Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DX MEDIS

BRONKOPNEUMONIA DI RUANG AMB- 7 RUMAH SAKIT


IMMANUEL

Oleh
Regina Tri Agustin
1490123051

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXX


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG
2023
1. Pendahuluan
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang meluas
sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru
melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui
hematogen sampai ke bronkus. Bronkopneumonia disebabkan oleh agen infeksius
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Tanda gejala bronkopneumonia berupa
demam tinggi, gelisah, dispnue, napas cepat dan dangkal, muntah, diare, batuk
kering dan produktif . Jika bronkopneumonia terlambat ditangani atau tidak
diberikan antibiotik secara cepat akan menimbulkan komplikasi yaitu empiema,
otitis media akut. Mungkin juga komplikasi lain yang dekat dengan atelektasis,
emfisema atau komplikasi jauh seperti meningitis (Ngastiyah, 2014).
Pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di dunia. Penyakit ini
menyumbang 16% dari seluruh kematian anak di bawah 5 tahun, yang menyebabkan
kematian pada 920.136 balita, atau lebih dari 2.500 per hari, atau di perkirakan 2 anak
Balita meninggal setiap menit pada tahun 2018 (WHO., 2019)

2. Pengertian
Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang di sebabkanoleh
bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang di tandai dengan gejalapanas tinggi
gelisah dipsnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare sertabatuk kering dan
produktif (Hidayat, 2009 dalam Dewi & Erawati, 2016).
Bronkopneumonia adalah suatu radang paru-paru yang mempunyai
penyebaran bercak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki
dan meluas ke parenkim paru (Smeltzer, 2003 dalam Dewi & Erawati, 2016).

3. Anatomi Fisiologi
A. Anatomi
Struktur tubuh yang berperan dalam sistem pernafasan:
a) Saluran pernafasan bagian atas, antara lain :
1) Hidung (Nasal)
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak
mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi secara
terus menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan
bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai
penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke
dalam paruparu.
2) Faring
Faring adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga mulut ke
laring. Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring, dan
laringofaring. Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada traktus
respiratoriun dan digestif.
3) Laring
laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dengan
trachea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi.
Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk.
b) Saluran pernafasan bagian bawah
1) Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang
panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang menjadi
bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak
saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika
dirangsang.
2) Bronkus
Terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Broncus kanan lebih
pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir
vertikal. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan
dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronchus kanan dan
kiri bercabang menjadi bronchus lobaris kemudian bronchus segmentaliis.
3) Bronkiolus.
Membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi
bronkiolus respiratori yang menjadi saluran transisional antara jalan udara
konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
4) Alveoli.
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel alveolar,
sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel
alveolar tipe II sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu
fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak
kolaps. Sel alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel–sel fagositosis
yang besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme
pertahanan penting.
5) Alveoulus.
Struktur anatomi yang memiliki bentuk yang berongga. Terdapat pada
parenkim paru-paru, yang merupakan ujung dari pernapasan, dimana kedua sisi
merupakan tempat pertukaran darah.
6) Paru-paru
Merupakan alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelombung hawa, alveoli).

B. Fisiologi
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada
pernafasan melalui par-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui
hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronchial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris (Pearce. C. E, 2010).
Proses pernapasan berlangsung melalui beberapa tahapan, yaitu :
1) Ventilasi paru, yang berarti pertukaran udara antara atmosfer dan alveolus
paru
2) Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah
3) Pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ke
dan dari sel jaringan tubuh.
Udara bergerak masuk dan keluar paru karena adanya selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Diantaranya itu
perubahan tekanan intrapulmonar, tekanan intrapleural, dan perubahan volume paru.
Keluar masuknya udara pernapasan terjadi melalui 2 proses mekanik, yaitu :
1) Inspirasi : proses aktif dengan kontraksi otot-otot inspirasi untuk menaikkan
volume intratoraks, paru-paru ditarik dengan posisi yang lebih mengembang,
tekanan dalam saluran pernapasan menjadi negatif dan udara mengalir ke
dalam paru-paru.
2) Ekspirasi : proses pasif dimana elastisitas paru (elastic recoil) menarik dada
kembali ke posisi ekspirasi, tekanan recoil paru-paru dan dinding dada
seimbang, tekanan dalam saluran pernapasan menjadi sedikit positif sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru, dalam hal ini otot-otot pernapasan
berperan ( Sherwood,2012).
Fungsi dari sistem pernapasan adalah:
1) Menyediakan area yang memadai untuk pertukaran gas antara udara dan
sirkulasi darah
2) transport udara dari dan ke pertukaran permukaan di paru-paru;
3) Melindungi permukaan pernafasan dari dehidrasi, perubahan suhu, dan variasi
lingkungan lainnya;
4) Mempertahankan sistem pernapasan, dan jaringan lain dari invasi oleh
pathogen mikroorganisme;
5) Memproduksi suara yang terlibat dalam berbicara, bernyanyi, atau komunikasi
nonverbal;
6) Membantu dalam regulasi volume darah, tekanan darah, dan control pH cairan
tubuh (Martini et al 2012).

4. Etiologi
Penyebab tersering bronkopneumonia pada anak adalah pneumokokus sedang
penyebab lainnya antara lain: streptococcus pneumoniae, stapilokokus aureus,
haemophillis influenzae, jamur (seperti candida albicans), dan virus. Pada bayi dan
anak kecil ditemukan staphylococcus aureus sebagai penyebab yang berat, serius dan
sangat progresif dengan mortalitas tinggi (Riyadi, 2015).
Sedangkan virus yang sering menyerang penyakit ini adalah respiratorik
syncytial virus. Penyebab lain yang jarang terjadi adalah mykoplasma, aspirasi benda
asing, dan jamur . Terjadinya bronkopneumonia bermula dari adanya peradangan
paru yang terjadi pada jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi
traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Faktor penyebab utama adalah:
bakteri, jamur, virus, dan benda asing (Ridha, 2014).

5. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala yang muncul pada penderita bronkopneumonia menurut
Wijayaningsih (2013), ialah :
1. Biasanya didahului infeksi traktus respiratori bagian atas
2. Demam (39o-40oC) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang
tinggi.
3. Anak sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang
dicetuskan saat bernafas dan batuk.
4. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut.
5. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
6. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi, wheezing.
7. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
8. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan
atelectasis absorbsi.
6. Patofisiologi
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur,
bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet)
invasi ini dapat masuk kesaluran pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis
dari tubuh.reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini
tubuh menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama sekret semakin
menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin sempit dan pasien dapat
merasa sesak.Tidak hanya terkumpul dibronkus lama-kelamaan sekret dapat sampai
ke alveolus paru dan mengganggu sistem pertukaran gas di paru.
Terdapatnya bakteri didalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan
tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan
timbulnya infeksi penyakit. masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan
paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi
dari bahan- bahan yang ada dinasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari
tempat-tempalain, penyebaran secara hematogen (Nurarif dan Kusuma, 2013).
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis, dapat mencapai
15.00040.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Pada klien Bronkopneumonia
terjadi leukositosis, ini terjadi karena selama infeksi terjadi mekanisme yang
mendorong meningkatnya leukosit yang berguna untuk menanggulangi infeksi
(Yasmara & Nursiswati, 2016). Dapat ditemukan juga leukopenia yang
menandakan prognosis buruk dan dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.
Anak (umur < 6 tahun) menderita anemia jika kadar Hb < 9,3 g/dl (kira-kira
sama dengan nilai Ht < 27%) (Duke, et al., 2016).
a) Kultur darah positif terhadap organisme penyebab.
b) Nilai analisis gas darah arteri menunjukkan hipoksemia (normal : 75-100
mmHg).
c) Kultur jamur atau basil tahan asam menunjukkan agen penyebab.
d) Pemeriksaan kadar tanigen larut legionella pada urine.
e) Kultur sputum, pewarnaan gram, dan apusan mengungkap organisme
penyebab infeksi

2. Pemeriksaan Radiologi

Pada bayi dan anak yang masih kecil, pemerangkapan udara bilateral dan
infiltrate (pengumpulan sel radang, debris sel, dan organism asing) perihilus
merupakan temuan paling umum. Area bercak konsolidasi juga dapat
ditemukan. Pada anak yang lebih besar, konsolidasi lobus terlihat lebih sering
(Kyle, 2016). Pada foto toraks bronkopneumonia kadang-kadang tidak selalu
dapat ditemukan bercakbercak infiltrate halus yang dapat mencapai hamper
seluruh paru. Gambaran ini menandakan infiltrasi acinus-acinus oleh sel-sel
radang Pada pemeriksaan rontgen thorak didapatkan gambaran infiltrat di
parakardial kanan. Gambaran infiltrat merupakan gambaran terperangkapnya
udara pada bronkus karena tidak adanya pertukaran pada bronkus. Gambaran
infiltrat ini merupakan gambaran khas pada bronkopneumonia (Danusantoso,
2014).
3. Oksimetri nadi : saturasi oksigen dapat menurun drastis atau dalam rentang
normal (Kyle, 2016)
4. Pemeriksaan Cairan Pleura : pemeriksaan cairan mikrobiologi, dapat
dibiakkan dari spesimen usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus
atau sputum, darah, aspirasi trakea, fungsi pleura atau aspirasi paru
(Danusantoso, 2014).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan Bronkopneumonia:
a) Pemberian obat antibiotik penisilin 50.00 U/kg BB/hari, ditambah dengan
kloramfenikol 50-70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai
spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam
4-5 hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk menghilangkan penyebab
infeksi yang kemungkinan lebih dari 1 jenis juga untuk menghindari resistensi
antibiotik.
b) Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan intravena,
biasanya diperlukan campuran glukose 5% dan Nacl 0,9% dalam perbandingan
3:1 ditambah larutan Kcl 10 mEq/500ml/botol infus.
c) Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang
makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analis gas
darah arteri.
d. Pemberian makanan enternal bertahap melalui selang nasogastrk pada
penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak nafasnya.
e) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti pemberian terapi
nebulizer dengan flexotid dan ventolin. Selain bertujuan mempermudah
mengeluarkan dahak juga dapat meningkatan lebar lumen bronkus (Riyadi,
2009).
9. Asuhah Keperawatan
a. Pengkajian
a) Identitas pasien:
b) Identitas penggung jawab :
c) Keluhan Utama:
Sebagian besar keluhan utama bronkopneumonia adalah sesak nafas.
Sesak nafas yang muncul akibat dari adanya eksudat yang menyebabkan
sumbatan pada lumen bronkus.
d) Riwayat Penyakit Sekarang:
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan
bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat
mendadak sampai 39-40˚C dan kadang disertai dengan kejang karena
demam yang tinggi.
e) Riwayat Kesehatan Dahulu:
Anak dengan bronkopneumonia sebelumnya pernah menderita penyakit
infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun
f) Riwayat Imunisasi:
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat
penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena sistem
pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
Imunisasi yang diperlukan, diantaranya: BCG, DPT, Polio, Hepatitis B
dan Campak .
g) Pola persepsi sehat:
Data yang muncul sering orangtua berpersepsi meskipun anaknya batuk
masih menganggap belum terjadi gangguan serius, biasanya orangtua
menganggap anaknya benar-benar sakit apabila anak sudah mengalami
sesak nafas

h) Pola metabolik nutrisi:


Anak dengan bronkopneumonia sering muncul anoreksia (akibat respon
sistemik melalui kontrol saraf pusat), mual dan muntah (karena
peningkatan rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan toksik
mikroorganisme)
i) Pola eliminasi :
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan
cairan melalui proses evaporasi karena demam
j) Pola tidur-istirahat :
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur karena
sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah, sering menguap, mata
merah, anak juga sering menangis pada malam hari karena
ketidaknyamanan tersebut
k) Pola aktivitas-latihan :
Anak tampak menurun aktivitas dan latihannya sebagai dampak
kelemahan fisik. Anak tampak lebih banyak minta digendong
orangtuanya atau bedrest
l) Pemeriksaan Fisik
1) Status penampilan kesehatan: lemah
2) Tingkat kesadaran kesehatan: kesadaran normal, letargi, stupor, koma,
apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit.
3) Tanda-tanda vital:
a) Frekuensi nadi dan tekanan darah: Takikardi, hipertensi
b) Frekuensi pernafasan: Takipnea, dispnea progresif, pernafasan
dangkal, penggunaan otot bantu pernapasan, pelebaran nasal.
c) Suhu tubuh: Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme
yang direspon oleh hipotalamus.
4) Berat badan dan tinggi badan: Kecenderungan berat badan anak
mengalami penurunan.
5) Integrumen : Kulit
a) Warna: Pucat sampai sianosis
b) Suhu: Pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah
hipertermi teratasi kulit anak akan teraba dingin.
c) Turgor: Menurun pada dehidrasi.
6) Kepala
a) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan
b) Palpasi tengkorak adanya nodus atau pembengkakan yang nyata.
c) Periksa higiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan
rambut, perubahan warna.
7) Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tiroid, apakah ditemukan
distensi vena jugularis.
8)Thoraks
Bagaimana bentuk dada simetris/tidak, kaji pada pernapasan,
apakah ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernapasan.
9) Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem pernapasan
a) Inspeksi
Membrane mukosa – faring tampak kemerahan, tonsil tamoak
kemerahan dan edema, tampak batuk tidak produktif, tidak ada
jaringan parut dan leher, tidak Nampak penggunaan otot-otot
bantu pernapasan tambahan, pernapasan cuping hidung.
b) Palpasi adanya edema
Teraba ada pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri
tekan pada nodus limfe servikalis, tidak teraba adanya
pembesaran kelenjar tyroid.
c) Perkusi
Suara paru normal (resonance)
d) Auskultasi suara napas vesikuler/ tidak terdengar ronchi pada
kedua sisi paru.
10) Abdomen
Bentuk abdomen, torgor kulit, nyeri/tidak saatditekan, bising usus
terjadi peningkatan/tidak
11) Genitalia
Bentuk, distruksi rambut kelamin, wana rambut kelamin. Pada
laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada keluhan/tidak. Pada
wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup
oleh labia mayora
b. Analisa data

No Data Etiologi Diagnosa Keperawatan


1. Data subjektif: Bakteri stafilokokus Gangguan pertukaran
a. Pasien mengeluh aureus masuk ke saluran gas
pusing pernafasan atas
b. Pasien mengeluh
penglihat kabur
Data Objektif: Infeksi saluran saluran
a. Sianosis pernapasan bawah
b. Pasien Nampak gelisah
c. Pola napas abnormal
d. Pernapasan cuping Dilatasi pembuluh darah
hidung
e. Kesadaran menurun
Eksudat plasma masuk
CRT> 2 detik
alveoli

Gangguan difusi dalam


plasma

Gangguan Petukaran Gas

2. Data subjektif: Bakteri stafilokokus Pola napas tidak efektif


a. Pasien mengatakan aureus masuk ke saluran
sesak napas pernafasan atas
b. Pasien mengatakan
sulit bernapas
Data Objektif: Infeksi saluran saluran
a. Penggunaan otot bantu pernapasan bawah
pernapasan
b. Pola napas abnormal
(takipnea, bradypnea, edema antara kapiler dan
chyne-stokes) alveoli
c. Pernapasan cuping
hidup
edema paru
d. Pernapasan pursed-lip
e. RR > 60x
Suplai O2 menurun

Hiperventilasi

dispneu
pernapasan cuping
hidung

Gangguan Pola Napas


3. Data Subjektif: Bakteri stafilokokus Bersihan jalan napas
a. Pasien mengeluh batuk aureus masuk ke saluran tidak efektif
b. Pasien mengeluh pernafasan atas
demam
c. Pasien mengeluh flu
Data Objektif Kuman berlebih di
a. Sputum berlebih bronkus
b. Batuk tidak efektif
c. Adanya mengi,
wheezing, atau ronchi Proses peradangan
d. Pasien terlihat gelisah
e. Pola napas berubah
Akumulasi secret di
f. Frekuensi napas
bronkus
berubah
g. Adanya dispnea,
ortopnea Bersihan jalan napas
RR > 60x tidak efektif
4. Data Subjektif: Bakteri stafilokokus Defisit nutrisi
a. Pasien mengeluh cepat aureus masuk ke saluran
kenyang setelah makan pernafasan atas
b. Pasien mengeluh kran/
nyeri abdomen Kuman berlebih di
c. Pasien mengeluh nafsu bronkus
makan menurun
Data objektif:
Proses peradangan
a. Bising usus hiperaktif
b. Otot pengunyah ldmah
Akumulasi secret di
c. Otot menelan lemah
bronkus
d. Membran mukosa
pucat
e. sariawan Mucus bronkus
meningkat
f. serum albumin turun
g. diare
bau mulut tidak sedap
anoreksia

intake kurang

defisit nutrisi
5. Data Subjektif: Bakteri stafilokokus Intoleransi aktivitas
a. pasien mengeluh sesak aureus masuk ke saluran
napas saat atau setelah pernafasan bawah
aktivitas
b. pasien mengeluh edema antara kapiler dan
merasa tidak nyaman alveoli
setelah beraktivitas
c. pasien mengeluh lemah
eritrosit pecah
Data Objektif:
a. Tekanan darah berubah
>20% dari kondisi edema paru
istirahat
b. Gambar EKG pergeseran dinding paru
menunjukan aritmia
c. Gambaran EKG suplai O2 menurun
menunjukan iskemia
akumulasi asam laktat
d. Sianosis

fatique

intoleransi aktivitas

c. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveoulus- kapiler
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolism
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

d. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Tindakan Intervensi Keperawatan


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukannya Observasi
berhubungan dengan intervensi keperawatan 1. Monitor frekuensi, irama,
perubahan membran selama 3 x 24 jam kedalaman, dan upaya
alveoulus kapiler diharapkan masalah napas
Definisi : gangguan pertukaran gas
dapat teratasi. 2. Monitor pola napas
Kelebihanatau kekurangan 3. Monitor kemampuan batuk
oksigenasi dan atau Kriteria hasil: efektif
eleminasi karbondioksida 1. Dispnea menruun
pada membra alveouls 2. Tingkat 4. Monitor adanya produksi
kesadaran sputum
kapiler meningkat
Kriteria Mayor 5. Monitor adanya sumbatan
3. Pusing menurun jalan napas
Subjektif: 4. Penglihatan kabur 6. Monitor saturasi oksigen
a. dispnea menurun
7. Monitor nilai AGD
Obektif : 5. Gelisah menurun
8. Monitor hasil x-ray toraks
a. PCO2 6. PCO2 membaik
meningkat/menurun Terapeutik
7. PO2 membaik
b. PO2 menurun 1. Atur interval pemantauan
8. Sianosis membaik respirasi sesuai kondisi
c. Takikardia Pola napas membaik pasien
d. pH arteri meningkat 2. Dokumentasikan hasil
atau menurun pemantauan
e. bunyi napas tambahan Edukasi
Kriteria Minor: 1. Jelaskan tujuan dan
Subjektif : prosedur pemantauan
a. Pusing 2. Informasikan hasil
b. Penglihatan kabur pemantauan
Objektif : Kolaborasi
a. Sianosis 1. Kolaborasi pemberian
b. Gelisah oksigen
c. Pola napas abnormal Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
d. Napas cuping hidung
Kesadaran menurun
2 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukannya Observasi
. berhubungan dengan intervensi keperawatan a. monitor pola napas
hambatan upaya napas diharapkan
Definisi: mempertahankan pola b. monitor bunyi napas
pernapasan yang efektif tambahan (mis.
Inspirasi dan atau atau normal Gurgling,mengi, wheezing)
ekspirasi yang tidak c. monitor sputum ( jumlah,
memberikan ventilasi Kriteria hasil:
warna, aroma)
dengan kuat a. kapasitas vital
meningkat Terapeutik
Kriteria Mayor:
b. dispneu menurun a. posisikan semi fowler atau
Subjektif: fowler
a. Dispnea c. frekuensi napas
membaik b. berikan minum air hangat
Objektif : c. berikan oksigen sesuai
a. Penggunaan otot indikasi (jika perlu)
banu pernapasan Edukasi
b. Fase ekspirasi a. anjurkan asupan cairan
memanjang 2000 ml/hari bila tidak ada
c. pola napas abnormal kontraindikasi
Kriteria Minor: Kolaborasi
Subjektif: kolaborasi pemberian
a. ortopnea bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik jika perlu
Objektif :
a. pernapasan pussed-
lip
b. pernapasan cuping
hidung
c. kapasitas vital
menurun
d. tek. Ekspirasi dan
inspirasi menurun
3 Bersihan jalan napas tidak setelah dilakukannya Observasi
. efektif berhubungan intervensi keperawatan 1. monitor pola napas
dengan proses infeksi diharapkan masalah (kedalaman, frekuensi,
Definisi: bersihan jalan napas dapat usaha napas)
Ketidakmampuan teratasi. 2. monitor bunyi napas
membersihkan sekret Kriteria hasil : tambahan
atau obstruksi jalan napas 1. produksi sputum 3. monitor sputum
untuk mempertahankan menurun
jalan napas tetap paten Terapeutik
Kriteria Mayor: 2. mengi menurun 1. pertahankan kepatenan
Subjektif: 3. wheezing menurun jalan napas
a. – 4. frekuensi napas 2. posisikan semi fowler atau
membaik fowler
Objektif:
pola napas membaik 3. berikan minum hangat
a. Batuk tidak efektif
4. lakukan fisioterapi dada
b. Sputum berlebih bila perlu
c. Mengi, wheezing, 5. lakukan suction kurang dari
ronchi 15 detik
Kriteria Minur: Edukasi
Subjektif : 1. anjurkan asupan cairan
a. dispnea 2000 ml/hari
b. sulit bicara 2. ajrkan teknik batuk efektif
c. ortopnea Kolaborasi
Objektif: 1. kolaborasi pemberian
a. gelisah bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
b. sianosis
2. kolaborasi pemberian terapi
c. bunyi napas menurun oksigen
d. frekuensi napas
berubah
pola napas berubah
4 Defisit nutrisi Setelah dilakukannya Manajemen Nutrisi
. berhubungan dengan intervensi keperawatan Observasi
peningkatan kebutuhan diharapkan masalah
metabolisme defisit nutrisi dapat 1. identifikasi status nutrisi
Definisi teratasi dengan kriteria 2. identifikasi alergi dan
hasil: intoleransi aktivitas
Asupan nutrisi tidak
mencukupi kebutuhsn - porsi makan yang 3. identifikasi makanan yang
dihabiskan meningkat disukai
metabolisme - kekuatan otot 4. identifikasi kebutuhan
Kriteria Mayor: penguyah meningkat kalori dan jenis nutrien
Subjektif: - kekuatan otot 5. monitor asupan makanan
menelan meningkat 6. montor hasil pemerikasaan
a. –
- perasaan cepat laboratorium
Objektif: kenyang menurun Terapeutik
a. Berat badan menurun - kram atau nyeri
minimal 10% dibawah 1. lakukan oral hygiene
abdomen menurun sebelum makan jika perlu
rentang ideal
- nafsu makan 2. sajikan makanan tinggi
Kriteria Minor membaik serat
Subjektif: - 3. sajikan makanan tinggi
d. Cepat kenyang setelah kalori
makan
4. sajikan makanan secara
e. Kran/ nyeri abdomen menarik dan suhu yang
f. Nafsu makan menurun sesuai
Objektif Edukasi
h. Bising usus hiperaktif 1. anjurkan posisi duduk, jika
i. Otot pengunyah ldmah perlu
j. Otot menelan lemah 2. ajarkan diet yang
diprogramkan
k. Membran mukosa
pucat Kolaborasi
l. sariawan 1. kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
m. serum albumin turun
2. kolanborasi dengan ahli
n. diare gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien
5 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukannya Manajemen Energi
. berhubungan dengan intervensi keperawatan Observasi
kelemahan diharapkan masalah
intoleransi aktivitas dapat 1. Identifikasi gangguan
Definisi fungsi tubuh yang
teratasi dengan kriteria
Ketidakcukupan energi hasil: mengakibatkan kelelahan
untuk melakukan aktivitas 2. Monitor kelelahan fisik
sehari-hari - Kemudahan
melakukan aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
Kriteria Mayor: sehari-hari meningkat Terapeutik
Subjektif: - Keluhan lelah 1. Sediakan lingkungan yang
a. menegluh lelah menurun nyaman dan rendah
Objektif: - Dispnea saat atau stimulus
a. frekuensi jantung setelah aktivitas 2. Lakukan rentang gerak
meningkat >20% dari menurun aktif dan pasif
kondisi istirahat - Sianosis menurun 3. Berikan aktivitas distraksi
Kriteria Minor: - Perasaan lemah yang menenangkan
Subjektif menurun Edukasi
d. dispnea saat atau 1. Anjurkan tirah baring
setelah aktivitas 2. Anjurkan melakukan
e. merasa tidak nyaman aktivitas secara bertahap
setelah beraktivitas 3. Ajarkan strategi koping
f. merasa lemah untuk melakukan kelelahan
Objektif: Kolaborasi
e. Tekanan darah 1. Kolaborasi dengan ahli gizi
berubah >20% dari untuk meningkatkan asupan
kondisi istirahat nutrisi
f. Gambar EKG
menunjukan aritmia
g. Gambaran EKG
menunjukan iskemia
h. Sianosis

e. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu
klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).

f. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tindakan intelektua untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaanya sudah berhas dicapai berdasarkan tujuan yang telah dibuat dalam
perencanaan keperawatan. Evaluasi yang digunakan berbentuk fromatif berpa respon
klien dan evaluasi sumatif yaitu respon perkembangan dengan komponen S
(subjektif), O (objektif), A (analisis), P (perencanaan terhadap analisis) (Potter &
Perry, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat. 2009 dalam Dewi & Erawati 2016. Pengantar Ilmu Keperawatan
Anak. Salemba Medika
Dermawan (2012) Proses Keperawatan Penerapan Konsep Dan Kerangka Kerja.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Kemenkes RI (2018) Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Nurarif, A. Huda dan Hardhi Kusuma (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC jilid 1 Yogjakarta:
Mediaction
Pearce Evelyn C. 20010. Anatomi dan Fisiologi Paramedis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI
Ringel, Edward. (2012). Buku Saku Hitam Kedokteran Paru Alih Bahasa:dr.Elfiawati
Resipirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2014, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1,
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Saputra R. 2013. Bersihan Jalan Nafas. Fakultas Ilmu Kesehatan UMP
Tarwoto & Ayani. Ratna. (2009). Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta :
FKUI
Wijayaningsih, Kartika Sari (2013) Asuhan Keperawatan Anak Jakarta: CV Trans
Info Media
WHO (2016). Pneumonia, http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/fs331/en/.
(diakses pada 31 Agustus 2021)

Anda mungkin juga menyukai