Anda di halaman 1dari 31

Case Report Session

STROKE HEMORAGIK

Oleh :
Winarti Rimadhani 1840312257

Preseptor :
dr. Marsal, Sp. S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD ADNAAN WD PAYAKUMBUH
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke adalah gangguan fungsi saraf otak yang timbul secara mendadak (beberapa
detik atau secara cepat / beberapa jam) dengan gejala atau tanda sesuai dengan daerah
yang terganggu, sehingga dapat menimbulkan defisit neurologis atau kematian.
Penderita stroke dapat mengalami keterbatasan fungsi organ (impairment) seperti
hemiparesis, afasia, disartria, disfagia, dan lain sebagainya sehingga menyebabkan
ketidakmampuan (disability) berjalan, berpakaian, berkomunikasi, dan lain-lain.
Kondisi ini menyebabkan keterbatasan peran sosial pada penderita stroke, didefinisikan
sebagai terganggunya kemampuan aktualisasi diri untuk berperan secara sosial, budaya,
dan ekonomi dalam keluarga, seperti tidak dapat berperan sebagai ayah atau tidak dapat
bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.4
Pada tahun 2012, stroke merupakan penyebab nomor dua kematian secara global
setelah penyakit jantung dengan prevalensi 11,9.4 Angka kematian dan kecacatan akibat
stroke pada tahun 1990 – 2010 mengalami peningkatan yakni masing-masing sebesar
26% dan 19%.1 Kasus stroke menjadi urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian
setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara
berkembang berkontribusi sebesar 85,5% dari total kematian akibat stroke diseluruh
dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.
Penderita stroke baru terdapat sekitar 13 juta penduduk setiap tahun, dimana 4,4 juta
diantaranya meninggal dalam 12 bulan.4
Prevalensi stroke di Indonesia tahun 2007 menunjukkan angka 8,3 per 1000
penduduk. Namun pada tahun 2013 prevalensinya meningkat menjadi 12,1 per 1000
penduduk. Prevalensi stroke diberbagai provinsi di Indonesia rata-rata mengalami
peningkatan pada tahun 2013 bila dibandingkan dengan tahun 2007.5 Berdasarkan
penelitian didapatkan bahwa insiden stroke adalah 200 per 100.000 penduduk. Angka
ini dapat dibagi berdasarkan kelompok usia. Pada kelompok usia 35 – 44 tahun
insidennya 0,2 %; kelompok usia 45 – 54 tahun 0,7%; kelompok usia 55 – 64 tahun
1,8%; kelompok usia 65 – 74 tahun 2,7%; kelompok usia 75 – 84 tahun 10,4%; dan
kelompok usia 85 tahun keatas 13,9%.3
Seseorang dapat menderita stroke apabila terpapar faktor risiko penyebab timbulnya
stroke. Adapun faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stroke dibagi menjadi
2 kelompok, yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang
2
dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis
kelamin, riwayat stroke dalam keluarga, dan adanya riwayat stroke sebelumnya.
Beberapa faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi yaitu hipertensi (25-40%),
kurang aktivitas fisik (25%), obesitas (25%), diabetes melitus, dislipidemia, riwayat
penyakit jantung, dan merokok.2

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan case report ini bertujuan uuntuk mengetahui dan memahami menegenai
kasus stroke hemoragik.

1.3 Manfaat Penulisan


Menambah wawasan pengetahuan penulis dan pembaca mengenai stroke
hemoragik serta temuan dalam kasus pada pasien.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan case report ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk pada
berbagai literature

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stroke Hemoragik
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah sindrom klinis yang
ditandai dengan adanya defisit neurologis serebral fokal atau global yang berkembang
secara cepat dan berlangsung selama minimal 24 jam atau menyebabkan kematian
mendadak disebabkan oleh kelainan vaskular, baik perdarahan spontan pada otak
(stroke hemoragik) maupun suplai darah yang inadekuat pada bagian otak (stroke
iskemik) sebagai akibat aliran darah yang rendah, trombosis, atau emboli yang
berkaitan dengan penyakit pembuluh darah (arteri dan vena), jantung, dan darah.4
Stroke hemoragik terjadi akibat kelemahan struktur pembuluh darah otak yang
menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak. Darah menumpuk dan menekan
jaringan otak yang berada disekitarnya.1 Stroke ini dapat dibagi berdasarkan lokasi lesi
di otak. Tipe pertama adalah perdarahan intrakranial, yaitu terjadinya ekstravasasi
darah dalam jaringan otak (parenkim). Paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang
dipicu oleh hipertensi dan ruptur dari salah satu arteri kecil yang menembus ke dalam
jaringan otak yaitu di basal ganglia kapsula interna. Tipe kedua adalah perdarahan
subaraknoid, yaitu terjadinya ekstavasasi darah diruang subaraknoid. Jenis ini memiliki
2 kausa utama yaitu ruptur aneurisma sakular yang sebagian besar terletak disirkulasi
Willisi dan malformasi arteriovenous.2
Klasifikasi stroke berdasarkan penyebab adalah:5
1. Stroke iskemik atau stroke non hemoragik, berupa TIA, trombosis dan
emboli.
2. Stroke hemoragik, terdiri atas:
- Perdarahan Intra Serebral (PIS)
- Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Faktor resiko terjadinya stroke di bagi atas;6
1. Yang tidak dapat di ubah, seperti; usia, jenis kelamin, ras, riwayat
keluarga, riwayat TIA atau stroke sebelumnya, penyakit jantung
koroner, fibrilasi atrium.
2. Yang dapat di ubah, seperti hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
penyalahgunaan obat dan alkohol, kontrasepsi oral, hematokrit yang
meningkat, bruit karotis asimtomatis, hiperurisemia dan
dislipidemia.
4
Gambar 1. Pembagian stroke hemoragik
1. Hipertensi
Merupakan faktor resiko yang potensial, karena pada hipertensi dapat
meyebabkan pecahnya atau menyempitnya pembuluh darah otak. Jika pembuluh
darah otak pecah maka terjadi perdarahan dan jika menyempit akan menyebabkan
penurunan aliran darah ke otak sehingga sel otak dapat mengalami kematian.6,13
2. Diabetes mellitus
Pada pasien diabetes mellitus akan terjadi penebalan dinding pembuluh darah
otak yang berukuran besar. Hal ini jelas akan mengganggu aliran darah otak , yang
pada akhirnya menyebabkan infark sel otak. 6,13
3. Penyakit Jantung
Penyakit jantung koroner dengan infark jantung, penyakit jantung rematik, dan
gangguan irama jantung dapat menimbulkan GPDO dengan jalan menimbulkan
hambatan aliran darah ke otak, karena jantung melepaskan gumpalan darah atau sel-
sel jaringan yang mati ke dalam aliran darah yang disebut emboli.6,13
4. Hiperkolesterolemia
Tingginya kadar kolesterol LDL dengan rendahnya HDL dapat meningkatkan
terjadinya aterosklerosis, penebalan dinding pembuluh darah yang diikuti dengan
penurunan elastisitas pembuluh darah, akibatnya terjadi gangguan aliran darah
otak.6,13
5
5. Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsenterasi fibrinogen. Hal ini akan
memudahkan terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan
viskositas pembuluh darah, yang akhirnya mempengaruhi aliran darah ke otak.
Selain itu, merokok dapat menyebabkan resiko infark jantung.6,13
6. Lain-lain, diantaranya obesitas, peningkatan asam urat, penyakit paru, dan
penyakit darah.

2.1.1 Perdarahan Subarachnoid (PSA)


Perdarahan subaraknoid (PSA) menduduki 7-15% dari seluruh kasus GPDO.
Insiden PSA di negara maju sebesar 10-15 kasus setiap 100.000 penduduk. 62%
timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun, kejadian mati mendadak karena PSA
sebesar 2% dari seluruh kasus, sebagian besar (9%) terjadi pada umur dibawah 45
tahun. Pada AVM (Atrio Vena Malformasi) laki-laki lebih banyak dari perempuan.8
2.1.1.1 Definisi
Perdarahan subarkniod adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah kedalam
ruang subarknoid baik dari tempat lain (PSA sekunder) atau sumber perdarahan
berasal dari rongga subaraknoid itu sendiri (PSA primer).8

2.1.1.2 Klasifikasi
1. PSA spontan primer, yakni PSA yang bukan akibat trauma atau perdarahan
intraserebral.
2. PSA sekunder, yakni perdarahan yang berasal di luar subaraknoid
umpamanya dari perdarahan intraserebral atau dari tumor otak.9

2.1.1.3 Etiologi10
Perdarahan subaraknoid terjadi karena:
1. Pecahnya aneurisma, aneurisma tersebut biasanya kongenital dan 90% terjadi di
sekitar sirkulus willisi pada dasar otak:
 Arteri komunikans posterior
 Kompleks arteri komunikan anterior
 Arteri serebri media

6
 Aneurisma sedikit terdapat pada arteri oftalmika, sinus kavernosus, dan
arteri basilaris.
2. AVM (Arteri Vena Malformasi) yang pecah.
3. Hemangioma pecah
4. Sekunder terhadap perdarhan intraserebral.

2.1.1.4 Patofisiologi
Aneurisma hampir selalu terletak dipercabangan arteri, aneurisma itu
manifestasi akibat suatu gangguan perkembangan emrional, sehingga dinamakan
juga aneurisma sakular (berbentuk seperti saku) kongenital. Aneurisma berkembang
dari dinding arteri yang mempunyai kelemahan pada tunika medianya. Tempat ini
merupakan tempat dengan daya ketahanan yang lemah (lokus minoris resaistensiae),
yang karena beban tekanan darah tinggi dapat menggembung dan terbentuklah
aneurisma. Aneurismna dapat juga berkembang akibat trauma, yang biasanya
langsung bersambung dengan vena, sehingga membentuk ”shunt” arterivenous.
Apabila oleh lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan intraabdominal,
aneurisma intraserebral itu pecah, maka terjadilah perdarahan yang menimbulkan
gambaran penyakit yang menyerupai perdarahan intraserebral akibat pecahnya
aneurisma Charcot-Bouchard. Pada umumnya faktur presipitasi tidak jelas, oleh
karena tidak teringat oleh penderita.9

2.1.1.5 Tanda dan gejala klinik


Sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang mendadak dan hebat
sebenarnya sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya tidak
memperoleh perhatian sepenuhnya oleh penderita maupun dokter yang
merawatnya.11
- Rangsangan meningeal: Kaku kuduk Brudzinky, dll
- Nyeri kepala yang hebat dan mendadak, mual, muntah, fotofobia.
- Gangguan kesadaran bervariasi: ringan sampai koma
- Gejala motorik dan sensorik: sesuai lesi
- Keringat↑, mengigil, takikardi, stress ulcer
- Funduskopi: Edem papil 10%
- Sekitar perdarahan: Vasospasme>> iskemik>> infark

7
Peringkat klinis
Tingkat I : Asimtomatik
Tingkat II : Nyeri kepala hebat tanpa defisit neurologik kecuali paralisis nervus
kranialis
Tingkat III : Somnolen dan defisit ringan
Tingkat IV : Stupor, hemiparese/ hemiplegi, dan mungkin ada rigiditas awal dan
gangguan vegetatif
Tingkat V : Koma, rigiditas reserebrasi, dan kemudian meninggal dunia.

2.1.1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Darah, urin, feses rutin
2. Profil lipid
3. LP
4. CT Scan dengan kontras
5. MRI
6. Angiorafi

2.1.1.7 Penatalaksanaan
A. Terapi Umum
- Breathing : menjaga jalan nafas dengan memposisikan kepala
sedikit
ekstensi untuk mencegah lidah jatuh kebelakang, pemberian oksigen 2-3

liter/menit

- Brain : mengurangi edema (intake dengan output


diseimbangkan)
memenuhi intake cairan dengan pemberian isotonis, seperti asering

12jam/kolf, atasi gelisah dan kejang

- Bladder : pasang kateter untuk miksi dan mengetahui output


ureum.
- Bowel : memenuhi asupan makanan (diet rendah garam), kalori

dan
elektrolit

8
- Burn : demam diatasi dengan pemberian antiseptik

B. Terapi Khusus
- Analgetik
- Kortikosteroid IV dengan dosis rendah
- Antikonvulsan profilaks: perlu di pertimbangkan
- Anti hipertensi
- Anti fibrinolitik
- Antagonis calsium: anti iskemia dan anti vasokontriksi
- Operasi bila perlu

2.1.1.8 Komplikasi11
1. Perdarahan Ulang (Rekuren)
2. Hidrosefalus
3. Vasopasme
4. Edem serebri

2.1.1.9 Prognosis
Bergantung kepada:
1. Etiologi: lebih buruk pada aneurisma
2. Lesi tunggal/ multipel: aneurisma multipel lebih buruk
3. Lokasi aneurisma/ lesi: pada a. komunikan anterior dan a.serebri anterior lebih
buruk, karena sering perdarahan masuk ke intraserebral atau ke ventrikel
(perdarahan ventrikel)
4. Umur: prognosis jelek pada usia lanjut
5. Gejala: bila kejang memperburuk gejala /prognosis
6. Kesadaran: bila koma lebih dari 24 jam, buruk hasil akhrinya
7. Spasme, hipertensi, dan perdarahan ulang semuanya merugikan bagi prognosis.

2.1.2 Perdarahan Intra Serebral (PIS)


Perdarahan intraserebral (PIS) merupakan salah satu bagian dari stroke
hemoragik di samping perdarahan subaraknoidal (PSA). Perdarahan intraserebral
(PIS) meliputi 10% dari seluruh kasus gangguan peredaran darah otak (GPDO),

9
terjadi di hemisfer serebri (80%) dan batang otak serta serebelum (20%). Sebuah
penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa stroke hemoragik merupakan 8-13%
dari semua stroke di USA, 20-30% stroke di Jepang dan China. Sedangkan di Asia
Tenggara menurut penelitian stroke (Misbach, 1997) menunjukkan stroke
perdarahan 26% terdiri dari lobus 10%, ganglionik 9%, serebelar 1%, brain stem 2%,
dan perdarahan sub arachnoid 4%.12

2.1.2.1 Definisi dan Epidemiologi


Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah otak intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan
masuk ke dalam jaringan otak dan menyebabkan timbulnya tekanan intrakranial
sehingga terjadi penekanan pada struktur otak dan pembuluh darah otak secara
menyeluruh yang pada akhirnya akan terjadi kematian sel saraf sehingga timbul
klinis defisit neurologis.8
Usia rata-rata kejadian perdarahan intraserebral yaitu pada umur 55 tahun,
interval 40-75 tahun/ jenis kelamin. Insiden pada laki-laki sama dengan pada wanita.
Angka kematian 60-90 %.9

2.1.2.2 Etiologi9
Penyebab perdarahan intraserebral dibagi atas:
1. Perdarahan intraserebral primer
Perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif) disebabkan
oleh hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat
pecahnya pembuluh darah otak.
2. Perdarahan intraserebral sekunder
Perdarahan intraserebral sekunder (bukan hipertensif) terjadi antara lain akibat
anomali vaskular kongenital, koagulopati, tumor otak, vaskulopati non hipertensif
(amiloid serebral), vaskulitis, post stroke iskemik dan obat anti koagulan.
Di perkirakan hampir 50% penyebab perdarahan intraserebral adalah hipertensi
kronik, 25% karena anomali kongenital dan sisanya penyebab lain.
Faktor risiko untuk perdarahan intraserebral adalah hipertensi, kelainan jantung,
hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, obesitas, polisitemia vera, merokok, usia
lanjut, dan herediter.
Perdarahan intraserebral ini juga dicetuskan oleh stress fisik, emosi, peningkatan
tekanan darah mendadak yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah

10
intraserebral. Sekitar 80 % kasus terjadi pada orang sehat dalam keadaan aktif, 20 %
sisanya terdapat manifestasi yang mendahuluinya, seperti TIA atau stroke non-
hemoragik ringan.

2.1.2.3 Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan terjadinya perubahan patologik pada dinding
pembuluh darah arteriola berupa hipohialinosis dan nekrosis fibrinoid.
Kedua hal ini dapat melemahkan muskularis arteriol. Hipertensi yang terus
berlangsung akan mendesak dinding pembuluh darah yang lemah dan membuat
herniasi atau pecahnya tunika intima yang kemudian menjadi aneurisma atau terjadi
robekan-robekan. Hal ini meninbulkan perdarahan yang dapat berlanjut sampai 6
jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan
gejala klinik.
Jika perdarahan yang ditimbulkan ukurannya kecil maka massa darah hanya
dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan splitting”
tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya
fungsi-fungsi neurologis. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peninggian TIK, dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak
pada falx cerebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat di sebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada
sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, pons. Elemen-elemen vasoaktif
darah yang keluar serta cascade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi
menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya lebih
tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60cc, maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan
71% perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelal dengan volume
antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%. Volume darah 5
cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
2.1.2.4 Gejala Klinik
Secara umum gejala perdarahan pada otak adalah:
1. Sakit kepala, muntah, pusing, vertigo, dan gangguan kesadaran.
11
2. Defisit neurologis tergantung lokasi perdarahan
3. Bila perdarahan kapsular maka ditemukan: hemiparese kontralateral,
hemiplegkoma.
4. Defisit hemisensorik
5. Hemiparese atau hemiplegi kontralateral
6. Afasia, anosmia, dan mutisme bisa mengenai hemisfer yang dominant
2.1.2.5 Pemeriksaan Rutin
 Kimia darah : GDR, ureum, kreatinin
 Urin lengkap : protein, reduksi, sediment, bilirubin, urobilin, keton
 Pemeriksaan elektrolit: natrium, kalium, klorida
 Analisa gas darah : PCO2, PO2
 Profil lipid : kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL, trigliserida
 Elektrokardiografi

2.1.2.6 Pemeriksaan Penunjang


 Rontgen thorak
 CT-Scan / MRI
 Ekokardiografi

2.1.2.7 Penatalaksanaan
1. Terapi umum : 6B
a. Breathing
b. Brain
c. Bladder
d. Bowel
e. Burn

2. Terapi khusus.
a. Anti edem.
Manitol 20% bolus 1 gr/ kg berat badan dalam 20-30 menit, dilanjutkan dengan
dosis 0,25-0,5 gr/kgBB/jam sampai maksimal 48 jam. Target osmolaritas 300-320
mosm/l atau dengan gliserol 10 % 10 ml/kgBB IV. Pemberian steroid tidak diberikan
secara rutin, bila ada indikasi harus diikuti dengan pengamatan yang cepat.
b. Obat homeostasis:

12
Transamic acid 6 gram/hari IV ( 2 minggu), berperan sebagai anti inflamasi
dan mencegah peradangan ulang.
c. Anti hipertensi
Bila tekanan darah systole > 230 mmHg atau tekanan darah diastolik > 40
mmHg diberikan : Nikardipin 5-15 mg/ jam infus kontiniu atau Diltiazem 5-40
mg/kg BB/menit infus kontinyu. Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan
sistolik 105-140 mmHg, atau tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg berikan :
Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit ulangi atau gandakan setiap 10 menit
sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis awal bolus diikuti oleh Labetalol drip
2-8 mg /menit atau Nikardipin 5- 15 mg/ jam infuse kontinyu Diltiazem 5-40
mg/kg/menit infuse kontiniyu atau Nimodipin. Bila tekanan darah sistolik <180
mmHg atau tekanan diastole < 105 mmHg, tangguhkan pemberian obat anti
hipertensi.
d. Bila terdapat kejang diatasi sementara dengan Diazepam IV perlahan atau
dengan antikonvulsan yang lain.
e. Neurotropik agent : Piracetam 4 x 300 mg.
f. Tindakan bedah
Dilakukan dengan pertimbangan usia atau skala Glasgow > 4, atau hanya
dilakukan dengan : perdarahan serebelum dengan diameter lebih dari 3 cm dilakukan
kraniotomi dekompresi, hidrosepalus akut akibat perdarahan intra ventrikel atau
serebelum dapat dilakukan VP shunting, perdarahan lobus diatas 60 cc dengan
tanda- tanda peningkatan tekanan intrakranial akut disertai dengan ancaman herniasi.
g. Rehabilitasi
Penderita perlu perawatan lanjutan secara intensif dan di mobilisasi sesegera
mungkin bila klinis neorologis dan hemodinamik stabil. Perubahan posisi badan dan
ektemitas setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus.

13
BAB 3
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny. U
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 69 tahun
Alamat : Tanjung Haro Padang Panjang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Allo dan Autoanamnesis :


Seorang pasien perempuan, umur 69 tahun dirawat di Ruang Rawat Inap
Dahlia RSUD Adnaan WD Payakumbuh dengan:

Keluhan Utama :
Penurunan Kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang :


● Penurunan kesadaran sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit, terjadi secara
tiba-tiba setelah dari kamar mandi, kemudian pasien tidak menyahut saat
dipanggil kelurga dan pasien tidak bisa membuka mata.
● Tampak kelemahan anggota gerak kiri
● Muntah ada, frekuensi 2x berisi apa yang dimakan, muntah tidak
menyemprot.
● Nyeri kepala saat onset ada. Sudah dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit.
● Demam tidak ada.
● Kejang tidak ada.
● Batuk tidak ada.
● Sesak nafas tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu :


● Riwayat menderita penyakit stroke tahun 2017, pasien dirawat di RSUD
Adnaan WD selama 4 hari, saat pulang masih bisa beraktivitas ringan

14
dengan berjalan menyeret kaki kiri. Pasien rutin control 1x1 minggu selama
2 bulan
● Riwayat menderita penyakit hipertensi sejak ± 5 tahun yang lalu, TDS
tertinggi 180 mmHg, kontrol tidak teratur.
● Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada
● Riwayat menderita penyakit jantung tidak ada
Riwayat penyakit keluarga :
 Riwayat penyakit stroke ada, ibu pasien
● Riwayat menderita penyakit hipertensi, diabetes dan penyakit jantung tidak
ada
Riwayat pribadi dan sosial :
● Pasien seorang ibu rumah tangga, aktivitas harian ringan – sedang
● Riwayat merokok tidak ada, konsumsi alkohol tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK
Umum
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Somnolen (E3M3V3=9)
Kooperatif : (-)
Nadi/ irama : 64x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Tekanan darah : 210/100 mmHg (IGD) 150/80 mmmHg (ruang rawatan)
Suhu : 36,7 oC
Keadaan gizi : baik
Tinggi badan : 148 cm
Berat badan : 56 kg
Turgor kulit : baik
Kulit dan kuku : anemis tidak ada, sianosis tidak ada
Kelenjar getah bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB

15
Torak
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas tidak ada
Palpasi : gibus tidak ada
Status neurologikus
1. Tanda rangsangan selaput otak
● Kaku kuduk : tidak ada
● Brudzinsky I : tidak ada
● Brudzinsky II : tidak ada
● Tanda Kernig : tidak ada
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
● Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek kornea +/+
● Muntah proyektil tidak ada
3. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Sulit dinilai Sulit dinilai

16
Objektif (dengan bahan) Sulit dinilai Sulit dinilai

N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Sulit dinilai Sulit dinilai
Lapangan pandang Sulit dinilai Sulit dinilai
Melihat warna Sulit dinilai Sulit dinilai
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata ortho ortho
Ptosis Sulit dinilai Sulit dinilai
Gerakan bulbus Sulit dinilai Sulit dinilai
Strabismus Sulit dinilai Sulit dinilai
Nistagmus Sulit dinilai Sulit dinilai
Ekso/endotalmus (-) (-)
Pupil
● Bentuk Bulat Bulat
● Refleks cahaya Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
● Refleks akomodasi Sulit dinilai Sulit dinilai
● Refleks konvergensi Sulit dinilai Sulit dinilai

N. IV (Trochlearis)
Kanan
Gerakan mata ke bawah Sulit dinilai Sulit dinilai
Sikap bulbus Sulit dinilai Sulit dinilai
Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai

N. VI (Abdusen)

17
Kanan
Gerakan mata ke lateral Sulit dinilai Sulit dinilai
Sikap bulbus Sulit dinilai Sulit dinilai
Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai

N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
● Membuka mulut Sulit dinilai Sulit dinilai
● Menggerakkan rahang Sulit dinilai Sulit dinilai
● Menggigit Sulit dinilai Sulit dinilai
● Mengunyah Sulit dinilai Sulit dinilai
Sensorik
● Divisi oftalmika
- Refleks kornea (+) (+)
- Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai
● Divisi maksila
- Refleks masetter (+) (+)
- Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai
● Divisi mandibular
- Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai

N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah kerut datar
Sekresi air mata Sulit dinilai Sulit dinilai
Fisura Palpebra Sulit dinilai Sulit dinilai
Menggerakkan dahi Sulit dinilai Sulit dinilai
Menutup mata Sulit dinilai Sulit dinilai
Mencibir/ bersiul Sulit dinilai
Memperlihatkan gigi Sulit dinilai Sulit dinilai
Sensasi lidah 2/3 depan Sulit dinilai Sulit dinilai

18
Hiperakusis Sulit dinilai Sulit dinilai

N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Detik arloji Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Rinne tes Tidak bisa dinilai
Weber tes Tidak bisa dinilai
Schwabach tes Tidak bisa dinilai
- Memanjang
- Memendek
Nistagmus Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Pengaruh posisi kepala Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Sulit dinilai
Refleks muntah (Gag Rx) Sulit dinilai

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Sulit dinilai
Uvula Sulit dinilai
Menelan Sulit dinilai
Suara Sulit dinilai
Nadi Regular

19
N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Sulit dinilai Sulit dinilai
Menoleh ke kiri Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengangkat bahu kanan Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengangkat bahu kiri Sulit dinilai Sulit dinilai

N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Sulit dinilai
Kedudukan lidah dijulurkan Sulit dinilai
Tremor Sulit dinilai
Fasikulasi Sulit dinilai
Atropi Sulit dinilai

4. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan Sulit dinilai Tes jari hidung Sulit dinilai
Romberg tes Sulit dinilai Tes hidung jari Sulit dinilai
Rebound phenomen Sulit dinilai Supinasi-pronasi Sulit dinilai
Test tumit lutut Sulit dinilai

5. Pemeriksaan fungsi motorik


a. Badan Respirasi Teratur
Duduk (-)
b. Berdiri dan berjalan Gerakan spontan (-)
Tremor (-)
Atetosis (-)
Mioklonik (-)
Khorea (-)

c. Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri

20
Gerakan (+) (-) (+) (-)
Kekuatan 555 333 555 333
Tropi eutrofi eutrofi eutrofi eutrofi
Tonus eutonus eutonus eutonus eutonus

6. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil Sulit dinilai
Sensibilitas nyeri Sulit dinilai
Sensiblitas termis Sulit dinilai
Sensibilitas kortikal Sulit dinilai
Stereognosis Sulit dinilai
Pengenalan 2 titik Sulit dinilai
Pengenalan rabaan Sulit dinilai

7. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)
Berbangkis (+) (+) Triseps (++) (++)
Laring (+) (+) KPR (++) (++)
Masetter (+) (+) APR (++) (++)
Dinding perut Bulbokvernosus
● Atas (+) (+) Cremaster
● Tengah (+) (+) Sfingter Baik
● Bawah (+) (+)
b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Lengan Babinski (-) (-)
Hoffmann- (-) (-) Chaddocks (-) (-)
Tromner
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)

21
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
8. Fungsi otonom
- Miksi : Sulit dinilai
- Defekasi : Sulit dinilai
- Sekresi keringat: Sulit dinilai
9. Fungsi luhur
Kesadaran Tanda Dementia
Reaksi bicara Sulit dinilai Reflek glabela Sulit dinilai
Fungsi intelek Sulit dinilai Reflek snout Sulit dinilai
Reaksi emosi Sulit dinilai Reflek menghisap Sulit dinilai
Reflek memengang Sulit dinilai
Reflek palmomental Sulit dinilai

Skor Siriraj
Kriteria Temuan Skor Hasil
(S) Kesadaran Somnolen 1 (2,5x1) + (2x1) +
(M) Muntah Ya 1 (2x1) + (0,1x100)
(N) Nyeri Kepala Ya 1 – (3x1) – 12 = 1,5
(D) TD diastolik MmHg 100 (PIS)
(A) Ateroma Hipertensi 1

Pemeriksaan laboratorium
Darah Rutin :
19-07-2019
Hb : 12,8 gr/dl
Ht : 37 %
Leukosit : 13.900/mm3
Trombosit : 268.000/mm3

22
Kimia darah :
19-07-2019
Ureum : 43.0 mg/dl
Kreatinin : 0.8 mg/dl
Na/K/Cl : 130/3,6/101

Pemeriksaan tambahan
● EKG

23
● Rontgen Thorax

24
● Brain CT Scan

Diagnosis:
Diagnosis Klinis : Penurunan Kesadaran (Somnolen) + Hemiparese sinistra
+ Parese n. VII sinistra tipe sentral
Diagnosis Topik : Hemisfer serebri dextra
Diagnosis Etiologi : Perdarahan Intraserebral
Diagnosis Sekunder : Hipertensi Emergency

Prognosis:
Quo ad vitam : dubia
Quo ad sanam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Terapi :
- Umum :
Elevasi kepala 30o
IVFD NaCl 0.9% 12 tpm
O2 Nasal kanul 3L/menit
Diet MC 6x150 cc
- Khusus :
Drip manitol 125 cc / 6 jam
Drip nicardipin  mulai 0,5 mg  titrasi naik  target TD 180/90 mmHg
Injeksi Citikoline 2x250 mg iv
Paracetamol Infus 3x500 mg iv k/p

25
Injeksi omeprazole 1x1 vial (iv)

26
BAB 4
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien, Ny. U, perempuan, usia 69 tahun dirawat di
bangsal Neurologi RSUD Adnaan WD Payakumbuh pada tanggal 19 juli 2019
dengan diagnosis klinis: Penurunan kesadran (somnolen) + Hemiparesis sinistra +
Parese N. VII sinistra tipe sentral, diagnosis topik hemisfer serebri dextra,
diagnosis etiologi perdarahan intraserebral, diagnosis sekunder hipertensi
emergency. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien mengeluhkan penurunan
kesadaran sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit, terjadi secara tiba-tiba setelah
dari kamar mandi, kemudian pasien tidak menyahut saat dipanggil keluarga dan
pasien tidak bisa membuka mata. Penurunan kesadaran pada pasien ini bisa
disebab kan oleh beberapa hal, salah satunya yaitu stroke. Penurunan kesadaran
pada pasien ini sebelumnya didahului oleh nyeri kepala dan muntah 2x yang tidak
menyemprot. Nyeri kepala dapat disebabkan karena adanya vasospasme yang
mengakibatkan disfungsi otak. Selain itu pada kasus lain, yaitu pada perdarahan
subarachnoid, pecahnya artei dan keluarnya darah kedalam uang subarachnoid
mengakibatkan terjadinya peningatan TIK mendadak dan meregangnya struktur
peka nyeri.
Kemudian juga tampak kelemahan anggota gerak kiri. Pasien memiliki
riwayat penyakit stroke tahun 2017, pasien dirawat di RSUD Adnaan WD selama
4 hari, saat pulang masih bisa beraktivitas ringan dengan berjalan menyeret kaki
kiri. Pasien rutin control 1x1 minggu selama 2 bulan. Pasien juga memiliki
riwayat menderita hipertensi sejak ±5 tahun yang lalu, tidak kontrol rutin dengan
TDS tertinggi 160 mmHg. Riwayat penyakit keluarga yang menderita stroke yaitu
ibu pasien.
Dari anmnesis didapatkan kecurigaan suatu proses stroke. Stroke adalah
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak berupa gangguan klinis
fokal maupun global yang muncul cepat akibat gangguan fungsi otak. Stroke
perdarahan dibagi menjadi perdarahan intraserebral dan subarachnoid. Perdarahan

27
subarachnoid disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah yang terdapat di ruang
sub arachnoid, disekitar sirkulus willisi.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi pada pasien ini untuk
terjadinya perdarahan subarachnoid adalah usia dan genetik. Usia rata-rata stroke
di Indonesia 58,8 ± 13 tahun. Pasien ini berusia 63 tahun. Apabila orang tua
menderita hipertensi maka keturunan tersebut berisiko menderita hipertensi
sebesar 25%. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah
hipertensi. Hipertensi kronis dapat menyebabkan vaskulopati serebral dengan
akibat pecahnya pembuluh darah. Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi
sejak 5 tahun yang lalu, dengan tekanan darah sistol tertinggi 160 mmHg dan
kontrol tidak teratur.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien somnolen dengan
GCS 9 (E3M3V3). Pada status neurologi tidak ditemukan tanda rangsang
meningeal, ↑ TIK tidak ada, Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya +/+,
reflex kornea +/+. Pada pemeriksaan n. VII didapatkan plika nasolabialis kiri
lebih datar dari plika nasolabialis kanan. Pada pemeriksaan motoric didapatkan
lateralisasi ke kiri. Pada pasien ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
penunjang brain CT-Scan. Dari skor siriraj didapatkan hasil 1,5 yang memberikan
kesan stroke hemoragik. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
diagnosis mengarah pada perdarahan intraserebral.
Berdasarkan literatur pada pasien dengan pendarahan intraserebral datang
dengan tanda-tanda peningkatan intracranial yaitu nyeri kepala hebat dan
penurunan kesadaran, gejala ini merupakan gejala khas stroke hemoragik. Pada
pemeriksaan fisik juga ditemukannya plika nasolabialis kiri yang lebih datar dan
pemeriksaan motorik yang lateralisasi ke kiri.
Pada pasien ini juga ditemukan kelemahan anggota gerak. Berdasarkan
literatur, jika ditemukan kelemahan anggota gerak merupakan tanda vasospasme.
Hal ini dapat terjadi karena aliran darah ke otak berkurang. Biasanya di dekat
lokasi aneurisma pecah, dan beberapa lesi yang luas yang sering tidak
berhubungan dengan lokasi dari aneurisma pecah. Jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat menyebakan kematian, seperti pada

28
stroke iskemik. Vasospasme dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke
iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh.
Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis, ureum yang
meningkat, dan hiponatremi.
Pada pasien ini dianjurkan melakukan pemeriksaan brain CT-Scan untuk
mengetahui lesi dan lokasi peradarahan. Dari hasil Brain CT-Scan didapatkan
kesan perdarahan di capsula interna kanan yang mendorong ventrikel lateral yang
menyebabkan pergeseran midline shift ke kiri sejauh ±10,1 cm. Hal ini sesuai
dengan klinis yang ditemukan pada pasien.
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi terapi umum dan khusus. Terapi
umum berupa elevasi kepala 30o, IVFD NaCl 0,9% 12tpm dan diet MC 6x150 cc.
Terapi khusus berupa Drip manitol 125 cc / 6 jam, Drip nicardipin  mulai 0,5
mg  titrasi naik  target TD 180/90 mmHg, Injeksi Citikoline 2x250 mg iv,
Paracetamol Infus 3x500 mg iv k/p, Injeksi omeprazole 1x1 vial (iv)
. Berdasarkan literatur prinsip terapi umumnya adalah breathing, brain,
bladder, bowel dan burn. Pada breathing jaga jalan nafas dengan memposisikan
kepala sedikit ekstensi untuk mencegah lidah jatuh ke belakang. Pada brain
adalah dengan mengurangi edema dengan menyeimbangkan intake dan output.
Pada bladder pasang kateter untuk miksi dan mengetahui output ureum. Untuk
bowel penuhi asupan makanan (diet rendah garam), kalori dan elektrolit.
Sedangkan burn, atasi demam dengan pemberian antiseptik. Pemberian Manitol
digunakan sebagai anti edema. Pemberian drip nicardipin untuk mengatasi
hipertensi emergency pada pasien ini. Pada pasien diberikan omeprazol untuk
mencegah terjadinya stress ulcer karena pasien stroke beresiko terjadinya stress
ulcer. Injeksi citikoline diiberikan untuk neuroprotektan pada level neuronal yang
akan memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesis fosfatidilkoline
yang merupakan komponen utama membrane sel dengan mengarah pada
perbaikan sel. Pemberian parasetamol 3x500 mg untuk mengatasi nyeri kepala
yang dirasakan pasien.
Prognosis pada pasien dengan stroke hemoragik mengarah pada dubia ad
malam. Hal tersebut dapat dilihat dari fungsi kognitif, motoric, bicara, dan visual

29
dapat terganggu dan membutuhkan waktu yang lama untuk memperbaiki
fungsinya, lalu kejadian stroke dapat berulang dan dapat timbul sekuele.

30
DAFTAR PUSTAKA
1. Hankey GJ (2013). The global and region burden of stroke. Lancet. pp: 239-
240.
2. NSA (National Stroke Association). (2014). Stroke risk factor. p: 2.
3. Riset Kesehatan Dasar. (2013). Kecendrungan prevalensi stroke per 1000*)
menurut provinsi 2007-2009. Jakarta, pp: 91-130.
4. World Health Organization. (2011). The top 10 causes of death.
(online :http://who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index.html#) diunduh
tanggal Agustus 2019
5. Alway, D & Cole, J W. (2009). Stroke essentials for primary care: a practical
guide. Trans. Jonatan. Jakarta: EGC. p: 11.
6. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta. EGC. Halaman 1167.
7. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis. Dian Rakyat. 2008; 391-402.
8. AHA (American Heart Assosiation). (2013). Type of stroke, p: 2.
9. Fauci, Braundwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson. (2008). Harrison’s.
Principles of internal medicine 7th edition. United State of American. The
Mcgraw-hill Companies. p: 980.
10. Freigin VL, Forounzafar MH. (2013). Global and region burden of stroke
during 1990-2010 : finding from the global burden of disease study 2010. The
Lancet. 383(9913), pp: 245-255.
11. Goldstein LB, Bushnell CD. (2011). Guideline for primary prevention of
stroke: a guideline for healthcare professionals from american heart
association. A Journal of Cerebral Circulation. 42(2). pp: 517-584.
12. Goldszmidt, A.J, Caplan, L.R. (2009). Esensial stroke. Jakarta : EGC. p: 52.
13. Harsono. (2011). Buku ajar neurologi klinis. Faktor Risiko GPDO.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press. pp: 59-65

31

Anda mungkin juga menyukai