Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak

yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer, 2001).

Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah sindrom klinis yang

awal timbulnya mendadak, progesif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/

atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan

kematian, dan sematamata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non

traumatik (Mansjoer A, 2000; Rumantir CU, 2007.)

Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,

teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk

kemandirian (Barbara Kozier, 1995). Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah

suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu

sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh

berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau

berbaring.

Mobilisasi secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu mobilisasi secara pasif

dan mobilisasi secara aktif. Mobilisasi secara pasif yaitu: mobilisasi

dimana pasien dalam menggerakkan tubuhnya dengan cara dibantu dengan orang

lain secara total atau keseluruhan. Mobilisasi aktif yaitu: dimana pasien dalam

menggerakkan tubuh dilakukan secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain.

1
2

Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu

jalannya penyembuhan pasien. Secara psikologis mobilisasi akan memberikan

kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh. Perubahan gerakan

dan posisi ini harus diterangkan pada pasien atau keluarga yang menunggui.

Pasien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat mobilisasi, sehingga akan

berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilisasi

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana laporan pendahuluan tentang stroke non-hemoragik?

1.2.2 Bagaimana manajemen asuhan keperawatan pada stroke non hemoragik?

1.2.3 Bagaimana laporan pendahuluan tentang gangguan mobilitas fisik?

1.2.4 Bagaimana manajemen asuhan keperawatan pada gangguan mobilitas fisik?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Khusus

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktik Praklinik Keperawatan I

(PPK I)

1.3.2 Tujuan Umum

1.3.2.1 Untuk mengetahui bagaimana laporan pendahuluan tentang stroke non-

hemoragik.

1.3.2.2 Untuk mengetahui bagaimana manajemen asuhan keperawatan pada stroke

non hemoragik.

1.3.2.3 Untuk mengetahui bagaimana laporan pendahuluan tentang gangguan

mobilitas fisik.

1.3.2.4 Untuk mengetahui bagaimana manajemen asuhan keperawatan pada

gangguan mobilitas fisik.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Definisi

Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak

yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer, 2001).

Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah sindrom klinis yang

awal timbulnya mendadak, progesif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/

atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan

kematian, dan sematamata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non

traumatik (Mansjoer A, 2000; Rumantir CU, 2007.). Menurut Price & Wilson

(2005) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang

terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri

otak (Price, 2005).

Stroke adalah masalah neurologik primer di AS dan di dunia. Meskipun

upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada insiden dalam beberapa

tahun terakhir, stroke adalah peringkat ketiga penyebab kematian, dengan laju

mortalitas 18% sampai 37% untuk stroke pertama dan sebesar 62% untuk stroke

selanjutnya. Terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dari stroke yang

mempunyai beberapa kecacatan; dari angka ini, 40% memerlukan bantuan dalam

aktivitas kehidupan sehari-hari. Di Indonesia, menurut SKRT tahun 1995, stroke

termasuk penyebab kematian utama, dengan 3 per 1000 penduduk menderita

penyakit stroke dan jantung iskemik. (Smeltzer, 2001).

3
4

Stroke non hemoragik atau disebut juga stroke iskemik didefinisikan

sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini

berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran

darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Stroke non hemoragik

sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri

besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus)

yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal.

Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus (Price, 2005).

2.1.2 Klasifikasi

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut (Israr, 2008):

2.1.2.1 Berdasarkan kelainan patologis

1) Stroke hemoragik, yaitu pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan

keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis di

sekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan

gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh

hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya.

Peningkatan tekanan intracranial pada gilirannya akan menimbulkan

herniasi jaringan otak dan menekan batang otak (Price, 2005).

a) Perdarahan intra serebral

b) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

2) Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

a) Stroke akibat trombosis serebri

b) Emboli serebri

c) Hipoperfusi sistemik
5

Gambar 2. Stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik

2.2.1.2 Berdasarkan waktu terjadinya

1) Transient Ischemic Attack (TIA)

2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke

4) Completed stroke

2.2.1.3 Berdasarkan lokasi lesi vaskuler

1) Sistem karotis

a) Motorik : hemiparese kontralateral, disartria

b) Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia

c) Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis

fugaks

d) Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

2) Sistem vertebrobasiler

a) Motorik: hemiparese alternans, disartria

b) Sensorik: hemihipestesi alternans, parestesia

c) Gangguan lain: gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia


6

2.1.3 Etiologi

Stroke non-hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari tiga mekanisme patogenik

yaitu trombosis serebri atau emboli serebri dan hipoperfusion sistemik (Sabiston,

1994; Nurarif, 2013).

2.1.3.1 Trombosis serebri merupakan proses terbentuknya thrombus yang

membuat penggumpalan. Trombosis serebri menunjukkan oklusi

trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis

yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa

menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul

progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau

hari.

2.1.3.2 Emboli serebri merupakan tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau

cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber

proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari

bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi

di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi

ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai

mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut.

2.1.3.3 Hipoperfusion sistemik adalah berkurangnya aliran darah ke seluruh

bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung

2.1.4 Patofisiologi

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang

dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
7

memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara

berbagai neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar

2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%

oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal

darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60 ml per 100 gram jaringan otak per

menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840

ml/menit, dari jumlah darah itu disalurkan melalui arteri karotis interna yang

terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian

depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah

vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai

sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior

bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus

Willisi (Sinaga, 2008; Mardjono, 2010).

Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-

arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum,

apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi

infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak

selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut

dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut.

Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam

pembuluh darah yang memperdarahai otak diantaranya berupa (Price, 2005):

2.1.4.1 Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada

aterosklerosis dan thrombosis.


8

2.1.4.2 Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok

atau hiperviskositas darah.

2.1.4.3 Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal

dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.

Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan

terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak

mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjadi kelainan di system motorik,

sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang

terkena.

2.1.5 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala dari stroke adalah : (Baughman,C Diane.dkk.2000)

2.1.5.1 Kehilangan motorik paling umum adalah hemiplagia (paralisis pada salah

satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan pada satu sisi) serta disfagia.

2.1.5.2 Kehilangan komunikasi

Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau

afasia (kehillangan berbicara)

2.1.5.3 Gangguan penglihatan

2.1.5.4 Gangguan daya ingat

2.1.5.5 Nyeri kepala hebat

2.1.5.6 Kesadaran menurun

2.1.5.7 Disfungsi kandung kemih

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

2.1.6.1 Angiografi serebral


9

Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi

arteri.

2.1.6.2 Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).

Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga

mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh

pemindaian CT).

2.1.6.3 CT Scan

Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi

hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya

secara pasti.

2.1.6.4 Pemeriksaan laboratorium

2.1.6.5 Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada

perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna

likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

2.1.6.6 Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)

2.1.6.7 Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.

gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian

berangsur-rangsur turun kembali.

2.1.6.8 Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

2.1.7 Penatalaksanaan

Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke

non hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi

dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat
10

memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan (Mansjoer,

2000).

2.1.5.1 Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik

2.1.5.2 Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)

menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen

activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil

CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan

di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.

2.1.5.3 Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang

diantaranya yaitu :

1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan

manitol dan hindari cairan hipotonik.

2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah

trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang

dapat menyerupai kegagalan perfusi.

3) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor

utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini

tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada

hipertensi beri obat antihipertensi.

4) Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke

terapi dengan heparin.

2.1.5.4 Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut

2.1.5.5 Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg)

10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1
11

jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan

infrak yang luas.

2.1.5.6 Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau

iskemia miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat

diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg

intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.

2.1.5.7 Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat

memperluas infrak dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan

hipertensi bila terdapat salah satu hal berikut :

1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis

seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna

(retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.

2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali

pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120

mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.

3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan

darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.

Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin

sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya

sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan

maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5%

dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi

sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan


12

nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah

pada stroke maka harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.

2.1.6 Manajemen Asuhan Keperawatan

2.1.6.1 Pengkajian

Adapun pengkajian pada pasien stroke adalah :

1) Aktivitas/istirahat

2) Sirkulasi

3) Integritas Ego

4) Eliminasi

5) Makanan dan Cairan

6) Neurosensori

7) Kenyamanan

8) Interaksi Sosial

2.1.6.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada stroke non hemoragik,

yaitu:

1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan sensori

persepsi, gangguan neuromuskular, menurunnya kekuatan otot.

2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

hemiparesis/hemiplegia, tidak ada mobilisasi fisik, gangguan sirkulasi,

gangguan sensasi.

3) Hambatan komunikasi verbal berhungan dengan penurunan sirkulasi

ke otak (stroke), defek anatomis.


13

2.1.6.3 Rencana Keperawatan

1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan sensori

persepsi, gangguan neuromuskular, menurunnya kekuatan otot.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

hambatan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil :

a) Pasien meningkat dalam aktivitas fisik

b) Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas

c) Pasien mampu melakukan aktivitas secara mandiri

Intervensi :

1) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

Rasional : Mengkaji mobilisasi pasien, kemampuan pasien berpindah

2) Latih pasien dalam pemenuhan ADLs secara mandiri

Rasional : Membantu pasien meningkatkan kemampuan mobilisasi

3) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dengan ektrimitas yang

tidak sakit

Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu

mencegah kontraktur dan dapat berespon baik jika daerah yang sakit tidak

menjadi lebih terganggu

4) Konsultasikan dengan fisioterapi tentang rencana ambulasi sesuai

kebutuhan

Rasional : Berdasarkan penelitian intervensi untuk peningkatan mobilitas

ditentukan sebuah regimen dari aktivitas fisik mencakup latihan aktivitas

dan penguatan otot bermanfaat untuk pasien dengan hambatan mobilitas

fisik.
14

2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

hemiparesis/hemiplegia, tidak ada mobilisasi fisik, gangguan sirkulasi,

gangguan sensasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil :

a) Luka pasien sudah tertutup dengaan baik

b) Pasien tidak mengeluh nyeri pada luka

c) Kerusakan jaringan tertangani

d) Tidak ada tanda-tanda infeksi

Intervensi :

1) Monitor kulit dari kemerahan

Rasional : Kemerahan merupakan salah satu tanda infeksi

2) Oleskan baby oil pada daerah yang tertekan

Rasional : Lotion atau baby oil merupakan bbentuk barier untuk mencegah

kerusakan pada kulit

3) Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar

Rasional : Pakaian yang longgar berguna mengurangi rasa panas

4) Kolaborasi dengan keluarga dalam mengubah posisi tiap dua jam

sekali

3) Hambatan komunikasi verbal berhungan dengan penurunan sirkulasi

ke otak (stroke), defek anatomis.

Tujuan : setelah dilakukan tondakan keperawatan selama 3x24 jam

hambatan komunikasi verbal pasien teratasi dengan kriteria hasil :

a) Komunikasi : Penerimaan interpretasi dan ekspresi pesan lisan, tulisan


15

b) Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara) : ekspresi pesan verbal dan

non verbal yang bermakna

c) Pengelolaan informasi : Pasien mampu untuk memperoleh, mengatur,

dan menggunakan informasi

Intervensi :

1) Kaji kemampuan berbicara pasien

Rasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan berbicara pasien

2) Beri satu kalimat simple setiap bertemu jika diperlukan

Rasional : Untuk memberikan latihan berbicara dimulai dengan kata-kata

yang mudah

3) Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur

Kunjungan bertujuan agar memberikan stimulus komunikasi

4) Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi wicara

Terapi wicara terbukti mampu mengembalikan cara berbicara pasien

menjadi normal

2.2 Konsep Dasar KDM

2.2.1 Definisi

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,

mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.

Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat proses

penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. Mobilisasi

menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi

kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan

tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008).
16

Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja

kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan

aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008). Gangguan mobilitas fisik

(immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association

(NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang mengalami atau beresiko

mengalami keterbatasan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko

mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu

dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau

lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomi akibat perubahan fisiologi

(kehilangan fungsi motorik, klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda),

penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi), dan pembatasan gerakan

volunteer (Potter, 2005).

2.2.2 Etiologi

Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi yaitu :

2.2.2.1 Gaya hidup, mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya,

nilai-nilai yang dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat).

2.2.2.2 Ketidakmampuan, kelemahan fisik dan mental akan menghalangi

seseorang untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum

ketidakmampuan dibagi menjadi dua yaitu :

1) Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma

(misalnya : paralisis akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis).

2) Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari

ketidakmampuan primer (misalnya : kelemahan otot dan tirah baring).


17

Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh terhadap

mobilitas.

2.2.3 Manifestasi Klinik

2.2.3.1 Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuaikebutuhan.

2.2.3.2 Keterbatasan menggerakan sendi.

2.2.3.3 Adanya kerusakan aktivitas.

2.2.3.4 Penurunan ADL dibantu orang lain.

2.2.3.5 Malas untuk bergerak atau mobilitas

2.2.4 Patofisiologi

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem

otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur

gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang

bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan

isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot

memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau

kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya

menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi

dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak

menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat

harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,

fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi

kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru

kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati

seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
18

Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan

aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.

Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.

Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi

yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional

tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi

menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka

pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan

ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi

organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam

pembentukan sl darah merah.

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

2.2.5.1 Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan

hubungan tulang.

2.2.5.2 CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu

tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau

cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan

panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.

2.2.5.3 MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,

noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan

komputer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau

penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang dll).

2.2.5.4 Pemeriksaan Laboratorium:


19

Hb pada trauma, Ca pada imobilisasi lama, Alkali Fospat , kreatinin

dan SGOT pada kerusakan otot.

2.2.6 Komplikasi

2.2.6.1 Perubahan Metabolik

Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,

mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan

metabolisme dalam tubuh. Immobilisasi menggangu fungsi metabolic

normal antara lain laju metabolic: metabolisme karbohidarat, lemak, dan

protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium,

dan gangguan pencernaan. Keberdaaan infeksius padaklien immobilisasi

meningkatkan BMR karena adanya demam dan penyembuhanluka yang

membutuhkan peningkatan kebutuhan oksgen selular.

2.2.6.2 Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit

Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari

imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan

konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu

kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari

intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga terjadi

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

2.2.6.3 Gangguan Pengubahan Zat Gizi

Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya

pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat

makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan aktivitas

metabolisme.
20

2.2.6.4 Gangguan Fungsi Gastrointestinal

Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal, karena

imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat

menyebabkan gangguan proses eliminasi.

2.2.6.5 Perubahan Sistem Pernapasan

Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat

imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan

terjadinya lemah otot.

2.2.6.6 Perubahan Kardiovaskular

Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa hipotensi

ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan

trombus.

2.2.6.7 Perubahan Sistem Muskuloskeletal

1) Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak

imobilitas, dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara

langsung.

2) Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan

gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan

osteoporosis.

2.2.6.8 Perubahan Sistem Integumen, perubahan sistem integumen yang terjadi

berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah

akibat imobilitas.

2.2.6.9 Perubahan Eliminasi, perubahan dalam eliminasi misalnya dalam

penurunan jumlah urine.


21

2.2.7 Penatalaksanaan

2.2.7.1 Terapi

1) Penatalaksanaan umum

a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan

pramuwerdha.

b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,

pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah

ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari

sendiri, semampu pasien.

c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan

pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang

diperlukan untuk mencapai target terapi.

d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan

dan elektrolit yang mungkin terjadi pada masalah imobilisasi, serta

penyakit/ kondisi penyetara lainnya.

e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat

menyebabkan kelemahan atau kelelahan wajib diturunkan dosisnya atau

dihentkan bila memungkinkan.

f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang

mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.

g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis

terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,

aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik,


22

isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi

terbatas.

h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu

berdiri dan ambulasi.

i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.

2) Penatalaksanaan khusus

a) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi.

b) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.

c) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter

spesialis yang kompeten.

d) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasienpasien yang

mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk

mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas

permanen.

3) Penatalaksanaan Lain

a) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien

Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,

diberdayakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan

fleksibilitas sendi.

b) Ambulasi dini

Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan

ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini

bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari

tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.


23

c) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk

melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak,

serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.

d) Latihan isotonik dan isometri

Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan

otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan

isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM)

secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan

dengan meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.

e) Latihan ROM Pasif dan Aktif

Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan

untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.

ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien)

dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi,

dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri

secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien

aktif).

ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari

orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan

persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien

pasif). Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak

sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu

melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan


24

mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis

ekstermitas total (suratun, dkk, 2008)

f) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif

Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai

dampak terjadinya imobilitas.

g) Melakukan Postural Drainase

Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari

paru dengan memanfaatkan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri.

Postural drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam

saluran napas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak

terjadi atelektasis, sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada

penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase lebih

efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada.

h) Melakukan komunikasi terapeutik

Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan

cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk

mengekspresikan kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-

lain.

2.2.8 Manajemen Asuhan Keperawatan

2.2.8.1 Pengkajian

1) Identitas Pasien

2) Riwayat Kesehatan

3) Pemeriksaan Fisik

a) Mengkaji skelet tubuh


25

Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal

akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh

yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang

panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya

patah tulang.

b) Mengkaji tulang belakang

Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang).

Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada).

Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang

berlebihan).

c) Mengkaji sistem persendian, luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun

pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan

sendi.

d) Mengkaji sistem otot, kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan

koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk

mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.

e) Mengkaji cara berjalan

Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila

salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi

neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara

berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah

penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar penyakit

Parkinson).
26

f) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer

Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas

atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer

dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu

pengisian kapiler.

g) Mengkaji fungsional klien.

TINGKAT
KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS

0 Mampu merawat sendiri secara penuh

1 Memerlukan penggunaan alat

2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain

Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan


3
peralatan

Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau


4
berpartisipasi dalam perawatan

PERSENTASE
SKALA KEKUATAN KARAKTERISTIK
NORMAL (%)
0 0 Paralisis sempurna

Tidak ada gerakan, kontraksi otot


1 10
dapat di palpasi atau dilihat

Gerakan otot penuh melawan


2 25
gravitasi dengan topangan

Gerakan yang normal melawan


3 50
gravitasi
27

Gerakan penuh yang normal melawan


4 75 gravitasi dan melawan tahanan
minimal

Kekuatan normal, gerakan penuh


5 100 yang normal melawan gravitasi dan
tahanan penuh

2.2.8.2 Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan mobilitas fisik

2) Nyeri akut

3) Intoleransi aktivitas

4) Defisit perawatan diri

2.2.8.3 Intervensi

1) Gangguan mobilitas fisik

a) Latihan Kekuatan, ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk

melakukan program latihan secara rutin

b) Latihan untuk ambulasi

c) Ajarkan teknik Ambulasi dan perpindahan yang aman kepada klien dan

keluarga.

d) Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker.

e) Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.

f) Latihan mobilisasi dengan kursi roda

g) Ajarkan pada klien dan keluarga tentang cara pemakaian kursi roda dan

cara berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.

h) Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh


28

i) Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda

j) Latihan Keseimbangan

k) Ajarkan pada klien dan keluarga untuk dapat mengatur posisi secara

mandiri dan menjaga keseimbangan selama latihan ataupun dalam

aktivitas sehari hari.

l) Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar.

m) Ajarkan pada klien atau keluarga untuk mem perhatikan postur tubuh yg

benar untuk menghindari kelelahan, keram & cedera.

n) Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.

2) Nyeri akut

Pain Management

a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

b) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

c) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

nyeri pasien

d) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

e) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan

kontrol nyeri masa lampau

f) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

g) Kurangi faktor presipitasi nyeri

h) Ajarkan tentang teknik non farmakologi

i) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

j) Tingkatkan istirahat
29

k) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak

berhasil

l) Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

3) Intoleransi aktivitas

Managemen Energi

a) Tentukan penyebab keletihan: :nyeri, aktifitas, perawatan , pengobatan

b) Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.

c) Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk meningkatkan aktifitas.

d) Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktifitas : takikardi, disritmia,

dispnea, diaforesis, pucat.

e) Monitor asupan nutrisi untuk memastikan ke adekuatan sumber energi.

f) Monitor respon terhadap pemberian oksigen : nadi, irama jantung,

frekuensi Respirasi terhadap aktifitas perawatan diri.

g) Letakkan benda-benda yang sering digunakan pada tempat yang mudah

dijangkau

h) Kelola energi pada klien dengan pemenuhan kebutuhan makanan, cairan,

kenyamanan / digendong untuk mencegah tangisan yang menurunkan

energi.

i) Kaji pola istirahat klien dan adanya faktor yang menyebabkan kelelahan.

Terapi Aktivitas

a) Bantu klien melakukan ambulasi yang dapat ditoleransi.

b) Rencanakan jadwal antara aktifitas dan istirahat.

c) Bantu dengan aktifitas fisik teratur : misal: ambulasi, berubah posisi,

perawatan personal, sesuai kebutuhan.


30

d) Minimalkan anxietas dan stress, dan berikan istirahat yang adekuat.

e) Kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi, sesuai indikasi.

4) Defisit perawatan diri

Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene mulut, penis atau vulva, rambut,

kulit

a) Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi, mulut, perineal, anus.

b) Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian lotion, perawatan kuku,

rambut, gigi dan mulut, perineal dan anus, sesuai kondisi.

c) Anjurkan klien dan keluarga untuk melakukan oral hygiene sesudah

makan dan bila perlu.

d) Kolaborasi dengan Tim Medis dokter gigi bila ada lesi, iritasi, kekeringan

mukosa mulut, dan gangguan integritas kulit.

Bantuan perawatan diri : berpakaian

a) Kaji dan dukung kemampuan klien untuk berpakaian sendiri

b) Ganti pakaian klien setelah personal hygiene, dan pakaikan pada

ektremitas yang sakit atau terbatas terlebih dahulu, Gunakan pakaian yang

longgar

c) Berikan terapi untuk mengurangi nyeri sebelum melakukan aktivitas

berpakaian sesuai indikasi

Bantuan perawatan diri : Makan-minum

a) Kaji kemampuan klien untuk makan : mengunyah dan menelan makanan

b) Fasilitasi alat bantu yang mudah digunakan klien

c) Dampingi dan dorong keluarga untuk membantu klien saat makan

Bantuan Perawatan Diri: Toileting


31

a) Kaji kemampuan toileting: defisit sensorik (inkontinensia), kognitif

(menahan untuk toileting), fisik (kelemahan fungsi atau aktivitas)

b) Ciptakan lingkungan yang aman (tersedia pegangan dinding/ bel), nyaman

dan jaga privasi selama toileting

c) Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di tempat yang mudah dijangkau.

d) Ajarkan pada klien dan keluarga untuk melakukan toileting secara teratur.
32

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Keperawatan

Nama Mahasiswa : Norhikmah

Nim : 2015.C.07a.0664

Ruang Praktek : Ruang Nusa Indah

Tanggal Praktek : 02-07 Oktober 2017

Tanggal Dan Jam Pengkajian : 02 Oktober jam 19.00 WIB

3.1.1 Identitas Klien

Nama: : Ny. Y

Umur: : 65 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku Bangsa : Dayak/Indonesia

Agama: : Kristen Protestan

Pekerjaan: : IRT

Pendidikan : SMA

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : Pulau kupang

Tgl MRS : 26 September 2017

Diagnosa Medis : Stroke Non Hemoragik (SNH)

3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan

3.1.2.1 Keluahan Utama

Pasien mengatakan Kelemahan anggota gerak tubuh sebelah kiri

32
33

3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pada tanggal 26 September 2017 pasien dibawa ke IGD RSUD dr. Doris

Sylvanus dengan keluhan lemah anggota gerak tubuh sebelah kiri, sakit

kepala, dan muntah, sebelumnya sempat dirawat di RS Pulang Pisau dan

membaik tetapi setelah beberapa hari pada saat bangun tidur pagi pasien

kembali merasakan lemah annggota gerak tubuh sebelah kiri lalu keluarga

pasien memutuskan untuk membawa pasien ke RSUD dr. Doris Sylvanus.

Di IGD pasien mendapatkan terapi infus NaCl 0,9% 20 tpm dan injeksi

Piracetam 3x1 gr, injeksi Citocholine 2x500 gr, injeksi mecobalamine

3x500 gr, dan injeksi Ranitidine 2x1 gr. Selama 6 hari di rawat di Ruang

Nusa Indah pasien mendapatkan terapi infus NaCl 0,9% 20 tpm, injeksi

Piracetam 3x1 gr, injeksi Citocholine 2x500 gr, injeksi mecobalamine

3x500 gr, dan injeksi Ranitidine 2x1 gr.

3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya

Pasien mengatakan pernah dirawat di Rumah Sakit sebelumnya sekitar 6

bulan yang lalu dan pasien tidak memiliki riwayat operasi.

3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit keluarga yaitu stroke

(paman).
34

Secara spesifik hubungan anggota keluarga Ny.Y dapat dilihat pada

Genogram 3 (tiga) generasi di bawah ini.

Genogram Keluarga 3 Generasi

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien (Ny.Y)
: Tinggal serumah
: Meninggal

3.1.3 Pemeriksaan Fisik

3.1.3.1 Keadaan Umum

Pasien tampak terpasang infus NaCl 0,9% 20 tpm di tangan sebelah kiri. Pasien

tampak lemah, tingkat kesadaran compos mentis.

3.1.3.2 Status Mental

Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah tenang, bentuk badan

sedang (ectomorph), suasana hati baik, berbicara lancar, fungsi kognitif orientasi

waktu pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi orang

pasien dapat mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi tempat


35

pasien mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik, mekanisme

pertahanan diri adaptif.

3.1.3.3 Tanda-tanda Vital

Pada saat pengkajian tandatanda vital, tekanan darah 150/90 mmHg, Nadi

81 x/menit, pernapasan 20/menit dan suhu 36,40C.

3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)

Bentuk dada simetris,tidak nyeri dada, type pernafasan dada, irama

pernafasan teratur, suara nafas tambahan tidak ada dan pernapasan 20x/menit.

Pasien tidak mengeluh sesak napas.

3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)

Pasien tidak merasa pusing, tidak ada nyeri dada, pasien tidak ada merasa

kepala sakit dan tidak ada pembengkakan pada ekstrimitas. Pasien tidak

mengalami clubing finger ataupun kram pada kaki dan tidak terlihat pucat,

capillary refill < 2 detik, tidak terdapat oedema, ictus cordis tidak terlihat, tidak

terjadi peningkatan vena jugularis dan suara jantung normal.

3.1.3.6 Persyarafan (Brain)

Nilai GCS E: 4 (dengan spontan membuka mata), V: 6 (orientasi baik),

M 6 (bergerak sesuai perintah) dan total Nilai GCS: 15 (Comphos Mentis),

kesadaran Ny. Y comphos mentis, pupil Tn. R isokor tidak ada kelainan, reflex

cahaya kanan dan kiri positif.

Uji Syaraf Kranial :

Penilaian fungsi saraf kranial: syaraf kranial I (olfaktoris): pada

pemeriksaan ini menggunakan minyak kayu putih dan teh, pasien mampu

membedakan kedua bau tersebut. Syaraf kranial II (optikus): pasien mampu


36

melihat orang-orang disekitarnya dengan baik. Syaraf Kranial III

(okulomotorius): pasien mampu membuka mata dan menutup mata. Syaraf

kranial IV (trochlear): pasien mampu menggerakaan bola mata dengan baik.

Syaraf kranial V (trigeminus): pasien dapat mengunyah dengan baik. Syaraf VI

(abdusen): pasien dapat menggerakan bola matanya kesamping, kanan, dan kiri.

Syaraf kranial VII (fasialis): pasien mampu menggerutkan dahi dan mengangkat

alis secara simetris. Syaraf kranial VIII (vestibulokokhlearis): pasien mampu

mendengarkan kata-kata yang kita bicarakan dengan jelas. Syaraf kranial IX

(glosofaringeus):pasien mampu membedakan rasa pahit, manis, asam dan asin.

Syaraf kranial X (vagus): refleks menelan baik. Syaraf kranial XI (assesorius):

pasien mampu menggerakan lehernya dengan baik, pasien mampu menoleh kekiri

dan ke kanan. Syaraf kranial XII (hipoglosus): pasien mampu menggerakkan

lidahnya dengan baik.

3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)

Pada pemeriksaan sistem eliminasi urin (bladder) ditemukan hasil yaitu,

produksi urine dengan output urine 3x/hari, sekitar 1200 cc warna urine kuning

kemerahan pekat dan bau khas (amoniak).

Tidak ada masalah keperawatan

3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)

Pada pemeriksaan eliminasi alvi (bowel) ditemukan hasil yaitu, bibir kering,

gigi tidak lengkap dan tidak terdapat caries, reflek mengunyah baik, tidak ada

peradangan dan kemerahan pada gusi, tidak ada peradangan dan lesi pada lidah,

mukosa bibir lembab, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak terdapat benjolan
37

pada rektum, tidak terdapat hemoroid, BAB 1x/hari dengan warna kuning dan

konsistensi feses lunak.

Tidak ada masalah keperawatan

3.1.3.9 Tulang - Otot - Integumen (Bone)

Pada pemeriksaan tulang, otot, dan integumen (bone) ditemukan hasil

yaitu, kemampuan pergerakan sendi ektrimitas kanan bebas, kemampuan sendi

ektrimitas kiri terbatas, tidak ada parises, tidak ada nyeri dan bengkak, hemiparase

kiri, ukuran otot simetris, uji kekuatan otot ektrimitas atas 5555 4444 ektrimitas

bawah 5555 4444 tidak terdapat deformitas tulang, peradangan, perlukaan dan

patah tulang. Tulang belakang normal.

3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut

Riwayat alergi pasien tidak pernah mengalami alergi obat,alergi kosmetik

dan alergi makanan. Suhu kulit Ny.Y hangat , warna kulit normal tidak ada

kelainan, turgor kulit halus tidak kasar maupun kemerahan tidak ada peradangan,

jaringan parut tidak ada, tekstur rambut lurus, dibubusi rambut merata, bentuk

kuku simetris tidak ada kelainan tidak ada masalah keperawatan.

3.1.3.11 Sistem Penginderaan

1) Mata/Penglihatan

Fungsi penglihatan Ny.Y baik, gerakan bola mata normal, skera

normal/putih, konjungtiva merah muda, kornea bening, tidak ada keluhan dan

nyeri yang di rasakan klien, pasien juga tidak menggunakan alat bantu atau

kacamata.
38

2) Hidung/Penciuman

Fungsi penciuman pasien baik, hidung simetris tidak ada peradangan

maupun kelainanan yang di alami pasien.

3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe

Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba,

kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bergerak bebas tidak terbatas.

3.1.1.13Sistem Reproduksi

Tidak Di Kaji

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan

3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit

Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan ingin cepat berkumpul dengan

keluarganya.

3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme

Tinggi badan 155 cm, berat badan sebelum sakit 62 kg, berat badan saat

sakit 62 kg. Diet rendah garam, nasi lembek tidak kesukaran menelan atau

normal. Saat pengkajian, pasien mampu menghabiskan 1 porsi makanan, pasien

tidak tampak kurus.

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Frekuensi/hari 3x sehari 3x sehari
Porsi 1 porsi 1 piring makan
Nafsu makan Baik Baik
Jenis Makanan Nasi, lauk, sayur, buah Nasi, lauk, sayur
Jenis Minuman Air putih Air putih, teh
Jumlah minuman/cc/24 jam 1800 cc/24 jam 1800 cc/24 jam
Pagi, siang,
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam
malam
39

Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada


Tabel 2.1 Pola Makan Sehari-hari Ny. Y di ruang Nusa Indah

Tidak ada masalah keperawatan

3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur

Pasien mengatakan sebelum sakit tidur pada malam hari 6-8 jam

sedangkan pada siang hari 1-2 jam. Saat sakit pasien tidur 6-7 jam dan siang hari

1-2 jam Masalah keperawatan: tidak ada masalah

3.1.4.4 Kognitif

Pasien mengatakan saya mengerti dengan penyakit yang saya alami

sehingga tidak bisa beraktivitas seperti biasanya

Masalah: Tidak ada masalah

3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, identitas diri, harga diri, peran)

Gambaran diri: pasien menyukai tubuhnya secara utuh, ideal diri: pasien

ingin cepat sembuh dari penyakit yang di deritanya, identitas diri: pasien seorang

ibu dari anak-anaknya dan seorang nenek dari cucu-cucunya harga diri: pasien

sangat di perhatikan oleh keluarga, Peran: pasien adalah sebagai ibu dan nenek

dari cucunya.

Masalah Keperawatan: tidak ada

3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari

Saat sakit pasien hanya bisa berbaring ditempat tidur.

Masalah Keperawatn: Tidak ada masalah

3.1.4.7 Koping Toleransi terhadap Stress

Pasien mengatakan bila ada masalah pasien bercerita kepada anak-

anaknya.
40

Masalah Keperawatan: Tidak ada

3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan

Pasien mengatakan selama dirawat di ruang nusa indah tidak ada tindakan

medis yang bertentangan dengan keyakinan yang dianut.

Masalah Keperawatan: tidak ada

3.1.5 Sosial-Spritual

3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi

Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan jelas.

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

3.1.5.2 Bahasa sehari-hari

Bahasa yang digunakan pasien sehari-hari, yaitu bahasa Dayak.

3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga

Baik, ditandai dengan perhatian yang diberikan oleh keluarga saat Ny.Y di rawat di

Ruang Nusa terlihat keluarga selalu menjenguk.

1) Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain

Pasien dapat berinteraksi dengan baik pada orang lain baik itu dengan

lingkungannya sekitar, perawat maupun dokter.

2) Orang berarti/terdekat

Orang yang paling dekat dengan Ny.Y adalah saudara, anak menantu dan cucu-

cunya.

3) Kebiasaan menggunakan waktu luang

Pasien mengunakan waktu yang luang dengan berkumpul bersama keluarga dan

beristirahat di rumah.

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang lainnya)


41

Pemeriksaan Laboratorium 02 oktober 2017

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal


Glukosa (S) 126 <200 mg/dL
WBC 9.54x10^3/uL 4.00-10.00
RBC 4.55x 10^6/uL 3.50-5.50
HGB 13.1.g/dL 11.0-16.0
PLT 262 x10^3/uL 150-400
HCT 28% 37-48%
Natrium 142 136-145 mmol/L
Kalium 3.5 3,5-5,1 mmol/L
Tabel 2.2 Data Penunjang Ny. Y

3.1.7 Penatalaksanaan Medis

Infus NaCl 0,9% 20 tpm

Nama Obat Dosis Rute Indikasi


Untuk mengobati kondisi
Piracetam 1x1 gr Intra Vena miklonus, gejala involusi pada
lansia
Untuk mengurangi kerusakan
Citocholine 2x500 mg Intra Vena
jaringan otak
Untuk pembentukan darah,
Mecobalamine 1x500 gr Intra Vena
menjaga fungsi sistem saraf
Untuk menangani penyakit
yang berkaitan dengan
Ranitidine 1x50 gr Intra Vena
peningkatan asam pada
lambung

Palangka Raya, 03 oktober 2017

Mahasiswa,

(Norhikmah)
42

ANALISA DATA

Data Subyektif dan Data Kemungkinan Masalah

Obyektif Penyebab

DS : Pasien Mengatakan Penurunan fungsi Hambatan

lemah anggota gerak motorik Mobilitas Fisik

sebelah kiri

DO : Hemiparase kiri

Pasien tampak lemah

Ekstrimitas kiri sedikit Kelemahan

sulit untuk digerakkan

Kekuatan Otot Hambatan Mobilitas

Ekstrimitas atas : Fisik

5555 4444

Ekstrimitas bawah :

5555 4444

DS : Pasien mengataka saya Penurunan fungsi Defisit perawatan

sulit untuk berganti motorik diri

pakaian

DO : Hemiparase kiri

Pasien tampak lemah

Pakaian dan selimut Kelemahan

pasien tampak kotor


43

Pasien tidak mampu Defisit perawatan diri

untuk mandi secara

mandiri
44

PRIORITAS MASALAH

1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase

2) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan,gangguan

neuromuskular
45

Intervensi Keperawatan

Nama Pasien : Ny. Y

Ruang Rawat : Nusa indah

Diagnosa Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional

Keperawatan

1. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan pasien dalam 1. Mengetahui kualitas mobilisasi pasien

fisik berhubungan tindakan keperawatan mobilisasi 2. Membantu pasien agar tidak terjadi

dengan hemiparase selama 3x24 jam terjadi 2. Bantu pasien saat mobilisasi cedera dan memenuhi kebutuhan ADLs

kiri peningkatan mobilitas dan penuhi kebutuhan ADLs 3. Meminimalkan atrofi otot,

fisik dengan kriteria hasil : pasien meningkatkan sirkulasi, membantu

1. Pasien mengatakan 3. Anjurkan pasien untuk mencegah kontraktur dan dapat berespon

kelemahan anggota gerak membantu pergerakkan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi

sebelah kiri berkurang menggunakan ekstrimitas yang lebih terganggu.

2. Pasien dapat tidak sakit. (ROM) 4. Aktivitas penguatan otot bermanfaat


46

menggerakkan dan 4. Kolaborasi dengan fisioterapi bagi pasien dengan hambatan mobilitas

membantu pergerakan tentang rencana ambulasi sesuai fisik.

dengan menggunakan kebutuhan

ekstrimitas yang tidak

sakit.

2. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan pasien dalam 1. Megetahui sejauh mana kemampuan

berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 berpakaian pasien dalam berpakaian

keleahan, gangguan jam defisit perawatan diri 2. Bantu pasien memilih pakaian 2. mempermudah pasien dalam

neuromuskular. pasien dapat teratasi dengan yang mudah dipakai dan dilepas berpakaian

kriteria hasil : 3. Dukung kemandirian pasien 3. Memberikan kesempatan pasien dalam

1. Pasien dapat berganti dalam berpakaian memilih pakaian

pakaian dengan bantuan 4. Libatkan keluarga dalam 4. Membantu memenuhi kebutuhan

2. Pakaian pasien tampak perawatan diri pasien pasien dengan bantuan keluarga.

bersih dan rapi


47

3. Tempat tidur dan selimut

pasien tampak bersih

4. Paisen merasa lebih

nyaman
48

Implementasi Keperawatan

Hari
Diagnosa
Tanggal Implementasi Evaluasi TTD
Keperawatan

Selasa, 03 Dx 1 1. Mengkaji kemampuan pasien dalam S : Pasien Mengatakan : saya masih merasa

Oktober mobilisasi lemah tangan dan kaki kiri

2017 2. Membantu pasien saat mobilisasi dan O :

penuhi kebutuhan ADLs pasien Pasien tampak lemah

3. Menganjurkan pasien untuk membantu Pasien mampu membantu

pergerakkan menggunakan ekstrimitas yang pergerakan dengan ekstrimitas yang

tidak sakit. (ROM) tidak sakit

4. Berkolaborasi dengan fisioterapi tentang A : Masalah Teratasi Sebagian

rencana ambulasi sesuai kebutuhan P : Lanjutkan Intervensi 2,3,4


49

Hari Diagnosa Implementasi Evaluasi TTD

Tanggal Keperawatan

Jam

Selasa, 03 Dx 2 1. Mengkaji kemampuan pasien dalam S : Pasien Mengatakan : Saya merasa lebih

Oktober berpakaian nyaman setelah berganti pakaian

2017 2. Membantu pasien memilih pakaian yang O :

mudah dipakai dan dilepas Pasien tampak berganti pakaian

3. Mendukung kemandirian pasien dalam dengan bantuan keluarga

berpakaian Pakaian pasien tampak bersih dan

4. Melibatkan keluarga dalam perawatan diri rapi

pasien Tempat tidur dan selimut pasien

tampak bersih

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 2,3,4


50

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Setelah membahas secara keseluruhan tentang asuhan keperawatan pada

Ny. Y dengan diagnosa medis Stroke Non Hemoragik, maka pada bab ini akan

disampaikan kesimpulan sebagai berikut :

Pada tahap pengkajian didapatkan data melalui wawancara, status klien

dan pemeriksaan fisik. Faktor penyebab Stroke Non Hemoragik pada kasus

ditemukan penyumbatan aliran darah ke otak yang menyebabkan anggota tubuh

klien sebelah kiri menjadi sulit digerakkan.

Diagnosa keperawatan yang diangkat ada 2, yaitu : hambatan mobilitas

fisik dan defisit perawatan diri.

Pada tahap perencanaan dibuat prioritas masalah keperawatan tindakan,

tujuan dan waktu secara spesifik sesuai dengan waktu yang diberikan. Pada

diagnosa satu dan dua semua rencana tindakan keperawatan sudah dilakukan

sesuai kondisi dan kebutuhan klien.

Pada tahap pelaksanaan semua tindakan keperawatan dapat dilakukan

dengan rencana diagnosa satu dan dua semua pelaksanaan sudah dilakukan sesuai

dengan kebutuhan klien.

Pada tahap evaluasi dari kedua diagnosa, pertama diagnosa keperawatan

belum teratasi dan diagnosa kedua belum teratasi hal ini karena faktor

pendukungdari klien, keluarga klien, dan perawat ruangan.

50
51

4.2 Saran

4.2.1 Untuk diri sendiri

Diharapkan dapat memanfaatkan waktu yang telah diberikan dengan

efektif dan efisien untuk melakukan asuhan keperawatan. Mahasiswa/i juga

diharapkan secara aktif untuk membaca dan meningkatkan keterampilan serta

menguasai kasus yang diambil untuk mendapatkan hasil asuhan keperawatan yang

komprehensif.

4.2.2 Untuk perawat ruangan

Diharapkan perawat memberikan informasi secara langsung kepada klien

dan keluarga tentang tanda dan gejala, tindakan keperawatan, dan diet yang tepat

pada penyakit stroke non hemoragik. Perawat juga diharapkan dapat bekerja sama

dengan keluarga dalam memonitor perkembangan klien. Perawat juga diharapkan

agar lebih melengkapi format pengkajian dan pendokumentasian perkembangan.


52

DAFTAR PUSTAKA

Ackley BJ, Ladwig GB. Nursing Diagnosis Handbook. An Evidance-Based

Guide to Planning Care. Ninth Edition. United States of Amerika:

Elsevier, 2011.

Israr YA. Stroke. Riau: Faculty of Medicine, 2008. http://case-s-t-r-o-k-e.pdf

Diakses pada 04 oktober 2017

Kneafsey R: A systematic review of nursing contributions to mobility

rehabilitation: examining the quality and content of the evidence, J Clin

Nurs 16(11c):325-340, 2007.

Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009. Medan: FK USU, 2010.

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21421 Diakses pada 04

oktober 2017

Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia

Muda. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2003.

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran

edisi ketiga jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius, 2000.

Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat, 2010.

Nurarif AH, Hardhi K. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis

Medis dan Nanda Nic Noc. Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction, 2013.

Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba

Medika.

Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundal Mental Keperawatan Konsep, Proses dan

Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.


53

Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.

Jakarta: Prima Medika.

Anda mungkin juga menyukai