Disusun Oleh :
Nia Kurniawati
2720190100
D. Etiologi
Stroke non-hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari tiga mekanisme
patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri dan hipoperfusion
sistemik (Sabiston, 1994; Nurarif, 2013).
1. Trombosis serebri merupakan proses terbentuknya thrombus yang
membuat penggumpalan. Trombosis serebri menunjukkan oklusi
trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis
yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa
menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul
progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau
hari.
2. Emboli serebri merupakan tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau
cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber
proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari
bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi
di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi
ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai
mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut.
3. Hipoperfusion sistemik adalah berkurangnya aliran darah ke seluruh
bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
E. Faktor Risiko
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada
stroke non hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di
modifikasi dan yang dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto
(2006) di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokertomengenai gambaran
faktor-faktor risiko penderita stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah
hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes melitus 19,31% dan
hiperkolesterol 8,97% (Rismanto, 2006; Madiyono, 2003).
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Rismanto; Madiyono,
2003):
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan
hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan
(2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang
mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65
tahun (Madiyono, 2003; Ritarwan, 2003).
2. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria
lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan
perbedaan angka kematianya masih belum jelas.Penelitian yang di lakukan
oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai
gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita stroke
menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4%
dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragik tahun
(Madiyono , 2003; Utami, 2002).
3. Herediter
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh
darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih
anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di
Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan
risiko terkena stroke sebesar 29,3% (Madiyono, 2003; Sinaga, 2008).
4. Ras atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih.
Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari
pada suku Jawa (khususnya Yogyakarta).
I. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai
stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami,pemeriksaan
neurologik terdiri dari penilaian hal-hal berikut ini (Swartz, 2002):
1. Status mental
a. Tingkat kesadaran
b. Bicara
c. Orientasi
d. Pengetahuan kejadian-kejadian mutakhir
e. Pertimbangan
f. Abstraksi
g. Kosakata
h. Respons emosional
i. Daya ingat
j. Berhitung
k. Pengenalan benda
l. Praksis (integrasi aktivitas motorik).
2. Nervus kranial
a. Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang
hidung pasien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada
lubang hidung kemudian di suruh membedakan bau.
b. Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan
pemeriksaan oftalmoskopi.
c. Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan
akomodasi.
d. Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas,
bawah, kiri, kanan, lateral, diagonal.
e. Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea
dengan menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya pasien
akan menutup mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi,
pemeriksaan cabang motorik pada pipi.
f. Nervus abdusen dengan cara pasien di suruh menggerakan sisi mata ke
samping kiri dan kanan.
g. Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua
pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.
h. Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran,
keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.
i. Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga
posterior lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian.
j. Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.
k. Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus
sternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar kepala sesuai tahanan
yang di berikan si pemeriksa.
l. Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di julurkan
ke luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi.
3. Fungsi motorik
a. Masa otot bisa dengan inspeksi.
b. Kekuatan otot, dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif melawan
tahanan, bandingkan dengan sisi yang lain. Sekala yang lazim
digunakan yaitu 0: tidak ada kontraksi, 1: hanya ada sedikit kontraksi,
2: gerakan yang dibatasi oleh gravitasi, 3: gerakan melawan gravitasi, 4:
gerakan melawan gravitasi dengan sedikit tahanan, 5: gerakan melawan
gravitasi dengan tahanan penuh (normal).
c. Tonus otot dengan membandingkan gerakan pasif pada otot itu
bandingkan dengan sisi yang lain, lesi neuron motorik atas terjadi
peningkatan tonus tetapi sebaliknya lesi pada neuron motorik bawah
menyebabkan penurunan tonus otot.
4. Reflek
Ada dua jenis reflek yang di periksa yaitu reflek renggang, atau tendo
profunda, dan reflek superfisial. Reflek renggang diantaranya yaitu reflek
biseps, brakioradialis, triseps, patela dan achiles bisa dinilai berdasarkan
sekala 0-4+ yaitu 0: tak ada respon, 1+: berkurang, 2+: normal, 3+:
meningkat, 4+: hiperaktif. Jika reflek hiperaktif merupakan ciri penyakit
traktus ekstrapiramidalis, kelainan elektrolit, hipertiroidisme dan kelainan
metabolik, sedangkan jika reflek berkurangnya reflek merupakan ciri
kelainan sel kornu anterior dan miopati. Reflek superfisial yang abnormal
yaitu reflek babinski, reflek chaddock, reflek openheim. Reflek babinski
untuk menguji radiks saraf pada lumbal lima sampai sacrum dua, dengan
menggores bagian telapak kaki bagian lateral dari tumit ke arah pangkal
jari-jari kaki melengkung ke medial, maka akan terjadi dorsifleksi ibu jari
kakai dengan penyebaran jari-jari lainya. Reflek chaddock akan terjadi
dorsofleksi ketika sisi lateral kaki di gores. Reflek openheim dengan
penekanan tulang kering yang akan menyebabkan dorsofeksi ibu jari kaki.
5. Fungsi sensorik
a. Sentuhan ringan d. Propriosepsis (sensasi posisi)
b. Sensasi nyeri e. Lokalisasi takti
c. Sensasi getar
6. Fungsi serebelar
a. Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan di serebelum maka akan
melewati sasaran secara terus menerus dan kadang di sertai tremor.
b. Tes tumit kelutut, pasien di suruh menggeserkan tumit suatu
ekstremitas bawah menuruni tulang kering ekstremitas bawah lainya
dengan dimulai dari lutut, dalam keadaan penyakit serebelum tumitnya
bergoyang-goyang dari sisi ke sisi.
c. Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat.
d. Tes Romberg dengan cara menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa,
dengan kaki di rapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling
bersentuhan tes ini positif jika pasien mulai bergoyang-goyang dan
harus memindahkan kakinya untuk keseimbangan.
e. Gaya berjalan. Hemiplegi cenderung menyeret kakinya. parkinson
cenderung berjalan dengan langkah pendek, diseret, kepala
membungkuk dengan punggung membungkuk dan tergesa-gesa.
Ataksia serebelum berjalan dengan langkah kaki berdasar lebar, kedua
kakinya sangat jauh terpisah ketika berjalan. Foot drop dengan gaya
berjalan seperti menampar yang khas. Ataksia sensoris yaitu berjalan
dengan langkah-langkah yang tinggi.
J. Penatalaksanaan
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non
hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi
dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat
memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan
(Mansjoer, 2000).
1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-
plasminogen activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset
<3 jam dan hasil CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan
hanya dapat di lakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam
yang diantaranya yaitu :
1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi
dengan manitol dan hindari cairan hipotonik.
2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat
mencegah trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan
tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.
3) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga
faktor utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan
hipertensi akut, ini tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam
pertama, bila ada hipertensi beri obat antihipertensi.
4) Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala
stroke terapi dengan heparin.
2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut
a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg)
10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti
1 jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak
memperlihatkan infrak yang luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau
iskemia miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat
diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg
intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat
memperluas infrak dan perburukan neurologis. Pedoman
penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah satu hal berikut :
1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi
neurologis seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik,
hipertensi maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.
2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali
pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik
>120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana
tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin
sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan
darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit
di turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml
dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10
mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan.
Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di
jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di naikkan
dengan dopamin atau debutamin drips.
d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan
tanda klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran
menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi.
e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke
vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada
CT scan.
g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800
unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20
ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada
kondisi :
1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli
2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis
3) Stroke dalam evolusi
4) Diseksi arteri
5) Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas.
Pasien stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium,
penyakit katup jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan
antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas
yang adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman
dan jaga pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di
nilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk minum, dan jika terdapat
kesulitan cairan harus di berikan melalui selang lambung atau intravena.
Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan penyakit
serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok
yaitu obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika
(Rubenstein, 2005):
1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di
gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk
membeku. Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin
(Rambe, 2002).
2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi
trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus
yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk
golongan ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen,
epoprostenol, clopidogrel (Rambe, 2002).
3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus
diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan
perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase,
alteplase, urokinase, dan reteplase (Rambe, 2002).
4. Pengobatan juga ditujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi
yang muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu
melakukan pengontrolan perkembangn kesehatan di rumah sakit kembali,
di samping melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan
bantuan anggota keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri
Andriani (2008) terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan
di dapatkan 60% berobat jalan, 23,8% meninggal dan sisanya pulang atas
permintaan sendiri (Rambe, 2002).
RENCANA INTERVENSI
Hari/ DIAGNOSA
NO Tgl/Jam KEPERAWAT TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
AN
1 Sabtu Gangguan perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan 3x24 Pemantauan Tekanan Intrakranial
28/05/22 jam maka diharapkan perfusi (I.06198)
tidak efektif berhubungan
16.00 serebral meningkat dengan kriteria
WIB dengan Hipertensi dibuktikan hasil :
a. Observasi (Tindakan)
dengan TD : 160/80 mmHg Observasi
Perfusi Serebral (L.02014) 1. Identifikasi penyebab peningkatan
(D.0017) 1. Tingkat kesadaran TIK (mis, lesi menempati ruang, 1. Mengetahui potensial
meningkat (5)
DS : gangguan metabolisme, edema peningkatan tekanan
2. Tekanan Intra kranial
- Klien mengatakan pusing serebral, hipertensi) intra kranial
dan lemas meningkat (5)
- klien mengatakan pusing 3. Sakit kepala menurun (5) 2. Monitor peningkatan Tekanan 2. Variasi mungkin terjadi
yang dirasa seperti kepala Darah oleh karena tekanan atau
4. Nilai rata-rata tekanan darah
nya berat 3. Monitor frekuensi jantung trauma serebral pada
- Klien mengatakan pusing membaik (5)
4. Monitor irreguleritas irama nafas daerah vasomotor otak.
di sekitar bagian atas 5. Tekanan darah sistolik
kepala membaik (5) 5. Monitor penurunan tingkat Hipertensi atau hipotensi
- Klien mengatakan Skala 6. Tekanan darah diastolik kesadaran dapat menjadi faktor
pusing 5 ( sedang )
membaik (5) 6. Monitor perlambatan atau pencetus gangguan
- Klien mengatakan pusing
yang dirasa tidak ketidakseimbangan respon pupil perfusi serebral tidak
menentu efektif
- Klien mengatakan sulit
3. Reaksi pupil dapat
menggerakan tangan dan
kaki kanan nya menentukan apakah
- Klien mengatakan sudah batang otak masih baik
menderita hipertensi 6
tahun yang lalu b. Terapeutik
1. Pertahankan posisi kepala dan Terapeutik
DO :
- Klien tampak lemas leher netral 1. Menurunkan tekanan
- Kesadaran Compos Mentis 2. Dokumentasikan hasil arteri dengan
- GCS : GCS E4 V6 M5 pemantauan meningkatkan sirkulasi
- TTV :
atau perfusi serebral
TD : 160/80 mmHg
N : 80 x/mnt c. Edukasi Edukasi
S : 36 °C 1. Jelaskan tujuan dan prosedur 1. Agar klien dapat
RR : 20 x/mnt
pemantauan mengetahuan
- Kolesterol : 200 mg/dl
- Kekuatan otot menurun 2. Informasikan hasil pemantauan keadaaan umum nya
3 5 dan dapat mengetahui
tanda dan gejala
3 5 Kolaborasi
peningkatan
1. Kolaborasi dalam pemberian obat
- Amlodipine 10 mg 1x1 intrakranial
darah tinggi
Malam 2. Untuk catatan
- Simvastatin 1x20 mg
pendokumentasian
malam
- Klopidogrel 1 x 75 mg Kolaborasi
1. Membantu proses
penyembuhan
RENCANA INTERVENSI
NO Hari/Tgl/ DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Jam KEPERAWATAN
2 Sabtu Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan intervensi Dukungan Mobilisasi (I.05173)
28/05/22 keperawatan selama 3 x 24 jam a. Observasi (tindakan) Observasi
berhubungan dengan
16.00 WIB
Penurunan kekuatan otot diharapkan mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Mengetahui derajat
dibuktikan dengan sulit meningkat dengan kriteria keluhan fisik lainnya kerusakan dan
menggerakkan tangan dan hasil : 2. Monitor frekuensi jantung dan kesulitan untuk
kaki kanan (D.0054) Mobilitas Fisik (L.05042) tekanan darah sebelum melakukan mobilisasi
DS : 1. Pergerakan ekstremitas mobilisasi 2. Tekanan darah tinggi
- Klien mengatakan sulit meningkat (5) 3. Monitor kondisi umum selama atau rendah dapat
menggerakan tangan dan 2. Kekuatan otot meningkat (5) melakukan mobilisasi menghambat
kaki kanan nya 3. Rentang gerak meningkat b. Teraupetik melakukan latihan
- Klien mengatakan (5) 1. Fasilitasi aktivitas gerak
aktivitas sepenuhnya 4. Nyeri menurun (5) mobilisasi dengan alat bantu
dibantu oleh anak dan 5. Kaku sendi menurun (5) (mis. Pagar tempat tidur) Terapeutik
istrinya 6. Gerakan terbatas menurun 2. Libatkan keluarga untuk 1. Meningkatkan dan
DO : (5) membantu pasien dalam membantu
- Klien tampak tiduran di 7. Kelemahan fisik menurun meningkatkan pergerakan berjalan/ambulasi
tempat tidur (5) c. Edukasi atau memperbaiki
- Keadaan umum klien 1. Jelaskan tujuan dan prosedur otonomi dan fungsi
lemas mobilisasi tubuh dari injuri
- Klien tampak disuapi saat 2. Anjurkan mobilisasi dini 2. Untuk meningkatkan
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
RENCANA INTERVENSI
NO Hari/Tgl/ DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Jam KEPERAWATAN
3 Sabtu Risiko gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit ( I. 11353)
28/05/22 keperawatan 3x24 jam a. Observasi Observasi
kulit/jaringan dibuktikan
16.00 WIB diharapkan integritas kulit dan 1. Identifikasi penyebab gangguan 1. Membantu
dengan klien tampak jaringan meningkat dengan integritas kulit (mis. Perubahan menentukan
berbaring ditempat tidur kriteria hasil : sirkulasi, perubahan status nutrisi, tindakan selanjutnya
(D.0139) Integritas kulit dan jaringan peenurunan mobilitas)
(L.14125)
DS : 1. Perfusi jaringan meningkat b. Terapeutik Terapeutik
- Klien mengatakan sulit 2. Kerusakan jaringan 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah 1. Mengurangi tekanan
menggerakkan tangan menurun baring pada daerah tulang
dan kaki kanannya 3. Kerusakan lapisan kulit 2. Lakukan pemijatan pada area yang menonjol
menurun benjolan tulang , jika perlu 2. Meningkatkan
DO :
4. Nyeri menurun 3. Gunakan produk berbahan petrolium sirkulasi dan
- TD : 160/80 mmHg 5. Kemerahan menurun atau minyak pada kulit kering melindungi
- N : 80 x/mnt 6. Suhu kulit membaik 4. Hindari produk berbahan dasar permukaan kulit,
- S : 36 °C
7. Tekstur membaik alkohol pada kulit kering mengurangi
- RR : 20 x/mnt
- Klien tampak lemas terjadinya ulserasi
c. Edukasi
- Klien tampak berbaring 1. Anjurkan menggunakan pelembab Edukasi
ditempat tidur (mis. Lotion) 1. Menghindari dan
2. Anjurkan minum air yang cukup menjaga kulit agar
3. Anjurkan meningkatkan asupan tetap lembab dan
nutrisi tidak kering
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur
5. Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya
DAFTAR PUSTAKA
Mardjono M & Sidharta P.( 2010). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Ritarwan K.( 2003). Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke
Yang Dirawat Di Rsup H. Adam Malik Medan. Medan: FK USU.
Rubenstein D, Waine D & Bradley J. (2005). Kedokteran Klinis Edisi Ke 6.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Rumantir CU.( 2007). Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru: SMF Saraf
RSUD Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru.
Sinaga SA. (2008). Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Di Rumah Sakit
Haji Medan Tahun 2002-2006. Medan: FKM USU, 2008.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16617. Diakses pada 1 Juni
2013.
Sudoyo AW. (2006). Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Utami IM. (2002). Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada
Penderita Stroke Di RSUD Kabupaten Kudus. Semarang: FK UNDIP,
2002. http://eprints.undip.ac.id/4021/1/2042.pdf . Dakses pada 1 Juni
2013.