Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

CVA ICH

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners

Di Ruang Poli Onkologi RSSA MALANG

OLEH :

Andika Zenif Fajar Fauji

1520007

KELOMPOK 12

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROFESI NERS

STIKKES KEPANJEN

MALANG

2019
TINJAUAN TEORI

1. Pengertian
Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak
sebagai akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala
sesuai dengan daerah otak yang terganggu (WHO, 1989).
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem
suplai arteri otak ( Sylvia A. Price, 2006 )
Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh
tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga
suplai darah ke otak berkurang (Smltzer & Bare, 2005).
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.
(Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak sehingga
menyebabkan perdarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi
saraf (Haryono, 2002)
Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,
mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek. Keadan
penderita stroke hemoragik umumnya lebih parah. Kesadaran umumnya
menurun.Mereka berada dalam keadaan somnolen, osmnolen, spoor, atau koma pada
fase akut.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler (Widjaja,
1994).
Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah suatu
sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak (Gilroy,
2000).
2. Etiologi
a. Perdarahan serebri
Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat seseorang
sedang aktif bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik volunter karena
perdarahannya biasanya terjadi di arteri dalam (arteri cerebri) yang berdekatan
dengan ganglia basalis dan kapsula interna. Gangguan yang terjadi pada PIS
biasanya adalah paralisis dan kerusakan korteks motorik.
Beberapa penyebab Perdarahaan Intra Serebrum (PIS):
1) Perdarahan intracerebrum hipertensif
2) Perdarahan subaraknoid (PSA)
 Ruptura aneorisma sakular (berry)
 Ruptura malformasi arteriovena (MAV)
 Trauma
Pardarahan Subarakhnoid (PSA) memiliki dua kausa utama: ruptur suatu
aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif dan
ekstravasi darah ke dalam ruang subaraknoid lapisan meningen dapat
berlangsung cepat. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa empat
penyulit dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan mortalitas “tipe
lambat” yang dapat terjadi lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit
tersebut adalah:
 Vasopasme reaktif disertai infark
Sekitar 3 sampai 12 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak
(kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati seperti pada
stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke
iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh,
kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi
terganggu.
 Ruptur ulang
Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur ulang atau
perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa pasca
perdarahan dini.
 Hiponatremia
 Hidrosefalus
Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subarachnoid dapat
membeku. Darah beku ini dapat mengganggu aliran cairan serebrospinal
yang terletak di sekitar otak. Akibatnya,darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus akan menyebabkan
gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-
muntah dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian (Sylvia A. Price
dan Wilson, 2006).
3) Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4) Perdarahan akibat tumor otak
5) Infark hemoragik
6) Perdarahan sistemik termasuk terapi antigulan.
b. Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka
penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme.
Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami
perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995).
c. Aterosklerosis (trombosis)
40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis.
Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri
besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel
ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal sehingga lumen
pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut.
d. Embolisme
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga
masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung,
jarang terjadi berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap
batang otak dapat mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat
bagian-bagian yang sempit.
e. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
 Trombosis sinus dura
 Diseksi arteri karotis atau vertebralis
 Vaskulitis sistem saraf pusat
 Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
 Kondisi hyperkoagulasi
 Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
 Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
 Miksoma atrium.

3. Faktor risiko
Faktor risiko adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk terjadinya suatu
penyakit (Fletcher dkk, 1992). Faktor risiko stroke dikelompokan menjadi dua, yaitu
faktor-faktor yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah (Bustami, 2007).
Penjabaran faktor risiko tersebut sebagai berikut (Sacco dkk, 1996).
a. Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah :
 Umur
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari
stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko
stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun
 Seks
Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian
menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke.
Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan pada wanita. Tetapi serangan stroke
pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup lebih
tinggi. Sementara, wanita lebih berpotensi terserang stroke pada usia lanjut
hingga kemungkinan meninggal karena penyakit itu lebih besar.
 Keturunan, sejarah stroke dalam keluarga
Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan
antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat
pada bentuk pembuluh darah, gaya dan pola hidup keluarga dapat mendukung
risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan
faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke
lainnya.
b. Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah:
 Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan
penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat
hingga enam kali lipat dibandingkan orang yang bebas hipertensi. Sekitar 40-
90% penderita stroke ternyata mengidap hipertensi sebelum terkena stroke.
Secara medis, tekanan darah di atas 140—90 tergolong dalam penyakit
hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan risiko stroke
menurun seiring dengan pertambahan umur. Pada orang berusia lanjut, faktor
lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke. Pada seorang
yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90,
menyamai risiko stroke pada seorang yang menderita hipertensi. Sejumlah
penelitian menunjukkan, obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi risiko
stroke sebesar 38% dan pengurangan angka kematian akibat stroke sebesar
40%.
 Diabetes mellitus
Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes meningkatkan
risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat
berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu
untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh
darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
 Penyakit jantung
Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua
kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya
normal. Penyakit Arteri koroner → Indikator kuat kedua dari keberadaan
penyakit difusvaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi
mural karena Miocardiofarction. Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung
hipertensi → Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke. Fibrilasi
atrial → Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial karena penyakit
jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali. Lainnya →
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,seperti prolaps
katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum
atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
 Karotis bruits
Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun risiko
untuk stroke secara umum dan tidak untuk stroke khusus dalam distribusi arteri
dengan bruit.
 Merokok
Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi menunjukkan bahwa
merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin. Tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok
yang dihisap. Penghentian merokok mengurangi risiko.

 Peningkatan hematokrit
Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit melebihi
55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah
merah, plasma protein terutamanya fibrinogen memainkan peranan penting.
Ketika viskositas meningkat hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau
paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala,
kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena
retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat
terjadi.
 Peningkatan tingkat fibrinogen dan kelainan sistem pembekuan
Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik.
Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan
kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
 Hemoglobinopathy
Sickle-cell  disease → Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena
kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria → Dapat berakibat trombosis
v.serebral.
 Penyalahgunaan obat
Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines,
norepinefrin , LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah
vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar,
atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah
hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi. Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
 Hiperlipidemia
Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit
jantung koroner, namun hubungannya dengan stroke kurang jelas. Peningkatan
kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis,
khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia
menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas
antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
 Kontrasepsi oral Pil
KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada wanita
muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak
dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkatkan koagulasi karena
stimulasi estrogen tentang produksi protein liver atau jarang penyebab
autoimun.
 Diet
Konsumsi alkohol → Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek
pada tekanan darah, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan
perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan → Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan stroke. Asosiasi dengan stroke
dapat dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat
relatif lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik
infark otak berikutnya.
 Penyakit pembuluh darah perifer
Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
 Infeksi
Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui pengembangan
perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular
dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
 Homosistinemia atau homosistinuria
Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke di usia
muda adalah 10-16%.
 Stres
Hampir setiap orang
pernah mengalami
stres. Stres
psiokososial dapat
menyebabkan depresi.
Jika depresi
berkombinasi dengan
faktor risiko lain
(misalnya,
aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya
stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.

4. Patofisiologi
5. Klasifikasi
a. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu
1) Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid.Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu.Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.

Stroke Haemorhagi merupakan perdarahan serebral dan mungkin


perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya
menurun. Stroke Haemorhagi dibagi dua, yaitu:
 Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan
TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi
sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum.
 Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan
cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19).
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik,
afasia, dll) (Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk
dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang
mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5
hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
 Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid
(PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

2) Stroke Non Haemorhagic


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadisaat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak
terjadiperdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnyadapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.
b. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1) TIA ( Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilangdengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2) Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau
beberapa hari.
3) Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang

6. Patofisologi
7. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain;
 Nyeri kepala akut dan terasa berat,
 leher bagian belakang kaku,
 muntah,
 penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma
 Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami
seizure/kejang tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral
 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan besar
dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal
dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai
ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau
mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey,
1997; Smletzer & Bare, 2005).

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
b. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan
pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas
c. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/
luas terjadinya perdarahan otak.
e. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
f. EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
g. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis yang dapat
menjadi factor risiko stroke hemoragik
 Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan bakar untuk
metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu rendah maka
akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak
 Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yg disuplai ke jaringan otak sbg sumber
metabolisme
 Pemeriksaan serum elektrolit

 Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)


Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi risiko stroke hemoragik
 Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan pencetus
stroke hemoragik

9. Penatalaksanaan
a. Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
 Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi.
 Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
 Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
 Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
b. Pengobatan Konservatif
 Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
 Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
 Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
c. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
 Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
 Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
 Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

10. Pengkajian Keperawatan


Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E.
Doenges et al, 1998)
a. Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
b. Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark
tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak
kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
(Hendro Susilo, 2000)
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
(Harsono, 1996)
g. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan
sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan
kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
3) Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
4) Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah. Tanda yang muncul
adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia) dan terjadi
kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran
(Doengoes, 1998, 2000: 290)
5) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot

h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
 Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
 Suara bicara: kadang mengalami gangguan : sukar dimengerti, tidak bisa
bicara
 Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
2) Pemeriksaan integumen
 Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
 Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
 Rambut : umumnya tidak ada kelainan
3) Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala : bentuk normocephalik
 Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
 Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
4) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas. Merokok merupakan resiko.
5) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
7) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi
 Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis
VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa
pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
 Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama,
refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
 Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
 Pemeriksaan refleks : Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahuli dengan refleks patologis.
 Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah,
afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf M., 1999, Doengoes, 2000: 291)

11. Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme
serebral, edema serebral
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan
tingkat kesadaran, penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuan mengeluarkan
sekret
c. Gangguan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia
d. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan kontrol, nyeri, depresi
e. Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakan sirkulasi serebral, kehilanga tonus otot
fasial ketidakmampuan berbicara

12. Intervensi Keperawatan


a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme
serebral, edema serebral
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, ketidakefektifan
perfusi jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil :
No Kriteria Score
1 Tekanan systole dan diastole dbn 5
2 Tidak ada ortostatikhipertensi 5
3 Komunikasi jelas 5
4 Menunjukkan konsentrasi dan orientasi 5
5 Pupil seimbang dan reaktif 5
6 Bebas dari aktivitas kejang 5
7 Tidak mengalami nyeri kepala 5

NIC :
 Monitor TTV
 Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman, kesimetrisan dan reaksi
 Monitor adanya diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala
 Monitor level kebingungan dan orientasi
 Monitor tonus otot pergerakan
 Monitor tekanan intrkranial dan respon nerologis
 Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus
 Monitor status cairan
 Pertahankan parameter hemodinamik
 Tinggikan kepala 0-450 tergantung pada konsisi pasien dan order medis

b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan


tingkat kesadaran, penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuan mengeluarkan
sekret
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15x24 jam, menunjukkan
keefektifan jalan nafas dengan kriteria hasil:
No NOC Score
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas 5
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten 5
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor 5
penyebab
4. Saturasi O2 dalam batas normal 5
5. Foto thorak dalam batas normal 5

NIC :
 Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning.
 Berikan O2 ……l/menit
 Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
 Berikan bronkodilator
 Monitor status hemodinamik
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
 Berikan antibiotik
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
 Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret
 Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction,
Inhalasi.

c. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi


restriktif (imobilisasi)
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, terjadi
peningkatan mobilisasi dengan kriteria hasil:
No NOC Score
1. ROM aktif / pasif meningkat 5
2. Perubahan posisi adekuat 5

NIC :
 Kaji kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisik
 Jelaskan kepada klien dan keluarga manfaat latihan
 Kaji lokasi nyeri/ketidaknyamanan selama latihan
 Jaga keamanan klien
 Bantu klien utk mengoptimalkan gerak sendi pasif manpun aktif
 Beri reinforcement ppositif setipa kemajuan
 Ukur TTV sebelum sesudah latihan

Daftar Pustaka

 Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Jakarta, EGC.
 Carpenito Linda Juall. 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Jakarta
EGC.
 Depkes RI. 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta, Diknakes.
 Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
 Hudak C.M.,Gallo B.M. 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI,
Volume II, Jakarta, EGC.
 Price S.A., Wilson L.M. 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 4, Buku II, Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai