Disusun Oleh :
NIM:2014201071
Dosen Pembimbing :
PRODI S1 KEPERAWATAN 5A
2022 / 2023
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE
2.1.1 Definisi
Stroke atau cedera serebrovaskuler CVA adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Suddarth, 2013).
Stroke non hemoragik adalah gangguan disfungsi otak baik sinistra atau dekstra dengan sifat
antara lain permulaan cepat dan akut atau subakut, terjadi kurang lebih dua minggu, serta CT
scan terdapat bayangan infark setelah tiga hari (Mubarak dkk, 2015).
Stroke infark merupakan vaskularisasi otak yang terhenti sebab adanya penumpukan
lemak pada dinding pembuluh darah sehingga aliran darah ke otak tersumbat (Sutanto, 2010).
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan stroke non hemoragik merupakan terhentinya
aliran darah ke otak baik kanan maupun kiri karena penyumbatan oleh bekuan darah ataupuna
terosklerosis yang terjadi kurang lebih dua minggu.
2.1.2 Etiologi
Trombosis merujuk pada penurunan atau oklusi aliran darah akibat proses oklusi local
pada pembuluh darah. Oklusi aliran darah terjadi karena perubahan karakteristik pembuluh
darah dan pembentukan bekuan. Patologi vaskuler tersering penyebab thrombosis adalah
aterosklerosis, dimana terjadi deposisi material lipid, pertumbuhan jaringan fibrosa, dan adesi
trombosit yang mempersempit lumen pembuluh darah (Setiati dkk, 2014).
Berbeda dengan trombosis, blockade emboli tidak disebabkan oleh patologi pembuluh
darah lokal. Material emboli biasanya terbentuk dari jantung arteri besar (aorta, karotis,
vertebralis) atau vena. Patologi penyebab emboli adalah endokraditis bakteri dan
endokratditis non bakteri yang menyebabkan bekuan pada endokratium (Widagdodkk. 2008).
Hemoragik dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstra dural atau epidural) di bawah
durameter (hemorragi subdural), di ruang sub arachnoid (hemoragik subarachnoid atau dalam
susbstansial otak (Price, 2005).
Faktor lain yang menyebabkan stroke antara lain hipertensi, penyakit kardiovaskuler,
kolesterol tinggi, obesitas, peningkatan hemotokrit, resiko infrak serebral, diabetes dikaitkan
dengan aterogenesis terakselerasi, kontrasepsi oral (khususnya disertai dengan hipertensi,
1
merokok, dan kadar estrogen tinggi), penyalahgunaan obat (khususnya kokain), konsumsi
alkohol (Amelia, 2018).
2.1.3 Klasifikasi
Sistem klasifikasi stroke, biasanya membagi stroke menjadi dua kategori berdasarkan
penyebab terjadinya stroke, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi akibat adaanya bekuan atau sumbatan pada
pembuluh darah otak yang dapat disebabkan oleh tumpukan thrombus pada pembuluh
darah otak, sehingga aliran darah ke otak menjadi terhenti. Stroke iskemik merupakan
sebagai kematian jaringan otak karena pasokan darah yang tidak kuat dan bukan
disebabkan oleh perdarahan (Arya, 2011).
2. Stroke Hemoragic
Stroke hemoragik terjadi, karena pecahnya pembuluh darah otak, sehingga menimbulkan
perdarahan di otak dan merusaknya. Stroke hemoragik biasannya terjadi akibat kecelakaan
yang mengalami benturan keras di kepala dan mengakibatkan pecahnya pembuluh darah
di otak. Selain itu juga bisa terjadi karena tekanan darah yang terlalu tinggi. Pecahnya
pembuluh darah ini menyebabkan darah menggenangi jaringan otak disekitar pembuluh
darah yang menjadikan suplai darah terganggu, maka fungsi dari otak juga menurun
(Arya, 2011).
2
2.1.5 Patofisiologi
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidaak mempunyai cadangan oksigen.jika
aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena thrombus dan embolus, mka mulai terjadi
kekurangan oksigen ke jaringan otak. Kekurangan selama 1 menitt dapat mengarah pada
gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Selanjutnya kekurangan oksigen dalam
waktu yang lebih lama dapat menyebabkan nekrosisi mikroskopik neiron-neuron.
Kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia mum (karena henti
jantung atau hipotensi) atau hipoksia karena akibat dari proses anemia dan kesukaran untuk
bernafas. Jika etiologi stroke adalah hemorhagi maka faktor pencetus adalah hipertensi.
Kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia mum (karena henti
jantung atau hipotensi) atau hipoksia karena akibat dari proses anemia dan kesukaran untuk
bernafas. Jika etiologi stroke adalah hemorhagi maka faktor pencetus adalah hipertensi.
Pada stroke trombosis atau metabolic maka otak akan mengalami iskemia dan infark
sulit ditentukan. Ada peluang dominn stroke akan meluas setelah seragan perrtama sehingga
dapat terjadi edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan kematian pada
area yang luas. Prognosisnya tergantung pada daerah yang terkena dan luasnya saat terkena.
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri
yang membentuk sirkulasi wilisi: arteri karotis interna dan system vertebrobasilar dan semua
cabang-cabangnya.
Proses patologi yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi
didalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa: Keadaan
penyakit pada pembuluh darrah itu sendiri, seperti aterosklerosis dan thrombosis, robeknya
dinding pembuluh atau peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan aliran darah,
misalnya syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus
infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium, rupture vascular didalam
jaringan otak atau ruang subaraknoid. (Price, 2005).
3
4
pengerasan arteri atau yang disebut juga sebagai arteriosklerosis. Karena arteriosklerosis
merupakan gaya hidup yang modern yang penuh stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang
berolahraga. Faktor risiko stroke dibedakan atas faktor resiko tak terkendali dan faktor resiko
terkendali.
Faktor risiko tidak terkendali meliputi: usia, Jenis kelamin, Keturunan, Usia Semakin
bertambah usia, semakin tinggi risikonya. Setelah berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda
setiap kurun waktu sepuluh tahun. Dua pertiga dari semua serangan stroke terjadi pada orang
yang berusia di atas 65 tahun, tetapi itu tidaak berarti bahwa stroke hanya terjadi pada orang
lanjut usia karena stroke dapat menyerang semua kelompok umur. Jenis kelamin Pria lebih
berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian menyimpulkan bahwa jusru lebih
banyak wanita yang meninggal karena stroke. Risiko stroke pada pria 1,25 lebih tinggi dari
pada wanita, tetapi serangan stroke pada pria lebih terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat
kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Dengan perkataan lain, walau lebih jarang terkena
stroke, pada umumnya wanita terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan
meninggal lebih besar.
Keturunan sejarah stroke dalam keluarga Stroke terkait dengan keturunan. Faktor
genetic yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung,
diabetes, dan cacat pada bentuk peembuluh darah gaya hidup dan pola suatu keluarga juga
dapat mendukung risiko stroke.
Faktor risiko terkendali meliputi hipertensi, penyakit jantung, diabetes, obesitas, kadar
kolestrol darah, cedera kepala dan leher, hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor
risko utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi
memiliki faktor risiko empat hingga enam kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi
dan sekitar 40 hingga 90 persen stroke ternyata menderita hipertensi sebelum terkena stroke.
Penyakit jantung setelah hipertensi, terutama penyakit yang disebut atrial fibralation,
yakni penyakit jantung dengan denyut jantung yang tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut
jantung di atrium kiri ini mencapai empat kali lebih cepat dibandingkan di bagan-bagian lain
jantung. Ini menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara insidentil terjadi
pembentukan gumpalan darah. Gumpalan-gumpalan inilah yang kemudian dapat mencapai
otak dan menyebabkan stroke.
Diabetes Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan mencapai
tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko tersebut akan menurun. Namun, ada
faktor penyebab lain yang dapat memperbesar risiko stroke karena sekitar 40 persen penderita
diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi.
5
Obesitas Pada obesitas kadar kolestrol tinggi terjadi gangguan pada pembuluh darah.
Keadaan ini berkontribusi pada stroke. Kadar kolestrol darah Penelitian menunjukan
bahwamakanan kaya lemak jenuh dan kolestrol seperti daging, telur, dan produk susu dapat
meningkatkaan kadar kolestrol dalam tubuh dan berpengaruh pada risiko aterosklerosis dan
penebalan pembuluh. Kadar kolestrol di bawah 200 mg/dl di anggap aman, sedangkan di atas
240 mg/dl sudah berbahaya dan menempatkan seseoranng pada risi ko terkena penyakit
jantung dan stroke.
Cedera kepala dan leher Cedera pada kepala atau cedera otak traumatic dapat
menyebabkan pendarahan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan yang sama seperti
stroke hemoragik. Cedera pada leher, bila terkait dengan robeknya tulang punggung atau
pembuluh karatid akibat peregangan atau pemutaran leher secara berlebihan atau ad aanya
tekanan pada pembuluh merupakan penyebab stroke yang cukup berperan.
2.1.8 Komplikasi
Defisit sensori persepsi: Stroke dapat melibatkan perubahan patologis pada jarak
neurologis yang mengganggu kemampuan untuk menghadirkan data sensori. Pasien dapat
mengalami deficit dalam penglihatan, pendengaran, keseimbangan, rasa, dan indra
penciuman. Kemampuan menerima getaran, nyeri, kehangatan, dingin dan tekanan juga dapat
terganggu. Hal tersebut dapat meningkatkan resiko cedera.
Kelainan fungsional tubuh karena penurunan fungsi otak ini tandanya tidak selalu
disebabkan oleh kurangnya aliran darah otak. Tetapi tanda tersebut bisa karena hemiparase
seluruh tubuh, sensasi kepala terasa ringan, penurunan tingkat kesadaran, bingung serta
tinnitus.
Gangguan eliminasi kandung kemih dan usus lazim terjadi stroke dapat menyebabkan
kehilangan sebagian sensasi yang memicu eliminasi kandung kemih, menyebabkan sering
berkemih, urgensi berkemih, atau inkontinensia. Pengendalian kandung kemih bisa berubah
karena adanya dari gangguan kognitif. Perubahan eliminsi usus lazim terjadi, akibat dari
perubahan LOC, imobilitas, dan dehidrasi.
2.1.9 Pemeriksaan penunjang
1. CT Scan (Computer Tomografi Scan)
Pembidaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan
biasanya didapatkan hiperdensfokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar
ke permukan otak.
6
2. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri
adanya titik okulasi atau raftur.
3. Magnatik Resonan Imaging (MRI)
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
4. Ultrasonografi Dopler
5. Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
6. Elektro Encephalografi
7
beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali perhari,
tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah
kontraktur terutama pada bahu, siku dan mata kaki.
8
kriteria/hasil yang diharapkan bagi klien dan merencanakan intervensi keperawatan. Dari
pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa dalam membuat perencanaan perlu
mempertimbangkan tujuan, kriteria yang diperkirakan/diharapkan, dan intervensi
keperawatan (Andarmoyo, 2013). Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien
stroke non hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik berdasarkan Nursing Interventions
Classification (NIC) (Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2013) yakni: a. Terapi
latihan: ambulansi
1. Kaji tingkat kemampuan pasien dalam mobilisasi
Mengkaji tingkat kemampuan pasien dalam mobilisasi bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan pasien dalam melakukan mobilisasi. Mobilisasi merupakan
kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi
kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian(Mubarak, 2008). Mobilisasi dibagi
menjadi dua yakni mobilisasi penuh dan mobilisasi sebagian. Mobilisasi Penuhyakni dapat
bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan menjalankan
peran sehari-hari.Mobilisasi Sebagianyakni bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu
bergerak dengan bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada
area tubuhnya.
2. Monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan dan melihatrespon pasien saat latihan
Pemeriksaan tanda vital terdiri dari pemeriksaan: tekanan darah, frekuensi nadi,
respirasi dan suhu. Rasionalnya pemeriksaan vitalsignsberguna dalam mendeteksi atau
pemantauan masalah medis.Tekanan darah merupakan kekuatan darah mendorong dinding
arteri. Setiap kali jantung berdetak memompa darah melalui arteri ke seluruh tubuh. tekanan
darah normal seseorang dipengaruhi oleh usia, dan aktivitas fisik yang dilakukan.Karena itu
pemeriksaan tekanan darah dilakukan ketika beristirahat paling tidak sekitar 15 menit setelah
melakukan suatu aktifvitas fisik.Tekanan darah normal yaitu 120/80 MmHg, suhu tubuh
normaldapat berkisar antara36,5⁰C -37,2⁰C, denyut nadi norma luntuk orang dewasa sehat
berkisar 60-100 denyut per menit. Denyut nadi dapat meningkat dengan olahraga, penyakit,
cedera, dan emosi. Tingkat Respirasi adalah jumlah pernapasan seseorang per menit. Ketika
memeriksa pernapasan penting juga diperhatikan apakah seseorang memiliki kesulitan
bernapas. Pernafasan normaluntuk orang dewasa sehat antara 12-20 kali per menit. Selain itu
dilakukan observasi terhadap respon pasien saat dilakukannya terapi.
3. Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahanyang aman kepada klien dan keluarga
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca operasi
maupun stroke dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan
9
mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Asmadi, 2008). Menurut
Asmadi (2008) manfaat ambulasi adalah mencegah dampak immobilisasi. Jenisjenis
ambulansiyakniduduk diatas tempat tidur, duduk ditepi tempat tidur, memindahkan pasien
dari tempat tidur ke kursi, membantu berjalan, memindahkan pasien dari tempat tidur ke
brancard, melatih berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan. Mengajarkan tenik
ambulansi dan perpindahan yang aman kepada pasien dan keluarga dapat dilakukan dengan
cara menjelaskan prosedur yang aman saat melakukan ambulansi, pemasangan pengaman
kedua sisi tempat tidur. 4. Berikan alat bantu jika pasien membutuhkan
Saat melakukan mobilisasi jika pasien mengalami kesulitan atau membutuhkan bantuan
dapat diberikan alat bantu untuk mempermudah pasien dalam melakukan mobilisasi. Alat-alat
dalam pelaksanaan ambulansi yakni ada kruk, canes (tongkat), dan walkers. Krukadalah alat
yang terbuat dari logam atau kayu dan digunakan permanen untuk meningkatkan mobilisasi
serta untuk menopang tubuh dalam keseimbangan pasien. Misalnya: Conventional,
Adjustable dan lofstrand. Canes(tongkat) yaitu alat yang terbuat dari kayu atau ogam setinggi
pinggang yang digunakan pada pasien dengan lengan yang mampu dan sehat. Meliputi
tongkat berkaki panjang lurus (single stightlegged) dan tongkat berkaki segi empat (quad
cane). Walkersyaitu alat yang terbuat dari logam mempunyai empat penyangga yang kokoh
digunakan pada pasien yang mengalami kelemahan umum, lengan yang kuat dan mampu
menopang tubuh.
5. Ajarkan pasien begaimana merubah posisi dan memberikan bantuan jika diperlukan.
Mengajarkan pasien bagaimana cara untuk merubah posisi sesuai dengan prosedur yang
aman dan membantu jika pasien mengalami kesulitan saat melakukan perubahan posisi.
10
bagian yang di curigai mengalami proses penyakit, Melakukan ROM harus sesuai waktunya.
Misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah di lakukan.
Leher
Bahu
Pergelangan Tangan
Jari-jari Tangan
11
Ibu Jari
Kaki
Jari-jari Kaki
12
pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2010). Evaluasi terhadap asuhan keperawatan pada pasien
stroke non hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik yaitu setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 kali 24 jam dengan Nursing Outcome Classification (NOC)
(Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson, 2016): a. Pergerakan sendi : aktif
b. Tingkat mobilitas
c. Perawatan diri : ADLs
d. Kemampuan berpindah
Kriteria hasil :
1. Peningkatan aktivitas fisik pasien
2. Pasien mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3. Pasien mampu memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
4. Mampu mempragakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker)
13
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, Andra Saferi & Putri, Yessie Mariza, 2013, Keperawatan Medikal Bedah,
Brunner & Suddarth, 1997, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Jakarta : EGC
Doengoes, Marilyn E. dkk, 2001. Buku Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3,Jakarta: EGC
Dourman, 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Medah Vol 3 Edisi 8.Jakarta : EGC
Friedman, Marylin M. 1998, Family Nursing Theory And Pratice. Alih Bahasa Ina, Debora
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk, 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta :Salemba
Medika
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2000, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
14
Penyakit Edisi: 4 Buku 2, Jakarta : EGC
15
16