtomatik
1. Istirahat di tempat tidur
2. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
• Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
 Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
 Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan ) kurang dari 4 jam
Penatalaksanaan rawat inap
Pengobatan suportif / simtomatik
1. Pemberian terapi oksigen
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
3. Pemberian obat simtomatik antara laim antipiretik, mukolitik
4. Pengobatan antibiotik harus diberikan kurang dari 4 jam
Penatalaksanaan rawat inap di ruang rawat intensif
Pengobatan suportif / simtomatik
1. Pemberian terapi oksigen
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi, koreksi kalori & elektrolit
3. Pemberian obat simtomatik antara antipiretik lain, mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan kurang darti 4 jam Bila ada indikasi
dipasang ventilator mekanik.

2.14 Prognosis Bronkopneumonia

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat


diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi
protein dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus 1
Seorang bayi berusia 10 bulan masuk ke ruang rawat anak Asoka dengan
keluhan batuk 3 hari, demam tinggi 2 hari, dan tidak mau menyusu. Klien
tampak sesak napas dan mendapat 02 (2litr / mnt). Berdasarkan hasil anamnesa
didapatkan data: riwayat ASI tidak eksklusif, sejak usia 4 bulan sudah diberikan
MP ASI bubur beras merah. Sebelum sakit biasanya makan MP ASI 2x sehari
sepertiga piring, ASI jika ibu ada dirumah, dan susu formula 4-6x sehari.
Imunisasi sudah lengkap. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan:
RR: 52x / menit, ronchi positif kanan atas, HR 132x / menit, dada tidak positif.
BB / TB = 7 KG / 85 CM. T: 38,2 C. LK: 49 cm.
Hasil lab: Hb = 14,2. HT = 42. Leukosit = 19.000. Trombosit = 267000.
Albumin = 2.3,
Hasil Rongten: bronkopneumonia.
Terapi yang diberikan: ceftriakson 3x250mg. infus KaEn3B + lampu aminopilin
dalam 24 jam, nebulizer + fisioterapie 3x ehari dengan kombivent ½ ampul.
I. IDENTITAS

Nama : An.

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 10 bulan

Alamat : Kertamukti Agama Islam

Tanggal Masuk RS: 28 Mei 2012

Ruang Perawatan: Ruang asoka

II. ANAMNESA

a. Keluhan Utama: batuk-batuk sudah 3 hari

b. Keluhan Tambahan: demam tinggi sejak 2 hari suhu 38,2 "C, tidak mau
menyusu
c. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat ASI tidak eksklusif, sejak usia 4 bulan sudah diberikan MP ASI bubur
beras merah. Sebelum sakit biasanya makan MP ASI 2x sehari sepertiga piring,
ASI jika ibu ada dirumah, dan susu formula 4-6x sehari. Sebuah. A tampak
sesak napas.
d. Riwayat penyakit dahulu
An. A tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang serupa dengan
pasien.
f. Nutrisi
Anak tidak mau menyusu, anoreksia, mual dan muntah

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisik Umum


Keadaan Umum : baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : T = 38,2 ° C, Nadi = 132 x / menit. RR = 52x / menit
Berat badan = 7 kg
Tinggi badan = 85 cm
LK : 49 cm
Status nutrisi : IMT = 9.7 (N = 14,6 - 20,1)
BB / U = <-2 SD (Gizi kurang)

KEPALA
Mata : Mata cekung (-), conjungtiva anemis (+ / +), sklera ikterik
(-), reflek pupil (+) normal, isokor
Telinga: Discharge (- / -), deformitas (- / -)
Hidung : Discharge. (+ / +) wama keputihan (sumber: Wong. 2008), deformitas
(-). deviasi septum (- / -), nafas cuping hidung (+)
Mulut : Bibir kering, sianosis sentral, lidah kotor (-)
Leher : pembesaran tiroid (-), kaku kuduk (-)
THORAX
PULMO
Inspeksi : dinding dada simetris, dada ditarik positif (Tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam). pernapasan cuping hidung
Palpasi : fremitus vokal menurun, massa abnormal (-), lesi kulit (-)
Perkusi : redup pada lapang paru kanan
Auskultasi : suara napas bronkial, Ronkhi (+)
JANTUNG
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak.
Auskulatsi : S1 S2 murni, bising (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Datar
Auskultasi : peristaltik, suara abnormal (-)
Palpasi : hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi : Tympani di seluruh regio abdomen
EKSTREMITAS
Atas : Edema (- / -), hambatan gerak (- / -), akral dingin (+ / +)
Bawah : Edema (-), hambatan gerak (-), akral dingin (+ / +)
Terapi yang diberikan :
- Ceftriakon 3x250mg
- Infuse KaEn3B+ aminopilin 1ampul dalam 24 jam
- Nebulizer + Fisioterapi dada 3x seehari dengan kombivent ½ ampul

Anda mungkin juga menyukai