Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN STROKE NON

HEMORAGIK (SNH)

OLEH

I KADEK INDRAYANA

(189011997)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2018
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN STROKE NON
HEMORAGIK (SNH)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) stroke didefinisikan suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak.
Stroke atau cerebrovascular accident adalah gangguan neurologic
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui system suplai arteri otak. Cerebrovascular accident merupakan
deficit neurologi yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24 jam
sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD) (Hudak & Gallo, 2005).
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik adalah gangguan peredaran
darah pada otak yang dapat berupa sumbatan atau penurunan aliran darah
otak. Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian
otak tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik.
Perubahan terjadi dari tingkat selular berupa perubahan fungsi dan bentuk sel
yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang
selanjutnya terjadi kematian neuron.

2. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga yang paling sering
setelah penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat. Angka kematiannya
mencapai 160.000 per tahun dengan biaya langsung sebesar 27 milyar dolar
US. Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 kasus penduduk
terkena serangan stroke dan sekitar 2,5% atau 125.000 orang meniggal dan
sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke cenderung terus
meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua tetapi
juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Stroke dapat
menyerang setiap usia, namun usia paling sering terjadi pada usia diiatas 40
tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia, makin
tinggi kemungkinan terkena serangan stroke (Yayasan Stroke Indonesia,
2006).

3. Etiologi
Etiologi dari stroke non hemoragik dapat disebabkan oleh :
a. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral dimana trombosis ini merupakan
penyebab paling utama dari stroke. Trombus serebral ini berkaitan erat
dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis
di arteri karotis interna, di pangkal arteria serebri media atau ditaut
arteria vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis pada arteri
koronaria yang oklusi pembuluhnya cenderung terjadi mendadak dan
total, trombosis pembuluh otak cenderung memiliki awitan bertahap,
bahkan berkembang dalam beberapa hari. Beberapa pasien dapat
mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa
mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari hemoragi
intraserebral atau embolisme serebral.
b. Embolisme serebral
Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis
infektif, penyakit jantung reumatik, dan infark miokard serta infeksi
pulmonal adalah tempat-tempat sebagai sumber emboli. Embolus berasal
dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung dan katup
mitralis. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau
cabang-cabangnya dan merusak sirkulasi serebral. Embolisme serebral
ini dapat menimbulkan stroke dengan defisit neurologik yang mendadak
dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Embolus dari jantung
dapat mencapai otak melalui arteri karotis interna dan arteria vertebralis.
Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan atau tanpa afasia
atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau
pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
kontriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

4. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan
sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di
suatu arteri menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri
tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai di daerah tersebut. Proses patologik yang paling mendasari mungkin
salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang
memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa: keadaan penyakit pada
pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis dan trombosis atau robeknya
dinding pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat
gangguan status aliran darah misalnya syok atau hiperviskositas darah,
gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium.
(Sylvia A. Price dan Wilson, 2006).

5. Pathway
(Terlampir)

6. Klasifikasi
Sistem klasifikasi lama biasanya membagi stroke menjadi tiga kategori
berdasarkan penyebab yaitu trombosis, embolik dan hemoragik. Katagori ini
sering didiagnosa berdasarkan riwayat perkembangan dan evolusi gejala.
Dengan teknik-teknik pencitraan yang lebih baru seperti CT-Scan dan MRI,
didapatkan diagnosis pendarahan subaracnoid dan intraserebrum dengan
tingkat kepastian yang tinggi. Perbedaan trombus dan embolus sebagai
penyebab suatu stroke iskemia masih belum tegas sehingga saat ini keduanya
digolongkan ke dalam kelompok yang sama yaitu stroke iskemik. Dengan
demikian, dua katagori dasar gangguan sirkulasi yang menyebabkan stroke
adalah iskemia-infark dan pendarahan intrakranium, yang masing-masing
menyebabkan 80%-85% dan 15%-25% dari semua kasus stroke (Sylvia A.
Price dan Wilson, 2006).
Klasifikasi stroke non hemoragik atau iskemik terdiri dari beberapa kategori
besar yaitu :
a. Stroke Lakunar
Infark lakunar terjadi karena penyakit pembuluh halus hipertensif dan
menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam
atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang
terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin-lipid salah satu dari
cabang penetrans sirkulus Wilisi (Smith et al., 2001).
b. Stroke Trombotik Pembuluh Besar
Trombosis pembuluh besar dengan aliran lambat adalah subtipe stroke
iskemik dimana sebagian besar stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering
berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyumbat arteri otak.
c. Stroke Embolik
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat sebagai
sumber embolus. Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari
jantung atau lapisan lemak yang lepas sehingga terjadi penyumbatan
pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengalirkan
oksigen dan nutrisi ke otak.
d. Stroke Kriptogenik
Stroke ini memiliki sumber penyebab yang tersembunyi bahkan setelah
dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi klinis yang intensif.
e. Transient Ischemic Attack (TIA) adalah defisit neurologik fokal akut yang
timbul akibat iskemia otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan
cepat dalam waktu yang tidak lebih dari 24 jam.
f. RIND (Reversible Ishemic Neurologic Deficit) atau Defisit Neurologik
Iskemik Sepintas adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena
iskemia otak yang berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa
sisa dalam waktu 1 minggu atau 3 minggu.
g. Complete Stroke/Permanent Stroke (Stroke komplet) adalah defisit
neurologik fokal akut yang timbul karena oklusi atau gangguan peredaran
darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa perburukan lagi.

