Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia pasti mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan

mulai dari bayi sampai menjadi tua. Masa tua merupakan masa hidup manusia

yang terakhir, pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental

dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya

sehari-hari lagi. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang

perlu penanganan segera dan terintegrasi.

Lansia atau lanjut usia adalah periode dimana manusia telah mencapai

kematangan ukuran dan fungsi. Selain itu lansia juga masa dimana seseorang

akan mengalami kemunduran seiring dengan berjalannya waktu. Ada beberapa

pendapat mengenai usia seseorang dianggap memasuki masa lansia, yaitu ada

yang menetapkan pada umur 60 tahun, 65 tahun, dan ada juga yang 70 tahun.

Santrock (2012:224) mengemukakan bahwa usia 65 tahun merupakan usia

penuaan bagi yang berlangsung secara nyata dan seseorang itu telah disebut

lansia. Menurut ilmu gerontologi orang yang berusia lebih dari 65 tahun dibagi

menjadi 3 kelompok: usia tua awal, yaitu mereka yang berusia antara 64

hingga 74 tahun; usia tua menengah yaitu mereka yang berusia antara 75

hingga 84 tahun; dan usia akhir yaitu mereka yang berusia ditas 85 tahun.

Kesehatan masing-masing berbeda dalam berbagai cara (Davison, Neale, dan

Kring, 2014:743).

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan lansia?

2. Bagaimana permasalahan psikologi lansia?

3. Bagaimana perkembangan psiokososial lansia?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dalam makalah ini sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian dari lansiaa

2. Untuk mengetahui permasalahan psikologi lansia.

3. Unuk mengetahui perkembangan psikososial lansia pada umumnya

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian lansia

Masa lanjut usia adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang.

Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai meninggal, yang ditandai

dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin

menurun. Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya

penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu

sama lain. Menurut Hurlock (2002), tahap terakhir dalam perkembangan ini

dibagi menjadi usia lanjut dini yang berkisar antara usia enam puluh sampai

tujuh puluh tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia tujuh puluh tahun

hingga akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau usia tua (usia 65

hingga 74 tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau

lebih) dan orang tua lanjut (85 tahun atau lebih) dari orang-orang dewasa lanjut

yang lebih muda.

J.W. Santrock (Santrock, 2002:190) mengemukakan bahwa ada dua

pandangan tentang definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut

pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan orang barat yang

tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur 65

tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau

sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang

berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di

3
Indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri

ketuaan.

Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia

merupakan periode di mana seorang individu telah mencapai kemasakan dalam

proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh

sejalan dengan waktu, tahapan ini dapat mulai dari usia 55 tahun sampai

meninggal. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran.

Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi

dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak

memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang

homogen . Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda.

Usia manusia sebetulnya dapat dibagi menjadi usia biologik. psikologik, dan

sosial. Menurut Birren dan Renner (1977), usia biologis dapat diberi batasan

sebagai suatu estimasi posisi seseorang dalam hubungannya dengan potensi

jangka hidupnya. Jadi seseorang dikatakan lebih muda atau lebih tua

tergantung jangka hidupnya Apabila secara potensial ia dapat hidup sampai

100 tahun, maka di usia lima puluhan, ia dapat dikatakan lebih muda daripada

orang dengan usia sama tetapi secara potensial jangka hidupnya lebih pendek

misalnya hanya sampai 60 tahun. Eisdorfer dan Wilkie ( 1977) mengatakan

bahwa usia biologis adalah proses genetik yang berhubungan dengan waktu

tetapi terlepas dari stress, trauma, atau penyakit. · Seseorang dianggap muda

secara biologik apabila secara kronologis ia tua tetapi organ-organ tubuhnya

seperti orang muda, jantung, hati, ginjal, pencernaan tetap berfungsi dengan

baik seperti ketika ia masih muda, Lain halnya dengan usia psikologik. Hal

4
itu merupakan kapasitas individu untuk adaptif dalam hal ingatan, be1ajar,

inteligensi, ketrampilan, perasaan, motivasi dan emosi. Apabila ingatan

seseorang tetap jernih, inteligensinya tidak terganggu, perasaan stabil,

motivasi tetap tinggi, emosi sehat, ia boleh dikatakan secara psikologis

dewasa.

Selanjutnya usia sosial lebih menekankan pada peran maupun kebiasaan

sosial seseorang dalam hubungannya dengan anggota masyarakat (Birren dan

Renner, 1977). Seseorang dianggap dewasa secara sosial apabila ia mampu

berhubungan dengan orang Jain. Ia mampu menjadi anggota masyarakat dan

berperan serta di dalamnya. Masa lansia tidak hams mempengaruhi

kedewasaan biologis, psikologik, dan sosial. Justru di masa ini manusia lansia

dapat banyak berperan melalui berbagi pengalaman dengan generasi muda.

Mereka dapat merupakan teladan bagi kaum muda, Apabila mereka di

masa lansia dapat tetap produktif, penuh harga diri, sehat fisk dan

mental, mereka dapat menunjukkannya pada manusia yang relatif lebih muda

tapi sangat tidak bergairah dalam hidup. Caranya adalah dengan memberikan

contoh kong:krit bukan memberikan nasihat yang mungkin akan banyak

membuat sebal orang yang mendengarkannya terutama anak-anak muda

Membanding-bandingkan apa yang dilakukannya di waktu muda dengan apa

yang dilakukan anak muda sekarang tidak akan menimbulkan simpati. Akan

tetapi memberikan contoh sekarang yang dikerjakan lansia akan bennanfaat

bagi kaum muda yang kurang bergairah tadi

5
B. Masalah Psikologi Lansia

Beberapa masalah psikososial antara lain:

1. Demensia

a. Pengertian dimensia

Davison, Neale, dan Kring (2014:742) mengemukakan bahwa dimensia

merupakan istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan kemunduran

intelektual hingga ketitik melemahkan fungsi sosial dan pekerjaan. Liftiah

(2009:218) mengemukakan bahwa demensia merupakan gangguan kognitif,

meliputi berkurangnya ingatan secara bertahap, ketidakmampuan mempelajari

informasi baru, kemampuan berkomunikasi, berpendapat, dan koordinasi

motorik. Sunberk, Winebarge, dan Taplin (2007:304) mengemukakan bahwa

demensia merupakan gangguan kompeks yang mencakup beberapa entitas

penyakit yang khas. Dimensia ditandai dengan berkurangnya fungsi kognitif

sehingga mempengaruhi kegiatan sehari hari.

b. Penyebab demensia

Sunberk, Winebarge, dan Taplin (2007:304) mengemukakan bahwa

dimensia disebabkan oleh perubahan pada otak yang tidak dapat dipulihkan

meliputi penyakit dan kematian jaringan otak. Papalia dan Feldman

(2014:242) mengemukakan bahwa dimensia timbul disebabkan oleh penyebab

fisiologis. Penyebab fisiologis utama dimensia yaitu penyakit alzheimer dan

parkinson.

c. Gejala dimensia

6
Davison, Neale, dan Kring (2014:743) mengemukakan bahwa simtom

utama penyakit demenisa yaitu kesulitan dalam mengingat banyak hal dan

peristiwa baru. Dimensia mengakibatkan penderitanya mengalami kesulitan

dalam memahami pemikiran abstrak, dan gangguan emosi menjadi hal umum,

termasuk simtom depresi, afek datar, dan ledakan emosional secara berkala.

Davison, Neale, dan Kring (2014:743) mengemukakan bahwa individu yang

menderita demensia memiliki kemungkinan gangguan pola bicara yang

membingungkan. Meskipun sistem motorik tetap berfungsi namun penderita

demensia mengalami kesulitan berbagai aktivitas motorik, seperti mengosok

gigi, melambaikan tangan, dan berpakaian. Davison, Neale, dan Kring

(2014:743) mengemukakan bahwa lebih dari 50 persen penderita demensia

mengalami delusi dan halusinasi.

2. Alzheimer

a. Pengertian alzheimer

Davison, Neale, dan Kring (2014:743) mengemukan bahwa alzheimer

merupakan pengklasifikasian paling umum dari dimensia. Davison, Neale, dan

Kring (2014:743) mengemukakan bahwa alzheimer istilah untuk rusaknya

jaringan otak yang tidak dapat diperbaiki. Sunberk, Winebarge, dan Taplin

(2007:304) mengemukakan bahwa penyakit alzheimer disebabkan oleh

perubahan besar pada otak yaitu pembentukan daerah yang mengeras pada

bagian otak. Plak merupakan bagian yang mengeras pada otak. Letak dari plak

mempengaruhi gejala yang muncul. Davison, Neale, dan Kring (2014:743)

mengemukakan bahwa penyakit alzheimer lebih umum terjadi pada

perempuan. Papalia dan Feldman (2014:242) mengemukakan bahwa penyakit

7
alzheimer secara perlahan merampas kecerdasan, keawasan, dan bahkan

kemampuan penderitanya untuk mengontrol fungsi tubuh mereka dan pada

akhirnya menyebabkan kematian.

b. Gejala alzheimer

Papalia dan Feldman (2014:243) mengemukakan bahwa gejala klasik dari

alzheimer berupa kerusakan memori, kemunduran bahasa, kekurangan dalam

pemrosesan visual dan ruangan. Salah satu gejala yang paling jelas adalah

ketidakmampuan mengingat kejadian baru atau memproses informasi baru.

Gejala lain yang cenderung muncul diawal penyakit yaitu gangguan

kepribadian secara cepat menjadi kaku, apatis, egosentris, dan kontrol emosi

yang terganggu.

Papalia dan Feldman (2014:243) mengemukakan bahwa semakin banyak

gejala yang mengikuti seperti mudah tersinggung, cemas, depresi, delusi,

delirium, dan berkeliaran, mengakibatkan kerusakan pada ingatan jangka

panjang, penilaian, konsentrasi, dan orientasi serta gangguan bicara. Individu

yang mengalami alzheimer mengalami kesulitan melakukan aktivitas rutin

dikehidupan sehari-hari. Cummings (Papalia dan Feldman, 2014:244)

mengemukakan bahwa pada akhirnya individu tidak bisa memahami atau

menggunakan bahasa, tidak mengenali anggota keluarga, tidak bisa makan

tanpa bantuan, tidak bisa mengatur kapan buang air, dan kehikangan

kemampuan untuk berjalan, duduk dan menelan makanan padat. Kematian

biasanya datang sekitar 8 samapai 10 tahun setelah gejala muncul.

c. Penyebab alzheimer

8
Papalia dan Feldman (2014:244) mengemukakan bahwa penyebab utama

perkembangan penyakit alzheimer yaitu kekusustan neurofibriler (massa

neuron mati yang terpelintir) dan sejumlah lilin plak amiloid (jaringan yang

tidak berfungsi). Otak manusia tidak dapat membersihkan plak karena plak

tersebut tidak dapat larut. Lama kelamaan jaringan tersebut akan mengeras /

membaur dan menghancurkan neuron disekitarnya.

3. Gangguan anxitas

a. Pengertian anxietas

Liftiah (2009:63) mengemukakan bahwa anxietas merupakan perasaan

khawatir yang tidak nyata, tidak masuk akal, tidak sesuai, yang berlangsung

intens, atas dasar prinsip yang terjadi dan nyata. Davidson dan Neale (Liftiah,

2009:63) mengemukakan bahwa anxietas juga dapat diartikan sebagai kondisi

mood yang negatif yang ditandai dengan simtom simptom tubuh, ketegangan

fisik, dan keakutan terhadap kejadian yang akan datang.

b. Penyebab anxietas

Anxietas pada individu berusia lansia merupakan kecemasan yang

umumnya khawatir pada munculnya berbagai macam penyakit dan mengalami

kelemahan fisik dan khawatir tidak mampu berperan penting sehingga akan

tersingkir dari kehidupan sosial. Davison, Neale, dan Kring (2014:764)

mengemukakan bahwa masalah kecemasan lansia sering kali dihubungkan

dengan penyakit medis.orang orang yang mengidap demensia seperti alzheimer

mungkin mencerminkan kecemasan yang timbul akibat kebingungan dan

frustasi saat mereka tidak mampu melakukan hal yang tampak kecil seperti

memakai jaket.

9
4. Parkinson

Santrock (2012:197) mengemukakan bahwa parkinson merupakan penyakit

kronis dan progresif yang ditandai oleh gemetar pada otot, gerakan yang

melambat, kelumpuhan sebagian wajah. Papalia dan Feldman (2014:242)

mengemukakan parkinson merupakan penyakit yang melibatkan degenerasi

neurologis yang progresif, ditandai dengan tremor, kekakuan, pergerakan

lambat dan postur tubuh yang tidak stabil.

Penyakit parkinson ditangani dengan memberikan obat yang meningkatkan

dopamin kepada penderita yang berada ditahap awal penyakit, dan L-dopa,

yang dapat diubah menjadi dopamin oleh otak. Penanganan lainnya yaitu

dengan menstimulasi otak secara mendalam yang mencakup implantasi

elektroda di dalam otak. Elektroda tersebut di stimulasi oleh alat yang mirip

alat pacu jantung (Santrock, 2012:198)

5. Delirium

Davison, Neale, dan Kring (2014:752) mengemukakan bahwa delirium

merupakan penggambaran untuk kondisi kaburnya kesadarana. Individu yang

menderita delirium kadang secara mendadak mengalami kesulitan untuk

berkonsentrasi dan memusatkan perhatian serta tidak mampu mempertahankan

alur pemikiran yang teratur dan terarah. Liftiah (2009:219) mengemukakan

bahwa delirium merupakan keadaan kebingungan mental yang mengakibatkan

penderitanya sulit berkonsentrasi dan berbicara secara jelas dan masuk akal.

Individu yang menderita deirium tidak mungkin dapat terlibat dalam

percakapan karena perhatian mereka yang tidak dapat terfokus pada satu hal

dan pikirannya terpecah-pecah. Pada kondisi parah, cara berbicara menjadi

10
parah dan tidak karuan. Delisah dan bingung, penderita delirium dapat

mengalami disorientasi waktu, tempat, dan kadang diri yaitu mereka tidak

dapat mengetahui dengan pasti hari apa sekarang dan dimana mereka sekarang

(Davison, Neale, dan Kring, 2014:753). Penderita delirium sering mengalami

gangguan perseptual dengan menganggap bedara dalam rumah bukan dalam

rumah sakit. Halusinasi umum terjadi, namun delusi tidak selalu terjadi dan

cenderung berubah ubah, tidak terlalu nyata, dan singkat.

6. Hipokonriasis

Siegler dan Costa (Davison, Neale, dan Kring, 2014:774) mengemukakan

bahwa secara luas hipokondriasis sangat umum terjadi dalam populasi lansia.

Lansia dapat mengalami berbagai macam masalah fisik, diantaranya sakit pada

kaki dan punggung, pencernaan yang buruk, sembelit, sesak napas dan

keinginan yang amat sangat.secara kelompok para lansia cenderung kurang

melaporkan simpom somatik yang ia derita, sekali lagi mungkin karena

permasalahan kekhawatiran.

Davison, Neale, dan Kring (2014:774) mengemukakan bahwa para ahli

klinis setuju bahwa secara umum tidak ada gunanya meyakinkan orang yang

bersangkutan bahwa ia sehat karena orang tersebut tidak peduli dengan hasil

tes laboratorium yang negatif atau pendapat otoritatif dari berbagai sumber

resmi. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengajaknya berjalanmjalan

dan membantunya mengalihkan pikirnnya dari rasa sakit. Pengalihan aktivitas

dapat membuat para individu bekerja lebih baik terlepas dari penyakitnya dan

lebih memperoleh kepuasan.

7. Gangguan tidur

11
Davison, Neale, dan Kring (2014:774) mengemukakan bahwa insomnia

merupakan gangguan yang umum terjadi pada lansia. Miles dan Dement

(Davison, Neale, dan Kring, 2014:774) mengemukakan bahwa masalah tidur

yang paling sering dialami oleh lansia adaah sering terjaga pada malam hari,

sering terbangun pada dini hari, sulit untuk tidur, dan rasa lelah yang amat

sangat di siang hari. Waktu tidur lansia agak singkat dan sering terputus secara

spontan. Selain itu lansia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat

tertidur setelah mereka terbangun.

Gangguan tidur pada lansia disebabkan oleh penyakit, obat-obatan, kafein,

stres, kecemasan, depresi, kurang beraktivitas, dan kebiasaan tidur yang buruk.

Prinz dan Raskin (Davison, Neale, dan Kring, 2014:775) mengemukakan

bahwa rasa sakit terutama arthritis merupakan penyebab utama gangguan tidur

pada lansia. Penanganan insomnia pada lansia dapat melalui pemberian obat

obatan, namun obat-obatan juga memiliki efek samping berupa

ketergantungan. Davison, Neale, dan Kring (2014:776) mengemukakan bahwa

penggunaan obat tidur secara terus menerus dapat mengakibatkan

berkurangnya kefektifitasan obat dan bahkan mengakibatkan tidur cenderung

terputus putus dan terganggunya tidur dalam kondisi REM.

C. Perkembangan Psikososial Lansia

Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan terlepas dari lingkungan

sosialnya Ia tidak akan dapat hidup tanpa manusia lainnya. Saling tergantung

satu dengan lainnya merupakan ciri khas manusia Seorang bayi tidak akan

dapat tumbuh dan berkembang tanpa rawatan. tuntunan, dan didikan orang tua

12
atau orang yang merawatnya Setelah ia menjadi anak-anak dan mulai

bersekolah, ia mulai membutuhkan teman-temannya di samping orang tuanya

dan saudara-saudaranya. Ketika ia mencapai usia remaja, secara fisik ia telah

matang. Akan tetapi secara psikologis, ekonomis, maupun sosial ia mungkin

masih mentah. Remaja membutuhkan dukungan emosi dan ekonomi. Ini akan

dibawanya sampai ia menjadi dewasa. Setelah dewasa dan punya penghasilan

sendiri ia dapat terlepas dari ketergantungan ekonomi. Dukungan emosi dan

psikologis akan tetap dibutuhkan sampai menjelang kematiannya. Dalam hidup ia

masih hams tetap be1ajar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kenyataan

yang dihadapinya. Penyesuaian diri ini akan dibawa terus sampai usia dewasa,

lansia, bahkan sampai ia mendekati ajalnya. Aspek psikososial pada masa lansia

menentukan proses penuaan yang sukses dalam kehidupan lansia yang

bersangkutan. Berikut ini adalah paparan beberapa teori tentang proses penuaan

yang sukses pada masa lansia, yaitu: 

a. Disengagement theory

Cummings dan Henry menyatakan bahwa individu lansia secara

perlahan-lahan mulai menarik diri dari dunia secara fisik, psikologis, dan

sosial (Feldman, 2012). Secara fisik, lansia mengalami penurunan stamina

tubuh sehingga aktivitas fisiknya mengalami perlambatan secara bertahap.

Secara psikologis, lansia mulai menarik diri dari dunia luar dan lebih

berfokus pada dunia psikologisnya sendiri. Secara sosial, Quinnan

berpendapat bahwa lansia menarik diri dari pergaulan sosial dan jarang

bertemu dengan orang lain lagi (Feldman, 2012). 

13
Teori ini tidak banyak didukung dengan hasil penelitian. Di samping itu,

teori ini menerima penolakan dari masyarakat karena teori ini memberikan

gambaran masyarakat yang tidak mampu menyediakan pelayanan bagi lansia.

Teori ini juga menyalahkan lansia karena menarik diri dari masyarakat.

Menurut Crosnoe & Elder, para ahli gerontologi pada zaman sekarang juga

menolak disengagement theory ini karena tidak semua lansia menarik diri

dari masyarakat (Feldman, 2012).

b. Activity theory

Teori ini merupakan kebalikan dari  disengagement theory. Teori ini

menyatakan bahwa proses penuaan yang sukses terjadi apabila individu lansia

tetap berhubungan dengan teman-temannya dan aktif dalam pergaulan sosial. 

Hutchinson & Wexler menyatakan bahwa kebahagiaan individu berasal dari

keterlibatannya dalam pergaulan masyarakat (Feldman, 2012). Teori ini juga

tidak terlalu banyak mendapat dukungan karena tidak semua aktivitas dapat

memberikan kepuasan yang sama bagi lansia. Adams menyatakan bahwa

yang memberikan kepuasan dalam kehidupan individu adalah sifat dasar

aktivitas tersebut, bukan frekuensi mengikuti aktivitas (Feldman, 2012).

c. Continuity theory

Pushkar berpendapat bahwa individu yang mengetahui kapan waktunya

untuk menarik diri dan kapan bergaul dengan masyarakatlah yang dapat

menjalani proses penuaan dengan sukses (Feldman, 2012). Menurut Holahan

dan Chapman, individu yang senang bergaul dengan masyarakat akan

memperoleh lebih banyak kesenangan ketika bergaul dengan teman-

temannya, sebaliknya individu yang senang menikmati waktunya sendirian

14
akan menemukan lebih banyak kepuasan dengan aktivitas membaca atau

berjalan-jalan sendiri di taman (Feldman, 2012).

d. Selective optimization 

Paul Baltes dan Margaret Baltes mengemukakan model selective

optimization sebagai kunci bagi lansia untuk menjalani proses penuaan yang

sukses. Selective optimization adalah sebuah proses yang dilakukan individu

dengan berfokus pada kemampuannya yang lain sebagai kompensasi atas

kekurangannya pada keterampilan lain (Feldman, 2012). Proses ini dilakukan

untuk memperkuat sumber daya kognitif, motivasi dan fisik secara umum.

Proses ini juga dilakukan untuk mengatasi kekurangan yang ditimbulkan oleh

proses penuaan. Sebagai contoh, pianis profesional Arthur Rubinstein tetap

menggalang konser pianonya dengan mengurangi jumlah lagu yang

dimainkannya sebagai bentuk selektif dan berfokus pada beberapa lagu yang

dimainkannya sebagai bentuk optimisasi (Feldman, 2012).

Aspek psikososial dalam kehidupan individu lansia tidak hanya berupa proses

penuaan yang sukses, tetapi juga hubungan sosialnya dengan orang lain.

Pertemanan merupakan salah satu hubungan yang sangat penting dan berarti

dalam kehidupan lansia. Dalam pertemanan, individu memilih siapa yang mereka

sukai dan tidak disukai. Teman juga dapat menjadi pengganti ikatan yang hilang

karena ditinggal mati pasangan. Namun, teman sendiri juga dapat meninggal

dunia. Persepsi lansia terhadap pertemanan juga menentukan bagaimana lansia

bereaksi terhadap kematian temannya. Hartshorne menyatakan bahwa lansia yang

memandang pertemanan sebagai hubungan yang tidak tergantikan akan

mengalami kesulitan yang lebih besar dalam menghadapi kematian temannya

15
dibandingkan dengan lansia yang memandang temannya sebagai satu di antara

sejumlah teman lainnya (Feldman, 2012).

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Lansia merupakan fase kemasakan fungsi sekaligus kemunduran pada

manusia. Berbagai macam permaslahan mulai berdatangan terutama dalam

aspek psikologis. Setiap lansia memiliki permasalahan yang berbeda sehingga

penanggulangannya juga berbeda. Perhatian yang lebih dibutuhkan oleh lansia

sebagai motivasi untuk tetap aktif dan memiliki gairah hidup.

B. Saran

Memiliki dukungan sosial dapat memberikan manfaat bagi lansia, yaitu

sebagai tempat menceritakan permasalahan hidup lansia terutama bila orang

yang memberikan dukungan sosial juga memiliki pengalaman yang serupa

dengan individu yang sedang didukungnya, memberikan bantuan material

seperti mengurus rumah tangga, dan memberikan solusi untuk mengatasi

permasalahan hidup sehari-hari (Feldman, 2012). Memberikan dukungan sosial

kepada orang lain ternyata juga dapat meningkatkan rasa percaya diri (self-

esteem) dan merasa berguna pada lansia karena telah berkontribusi dalam

kehidupan orang lain (Feldman, 2012).

16
DAFTAR PUSTAKA

Birren, J.E. & Renner, V.J. 1977. Research on the psychology of aging. Dalam

J.E. Birren & K.W

Davison, G. C., Neale, J. M., Kring A. M. (2014). Psikologi abnormal (9th ed.).

Depok: Kharisma Putra Utama.

Eisdorfer, C. &Wilkie, F. Stress, disease, aging, and behavior. 1977. Dalam

J.E. Birren & K.W.

Hurlock, E. B. (2002). Psikologi Perkembangan. (5th ed.). Erlanga: Jakarta.

Feldman, R. (2012).  Discovering the Life Span (2nd ed.). New Jersey: Pearson

Education, Inc.

Litfiah (2009). Psikologi abnormal. Semarang: Widya Karya.

Santrock, J. W. (2012). Perkembangan masa hidup. Indonesia: PT Gelora Aksara

Pratama

Sunberk, N. D., Winebarge, A. A., Taplin, J. R. (2007). Psikologi klinis (4th ed.).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

17

Anda mungkin juga menyukai