Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTEK KLINIK

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KASUS BAYI PREMATUR DI RUANG HCU


NEO RS UNS SURAKARTA

Disusun Oleh :

Nama : Siti Solikatun Naima


NIM : 202012070
Tempat Praktik : RS UNS Surakarta

PROGRAM DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
2022
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Medis Bayi Prematur
1. Definisi Prematur
Persalinan prematur mengacu pada persalinan dari hari pertama periode
menstruasi terakhir dan dalam 20 hingga < 37 minggu kehamilan. Bayi prematur
biasanya lebih ringan atau kurus. Bayi prematur memang sering terlahir dengan
berat yang rendah, tetapi tidak semua yang terlahir dengan berat badan rendah
termasuk bayi prematur (Lestari, L. 2021). Bayi BBLR diketahui memiliki rentang
berat antara 1.500-2.500 gram saat lahir. Dalam perawatannya, bayi prematur
harus segera dimasukkan dalam inkubator karena organ tubuhnya masih banyak
yang belum sempurna dan ketika bayi prematur sudah diperbolehkan pulang,
orang tua juga harus selalu memperhatikan kondisi dan suhu bayi. Berbeda
dengan bayi BBLR, sebagian besar sudah tidak ditempatkan lagi dalam inkubator
karena hampir semua organ bayi telah terbentuk sempurna, tetapi jika berat badan
terlalu rendah kemungkinan bisa masuk inkubator (Arum dan Riana, 2021).
Menurut definisi WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia
kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi prematur
atau bayi preterm adalah bayi yang berumur kehamilan 37 minggu tanpa
memperhatikan berat badan, sebagian besar bayi prematur lahir dengan berat
badan kurang 2500 gram. Umumnya kehamilan disebut cukup bulan bila
berlangsung antara 37-40 minggu dihitung dari hari pertama siklus haid terakhir
pada siklus 28 hari. Sedangkan persalinan yang terjadi sebelum usia kandungan
mencapai 37 minggu disebut dengan persalinan prematur (Sulistiarini & Berliana,
2016).
Bayi prematur terutama yang lahir dengan usia kehamilan <32 minggu,
mempunyai risiko kematian 70 kali lebih tinggi,karena mereka mempunyai
kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim akibat
ketidakmatangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, ginjal, hati dan
sistem pencernaannya (Agustin, J. 2020).
Kesimpulannya adalah bayi prematur merupakan bayi yang lahir sebelum usia
cukup bulan yaitu 37-40 minggu dengan berat badan lahir <2500 gram dan
mayoritas organ tubuh seperti paru-paru, jantung, ginjal, hati serta sistem
pencernaan belum berfungsi secara normal.
2. Etiologi
Menurut Rukiyah & Yulianti (2018) bayi dengan kelahiran prematur dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut :
a. Faktor ibu merupakan hal yang dominan dalam mempengaruhi kejadian prematur,
faktor-faktor tersebut di antaranya adalah :
1) Toksemia gravidarum (preeklampsia dan eklampsia).
2) Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum, malnutrisi,
anemia sel sabit.
3) Tumor (mioma uteri, eistoma).
4) Trauma pada masa kehamilan.
5) Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
6) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat.
b. Faktor Janin
1) Kehamilan ganda.
2) Hidramnion (Hidramnion adalah kondisi ibu hamil yang memiliki terlalu
banyak air ketuban dalam rahimnya).
3) Ketuban pecah dini.
4) Cacat bawaan.
5) Kelainan kromosom.
6) Infeksi (misal : rubella, sifilis, toksoplasmosis).
7) Insufensi plasenta.
c. Faktor lain
1) Faktor plasenta, seperti plasenta previa dan solusio plasenta.
Faktor lingkungan, radiasi atau zat-zat beracun, keadaan sosial ekonomi yang
rendah, kebiasaan pekerjaan yang melelahkan dan merokok.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2018), ada beberapa tanda dan gejala yang
dapat muncul pada bayi prematur antara lain adalah sebagai berikut :
a. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.
b. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2.500 gram.
c. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm.
d. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm.
e. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.
f. Rambut lanugo masih banyak.
g. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
h. Tulang rawan daun telinga belum sempuna pertumbuhannya.
i. Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
j. Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora
dan klitoris menonjol (pada bayi perempuan). Testis belum turun ke dalam
skrotum, pigmentasi dan rugue pada skrotum kurang (pada bayi laki-laki).
k. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah.
l. Fungsi saraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah.
m. Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan
jaringan lemak masih kurang.
n. Vernix caseosa tidak ada atau sedikit bila ada.
4. Patofisiologi
Bayi imaturitas pertumbuhan dan perkembangan tidak dapat menghasilkan
kalori dengan meningkatkan metabolisme. Hal ini dikarenakan tidak adanya atau
kurangnya respon terhadap respon menggigil bayi, sehingga bayi tidak dapat
meningkatkan mobilitasnya. Di bawah tekanan dingin atau suhu lingkungan
rendah, sumber utama kalori adalah thermogenesis nonshiver. Menanggapi
rangsangan dingin, tubuh bayi akan melepaskan norepinefrin, yang menstimulasi
metabolisme lemak di cadangan lemak coklat untuk menghasilkan panas, lalu
panas dibawa oleh darah ke jaringan. Stres dapat menyebabkan hipoksia, asidosis
metabolik, dan hipoglikemia. Peningkatan metabolisme sebagai respon terhadap
stres dingin meningkatkan kebutuhan kalori dan oksigen (Padila dan Agustien,
2019). Jika oksigen yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan, maka tekanan
oksigen akan menurun (hipoksia) dan keadaan menjadi lebih buruk karena
penurunan oksigen darah dan kelainan paru-paru (paru-paru yang belum matang)
yang mengakibatkan penurunan volume paru-paru. Hemoglobin fetal (HbF) dapat
mengikat lebih banyak oksigen, sehingga bayi dapat bertahan dalam waktu lama
dengan tekanan oksigen yang lebih rendah, jadi mungkin dapat membantu dalam
situasi ini.
Bayi akan merespon stres dingin dengan melepaskan norepinefrin,
yang menyebabkan vasokonstriksi paru. Akibatnya, efektifitas ventilasi paru
menjadi berkurang sehingga menurunkan kadar oksigen dalam darah. Kondisi ini
menghambat metabolisme glukosa dan memicu terjadinya glikolisis anaerobik,
yang menyebabkan peningkatan asam laktat, yang dikombinasikan dengan
metabolisme lemak coklat penghasil asam, sehingga meningkatkan efek asidosis.
Metabolisme anaerobik menghilangkan lebih banyak glikogen daripada
metabolisme aerobik, yang mempercepat terjadinya hipoglikemia. Hal ini terjadi
terutama ketika simpanan glikogen rendah saat lahir dan asupan kalori rendah atau
tidak mencukupi setelah lahir (Suminto, 2017).
Kemampuan bertahan hidup bayi prematur biasanya kurang baik, karena
struktur anatomi dan fisiologisnya belum matang, serta fungsi biokimianya tidak
seperti bayi yang lebih tua. Kekurangan ini memengaruhi kemampuan bayi untuk
mengatur dan menjaga suhu tubuh dalam kisaran normal. Bayi berisiko tinggi
lainnya juga mengalami kesulitan yang sama karena adanya hambatan fungsi
anatomis, fisiologis dan biokimia yang berkaitan dengan adanya penyakit. Bayi
prematur atau bayi belum dewasa tidak dapat mempertahankan suhu tubuhnya
dalam kisaran normal, hal ini karena pusat kendali suhu otak yang belum matang
kekurangan cadangan glikogen dan lemak coklat sebagai sumber kalori.
Kekurangan lemak subkutan dan permukaan tubuh yang relatif lebar akan
menyebabkan lebih banyak panas tubuh yang hilang. Respon menggigil bayi
kurang atau tidak ada, sehingga bayi tidak dapat meningkatkan panas tubuh
melalui aktivitas. Selain itu,terlihat kurang juga pada kontrol reflek kapiler
(Carrasco Stafstrom, 2019).
Clinical Pathway

Faktor Ibu Faktor Plasenta Faktor Janin

PREMATURITAS

Dinding otot rahim bagian bawah lemah

Bayi lahir prematur (BBLR/berat badan < 2500 gram)

Permukaan tubuh relatif lebih luas Penurunan daya tahan tubuh Fungsi organ-organ belum baik
Tubuh

Pemaparan dengan suhu Resiko Infeksi


luar

Kehilangan panas Paru Otak

Hipotermi
Pertumbuhan dinding Reflek menelan belum
dada dan vaskuler paru sempurna
belum sempurna

Insuf Pernafasan Defisit Nutrisi

Penyakit membran hialin

Sumber Pathway Pola Nafas Tidak Efektif


(Padila dan Agustien,
2019)
5. Komplikasi
Menurut handriana (2016), sebagian besar komplikasi akibat dari bayi prematur
antara lain :
1) Pneumothoraks
2) Pulmonary interstitial dypslasia
3) Patent ductus arterious (PDA)
4) Hipotensi
5) Hiponatremi/Hipernatremi
6) Asidosis
7) Hipokalemi
8) Hipoglikemi
9) Retinopathy
10) Infeksi Sekunder
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Erwin (2021), pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada bayi
prematur meliputi :
1. Pemeriksaan nilai Apgar
Pemeriksaan fisik bayi yang umum dilakukan sesaat setelah lahir, ketika
nilai. Apgar rendah sering kali bayi akan dirawat di ruang NICU.
2. Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan jantung, peru-paru, sistem
pencernaan, sistem saraf, saluran kemih dan kulit.
3. Pemeriksaan penunjang
Tes darah lengkap, tes urin, USG dan rontgen. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk mengevaluasi kondisi kesehatan bayi prematur.
4. Pemeriksaan mata
Retinopathy of prematurity (ROP) merupakan gangguan mata yang banyak
dialami oleh bayi prematur. Pemeriksaan ini dilakukan apabila bayi
prematur lahir sebelum usia kandungan 30 minggu serta berat badan lahir
dibawah 1,5 kg maka untuk mendeteksi adanya ROP dilakukan setelah
bayi berusia 4 minggu dan pada bayi prematur yang lahir setelah usia
kandungan 30 minggu pemeriksaan ROP ini dilakukan saat bayi berusia 2
minggu.
5. Skrining indera pendengaran
Pemeriksaan ini dilakukan secepat mungkin pada bayi prematur, paling
lama 1 minggu setelah bayi dilahirkan.
6. Skrining hipotroid
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi secara dini pada bayi
prematur
apakah mengalami kondisi yang sering disebut hipotiroid konginetal.
7. Pemeriksaan genetik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya kelainan genetik atau
penyakit bawaan lahir.
8. Penatalaksanaan
Menurut Handriana (2016), penatalaksanaan tindakan pada bayi prematur ada
2 yaitu, sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan medis
a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5˚C-37˚C) dengan cara
meletakkan bayi dalam inkubator serta kelembaban ruangan juga harus
adekuat (70-80%).
b. Pemberian oksigen dengan dilakukan secara hati-hati. Pemberian
terlalu
banyak oksigen dapat menimbulkan komplikasi seperti fibrosis paru,
kerusakan retina dan lain-lain.
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan
berat badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. Asidosis metabolik yang
selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3
secara intravena.
d. Pemberian antibiotik. Bayi prematur perlu mendapatkan antibiotik
untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan
dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari
dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Memperhatikan keadaan bayi terkait bahaya kedinginan (cold
injury).
b. Risiko terjadinya gangguan pernapasan.
c. Kesukaran dalam pemberian makanan.
d. Risiko terjadinya infeksi.
e. Memperhatikan kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan
psikologis)

B. Konsep Dasar Keperawatan pada Bayi Prematur


1. Pengkajian
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), penatalaksanaan keperawatan
secara umum yaitu :
1) Pengkajian Keperawatan :
a. Data/identitas pasien
Nama pasien, jenis kelamin, usia, alamat, agama, pendidikan dan
pekerjaan.
b. Keluhan utama
Berupa hal yang dirasakan pasien dan menjadi penyebab utama pasien
berinisiatif melakukan pemeriksaan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang
di rasakan saat ini.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Mengkaji kepada pasien mengenai penyakit yang pernah diderita
sebelumnya dan juga mengkaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan
pada masa lalu serta ada atau tidaknya riwayat alergi terhadap jenis obat.
e. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga.
2) Pengkajian Konseptual Gordon :
a. Persepsi kesehatan
Observasi pengetahuan atau pemahaman kesehatan secara umum
kepada pasien.
b. Pola nutrisi metabolik
Observasi pola makan pasien sebelum dan selama sakit, mengkaji
nutrisi pasien.
c. Pola eliminasi
Mengkaji pola BAB dan BAK pasien sebelum dan selama sakit.
d. Pola aktivitas
Mengkaji adanya tanda-tanda kelelahan dengan pemeriksaan
penunjang berupa TTV.
e. Kebutuhan istirahat tidur
Mengkaji pola tidur pasien sebelum dan selama sakit.
f. Pola persepsi kognitif
Mengkaji mengenani pengetahuan pasien tentang penyakit yang
dideritanya saat ini.
g. Pola persepsi diri
Mengkaji persepsi diri pasien meliputi : body image, harga diri, peran
diri, ideal diri dan konsep diri.
h. Pola hubungan sosial
Mengkaji pola komunikasi pasien terhadap keluarga, pasien yang
lainnya dan perawat.
i. Pola seksualitas
Mengkaji kebutuhan seksualitas pasien.
j. Pola mekanisme koping
Mengkaji bagaimana respon pasien terhadap penyakit yang
dideritanya.
3) Pengkajian Terfokus :
a. Keadaan umum : Perhatikan kesadaran klien dan keadaan umum klien.
b. Tanda-tanda vital :
Normal atau tidaknya TTV, Cek tekanan darah, frekuensinadi frekuensi
pernapasan dan suhu tubuh klien.
c. Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi) :
a) Hidung
inspeksi : Perhatikan bentuk, perhatikan apakah terpasang alat
bantu
pernapasan atau tidak.
Palpasi : Cek ada tidaknya nyeri tekan.
b) Leher
Inspeksi : Perhatikan bentuk ada tidaknya ada benjolan.
Palpasi : Cek ada tidaknya nyeri tekan.

c) Dada
Inspeksi : Perhatikan bentuk dada, gerakan napas, perhatikan ada
tidaknya alat bantu napas, perhatikan kemerahan atau tanda infeksi
lainnya pada bagian dada.
Palpasi : Ada tidaknya nyeri tekan, ekspansi dada, denyut apeks
jantung dan taktil fremitus.
Perkusi : Ada tidaknya nada resonansi, hiper resonansi, redup,
datar, atau timpani.
Auskultasi : Ada tidaknya suara tambahan.
d) Payudara dan ketiak
Inspeksi : Perhatikan bentuk, perhatikan ada tidaknya benjolan atau
massa.
Palpasi : Ada tidaknya nyeri tekan.
e) Ekstremitas
Inspeksi : Perhatikan bentuk ada tidaknya pembesaran (edema),
perhatikan kemerahan atau tanda infeksi lainnya pada bagian
ekstremitas, perhatikan fungsi pergerakan.
Palpasi : Cek untuk mengetahui sirkulasi perifer, suhu kulit.
f) Kulit dan kuku
Inspeksi : Perhatikan warna kulit, perhatikan kemerahan atau tanda
infeksi lainnya.
Palpasi : Cek CRT dan turgor kulit.
g) Keadaan lokal
Perhatikan keadaan lokal klien dilihat dari satu sisi

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), Diagnosis keperawatan yang
sering muncul yaitu :
1. Pola napas tidak efektif (0005) b.d hambatan upaya napas d.d pola napas
abnormal.
2. Hipotermia (D.0132) b.d transfer panas meningkat d.d kulit teraba dingin,
menggigil, suhu tubuh dibawah nilai normal, hipoksia dan kutis memorata
(pada neonatus).
3. Risiko ikterik neonatus (D.0035) dibuktikan dengan prematuritas (< 37
minggu).

3. Intervensi Keperawatan
Menurut tim pokja SIKI DPP PPNI (2018) dan Tim Pokja SLKI DPP PPNI
(2019) tujuan dan kriteria hasil serta perencanaan yang dilakukan pada bayi
prematur yaitu sebagai berikut :
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
keperawatan selama …×24 jam, (I.01014)
diharapkan pola napas membaik Observasi :
dengan kriteria hasil : 1. Monitor frekuensi,
1. Frekuensi napas dari kedalaman dan
skala 3 (sedang) upaya napas
ditingkatkan ke skala 4 2. Monitor pola napas
(cukup membaik) 3. Monitor adanya
2. Kedalaman napas dari sumbatan jalan napas
skala 3 (sedang) 4. Monitor saturasi
ditingkatkan ke skala 4 oksigen
(cukup membaik) Terapeutik :
1. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan jika
perlu
2. Hipotermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipotermia
keperawatan selama …×24 jam, (I.14507)
diharapkan pola napas membaik Observasi :
dengan kriteria hasil : 1. Monitor suhu tubuh
1. Menggigil dari skala 3 2. Identifikasi
(sedang) ditngkatkan ke penyebab hipotermia
skala 4 (cukup menurun) (mis, kekurangan
2. Suhu tubuh dari angka 3 lemak subkutan)
(sedang) ditingkatkan ke 3. Monitor tanda dan
skala 4 (sukup membaik) gejala akibat
3. Suhu kulit dari skala 3 hipotermia
(sedang) ditingkatkan ke Terapeutik :
skala 4 (cukup membaik) 1. Sediakan lingkungan
yang hangat (mis,
inkubator)
2. Lakukan
penghangatan pasif
(mis, selimut,
penutup kepala)
3. Lakukan
penghangatan
internal (mis, infus,
cairan hangat)
3. Resiko Ikterik neonatus Setelah dilakukan tindakan Fototerapi Neonatus
keperawatan selama 4x24 jam Observasi :
diharapkan derajat kremer pada 1. Monitor ikterik pada
klien turun. Kriteria hasil : sclera dan kulit bayi
1. Kulit kuning menurun 2. Monitor suhu dan tanda
2. Berat badan meningkat vital setiap 4 jam sekali
3. Sklera kuning menurun 3. Monitor balance cairan
Terapeutik :
1. Siapkan lampu fototerapi
dan Inkubator atau kotak
bayi
2. Lepaskan pakaian bayi
kecuali popok
3. Berikan penutup mata
4. Hitung kebutuhan cairan
5. Biarkan tubuh bayi
terpapar sinar fototerapi
secara berkelanjutan
6. Atur jarak fototerapi
7. Ganti segera alas dan
popok bayi jika BAB/BAK
8. Gunakan linen berwarna
putih agar memantulkan
cahaya sebanyak mungkin
Edukasi Anjurkan ibu
menyusui atau memompa
ASI sesering mungkin

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan yang
dilakukan secara mandiri maupun dengan kolaborasi dengan multidisiplin yang lain.
Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada pasien
dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dimana tindakan dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana digambarkan dalam
rencana yang sudah dibuat (Patrisia et al., 2020)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
membandingkan tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap hasil yang
diharapkan. Evaluasi juga dilakukan untuk mengidentifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi, perawat
seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap
intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang
ingin dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan dalam
kriteria hasil (Patrisia et al., 2020)
DAFTA PUSTAKA
Agustin, J. 2020. Studi Literatur : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Bayi Berat
Badan Lahir Rendah. Bandar Lampung: Sarjana Terapan Kebidanan Metro Jurursan
Kebidanan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.
Arum, W. A. dan S. S. Riana. 2021. Tatalaksana pemberian nutrisi pada bayi prematur untuk
mencapai tumbuh kembang yang optimal. Seminar Nasional Riset Kedokteran
(SENSORIK). 2(1):194–201.
Carrasco, M. dan C. E. Stafstrom. 2019. How early can a seizure happen pathophysiological
considerations of extremely premature infant brain development. Developmental
Neuroscience. 40(5–6):417–436.
Erwin, D. C. 2021. Mari Ketahui Pentingnya Skrining Bagi Bayi Prematur. 2021
Handriana, I. 2016. Keperawatan Anak. Edisi 1. Sindanglaut Cirebon: LovRinz.
Julianti, E., Y. Rustina, dan E. Defi. 2019. Program perencanaan pulang dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan ibu yang melahirkan bayi prematur merawat bayinya.
Jurnal Keperawatan Indonesia. 22(1):74–81.
Lestari, L. 2021. Manajemen asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan persalinan prematur
di rsud ciamis. Tunas-Tunas Riset Kesehatan. 11(1):37–41.
Padila dan I. Agustien. 2019. Suhu tubuh bayi prematur di inkubator dinding tunggal dengan
inkubator dinding tunggal disertai sungkup. Jurnal Keperawatan Silampari.
2(2):113122..
Patrisia, I., Juhdeliena, J., Kartika, L., Pakpahan, M., Siregar, D., Biantoro, B., Hutapea, A.
D., Khusniyah, Z., & Sihombing, R. M. (2020). Asuhan Keperawatan Dasar Pada
Kebutuhan Manusia (Edisi 1). Yayasan Kita Menulis.
Rukiyah & Yulianti. 2018. Buku Ajar Kegawat Daruratan Anak Neonatus. Yogyakarta:
Indomedia Pustaka
Suminto, S. 2017. Peranan surfaktan eksogen pada tatalaksana respiratory distress syndrome
bayi prematur. Cermin Dunia Kedokteran. 44(8):568–571.
Sulistiarini & Berliana, .2016. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan
Bina Pustaka: Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Cetakan III
(Revisi). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I
Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I
Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Warliani, M., N. Mayasari, dan F. Soewito. 2020. Mengenal masalah oromotor pada bayi
prematur. Journal of The Indonesian Medical Association. 70(12):278–286.
WHO. 2018. Preterm Birth. 2018

Anda mungkin juga menyukai