7. Gejala Klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasi gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah :
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna
1) Buta mendadak (Amaurosis fugaks).
2) Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(Disfasia) bila gangguan terletak pada sisi yang dominan.
3) Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (Hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior
1) Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
2) Gangguan mental.
3) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
4) Ketidakmampuan dalam mengendalikan eliminasi urine dan alvi.
5) Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media
1) Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
2) Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
3) Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (Aphasia)
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar
1) Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
2) Meningkatnya refleks tendon
3) Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
4) Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (Tremor), kepala
terasa berputar (Vertigo).
5) Ketidakmampuan untuk menelan (Disfagia)
6) Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga
pasien sulit bicara (Disartria).
7) Kehilangan kesadaran sepintas (Sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (Strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan
daya ingat terhadap lingkungan (Disorientasi).
8) Gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda (Diplopia), gerakan
arah bola mata yang tidak dikehendaki (Nistagmus), penurunan
kelopak mata (Ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan
setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata
(Hemianopia homonim).
9) Gangguan pendengaran.
10) Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
1) Koma.
2) Hemiparesis kontralateral.
3) Ketidakmampuan membaca (Aleksia).
4) Kelumpuhan saraf kranial ketiga
f. Gejala akibat gangguan fungsi otak
1) Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia
motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi
pikiran melalui perkataannya sendiri sementara kemampuannya
untuk mengerti pembicaraan orang lain tetap baik. Aphasia sensorik
adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain,
namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar walau
sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya
kerusakan otak.
2) Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan
otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara
kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca
kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah
ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata.
Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
3) Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak.
4) Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal
angka setelah terjadinya kerusakan otak.
5) Right-left disorientation & agnosia jari (body image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti
penamaan, melakukan, gerakan yang sesuai dengan perintah atau
menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan
dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari penderitadiminta
menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak
boleh melihat jarinya).
6) Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan berbagai perintah yang berhubungan
dengan ruang.
7) Syndrome lobus frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat
kerusakan pada korteks motor dan premotor dari hemisfer dominan
yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
8) Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma
capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan
massa di otak.
9) Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup
sejumlah kemampuan.
8. Kriteria Diagnosis
Diagnosis pada stroke non hemoragik didasarkan atas hasil :
a. Penemuan klinis
1) Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan atau gejala defisit neurologik yang
mendadak tanpa trauma kepala dan adanya faktor risiko stroke.
2) Pemeriksaan fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor-faktor risiko seperti
hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.
b. Pemeriksaan tambahan/laboratorium
1) Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scan (CT-Scan) sangat membantu
diagnosis dan membedakannya dengan stroke hemoragik terutama
pada fase akut. Angiografi Cerebral (karotis atau vertebral) untuk
mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang
terganggu atau bila scan tidak jelas. Pemeriksaan Liquor
Cerebrospinalis seringkali dapat membantu membedakan infark,
perdarahan otak baik perdarahan intraserebral (PIS) maupun
perdarahan subarachnoid (PSA).
2) Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor risiko seperti pemeriksaan
darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis
dan bila perlu gambaran darah, komponen kimia darah, gas, elektrolit.

