Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSU PADA AUTIS

Oleh : Putri Nur Arinda


NIM : 1490123061

PROGRAM PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG
TAHUN 2023
1. PENDAHULUAN
Autis merupakan salah satu gangguan perkembangan pervasive (GPP) dan
termasuk dalam kelainan spectrum autis atau ASD (Autistic Spectrum Disorder), yang
terjadi sejak awal kehidupan anak. Autis merupakan gangguan perkembangan
khususnya terjadi pada masa kanak-kanak yang membuat seseorang tidak mampu
mengadakan interaksi social dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. (Iskandar,
S & Indaryani, I., 2020)

2. PENGERTIAN
Secara harfiah autism berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme
(paham/aliran). Autism secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan
perkembangan dalam dunianya sendiri. (Basuki, I., Alistina, N., dkk, 2019).
Anak autism merupakan suatu kondisi anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak umur sebelum 3 tahun
mencakup bidang komunikasi, interaksi social serta perilakunya. Anak autism dapat
ditinjau dari beberapa segi yaitu:
a. Segi Pendidikan
Anak autism adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan komunikasi,
social, perilaku pada anak sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini
memerlukan penanganan/layanan pendidikan secara khusus sejak dini.
b. Segi Medis
Anak autism adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan otak yang
menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, social, perilaku, sesuai dengan
kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/terapi secara klinis
c. Segi Psikologi
Anak autism adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang berat bisa
diketahui sebelum usia 3 tahun, aspek komunikasi social, perilaku, Bahasa,
sehingga anak perlu adanya penanganan secara psikologis.
d. Segi Sosial
Anak autism adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat dari
beberapa aspek komunikasi, Bahasa, interaksi social, sehingga anak ini
memerlukan bimbingan keterampilan social agar dapat menyesuaikan dengan
lingkungannya.
Jadi, anak autism merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang
bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, Bahasa, perilaku,
komunikasi, dan gangguan interaksi social, sehingga anak autism mempunyai dunianya
sendiri (Basuki, I., Alistina, N., dkk, 2019).

3. ANATOMI FISIOLOGI
Otak mengatur dan mengkoordinir sebagian besar, gerakan, perilaku dan fungsi
tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan
suhu tubuh. Otak juga bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi.
ingatan, pembelajaran motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya.
Otak terbentuk dari dua jenis sel: glia dan neuron. Glia berfungsi untuk
menunjang dan melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam
bentuk pulsa listrik yang di kenal sebagai potensi aksi. Mereka berkomunikasi dengan
neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan mengirimkan berbagai macam bahan
kimia yang disebut neurotransmiter. Neurotransmiter ini dikirimkan pada celah yang
dikenal sebagai sinapsis. Avertebrata seperti serangga mungkin mempunvai iutaan
neuron pada otaknya, vertebrata besar bisa mempunyai hingga seratus milyar neuron.
Berikut ini ada beberapa bagian dari otak yang perlu diperhatikan
1. Otak Kanan dari otak besar memiliki kemampuan intuitif, imajinasi (suka
menghayal)
2. Otak Kecil menvimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan olomatis yang
dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan
mengunci pintu dan schagainya
3. Otak tengah berperan untuk meningkatkan Remampuan mengasihi orang lain.
4. Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera.

4. ETIOLOGI
Menurut Basuki, I., Alistina, N., dkk (2019), etiologic autism yaitu:
Penyebab autism menurut banyak pakar telah disepakati bahwa pada otak anak
autism dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul kelaianan
tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar,
kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan.
Diyakini bahwa gangguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 – 4 bulan. Organ otak sendiri baru
terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara
diketemukan beberapa factor yaitu 43% penyandang autism mempunyai kelainan pada
lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya.
Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus ke IV dan
VII. Otak kecil bertanggungjawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar
berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel purkinye di otak
kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan
dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan impuls di otak.
Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah system limbik yang disebut
hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control akibat agresi dan emosi yang
disebabkan oleh keracunan logam berat seperti merkuri yang banyak terdapat dalam
makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan
logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita
autism terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relative tinggi.
Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atu
sangat pasif. Hippocampus bertanggungjawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat.
Terjadilah kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang
aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus. Factor genetika dapat
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel-sel saraf dan sel otak, namun
diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autism, walaupun bukti-bukti
yang konkrit masih sulit ditemukan.
Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya
gejala autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi
gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan
sesudah lahir (post partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu,
misalnya: infeksi ringan sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika yang
berlebihan dapat menimbulkan tumbuhnya jamur yang berlebihan dan menyebabkan
terjadinya kebocoran usus (leaky get syndrome) dan tidak sempurnanya pencernaan
protein kasein dan gluten. Kedua protein ini hanya terpecah sampai polipeptida.
Polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut terserap kedalam aliran darah dan
menimbulkan efek morfin pada otak anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak
karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh
tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi
karena faktor ekonomi.

5. PATOFISIOLOGI
Mengutip dari Basuki, I., Alistina, N., dkk (2019), patofisiologi autism yaitu:
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan
impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf
terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput
bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu
sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester
ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi
proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur
akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat
kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson,
dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang
digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps.
Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya
akson, dendrit, dan sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan
abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida
otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide,
calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung
jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan
otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth without
guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf
lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat
keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme.
Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan
penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak
secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel
Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-
4 menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer
yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi makanan yang
mengandung logam berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian
terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika
dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami
aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi, proses
mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi
lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas,
dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan
yang dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman menemukan
berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan
dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar
yang berperan dalam proses memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan
oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon
tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain
alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita
ibu pada masa kehamilan.
Pathway
Sumber: Basuki, I., Alistina, N., dkk (2019)
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Mengutip dari Basuki, I., Alistina, N., dkk (2019), pemeriksaan daignostik autism yaitu:
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi
bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral
maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen
screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
1. Childhood Autism Rating Scale (CARS): Skala peringkat autisme masa kanak-
kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada
pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi
berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi
terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal
2. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): Berupa daftar pemeriksaan autisme
pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan,
dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an. pertanyaan dokter
kepada orang tua.
3. The Autism Screening Questionare: Adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40
skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi
kemampuan komunikasi dan sosial mereka
4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old: Tes screening autisme bagi anak
usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada
3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi

7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
keperawatan (Basuki, I., Alistina, N., dkk, 2019):
1. Penatalaksanaan medis
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin
5- hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-
sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi
dalam darah. Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal
dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada
penyandang autis. Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau
perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti
hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan
gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan
serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru, yaitu
antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-HT
dan dopamin tipe 2 (D2). Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor
dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan
tingkah laku menyakiti diri sendiri. Olanzapine, digunakan karena mampu
menghambat secara luas pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi
hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam perasaan),
gangguan respons sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri
sendiri, agresi, iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari,
penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan
pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu Penyakit
Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi sosial dan
komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku yang
mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi
yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan integrasi pendengaran
(AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi keluarga, dan
sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk
kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi pengaturan
diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein dan gluten),
pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan
bakteri yang berada di dinding usus.
Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup
sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri dan
berprestasi
2. Penatalaksanaan keperawatan:
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
a. Terapi wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga
membantu anak berbicara yang lebih baik.
b. Terapi okupasi: untuk melatih motorik halus anak
c. Terapi perilaku: anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-temannya
seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan
kebutuhannya, mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan
sentuhan. Maka tak heran mereka sering mengamuk. Seorang terapis
perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negative tersebut
dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan
dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.

8. ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan yang

meliputi pengumpulan data secara cermat dan sistematis untuk menentukan

status kesehatan klien saat ini dan riwayat kesehatan masa lalu, mengevaluasi

pola koping klien saat ini dan masa lalu serta menentukan status fungsional

tubuh. Pengumpulan data diperoleh dengan cara wawancara, pemeriksaan

fisik,observasi, peninjauan catatan dan laporan diagnostik, kolaborasi dengan

rekansejawat (Mujasyaroh, 2019).

1) Identitas klien Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat,


pekerjaan, suku bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan
diagnosis medis
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri hebat pada abdomennya
biasanya terus menerus, nyeri tekan dan nyeri lepas, abdomen tegang dan
kaku.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan
atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak
senang atau menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh.
Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau
guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu
mainan tidak mau mainan lainnya. Sebagai anak yang senang kerapian
harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Menggigit, menjilat
atau mencium mainan atau bend apa saja. Bila mendengar suara keras,
menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan
dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100
c. Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
1) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
2) Cidera otak
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
3) Status perkembangan anak
a. Anak kurang merespon orang lain.
b. Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
c. Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
d. Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
e. Keterbatasan kognitif.
4) Pemeriksaan fisik, kaji pemeriksaan fisik pada anak yaitu:
a. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
b. Terdapat ekolalia.
c. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
d. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
e. Peka terhadap bau.
f. Pemeriksaan neurologis respons yang tidak sesuai terhadap stimulus,
refleks mengisap buruk, tidak mampu menangis ketika lapar
5) Pemeriksaan Psikososial
a. Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
b. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
c. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
d. Perilaku menstimulasi diri
e. Pola tidur tidak teratur
f. Permainan stereotip
g. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
h. Tantrum yang sering
i. Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
j. Kemampuan bertutur kata menurun
k. Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
6) Pemeriksaan neurologis
a. Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
b. Refleks mengisap buruk
c. Tidak mampu menangis ketika lapar

b. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 Data Mayor Partus lama Gangguan Interaksi
- Data subjektif ↓ Sosial
a. Merasa tidak nyaman Gangguan nutrisi dan
dengan situasi social oksigenasi
b. Merasa sulit menerima atau ↓
mengkomunikasikan Autism
perasaan ↓
- Data Objektif : Mengabaikan dan
a. Kurang responsif atau menghindari orang lain
tertarik pada orang lain ↓
b. Tidak berminat melakukan Acuh dan acuh terhadap
kontak emosi dan fisik lingkungan
Data Minor ↓
- Data Subjektif: Perilaku yang tidak
a. Sulit mengungkapkan kasih sesuai usia
sayang ↓
- Data Objektif Gangguan Interaksi
a. Gejala cemas berat Sosial
b. Kontak mata kurang
c. Ekspresi wajah tidak
responsive
d. Tidak kooperatif dalam
bermain dan berteman
dengan teman sebaya
e. Perilaku tidak sesuai usia
2. Data mayor Partus Lama Gangguan Identitas
- Data subjektif: ↓ Diri
a. Persepsi terhadap diri berubah Gangguan nutrisi dan
b. Bingung dengan nilai – nilai oksigenasi
budaya, tujuan hidup, jenis ↓
kelamin, dan atau nilai – nilai Autism
ideal ↓
c. Perasaan yang fluktuatif Stressor dari lingkungan
terhadap diri ↓
- Data Objektif: Terjadinya perilaku yang
a. Perilaku tidak konsisten menyimpang dari ideal
b. Hubungan yang tidak efektif diri yang diharapkan
c. Strategi koping tidak efektif ↓
d. Penampilan peran tidak efektif Gangguan identitas diri
3. Data Mayor Partus lama Gangguan
- Data Objektif: ↓ Komunikasi Verbal
a. Tidak mampu berbicara atau Gangguan nutrisi dan
mendengar oksigenasi
b. Menunjukkan respon tidak ↓
sesuai Autism
Data Minor ↓
- Data Objektif : Keterlambatan dalam
a. Afasia berbahasa/komunikasi
b. Disfasia ↓
c. Apraksia Bicara monoton dan
d. Disleksia tidak dimengerti oleh
e. Disartria orang lain
f. Afonia ↓
g. Dislalia Gangguan komunikasi
h. Pelo ↓
i. Gagap Gangguan Komunikasi
j. Tidak ada kontak mata Verbal
k. Sulit memahami komunikasi
l. Sulit mempertahankan
komunikasi
m. Sulit menggunakan ekspresi
wajah atau tubuh
4. Factor resiko Partus lama Risiko Tinggi Cedera
- Eksternal ↓
a. Terpapar pathogen Gangguan nutrisi dan
b. Terpapar zat kimia toksik oksigenasi
c. Terpapar agen nosocomial ↓
d. Ketidakamanan transportasi Autism
- Internal ↓
a. Ketidaknormalan profil Hiperaktif
darah ↓
b. Perubahan orientasi afektif Sangat agresif terhadap
c. Perubahan sensasi orang dan dirinya
d. Disfungsi autoimun ↓
e. Disfungsi biokimia Risiko Tinggi Cedera
f. Hipoksia jaringan
g. Kegagalan mekanisme
pertahanan tubuh
h. Malnutrisi
i. Perubahan fungsi
psikomotor
j. Perubahan fungsi kognitif
c. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan interaksi social b.d perilaku yang tidak sesuai usia (D.0118)
2) Gangguan identitas diri b.d terjadinya perilaku menyimpang dari ideal diri yang
diharapkan (D.0084)
3) Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan komunikasi (D.0119)
4) Risiko tinggi cedera b.d sangat agresif terhadap orang dan dirinya (D.0136)
d. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperwatan Tujuan Rencana Tindakan Rasional Tanda
Tangan
1. Gangguan interaksi Setelah dilakukannya Promosi sosialisasi Observasi
sosial intervensi keperawatan (I.13498) 1.mengathui sejauh mana
selama 3 x 24 jam kemampuan klien berinteraksi
diharapkan gangguan Observasi : dengan orang lain
interaksi sosial 1.identifikasi 2.mengetahui apa yang
meningkat dengan kemampuan menghambnat interaksi dengan
kriteria hasil : melakukan interaksi orang lain
1.responsif pada orang dengan orang lain
lain meningkat (5) 2.identifikasi Terapeutik
2. kontak mata hambatan 1.klien mampu menyesuaikan
meningkat (5) melakukan interaksi diri dengan lingkunagan luar
3. perilaku sesuai usia dengan orang lain 2.klien mampu mengenal orang
meningkat (5) Terapeutik : baru dan dapat berinteraksi
1.motivasi dengan kelompok orang yang
berinteraksi di luar baru
lingkungan
2.memotivasi Edukasi
berpartisipasi dalam 1.membantu klien dapat
aktivitas baru dan berinteraksi dengan orang lain
kegiatan kelompok 2.klien dapat mengekspresikan
Edukasi diri
1.anjurkan
berinteraksi dengan
orang lain secara
bertahap
2.latih
mengespresikan
marah dengan tepat
2. Gangguan identitas diri Setelah dilakukannya promosi kesadaran diri Observasi
intervensi keperawatan (I.09311) 1.mengetahui emosional yang
selama 3 x 24 jam Observasi : dirasakan
diharapkan gangguan 1.identifikasi keadaan 2.bagaimana cara klien berespon
identitas diri ( L. emosional saat ini terhadap situasi
09070) membaik 2.identifikasi respons yang Terapeutik
dengan kriteria hasil : ditunjukan berbagai situasi 1.agar klien mampu dalam
1.hubungan yang Terapeutik melakukan sesuatu termasuk
efektif meningkat 1.motivasi dalam belajar
(5) kemampuan belajar Edukasi
2. perasaan fluktuatif Edukasi 1.membantu mengembangkan
terhadap diri menurun 1.latih kemampuan positif diri
(5) yang dimiliki 2.agar ddapat dibantu dan
3. persepsi terhdap diri 2.anjurkan meminta menjalin hubungan dengan
membaik (5) bantuan orang lain, sesuai orang sekitar 9
keperluan
3. Gangguan komunikasi Setelah dilakukannya Promosi komunikasi : Observasi
verbal intervensi keperawatan defisit berbicara (L13492) 1.mengetahui hal apa saja yang
selama 3 x 24 jam mengganggu bicara
diharapkan gangguan Obserevasi
komunikasi verbal 1.monitor frustasi,marah, Terapeutik
meningkat (L13180) depresi,atau hal lain yang 1.membantu dalam komunikasi
dengan kriteria hasil : menggngu bicra 2. membantu berkomunikasi
1.kemampuan dengan baik dan lancar
berbicara meningkat Terapeutik
(5) 1.gunakan metode Edukasi
2. kemampuan komunikasi alternatif 1.agar dimengerti dan tidak
memahami komunikasi (isyarat tangan, gunakan terbata-bata
meningkat (5) gambar dan huruf )
3. respon perilaku 2. sesuaikan gaya Kolaborasi
membaik (5) komunikasi dengan 1.membantu dalam terapi
kebutuhan berkomunikasih
Edukasi
1.Anjurkan berbicara
perlahan

Kolaborasi
1.rujuk ke ahli patologi
bicara atau terapis

4 Risiko cedera Setelah dilakukannya Pencegahan cedera Observasi


intervensi keperawatan (I14537) 1.agar mengetahui lingkunagan
selama 3 x 24 jam yang menyebab cedera
diharapkan risiko Observasi
cedera menurun 1.identifikasi area Terapeutik
( L14136) dengan lingkungan yang 1.mencegah jatuh dari tempat
kriteria hasil : berpotensi menyebabkan tidur
1.toleransi aktivitas cedeta 2. membantu mendapatkan terapi
meningkat
2. kejadian cedera Terapeutik Edukasi
menurun (5) 1.pertahankan posisi tidur 1.agar keluarga membantu
3. Nafsu makan di posisi terendah saat mencegah rsiko pasin jatuh
membaik (5) digunakan
2. diskusi mengenai latihan
dan terapi fisik yang
diperlukan

Edukasi
1.Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien
dan keluarga
e. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi adalah aktivitas terencana, berkelanjutan yang tujuannya adalah


menentukan kemajuan klien dalam mencapai tujuan/hasil tertentu dan menilai
efektifitas rencana asuhan keperawatan. Evaluasi merupakan aspek penting dari
proses keperawatan karena kesimpulan yang diambil dari evaluasi menentukan
apakah intervensi keperawatan harus dihentikan, dilanjutkan, atau diubah. Metode
evaluasi yang digunakan adalah SOAP (S: Subjektif, O: Objektif, A: Analisis, P:
Planning).
Melalui evaluasi, perawat menunjukkan tanggung jawab dan akuntabilitas atas
tindakan mereka, menunjukkan keberhasilan atas kegiatan keperawatan dan
menunjukkan rencana untuk tidak melanjutkan tindakan yang tidak efektif yang
kemudian digantikan dengan tindakan yang lebih efektif.
a. Gangguan interaksi sosial teratasi dengan kriteria hasil responsif pada orang lain
meningkat, kontak mata meningkat, perilaku sesuai usia meningkat.
b. Gangguan identitas diri teratasi dengan kriteria hasil hubungan yang efektif
meningkat, perasaan fluktuatif terhadap diri menurun, persepsi terhdap diri
membaik.
c. Gangguan komunikasi verbal teratasi dengan kriteria hasil kemampuan
berbicara meningkat, kemampuan memahami komunikasi meningkat, respon
perilaku membaik.
d. Risiko cedera teratasi dengan kriteria hasil toleransi aktivitas meningkat,
kejadian cedera menurun, nafsu makan membaik.
9. DAFTAR PUSTAKA

Basuki, I., Alistina, N., dkk (2019). LP dan Askep Autisme.


Iskandar, S & Indaryani, I. (2020). Peningkatan Kemampuan Interaksi Sosial pada Anak Autis
Melalui Terapi Bermain Assosiatif.
Kaplan dan Sadock. (2014). Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi II. Jakarta: EGC.
Mujasyaroh, I. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Anak Gastroenteritis Dengan Masalah
Keperawatan Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit Di Ruang Delima RSUD Dr Harjono
Ponorogo.
Speer, K.M. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan Pedriatric dengan Clinical Pathway. Edisi
III. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik (Edisi I, Cetakan III). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan (Edisi I, Cetakan II). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2022). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi I, Cetakan III). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai