Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK DENGAN KASUS PNEUMONIA DI RUANG ISMAIL


RS RIZANI

Di susun oleh :
QUDSIYATUL UMNIYAH
14201.12.20034

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
GENGGONG PROBOLINGGO
2022-2023
A. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk melakukan
respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk
memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida.

Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan
bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan
sistem pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru.
a. Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama
dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian
internal. Di hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang
dan hyaline kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior dari
bagian eksternal hidung memiliki tiga fungsi : (1) menghangatkan,
melembabkan, dan menyaring udara yang masuk; (2) mendeteksi stimulasi
olfaktori (indra pembau); dan (3) modifikasi getaran suara yang melalui bilik
resonansi yang besar dan bergema. Rongga hidung sebagai bagian internal
digambarkan sebagai ruang yang besar pada anterior tengkorak (inferior pada
tulang hidung; superior pada rongga mulut); rongga hidung dibatasi dengan otot
dan membrane mukosa.

1
b. Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang
13 cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane
mukosa. Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap
sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan.
Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan
ruang resonansi untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan
pada reaksi imun terhadap benda asing).
c. Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3
bagian berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid,
cuneiform, dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan
dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan
vokal sebenarnya) untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan
bagian tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya
berfungsi melindungi pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara dan
mengalihkan makanan dan minuman agar melewati esofagus.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati
udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar
bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan
didorong keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat dahak.
Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi batuk,
memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas.
e. Bronkus
Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan
dan kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula.
Didalam masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit,
pendek, dan semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada
pohon. Cabang terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole.
f. Paru-paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga
lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua paru
terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi jantung.
Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis yang disebut
parietal dan visceral pleura. Parietal pleura membatasi dinding toraks sedangkan
visceral pleura membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura terdapat lapisan
tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua pleura sehingga

2
kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat bernafas. Cairan ini juga
membantu pleura visceral dan parietal melekat satu sama lain, seperti halnya dua kaca
yang melekat saat basah.
B. DEFINISI
Pneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran pernapasan akut
yang menyerang paru-paru. Paru-paru terdiri dari kantung kecil yang disebut
alveoli. Ketika seseorang menderita pneumonia, alveoli berisi nanah dan
cairan, yang menyebabkan nyeri saat bernapas dan membuat terbatasnya
asupan oksigen yang masuk ke paru-paru (WHO, 2019). Pneumonia dalam
arti umum merupakan peradangan parenkim yang dikarenakan oleh
mikroorganisme bakteri, virus, jamur, parasit, namun pneumonia dapat juga
disebabkan karena bahan kimia atau karena paparan fisik seperti suhu ataupun
radiasi (Djojodibroto, 2020).
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan
(paru-paru) tepatnya di alveoli yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, maupun mikroorganisme
lainnya (Kemenkes RI, 2019).
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang mengenai
saluran pernafasan bawah dengan tanda dan gejala seperti batuk dan sesak
nafas. Hal ini diakibatkan oleh adanya agen infeksius seperti virus bakteri,
mycoplasma (fungsi), dan aspirasi substansi asing yang berupa eksudat
(cairan ) dan konsolidasi (bercak berawan ) pada paru-paru (abdjul & herlina,
2020 )
C. ETIOLOGI
Menurut nurarif (2020) penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan
sering disebabkan oleh streptoccus pnemonia, melalui slang infus oleh infus
oleh staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian ventilatr  pada
pemakaian ventilatr  oleh P. Aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini
terjadi karena  perubahan  perubahan keadan pasien seperti seperti kekebalan
kekebalan tubuh dan penyakit penyakit kronis, kronis,  polusi  polusi
ligkungan, ligkungan, penggunaan penggunaan antibiotic antibiotic yang tidak
tepat. Setelah Setelah masuk   paru-paru organism  paru-paru organism
bermultiplikasi bermultiplikasi dan jika dan jika telah berhasil berhasil
mengahlahkan mengahlahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pnemonia.
Selan di atas penyebab terjadinya pnemonia sesuai penggolongannya yaitu
1. Bacteria : pneumococcus, streptococcus hemolytikus,streptococcusaureus,
haemophillus influenza, mycobacteriaum tuberculosis
2. Virus : virus influenza, adenovirus

3
3. Jamur : hitoplasma capsulatum, Cryptococcus neuroformans, blastomyces
dermatitides aspirasi : makanan, kerosene ( minyak tanah, bensin), cairan
amnion, benda asing
4. Factor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan
tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energy protein (MEP),
penyakit menahan trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan
dengan antubiotik yang tidak sempurna
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama yang pertama.
Paling sering terjadi pada usia 6 bulan -3tahun dengan suhu mencapai
39,5-40,5 bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka
rangsang atau terkadang euphoria dan lebih aktif dari normal, beberapa
anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa
2. Mengingismus yaitu tanda- tanda megigil tanpa infeksi meningies terjadi
dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri
dan kekakuan pada pungungung dan leher, adanya tanda kering dan
brudzinzski, dan akan berkurang saat suhu turun
3. Anoreksia merupakan hal yang umum disertai dengan penyakit masa
kanak-kanak seringkali merupakan bukti awal dari penyakit menetap
sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam.
Dari penyakit seringkali
Memanjang sampai tahap pemulihan
4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung singkat
tetapi dapat menetap selama sakit.
5. Diare, biasanya ringan diare smentara tetapi dapat menjadu berat. Sering
menyertai infeksi pernafasan khususnya karena virus
6. Nyeri abdomen merupakaan keluhan utama kadang tidak bias dibedakan
dari nyeri apendiksitis.
7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudaah tersumbat oleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi dapat mempengaruhi pernafasan
dan menyusun pada bayi
8. Keluhan nasal sering menyertai infeksi pernafasan mungkin encer dan
sedikit (rinorea) atau kental dan perulen, bergantung pada tipe dan ataau
tahap infeksi
9. Batuk merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan menjadi
bukti hanya selama fase akut.
10. Bunyi pernafasan seperti batuk, mengi, mengorok, Auskultasi terdengar
mengi, krekels

4
E. KLASIFIKASI
Klasifikasi pneumonia berdasarakan anatomi (pola keterlibatan paru)
(LeMone. Atal, 2020) antara lain :
1. Pneumonia lobal, biasanya mengenai seluruh lobus paru. Proses awalnya,
ketika respons imun minimal, bakteri menyebar sepanjang lobus yang
terkena dengan akumulasi cepat. Cairan edema karena terjadi respons
imun dan inflamasi, RBC dan neutrofil, merusak sel epitel, dan fibrin
berakumulasi dalam alveoli. Eksudat purulent mengandung neurofil dan
makrofag terbentuk. Karena alveoli dan bronkiolus pernafasan terisi
dengan eksudat, sel darah, fibrin, dan bacteria, konsolidasi (solidifikasi)
jaringan paru terjadi. Akhirnya, proses sembuh karena enzim
menghancurkan eksudat dan sisa debris direabsorpsi, di fagosit, atau
dibatukan keluar.
2. Bronkopneumonia (pneumonia lobularis), Biasanya mengenai bagian
jaringan paru terkait, ditandai dengan konsolidasi bercak. Eksudat
cenderung tetap terutama di bronki dan bronkiolus, dengan sedikit edema
dan kongesti alveoli daripada Pneumonia lobar.
3. Pneumonia interstisial (Bronkiolitis), proses inflamasi terutama
melibatkan interstisium : dinding alveolar dan jaringan ikat yang
menyokong pohon bronchial. Keterlibatan dapat berupa bercak atau difus
karena limfosit, makrofag, dan sel plasma menginfiltrasi septa alveolar.
Ketika alveoli biasanya tidak mengandung eksudat yang banyak,
membrane hialin yang kaya protein dpat melapisi alveoli, mengandung
pertukaran gas.
4. Pneumonia milier, pada pneumonia milier, sejumlah lesi inflamasi
memiliki ciri tersendiri terjadi sebagai akibat penyebaran patogen ke paru
melalui aliran darah. Pneumonia milier umumnya terlihat pada orang
yang mengalami luluh imun berat. Sebagai akibatnya, respons imun
buruk dan kerusakan jaringan pleura sangat signifikan.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan (LeMone. Atal,
2020) :
1. Pneumonia Komunitas (Community-Acquired Pneumonia). Pneumonia
komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius yang sering di
sebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia. Bakteri ini terletak
di saluran napas atas pada hingga 70% orang dewasa. Bakteri ini dapat
menyebar secara langsung dari kontak orang ke orang melalui droplet.
2. Penyakit Legionnaire. Penyakit Legionnaire adalah bentuk
bronkopneumonia yang disebabkan oleh legionella pneumophilia, bakteri
gram negative yang secara luas ditemukan dalam air, terutama air hangat.

5
Perokok, lansia, dan orang yang menderita penyakit kronik atau
gangguan pertukaran imun merupakan orang yang paling rentan terhadap
penyakit Legionnaire.
3. Pneumonia Atipikal Primer Pneumonia disebabkan oleh Mycoplasma
pneumonia umumnya diklasifikasikan sebagai Pneumonia Atipikal
Primer karena manifestasi dan rangkaian penyakit sangat berbeda dengan
Pneumonia bakteri lainnya. Dewasa muda khususnya mahasiswa dan
calon anggota militer merupakan populasi yang umumnya terkena.
Pneumonia ini sangat menular.
4. Pneumonia Virus. Pneumonia virus umumnya merupakan penyakit
ringan yang sering kali mengenai lansia dan orang yang mengalami
kondisi kronik. Sekitar 10% pneumonia ini terjadi pada orang dewasa.
5. Pneumonia Pneumosis Orang yang mengalami luluh imun yang parah
beresiko terjadinya pneumonia oportunistik yang disebabkan oleh
Pneumocystis jiroveci, parasit yang lazim ditemukan di seluruh dunia.
Infeksi oportunistik dapat terjadi pada orang yang ditangani dengan
imunosupresif atau obat sitotoksik untuk kanker atau transplan organ.
6. Pneumonia Aspirasi. Pneumonia aspirasi merupakan aspirasi isi lambung
ke paru-paru yang menyebabkan pneumonia kimia dan bakteri.

F. PATOFISIOLOGI
Gambaran patologis tertentu dapat ditunjukkan oleh beberapa bakteri
tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus
pneumonia biasanya bermanisfestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi
merata di seluruh lapangan paru (bronkopneumonia), dan pada remaja dapat
berupa konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau
abses-abses kecil sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada
neonates, karena Staphylococcus aureus menghasilkan berbagai toksin dan
enzim seperti hemolisin, lekosidin, stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan
enzim ini menyebabkan nekrosis pendarahan, dan kavitasi. Koagulase
berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat
fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi
kuman. Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang
menimbulkan penyakit yang serius. Pneumotokel dapat menetap hingga
berbulan- bulan, tetapi biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut (Rahajoe
dkk, 2019).

6
Sedangkan Pneumonia bacterial menyerang baik ventilasi maupun
difusi. Suatu reaksi-reaksi infalamsi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi
pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi
okisegen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil,
juga bermigrasi ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya
mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena
sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial
bronki atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen
alveolar. Darah vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang
kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi.
Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung.
Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya
mengakibatkan hipoksemia arterial. (Brunner & Suddarth, 2020)

7
G. PATHWAY.

8
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Ryusuke dan Damayanti (2019) pemeriksaan penunjang penyakit
pneumonia adalah sebagai berikut:
a. Rontgen thorax atau sinar X : Mengidentifikasi distribusi structural, dapat
juga menyatakan abses luas/infiltrate, empysema (stapilococcus).
Infiltrasi penyebaran atau terlokalisasi (bakterial) atau
penyebaran/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikroplasma
sinar X dada mungkin bersih.
b. Pemeriksaan laboratorium lengkap : Terjadi peningkatan leukosit dan
peningkalan LED. LED meningkat terjadi karena hipoksia, volume
menurun, tekanan jalan napas meningkat. c. Pemeriksaan mikrobiologi
yaitu pemeriksaan gram atau kultur sputum dan darah yang diambil
dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, atau biopsi atau pembukaan
paru untuk mengatasi organisme penyebab.
c. Analisis gas darah : Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari
luasnya kerusakan paru-paru. 1
d. Pemeriksaan fungsi paru : Volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar), tekanan jalan nafas mungkin meningkat, complain
menurun, dan hipoksemia.
e. Pewarnaan darah lengkap (Complete Blood Count – CBC): Leukositosis
biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah putih (white blood
count - WBC) rendah pada infeksi virus.
f. Tes serologi: Membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme
secara spesifik.
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia menurut Digiulio,
Jackson, & Keogh, 2020 :
a. Memberikan oksigen jika diperlukan. Terapi oksigen dianjurkan pada
pasien dewasa, anak-anak dan bayi ketika menilai saturasi oksigen kurang
dari/ sama dengan 90% saat pasien beristirahat dan bernapas dengan
udara ruangan. Pada kasus pneumonia yang mengalami hipoksia akut
dibutuhkan segera pemberian terapi O2 dengan fraksi oksigen (Fio2)
berkisaran 60 – 100% dalam jangka waktu yang pendek sampai kondisi
klinik membaik dan terapi spesifik diberikan. Terapi awal dapat
diberiakan dengan nasal canul 1-6L/ menit atau masker wajah sederhana
5-8L/ menit, kemudian ubah ke masker dengan reservoir jika target
saturasi 94 – 98% tidak tercapai dengan nasal canul dan masker wajah

9
sederhana. Masker dengan reservoir dapat diberikan langsung jika
saturasi oksigen <85% (Driscoll et al., 2017 )
b. Untuk infeksi bakterial, memberikan antibiotik seperti macrolides
(azithomycin, clarithomicyn), fluoroquinolones (levofloxacin,
moxifloxacin), beta-lactams (amoxilin atau clavulanate, cefotaxime,
ceftriaxone, cefuroxime axetil, cefpodoxime, ampicillin atau sulbactam),
atau ketolide (telithromycin).
c. Memberikan antipiretik jika demam, seperti Acitaminophen, ibuprofen.
d. Memberikan bronkodilator untuk menjaga jalur udara tetap terbuka,
memperkuat aliran udara jika perlu seperti albuterol, metaproteranol,
levabuterol via nebulizer atau metered dose inhaler.
e. Menambah asupan cairan untuk membantu menghilangkan sekresi dan
mencegah dehidrasi.
Pencegahan pneumonia pada anak antara lain sebagai berikut:
a) Berikan ASI eksklusif pada anak, sedapat mungkin hingga usia 6 bulan
dan dilanjutkan hingga usia 2 tahun.
b) Cegah anak terpajan rokok dan polusi udara.
c) Imunisasi sesuai jadwal, terutama imunisasi DTP-Hib, PCV, dan
influenza 
d) Jaga kebersihan antara lain dengan cuci tangan, membersihkan mainan
(terutama mainan yang digunakan bersama), tidak berbagi peralatan
makan seperti gelas/sedotan/dan sebagainya.
e) Memberikan asupan nutrisi yang baik, cukup, serta sesuai dengan usia
anak.
J. KOMPLIKASI
a. Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat
b. Atelektasi ( pengembangan paru yang tidak sempurna ) terjadi karena
obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi
c. Efusi pleura ( terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura )
d. Empyema ( efusi pleura yang berisi nanah )
e. Delirium terjadi karena hipoksia
f. Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar .
g. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
h. Endocarditis yaitu peradangan pada setiap endocardial
i. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak

10
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
PADA PASIEN PNEUMONIA
A. Pengkajian
1. Pengkajian
1) Airway dan cervicalcontrol
pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat
disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur
mandibula atau maksila,fraktur larinks atau trachea. Dalam hal
ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama
memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan
bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari
leher.
2) Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk
pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari
tubuh. Ventilasi yang baik meliputi:fungsi yang baik dari paru,
dinding dada dan diafragma.
3) Circulation dan hemorrhagecontrol
a) Volume darah dan curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus
dianggap disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang
dalam hitungan detik dapat memberikan informasi
mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna
kulit dan nadi.
b) kontrol pendarahan
4) Disanbility
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil.
5) Exposure dan Environmentcontrol
Pada klien dengan pneumoni sering tampak menggigil dan demam
dengan suhu tubuh mencapai 38,80C sampai 41,10C.
2. Pengkajian sekunder
1) Identitas
Nama, umur jenis kelamin, alamat, agama, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku/ bangsa, status pernikahan

11
2) Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien pneumonia
b. Riwayat keluhan utama
Keluhan utama disertai keluhan lain yang di rasakan klien
seperti lemah, sianosis, sesak nafas, adanya suara nafas
tambahan ( ronchi dan wheezing ), batuk, demam. Sianosis
daerah mulut dan hidung, muntah , diare
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Dikaji apakah klien pernah menderita penyakit seperti
ISPA,TBC paru, trauma, hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya factor predisposisi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab
pneumonia seperti Ca paru, asma, TBC paru dan lain
sebagainya
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Tampak lemas, dan sesak napas
b. Tanda-tanda vital: Tekanan darah : biasanya normal, Nadi: takikardi,
Respiration rate : takipneu, dipsneu, napas dangkal, Suhu: hipertermi.
c. Pemeriksaan fisik paru Teknik dasar pemeriksaan fisik terdiri atas
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Berikut adalah pemeriksaan
fisik paru pada pasien pneumonia
a) Inspeksi : Bentuk dada dan gerak pernapasan. Pada klien
dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan
frekuensi napas cepat dan dangkal, napas cuping hidung,
sesak berat, dan batuk produktif disertai dengan
peningkatan produksi sekret yang berlebih
b) Palpasi : Pemeriksaan palpasi dilakukan untuk
menentukan gerakan dada pada saat bernapas (ekspansi
paru), peningkatan vokal premitus pada daerah yang
terdampak, adanya nyeri tekan, dan teraba atau tidaknya
massa.
c) Perkusi: Klien dengan pneumonia tanpa disertai
komplikasi, didapatkan bunyi resonan atau sonor pada
seluruh lapang paru, dan pekak terjadi bila terisi cairan
pada paru-paru.

12
d) Auskultasi: Didapatkan bunyi napas melemah dan
adanya suara napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang
sakit.
d. Mata
Cekung, air mata kering.
e. Neurologi
Reflek, gangguan motorik dan sensorik tingkat kesadaran .
f. Gastrointestinal
Keadaan mukosa mulut, lidah dan muntah-muntah
g. Abdomen
Bentuk perut bising usus biasanya meningkat
h. Genetalia /anus
Amati bagian perineum dengan adanya iritasi karna seringnya
defekasi.

4. Pola fungsi kesehatan


a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Hal yang perlu dikaji yaitu kebersihan lingkungan, riwayat
perokok
b. Pola nutrisi
Biasanya muncul anoreksia, mual dan muntaah karena peningkatan
rasangan gaster sebagai dampak peningkatan tokssik
mikroorganisme
c. Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan evaporasi karena demam
d. Pola istrirahat/ tidur
Penderita sering mengalami gangguan istirahat dan tidur karena
adanya sesak nafas
e. Pola aktifitas dan latihan
Aktivitas dan latihan klien akan menurun karena adanya kelemahan
fisik
5. Diagnose keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D. 0001)
b. Gangguan pertukaran gas (D. 0003)
c. Hipertemia (D.0130)
6. Intervensi keperawatan

13
DIAGNOSA : BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF (D.0001)
I. KRITERIA HASIL
Luaran Utama : Bersihan Jalan Napas (L.01001)
: Ekspektasi (meningkat)
Kriteria Hasil :
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
menurun meningkat
Batuk efektif 1 2 3 4 5

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
Produksi sputum 1 2 3 4 5
Mengi 1 2 3 4 5
Wheezing 1 2 3 4 5
Mekonium 1 2 3 4 5
( pada neonatus)
Dispnea 1 2 3 4 5
Ortopnea 1 2 3 4 5
Sulit berbicara 1 2 3 4 5
Sianosis 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik


memburuk membaik
Frekuensi napas 1 2 3 4 5
Pola napas 1 2 3 4 5

II. INTERVENSI UTAMA


A. Latihan Batuk Efektif (1.01006)
B. Manajemen Jalan Nafas (1.01011)
C. Pemantauan Respirasi (1.01014)
1. Latihan batuk efektif
a. Observasi
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas dan karakteristik)

14
- Monitor input dan output cairan (mis jumlah dan karasteristik)
b. Terapeutik
- Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik kemudian keluarkan dari mulut dengan
bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam
yang ke-3
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
2. Manajemen Jalan Nafas (1.01011)
a. Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering) Monitor sputum (jumlah, wama, aroma)
b. Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
- Posisikan semi-Fowler atau Fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
c. Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
3. Pemantauan Respirasi (1.01014)
a. Observasi

15
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas Monitor
pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne Stokes, Biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif Monitor adanya produksi
sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AG D
- Monitor hasil X-ray toraks
b. Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
- >6 bulan

DIAGNOSA : GANGGUAN PERTUKARAN GAS (D.0003)


I. KRITERIA HASIL
Luaran Utama : Pertukaran Gas (L.01003)
: Ekspektasi (meningkat)
Kriteria Hasil

Menurun Cukup Sedang Cukup meningka


menurun meningkat t
Tingkat kesadaran 1 2 3 4 5

Meningka Cukup Sedang Cukup Menurun


t meningkat menurun
Dispnea 1 2 3 4 5
Bunyi napas 1 2 3 4 5
tambahan 1 2 3 4 5
Pusing 1 2 3 4 5
Penglihatan kabur 1 2 3 4 5
Diaphoresis 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Nafas cuping hidung

16
Memburu Cukup Sedang Cukup membaik
k memburuk membaik
PCO2 1 2 3 4 5
PO2 1 2 3 4 5
Takikardia 1 2 3 4 5
PH arteri 1 2 3 4 5
Sianosis 1 2 3 4 5
Pola nafas warna kulit 1 2 3 4 5

II. INTERVENSI UTAMA

A. Pemantauan respirasi (1.01014)


B. Terapi oksigen (1.01026)
1. Pemantauan respirasi
a. Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
- Monitor pola nafas
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil X-ray toraks
b. Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan
2. Terapi oksigen
a. Obserfasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
- Monitor efektifitas terapi oksigen

17
- Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor tanda – tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
etelektasis
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
b. Terapeutik
- Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
- Gunakan peralatan oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
c. Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga menggunakan oksigen di rumah
d. Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas atau tidur

Diagnosa :Hipertemia (D.0130)


Luaran utama :termoregulasi(L.14134)
Kriteriahasil

Hasil Cukupmening Sedan Cukupme Menur


kat g nurun un
Menggigil 1 2 3 4 5

Kejang 1 2 3 4 5

Akrosianosis 1 2 3 4 5

Konsumsioksigen 1 2 3 4 5

Piloereksi 1 2 3 4 5

Vasokonstriksiperifer 1 2 3 4 5

18
Kutismemorata 1 2 3 4 5

Pucat 1 2 3 4 5

Takikardi 1 2 3 4 5

Takipnea 1 2 3 4 5
Bradikardi 1 2 3 4 5

Dasar kuku sianolik 1 2 3 4 5

Hipoksia 1 2 3 4 5

Meningk Cukupmenuru Sedan Cukupme Memb


at n g mbaik aik
Suhutubuh 1 2 3 4 5

Suhukulit 1 2 3 4 5

Kadar glukosadarah 1 2 3 4 5

Pengisiankapiler 1 2 3 4 5

Ventilasi 1 2 3 4 5

tekanandarah 1 2 3 4 5

Intervensiutama

a. Manajemenhipertermia (I.15506)
Observasi
1. Identifikasipenyebabhipertermia(mis.Dehidrasi,terpaparlingkungan
panas,penggunaaninkubator)
2. Monitor suhutubuh
3. Monitor kadarelektrolit

19
4. Monitor haluran urine
5. Monitor komplikasiakibathipertermia
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkanataulepaskanpakaian
3. Basahi dan kipasipermukaantubuh
4. Berikancairan oral
5. Ganti linen seriap hari atau lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hiportemia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
7. Hindari pemberian anti piretik atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi

- Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

b. Regulasi temperature (I.14578)


Obsevasi
1. Monitor suhubayisampaistabil (36,5oC-37,5oC)
2. Monitor suhutubuhanaktiapdua jam, jikaperlu
3. Monitor tekanandarah, frekuensipernafasan dan nadi
4. Monitor warna dan suhukulit
5. Monitor dan catattanda dan gejalahipotermiaatauhipertemia
Terapeutik
1. Pasangan alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
2. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
3. Bedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan
panas
4. Masukan bayi BBLR kedalam plastic segera setelah lahir (mis.
Bahan polyethylene, polyurethane)

20
5. Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan panas pada bayi
baru lahir
6. Tempatkan bayi baru lahir di bawah radiant warmer
7. Pertahankan kelembahan incubator 50% atau lebih untuk
mengurangi kehilngan panas karena proses evaporasi
8. Atursuhu incubator sesuai kebutuhan
9. Hangat terlebih dahulu bahan-bahan yang akan kontak dengan bayi
(mis. Selimut,kainbedongan ,stetoskop)
10. Hindari meletakkan bayi di dekat jendela terbuka atau di area
aliran pendingin ruangan atau kipas angina
11. Gunakan matras penghangat ,selimut hangat, dan penghangat
rungan untuk menaikan suhu tubuh, jika perlu
12. Gunakan Kasur pendingin, wafer circulating blankets, ice pack
atau gel pad dan intravascular cooling catheterization untuk
menurunkan suhu tubuh
13. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhanpasien
Edukasi
1. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke
2. Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara dingin
3. Demonstrasikan teknik perawatan metodekan guru (PMK) untuk
bayi BBLR
Kolaborasi

- Kolaborasipemberianantipiretik, jikaperlu

21
EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana
rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan
rencana keperawatan.
DOKUMENTASI KEPERAWATAN
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan catatan tentang
tanggapan/respon klien terhadap kegiatan-kegiatan pelaksanaan keperawatan secara
menyeluruh, sistematis dan terstruktur sebagai pertanggunggugatan terhadap tindakan
yang dilakukan perawat terhadap klien dalam melaksanakan asuhan keperawatan
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
akan dapat menurunkan mutu pelayanan keperawatan karena tidak akan dapat
mengidentifikasi sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan keperawatan yang telah
diberikan. dalam aspek legal perawat tidak mempunyai bukti tertulis jika suatu hari
nanti klien menuntut ketidakpuasan akan pelayanan keperawatan.

22
DAFTAR PUSTAKA

PPNI (2019). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi daan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi daan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi daan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2019 Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar Indonesia (Riskesdas). Jakarta: Depkes RI.
Jackson, & Keogh, 2018 :. Buku Ajar Visual Nursing (Medica-Bedah). Jilid 1.
Jakarta: BinarupaAksara Publisher.

23

Anda mungkin juga menyukai