9. Terapi/Tindakan Penanganan
Prinsip penatalaksanaan stroke memiliki 3 tujuan yaitu :
a. Mencegah cedera otak akut dengan memulihkan perfusi ke daerah
iskemik non infark
b. Memperbaiki cedera otak
c. Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel di
daerah penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang
glutamat.
Penatalaksanaan umum pasien stroke :
a. Aktifitas
Bed rest dibutuhkan untuk penghematan energi dan menurunkan
metabolisme, sehingga tidak meningkatkan metabolism otak yang akan
memperburuk kerusakan otak. Kepala dan tubuh atas dalam posisi 30
derajat dengan bahu sisi yang lemah diganjal bantal.
b. Perawatan
Prinsip 5B, yaitu :
1) Breathing (pernapasan)
 Mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan,
baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing ataupun
sebagai akibat strokenya sendiri
 Melakukan oksigenasi
2) Blood (darah)
 Mengusahakan otak tetap mendapat aliran darah yang cukup
 Jangan melakukan penurunan tekanan darah dengan cepat pada
masa akut karena akan menurunkan perfusi ke otak
3) Brain (fungsi otak)
 Mengatasi kejang yang timbul
 Mengurangi edema otak dan tekanan intrakranial yang tinggi
4) Bladder (kandung kemih)
 Memasang kateter bila terjadi retensi urine
5) Bowel (pencernaan)
 Mengupayakan kelancaran defekasi
 Apabila tidak mendapat makanan per oral maka dipasang NGT
c. Medikasi
Pada pasien stroke non hemoragik medikasi yang dapat diberikan antara
lain :
1) Neuroprotektif
Neuroprotektif untuk mempertahankan fungsi jaringan yang dapat
dilakukan dengan cara hipotermia dan atau obat neuroprotektif.
 Hipotermia
Cara kerja metode ini adalah menurunkan metabolism dan
kebutuhan oksigen sel-sel neuron. Dengan demikian neuron
terlindung dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia
berkepanjangan atau eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat
jenjang glutamat yang biasanya timbul setelah cedera sel
neuron.
 Obat neuroprotektif
Obat ini berfungsi untuk menurunkan metabolisme neuron,
mencegah pelepasan zat-zat toksik dari neuron yang rusak atau
memperkecil respon hipereksitatorik yang merusak dari neuron-
neuron di penumbra iskemik yang mengelilingi daerah infark
pada stroke. Jenis obat neuroprotektif antara lain calcium
antagonist, glutamate antagonist dan antioksidan.
2) Trombolisis
Trombolisis dapat membatasi atau memulihkan iskemia akut yang
sedang berlangsung (3-6 jam pertama), misalnya dengan rt-PA
(recombinant tissue-plasminogen) dan Ateplase. Pengobatan ini
hanya boleh diberikan pada stroke iskemik dengan onset kurang dari
3 jam dan hasil CT-Scan normal. Obat ini harus digunakan dengan
hati-hati karena dapat mengakibatkan risiko perdarahan.
3) Antikoagulasi
Antikoagulasi untuk mencegah terjadinya gumpalan darah dan
embolisasi trombus dan untuk penderita yang mengalami kelainan
jantung namun memiliki efek samping trombositopenia. Obat yang
digunakan yaitu Heparin, Unfractioned Heparin, Low-Molecular-
Weight Heparins (LMWH) dan Heparinoids Warfarin.
4) Antiplatelet
Aspirin, Clopidogrel, Dipiridamol-Aspirin, Tiklopidin masih
menjadi pilihan utama dalam terapi stroke. Urutan pilihan yang
digunakan adalah Aspirin atau Dipiridamol-Aspirin, jika alergi atau
gagal gunakan Clopidogrel, jika gagal gunakan Tiklopidin.
5) Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau
iskemia miokard. Bila fibrilasi atrium respon cepat, makan dapat
diberikan digoxin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg
intravena atau amiodaron 200 mg drip dalam 12 jam.
6) Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh
diturunkan dengan cepat karena akan memperluas infark dan
perburukan neurologis. Aliran darah yang meningkat bermanfaat
bagi daerah otak yang mendapat perfusi marginal (penumbra
iskemik). Pada tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menimbulkan
infark hemoragik dan memperhebat edema serebri. Hipertensi
diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada 3 kali pengukuran
setiap 15 menit :
 Sistolik > 220 mmHg
 Diastolik > 120 mmHg
 Tekanan arteri rata-rata > 140 mmHg
d. Nutrisi
1) Mengontrol edema serebri dengan pembatasan cairan atau
penggunaan Mannitol.
2) Pada 24 jam pertama diberikan cairan emergensi intravena dan
selanjutnya diberikan cairan kristaloid atau koloid sesuai kebutuhan.
3) Pasien dengan gangguan menelan atau gangguan kesadaran
diberikan makanan cair melalui NGT.
4) Jumlah total kalori pada fase akut 25 kkal/kgBB/hari, protein 1,2-1,5
gr/kgBB/hari dan atau sesuai keadaan.
e. Observasi keadaan umum dan tanda vital
Observasi neurologis dan tanda vital secara rutin pada 24-48 jam pertama
dengan tujuan mengetahui sejak awal komplikasi medis atau neurologis
yang dapat menambah morbiditas dan mortalitas stroke.
f. Terapi
1) Fisioterapi
 Mobilisasi untuk mencegah Deep Vein Thrombosis (DVT)
maupun komplikasi pulmonal.
 Pasien imobilisasi diberikan latihan rentang gerak pada
persendian untuk mencegah kontraktur.
 Fisioterapi dada, fungsi menelan dan berkemih.
2) Terapi wicara
Terapi wicara harus dilakukan sedini mungkin pada pasien afasia
dengan stimulasi sedini mungkin, terapi komunikasi, terapi aksi
visual, terapi intonasi melodik dan sebagainya.
3) Depresi
Depresi diobati sedini mungkin dengan obat antidepresi yang tidak
mengganggu fungsi kognitif.
g. Edukasi
Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai stroke,
sehingga dapat mengendalikan faktor-faktor risiko yang dapat
mencetuskan timbulnya stroke berulang.

10. Komplikasi
a. Fisik dan biologis
Bahu kaku, dekubitus, mengalami gangguan bicara, gangguan mobilitas
fisik.
b. Psikologi
Biasanya mengalami gangguan jiwa diakibatkan karena ketegangan
akibat kematian jaringan otak.
c. Sosial
Akan mengalami gangguan komunikasi dengan orang lain, diantara
pembicaraan sulit dimengerti.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar
untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
1) Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan kondisi patologis.
2) Pulse rate meningkat/menurun tergantung dari mekanisme
kompensasi, sistem konduksi jantung & pengaruh sistem saraf
otonom.
3) Respiratory rate
4) Suhu
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran.
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sulit
dimengerti, kadang tidak bisa bicara.
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
2) Pemeriksaan integumen
Kulit : jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit akan buruk. Di samping itu perlu juga dikaji
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, sianosis.
Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
3) Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik.
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mengarah ke salah
satu sisi.
Leher : kaku kuduk jarang terjadi.
4) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
5) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genitalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
7) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis : Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII sentral.
Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi
kelumpuhan/kelemahan pada salah
satu sisi tubuh.
Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemihipestesia.
Pemeriksaan refleks : Pada fase akut reflek fisiologis sisi
yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali
didahului dengan refleks patologis.
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hitung darah tepi lengkap akan menunjukkan diskrasia darah,
polisitemia, trombositopenia atau trombositosis atau infeksi sebagai
faktor risiko stroke.
2) Protrombin Time (PT), Partial Protrombin Time (PTT) ditujukan
kepada penderita dengan antibodi antifosfolipid (PTT time
memanjang).
3) Analisa urine dimana hematuria akan terjadi pada endokarditis
bakterialis subakut (SBE) dengan stroke iskemik oleh karena emboli.
4) Kecepatan sedimentasi (LED) dimana peningkatan LED menunjukkan
kemungkinan adanya vaskulitis, hiperviskositas atau SBE sebagai
penyebab stroke
5) Kimia darah akan menunjukkan peningkatan kadar glukosa, kolesterol
atau trigliserida dalam darah.
6) Foto rontgen thorax akan menunjukkan pelebaran ukuran jantung
sebagai suatu sumber emboli pada suatu stroke atau akibat hipertensi
lama.
7) EKG akan menunjukkan adanya aritmia jantung, infark miokard baru
atau pelebaran atrium kiri.
8) CT-Scan bermanfaat dalam membedakan stroke hemoragik
(intraserebral atau subarakhnoid) dengan stroke non hemoragik
(thrombosis atau emboli). Suatu infark akan mengakibatkan
penurunan densitas pada suatu daerah otak. Sebagai tambahan CT-
Scan dapat membantu menentukan lokasi dan ukuran abnormalitas
seperti daerah vaskularisasi, superfisial atau dalam, kecil atau luas.
9) MRI memainkan peranan penting dalam diagnosis stroke karena :
 MRI kadang menunjukkan adanya iskemia serebri pada stadium
awal sebelum dapat terlihat pada CT-Scan dan sering bila
pemeriksaan CT-Scan tetap negatif.
 MRI sering dapat menunjukkan adanya infark pada batang otak,
serebelum atau lobus temporalis yang tidak terlihat pada CT-
Scan.
 MRI lebih sensitif dalam mencari infark kecil (lakuner).
 Penyengatan kontras pada MRI kemungkinan berguna dalam
menentukan umur suatu infark dan mencari adanya tumor atau
AVM sebagai penyebab stroke.
10) Arteriografi ditujukan untuk mengidentifikasi suatu lesi yang dapat
dikoreksi dengan operasi seperti aneurisma intrakranial dan AVM,
stenosis arteria karotis dan plak arteria karotis yang mengalami
ulserasi, membantu memastikan diagnosis sebelum diberikan anti
koagulan.
11) EEG dapat membantu menentukan lokasi gangguan fungsi kortikal
dan kadang-kadang pada lesi talamus. EEG dapat abnormal pada jam-
jam pertama setelah serangan stroke meskipun CT-Scan masih
normal. EEG biasanya akan normal pada stroke di daerah sirkulasi
posterior atau stroke lakunar dan abnormal pada stroke daerah
sirkulasi anterior atau emboli.
12) Lumbal Pungsi, pada pemeriksaan ini bila cairan serebrospinalis
(CSS) mengandung darah (eritrosit) sebanyak 50-500 dalam CSS
mengarahkan kecurigaan pada emboli serebri dan tampak CSS jernih
pada sebagian besar emboli.

Pengkajian menurut pola Gordon


a) Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang
dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien. Kaji apakah klien
merokok atau minum alkohol. Pada klien dengan stroke biasanya
menderita obesitas dan hipertensi.
b) Pola nutrisi metabolik
Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola
makan setelah sakit. Apakah ada perubahan pola makan klien. Kaji apakah
makanan kesukaan klien. Kaji riwayat alergi klien. Pada klien dengan
stroke non hemoragik biasanya terjadi penurunan nafsu makan, mual dan
muntah selama fase akut (peningkatan TIK), kehilangan sensori (rasa
kecap) pada lidah, pipi dan tenggorokan, peningkatan lemak dalam darah.
c) Pola eliminasi
Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien. Apakah ada gangguan atau
tidak. Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasinya. Pada
klien dengan stroke non hemoragik biasanya terjadi perubahan pola
berkemih seperti inkontinensia urine, distensi abdomen (distensi vesika
urinaria berlebihan) dan bising usus negatif.
d) Pola aktivitas dan latihan
Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari, apakah klien
dapat melakukannya secara mandiri atau dibantu keluarga. Pada klien
dengan stroke non hemoragik biasanya merasa kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa
mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/kejang otot) serta kaku pada
tengkuk.
e) Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien
tidur dalam sehari. Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur seperti
nyeri dan lain-lain. Selama fase akut (peningkatan TIK), klien dengan
stroke non hemoragik mengalami gangguan kenyamanan tidur dan
istirahat karena nyeri dan sakit kepala.
f) Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan
penglihatan, pendengaran dan kaji bagaimana klien dalam berkomunkasi
atau lakukan pengkajian nervus cranial. Pada klien dengan stroke non
hemoragik terjadi gangguan pada fungsi kognitif, penglihatan, sensasi rasa
dan gangguan keseimbangan.
g) Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang
dideritanya, apakah klien merasa rendah diri. Pada klien dengan stroke non
hemoragik akan terajdi peningkatan rasa kekhawatiran klien tentang
penyakit yang dideritanya serta mengalami harga diri rendah.
h) Pola peran hubungan
Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama
dirawat di rumah sakit dan bagaimana hubungan sosial klien dengan
masyarakat sekitarnya. Pada klien dengan stroke non hemoragik
hubungannya akan terganggu karena klien mengalami masalah bicara dan
ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
i) Pola reproduksi dan kesehatan
Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan dan apakah ada
perubahan kepuasan pada klien. Pada klien dengan stroke non hemoragik
akan terjadi masalah pada pola reproduksi dan seksualitasnya karena
kelemahan fisik dan gangguan fungsi kognitif.
j) Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa yang biasa klien lakukan saat ada masalah, apakah klien
menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stress. Dengan adanya
proses penyembuhan penyakit yang lama akan menyebabkan
meningkatnya rasa kekhawatiran dan beban pikiran bagi klien.
k) Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien dalam menghadapi
penyakitnya, apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan
klien. Karena nyeri kepala, pusing, kaku tengkuk, kelemahan, gangguan
sensorik dan motorik menyebabkan terganggunya aktivitas ibadah klien.

2. Diagnosa Keperawatan (Berdasarkan Prioritas)


a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke serebral ditandai dengan penurunan kesadaran,
gangguan kognitif.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
ditandai dengan keterbatasan kemampuan dalam melakukan gerak
(seperti paraparesis/hemiparesis, paraplegia/hemiplegia), penurunan
kemampuan dalam melakukan ROM, pergerakan yang tidak
terkoordinasi.
c. Risiko Aspirasi berhubungan dengan kerusakan menelan
d. Risiko jatuh berhubungan dengan disfungsi sensoris dan gangguan
keseimbangan
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kehilangan koordinasi otot
ditandai dengan kekuatan otot menurun, pemenuhan ADL dibantu.
f. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
ke otak ditandai dengan kesulitan untuk mengucapkan melalui verbal
(seperti afasia, isfasia, apraksia), kesulitan dalam mempertahankan pola
komunikasi biasanya, tidak bisa/ksulitan berbicara, ketidakmampuan
menggunakan ekspresi wajah.
3. Intervensi

No DX Tujuan Intervensi Rasional

1 Risiko ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan Cerebral Perfusion Promotion


perfusi jaringan serebral selama ... x … jam diharapkan tercapai a. Pantau tingkat kerusakan a. Kegagalan perfusi
berhubungan dengan keefekifan perfusi jaringan serebral, perfusi jaringan serebral, jaringan serebral dapat
penurunan aliran darah dengan kriteria hasil: seperti status neurologi mempengaruhi status
ke serebral ditandai dan adanya penurunan neurologi dan tingkat
Perfusi jaringan serebral:
dengan penurunan kesadaran. kesadaran klien.
kesadaran, gangguan - Tidak terjadi peningkatan tekanan b. Konsultasikan dengan b. Posisi yang tepat dapat
kognitif. intrakranial (skala 5 = no deviation dokter untuk menentukan membantu memperlancar
from normal range) posisi kepala yang tepat aliran darah ke otak
- Tekanan darah sistolik normal (120 (0, 15, atau 30 derajat) dan sehingga nutrisi dan O2
mmHg) (skala 5 = no deviation from monitor respon klien ke otak adekuat.
normal range) terhadap posisi tersebut.
- Tekanan darah diastolik normal (80 c. Monitor status respirasi c. Status respirasi dapat
mmHg) (skala 5 = no deviation from (pola, ritme, dan menjadi indikator
normal range) kedalaman respirasi; PO2, keadekuatan perfusi
- Tidak ada sakit kepala (skala 5 = PCO2, PH, dan level oksigen ke otak.
none) bikarbonat)
- Tidak ada gelisah (skala 5 = none) d. Monitor nilai lab untuk d. Oksigenasi yang tidak
- Tidak ada agitasi (skala 5 = none) perubahan dalam adekuat dapat
- Tidak ada syncope (skala 5 = none) oksigenasi menurunkan perfusi
- Tidak ada muntah (skala 5 = none) oksigen ke otak.
- Tidak ada gangguan kognisi (skala 5 Oxygen Therapy
= none) a. Pertahankan kepatenan a. Mempertahankan

jalan nafas. kepatenan jalan napas


bertujuan untuk
mencegah terputusnya
aliran oksigen ke otak
sehingga mencegah
terjadinya hipoksia
jaringan otak.

b. Monitor aliran oksigen. b. Untuk mempertahankan


masukan oksigen
adekuat sesuai dengan
kebutuhan.
c. Monitor posisi c. Posisi yang nyaman
kenyamanan klien diperlukan untuk
(semifowler 15-350). menjaga kontinuitas
masukan oksigen.

Vital Signs Monitoring


a. Monitor tanda-tanda vital a. Memonitor tanda-tanda
vital penting untuk
mengetahui keadaan
umum dan status
keefektifan perfusi
jaringan.
b. Ukur tekanan darah ketika b. Pengukuran tekanan
klien tidur, berbaring, darah pada berbagai
sebelum dan sesudah posisi dibutuhkan untuk
berubah posisi. mengetahui perubahan
tekanan darah ortostatik.
c. Ukur tekanan darah c. Pengukuran tekanan
setelah klien mendapatkan darah setelah
medikasi/terapi. mendapatkan
terapi/medikasi penting
untuk mengetahui
keefektifan terapi.
d. Ukur tekanan darah, nadi, d. Mengetahui reaksi tubuh
dan respirasi sebelum, klien terhadap aktivitas
selama, dan setelah sehingga dapat
beraktivitas. menentukan intervensi
selanjutnya.
2 Hambatan mobilitas Setelah diberikan asuhan keperawatan … x Bed Rest care
fisik berhubungan … jam diharapkan kekakuan otot tidak a. Jelaskan pada pasien a. Memberitahukan
dengan kerusakan terjadi, dengan kriteria hasil: tentang kemungkinan kemungkinan yang
neuromuskular ditandai - Fleksbilitas sendi dapat dipertahankan untuk bed rest selama terjadi bila klien tidak
dengan keterbatasan : 5 (consistenly demonstrated) beberapa waktu mampu bergerak dalam
kemampuan dalam - Otot tidak mengalami atropi : 5 (Not waktu lama sehingga
melakukan gerak compromised). tidak menimbulkan
(seperti - Otot tidak mengalami kontraktur : 5 kecemasan bagi klien
paraparesis/hemiparesis, (Not compromised). dank lien dapat turut
paraplegia/hemiplegia), berperan dalam proses
penurunan kemampuan penyembuhannya.
dalam melakukan b. Hindari penggunaan linen b. Untuk mencegah
ROM, pergerakan yang bertekstur kasar pergesekan pada kulit
tidak terkoordinasi. akibat bed rest sehingga
mencegah kerusakan
pada kulit.
c. Jaga agar linen tetap c. Untuk mencegaha
bersih dan kering. terjadinya kerusakan
pada area kulit akibat
bed restu
d. Lakukan perubahan posisi d. Untuk melancarkan
pasien setiap 2 jam sekali peredaran darah
e. Bantu pasien dalam e. Pasien yang mengalami
melakukan ADL imobilisasi/bed rest tidak
dapat melakukan ADL,
maka perawat harus
membantu klien.
Exercise promotion
a. Kaji kekuatan otot pasien a. Mengetahui
perkembangan kekuatan
otot klien sehingga
memudahkan untuk
melakukan intervensi
selanjutnya.
b. Jelaskan pada pasien dan b. Menghindari terjadinya
keluarga tentang atropi otot pada otot
pentingnya latihan rentang yang lama tidak
gerak pasif atau aktif pada digunakan.
bagian tubuh yang tidak
fraktur jika
memungkinkan
c. Bersama pasien lakukan c. Untuk mencegah
latihan rentang gerak pasif terjadinya atropi pada
dan aktif otot dan untuk
melancarkan aliran darah
klien
Self-Care Assistance
a. Monitor kemampuan a. Untuk mengetahui
pasien dan melakukan kebutuhan perawatan diri
perawatan diri secara klien, menentukam yang
mandiri. mana saja yang perlu
dibantu.
b. Monitor kebutuhan pasien b. Untuk memberikan
untuk personal hygiene, perawatan diri yang tepat
berpakaian, berhias, pada klien
toileting, dan makan.
c. Berikan pasien bantuan c. Membantu pemenuhan
pemenuhan perawatan diri kebutuhan diri klien.
hingga pasien memiliki
kemampuan penuh untuk
melakukan perawatan diri.
d. Lakukan aktivitas d. Agar kebutuhan

perawatan diri secara perawatan diri klien

rutin. selalu terpenuhi.


3 Risiko Aspirasi Setelah diberikan asuhan keperawatan a. Monitor tingkat kesadaran, a. Untuk mengetahui
berhubungan dengan selama ... x ... jam diharapkan klien tidak refleks batuk, refleks faktor-faktor risiko yang
kerusakan menelan mengalami aspirasi, dengan kriteria hasil: muntah, dan kemampuan dapat menyebabkan
Aspiration Prevention menelan. aspirasi sehingga dapat
- Mampu mengidentifikasi faktor diberikan penanganan
risiko (5 consistenly demonstrated) yang tepat
- Menghindari faktor risiko (5 b. Pertahankan jalan nafas b. Jalan nafas perlu
consistenly demonstrated) dipertahankan tetap
- Mempertahankan oral hygiene (5 paten untuk mencegah
consistenly demonstrated) terjadinya aspirasi.
- Posisi tegak saat makan dan minum c. Berikan posisi tegak 900 c. Agar mengikuti arah
(5 consistenly demonstrated) jika memungkinkan gravitasi sehingga
- Memilih makanan sesuai dengan mencegah aspirasi
kemampuan menelan (5 consistenly d. Berikan makanan dalam d. Membantu pencernaan
demonstrated) jumlah kecil makanan secara perlahan
sehingga mencegah
aspirasi.
e. Periksa posisi serta residu e. Mencegah salahnya
NGT sebelum pemberian masuknya makanan
makanan jika pasien akibat posisi NGT yang
terpasang NGT tidak tepat
f. Hindari pemberian f. Mencegah refluks
makanan jika residu tinggi makanan
jika pasien terpasang NGT
g. Potong makanan menjadi g. Membantu pencernaan
bagian yang kecil makanan secara perlahan
sehingga mencegah
aspirasi.
h. Pertahankan posisi bed h. Agar mengikuti arah
elevasi 30 sampai 45 gravitasi sehingga
menit setelah makan mencegah aspirasi dan
refluks makanan
4 Risiko jatuh Setelah diberikan asuhan keperawatan Fall Prevention
berhubungan dengan selama .... x 24 jam, diharapkan klien tidak a. Identifikasi defisit kognitif a. Defisit kognitif atau fisik
disfungsi sensoris dan mengalami cedera dengan kriteria hasil: atau fisik yang dapat dapat meningkatkan
gangguan meningkatan risiko jatuh seseorang berisiko untuk
keseimbangan jatuh sehingga perlu
Fall occurrence
dilakukan identifikasi.
- Klien tidak jatuh dari tempat tidur (5 = b. Identifikasi karakteristik b. Dengan mengidentifikasi
none) dari lingkungan yang karakteristik dari
- Klien tidak jatuh saat dilakukan dapat meningkatkan risiko lingkungan yang dapat
pemindahan (5 = none) jatuh meningkatkan risiko
Fall prevention behavior jatuh maka dapat
- Meletakkan penyangga untuk dilakukan modifikasi
mencegah jatuh (5 = consistently lingkungan sejak awal
demonstrated) sehingga mencegah klien
- Menggunakan prosedur pemindahan terjatuh.
yang aman (5 = consistently c. Gunakan teknik yang tepat c. Mencegah klien jatuh
demonstrated) dalam memindahkan saat dilakukan
Risk Control pasien pemindahan.
- Memonitor lingkungan yang berisiko d. Gunakan penyangga d. Penyangga samping
(5 = consistently demonstrated) samping yang disesuka tempat tidur diperlukan
- Memonitor perilaku berisiko (5 = panjang dan tingginya untuk melindungi pasien
consistently demonstrated) untuk mencegah jatuh dari sehingga dapat
tempat tidur. mencegah pasien terjatuh
dari tempat tidut
e. Letakkan tempat tidur e. Untuk meminimalkan
pada posisi yang rendah risiko cedera apabila
klien jatuh
f. Jelaskan pada keluarga f. Agar keluarga dapat
klien mengenai faktor memodifikasi faktor-
risiko yang dapat faktor risiko sehingga
menyebabkan jatuh dan mencegah pasien terjatuh
cara-cara untuk
mengurangi risiko.
g. Berikan tanda agar staf g. Agar staf lebih
waspada bahwa pasien berwaspada dan
berisiko untuk jatuh meningkatkan keamanan
untuk pasien.
5 Defisit perawatan diri Setelah diberikan asuhan keperawatan a. Kaji kebutuhan ADL a. Membantu menentukan
berhubungan dengan selama ... x 24 jam diharapkan kebutuhan dan merencanakan
kehilangan koordinasi ADL terpenuhi dan terjadi peningkatan intervensi sesuai
otot ditandai dengan kemampuan untuk memenuhinya sampai kebutuhan
kekuatan otot menurun, mandiri dengan kriteria hasil : b. Bantu pasien dalam b. Pasien yang mengalami
pemenuhan ADL pemenuhan kebutuhan kelemahan tidak mampu
Perawatan diri: Aktivitas sehari-hari
dibantu. makan, minum, mandi, memenuhi kebutuhan
- Makan dan minum pasien masuk ( 5= berpakaian, BAK dan sehari-hari, sehingga
tidak terganggu) BAB. perawat harus membantu
- Pasien mampu memakai baju ( 5= pemenuhan kebutuhan
tidak terganggu) tersebut.
- Kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi c. Libatkan keluarga dalam c. Keterlibatan keluarga
( 5= tidak terganggu) pemenuhan ADL pasien dalam pemenuhan ADL
- Pasien mampu memposisikan diri ( 5= jika memungkinkan. sangat penting sehingga
tidak terganggu) saat pasien pulang
- Pasien mampu menjaga kebersihan keluarga sudah siap
diri ( 5= tidak terganggu) untuk melakukan
pemenuhan ADL.
d. Hindari melakukan d. Penting bagi pasien
sesuatu yang dapat untuk melakukan
dikerjakan pasien dan kebiatan sebanyak
berikan bantuan bila mungkin yang bisa dia
diperlukan lakukan untuk
mempertahankan harga
diri dan meningkatkan
pemulihan.
e. Kaji kemampuan pasien e. Mengetahui kebutuhan
untuk pasien yang belum
mengkomunikasikan terpenuhi, sehingga
kebutuhannya, misalnya perawat dapat membantu
lapar, mengosongkan pasien dalam memenuhi
kandung kemih dll. kebutuhannya.
f. Kolaborasi pemberian f. Membantu melancarkan
suppositoria BAB dengan
merangsang fungsi
defekasi.
6 Kerusakan komunikasi Setelah diberikan asuhan keperawatan Communication
verbal berhubungan selama ... x 24 jam diarapkan klien mampu Enhancement: Speech Deficit
dengan penurunan melakukan komunikasi dengan kriteria a. Berikan sebuah pentunjuk a. Untuk membantu
sirkulasi ke otak hasil: yang mudah sekali waktu. melakukan komunikasi
ditandai dengan Communication dan penyampaian pesan
kesulitan untuk - Klien mampu menggunakan bahasa b. Gunakan bahasa tangan b. untuk membantu
mengucapkan melalui non-verbal (5 = not compromised) jika diperlukan. melakukan komunikasi
verbal (seperti afasia, - Klien mampu menggunakan bahasa dan penyampaian pesan
isfasia, apraksia), tulisan (5 = not compromised) melalui bahasa non
kesulitan dalam - Mampu menginterpretasikan dengan verbal
mempertahankan pola akurat pesan yang diterima (5 = not c. Untuk memastikan
c. Anjurkan pasien untuk
komunikasi biasanya, compromised) penyampaian pesan
mengulang kata
tidak bisa/ksulitan - Mampu bertukar pesan secara akurat dengan tepat.
berbicara, dengan orang lain (5 = not d. Membantu komunikasi
d. Lakukan komunikasi satu
ketidakmampuan compromised) agar dapat berlangsung
arah
menggunakan ekspresi dengan baik.
wajah. e. Penghargaan perlu
e. Berikan penghargaan
diberikan untuk
positif atas pencapaian
memotivasi klien dan
klien
enciptakan kepuasan
pada klien.
4. Implementasi
Implementasi dibuat sesuai intervensi

5. Evaluasi
Diagnosa Keperawatan Evaluasi

Ketidakefektifan perfusi jaringan Perfusi jaringan serebral


serebral berhubungan dengan penurunan - Tidak terjadi peningkatan tekanan
aliran darah ke serebral ditandai dengan intrakranial (skala 5 = no deviation
penurunan kesadaran, gangguan from normal range)
kognitif. - Tekanan darah sistolik normal (120
mmHg) (skala 5 = no deviation from
normal range)
- Tekanan darah diastolik normal (80
mmHg) (skala 5 = no deviation from
normal range)
- Tidak ada sakit kepala (skala 5 =
none)
- Tidak ada gelisah (skala 5 = none)
- Tidak ada agitasi (skala 5 = none)
- Tidak ada syncope (skala 5 = none)
- Tidak ada muntah (skala 5 = none)
- Tidak ada gangguan kognisi (skala 5
= none)
Hambatan mobilitas fisik berhubungan - Fleksbilitas sendi dapat
dengan kerusakan neuromuskular dipertahankan : 5 (consistenly
ditandai dengan keterbatasan demonstrated)
kemampuan dalam melakukan gerak - Otot tidak mengalami atropi : 5 (Not
(seperti paraparesis/hemiparesis, compromised).
paraplegia/hemiplegia), penurunan - Otot tidak mengalami kontraktur : 5
kemampuan dalam melakukan ROM, (Not compromised).
pergerakan yang tidak terkoordinasi.
Risiko Aspirasi berhubungan dengan Aspiration Prevention
kerusakan menelan - Mampu mengidentifikasi faktor risiko
(5 consistenly demonstrated)
- Menghindari faktor risiko (5
consistenly demonstrated)
- Mempertahankan oral hygiene (5
consistenly demonstrated)
- Posisi tegak saat makan dan minum (5
consistenly demonstrated)
- Memilih makanan sesuai dengan
kemampuan menelan (5 consistenly
demonstrated)
Risiko jatuh berhubungan dengan Fall occurrence
disfungsi sensoris dan gangguan - Klien tidak jatuh dari tempat tidur (5 =
keseimbangan none)
- Klien tidak jatuh saat dilakukan
pemindahan (5 = none)
Fall prevention behavior
- Meletakkan penyangga untuk
mencegah jatuh (5 = consistently
demonstrated)
- Menggunakan prosedur pemindahan
yang aman (5 = consistently
demonstrated
Risk Control
- Memonitor lingkungan yang berisiko
(5 = consistently demonstrated)
- Memonitor perilaku berisiko (5 =
consistently demonstrated)

Defisit perawatan diri berhubungan Defisit perawatan diri: Aktivitas sehari-


dengan kehilangan koordinasi otot hari
ditandai dengan kekuatan otot menurun, - Makan dan minum pasien masuk
pemenuhan ADL dibantu. ( 5= tidak terganggu)
- Pasien mampu memakai baju ( 5=
tidak terganggu)
- Kebutuhan eliminasi pasien
terpenuhi ( 5= tidak terganggu)
- Pasien mampu memposisikan diri
( 5= tidak terganggu)
- Pasien mampu menjaga kebersihan
diri ( 5= tidak terganggu)
Kerusakan komunikasi verbal Communication
berhubungan dengan penurunan - Klien mampu menggunakan bahasa
sirkulasi ke otak ditandai dengan non-verbal (5 = not compremised)
kesulitan untuk mengucapkan melalui - Klien mampu menggunakan bahasa
verbal (seperti afasia, isfasia, apraksia), tulisan (5 = not compremised)
kesulitan dalam mempertahankan pola - Mampu menginterpretasikan dengan
komunikasi biasanya, tidak bisa/ksulitan akurat pesan yang diterima (5 = not
berbicara, ketidakmampuan compremised)
menggunakan ekspresi wajah. - Mampu bertukar pesan secara akurat
dengan orang lain (5 = not
compremised)
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan


Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta..
Hudak & Gallo, 2005. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta:EGC
Johnson, Marion, dkk. 2008. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes
Classifcation (NOC), Fourth edition. USA : Mosby.
McCloskey, Joanne C & Bulecheck, Gloria M. 2004. IOWA Intervention Project
Nursing Intervention Classifcation (NIC), Fourth edition. USA : Mosby.
Nanda Internasional. 2015. Diagnosa Keperawatan 2015-2017. Jakarta : Prima
Medika.
Price S.A., Wilson L.M., 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta. FKUI /RSCM,UCB Pharma
Indonesia, Jakarta.
Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai