Anda di halaman 1dari 46

Laporan Kasus

STROKE NON HAEMORRHAGIC

Oleh:
Meyta Saskia Regita Putri, S.Ked

1830912320126

Pembimbing

dr. H. Hasyim Fachir, Sp.S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF

FK UNLAM-RSUD PENDIDIKAN ULIN

BANJARMASIN

April, 2019
DAFTAR ISI

1. HALAMAN JUDUL 1

2. DAFTAR ISI 2

3. BAB I: PENDAHULUAN 3

4. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 4

5. BAB III: DATA PASIEN 17

6. BAB IV: PEMBAHASAN 43

7. BAB V: PENUTUP 44

8. DAFTAR PUSTAKA 45

1
BAB I

PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah infark miokard

dan kanker serta penyebab kecacatan nomor satu diseluruh dunia. Dampak stroke

tidak hanya dirasakan oleh penderita, namun juga oleh keluarga dan masyarakat

disekitarnya. Penelitian menunjukkan kejadian stroke terus meningkat di berbagai

negara berkembang, termasuk Indonesia (Endriyani, dkk., 2011; Halim dkk.,

2013).

Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke

tahun 2011. Dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia.

Diperkirakan jumlah stroke iskemik terjadi 85% dari jumlah stroke yang ada.

Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di

dunia. Di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah

penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke mencapai 8,3 per 1000 penduduk,

60,7 persennya disebabkan oleh stroke non hemoragik. Sebanyak 28,5 %

penderita meninggal dunia dan sisanya mengalami kelumpuhan total atau

sebagian. Hanya 15 % saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau

kecacatan (Nasution, 2013; Halim dkk., 2013). Dinas Kesehatan Jawa Tengah

menunjukkan bahwa pravalensi stroke non hemoragik di Jawa Tengah tahun 2014

adalah 0,05% lebih tinggi dibandingkan dengan angka tahun 2013. sebesar 0,03%.

Sedangkan pada tahun 2014 di RSUD Sukoharjo saja terdapat kasus stroke non

hemoragik 1.419 orang (DKK Sukoharjo, 2014).

2
Stroke non hemoragik dapat didahului oleh oleh banyak faktor pencetus

dan sering kali berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabkan masalah

penyakit vaskular seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, obesitas,

kolesterol, merokok, dan stres. Pada kenyataannya, banyak pasien yang datang ke

rumah sakit dalam keadaan kesadaran yang sudah jauh menurun dan stroke

merupakan penyakit yang memerlukan penanganan yang cukup lama. Oleh karena

itu peran petugas kesehatan sangat penting dalam melakukan tatalaksana pada

pasien stroke non hemoragik, serta diharapkan tidak hanya fokus terhadap

keadaan fisiknya saja tetapi juga psikologis penderita.

3
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Definisi

Stroke adalah gangguan neurologi akut disebabkan karena gangguan

peredaran darah ke otak secara mendadak (dalam beberapa detik) atau

secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda sesuai dengan

daerah fokal di otak yang terganggu. Menurut Geyer (2009) stroke adalah

sindrom klinis yang ditandai dengan berkembangnya tiba-tiba defisit

neurologis persisten fokus sekunder terhadap peristiwa pembuluh darah.

Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan

penyebab kematian nomor dua di dunia. Duapertiga stroke terjadi di negara

berkembang. Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke

iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat

seiring pertambahan usia (Dewanto dkk, 2009).

B. Etiologi

Stroke pada anak-anak dan orang dewasa muda sering ditemukan jauh

lebih sedikit daripada hasil di usia tua, tetapi sebagian stroke pada kelompok

usia yang lebih muda bisa lebih buruk. Kondisi turun temurun predisposisi

untuk stroke termasuk penyakit sel sabit, sifat sel sabit, penyakit

hemoglobin SC (sickle cell), homosistinuria, hiperlipidemia dan

trombositosis. Namun belum ada perawatan yang memadai untuk

hemoglobinopati, tetapi homosistinuria dapat diobati dengan diet dan

hiperlipidemia akan merespon untuk diet atau mengurangi lemak obat jika

4
perlu. Identifikasi dan pengobatan hiperlipidemia pada usia dini dapat

memperlambat proses aterosklerosis dan mengurangi risiko stroke atau

infark miokard pada usia dewasa (Gilroy, 1992).

Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:

1) Stroke Iskemik

Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi

akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada

sirkulasi serebrum. Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya

terdiri atas:

- Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik

dalam waktu kurang dari 30 menit,

- Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit

neurologis membaik kurang dari 1 minggu,

- Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke,

- Completed Stroke.

Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:

- Trombosis Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis

temporalis, poliarteritis nodosa; Robeknya arteri: karotis,

vertebralis (spontan atau traumatik); Gangguan darah: polisitemia,

hemoglobinopati (penyakit sel sabit).

- Embolisme Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark

miokardium, penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung,

katup prostetik, kardiomiopati iskemik; Sumber tromboemboli

5
aterosklerotik di arteri: bifurkasio karotis komunis, arteri

vertebralis distal; Keadaan hiperkoagulasi: kontrasepsi oral,

karsinoma.

- Vasokonstriksi

- Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan Subarakhnoid).

- Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan

penyebab: lakunar, thrombosis pembuluh besar dengan aliran

pelan, embolik dan kriptogenik (Dewanto dkk, 2009).

2) Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20%

dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum

mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang

subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.

Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan

intraserebrum hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada

ruptura aneurisma sakular (Berry), ruptura malformasi arteriovena

(MAV), trauma; penyalahgunaan kokain, amfetamin; perdarahan

akibat tumor otak; infark hemoragik; penyakit perdarahan sistemik

termasuk terapi antikoagulan (Price, 2005).

C. Faktor Risiko terjadinya Stroke

Tidak dapat dimodifikasi, meliputi: usia, jenis kelamin, herediter,

ras/etnik. Dapat dimodifikasi, meliputi: riwayat stroke, hipertensi, penyakit

jantung, diabetes mellitus, Transient Ischemic Attack (TIA), hiperkolesterol,

6
obesitas, merokok, alkoholik, hiperurisemia, peninggian hematokrit

(Mansjoer, 2000).

D. Patofisiologi

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di

dalam arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi (Gambar 1): arteria

karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya.

Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15

sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat

bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak

yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin

terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses

patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang

terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya

dapat berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada

aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan;

(2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok

atau hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau

embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium;

atau (4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid

(Price et al, 2006).

7
Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA)

yang serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-

serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak

fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan

bervariasi tetapi biasanya dalam 24 jam. TIA mendahului stroke trombotik

pada sekitar 50% sampai 75% pasien (Harsono, 2009).

Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:

1) Stroke Iskemik

Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis

(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat

menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:

a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi

aliran darah

8
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau

perdarahan aterom

c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai

emboli

d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma

yang kemudian dapat robek.

Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan

otak di bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga bertindak

sebagai iritan yang menyebabkan terjadinya vasospasme lokal di segmen di

mana embolus berada. Gejala kliniknya bergantung pada pembuluh darah

yang tersumbat.

Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka

area sistem saraf pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami infark jika

tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik

sentral, terdapat ‘penumbra iskemik’ yang tetap viabel untuk suatu waktu,

artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali. Iskemia SSP

dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan: Edema sitotoksik yaitu

akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak; Edema vasogenik

yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat perombakan sawar darah-otak.

Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat

beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan intrakranial

dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya (Smith et al, 2001).

2. Stroke Hemoragik

9
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari

semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami

ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau

langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat

menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan

malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke hemoragik

adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat

menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau

subarakhnoid.

Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling

sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur

salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan

otak. Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan

defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam

beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang

berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada

keterlibatan kapsula interna.

Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketergantungan

dinding aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan di

dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang

subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis bersama

cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan peningkatan

tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung oleh

10
karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput

otak (Price, 2005).

E. Gambaran Klinis

1) Infark pada Sistem Saraf Pusat

Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskular yang

terkena.

- Infark total sirkulasi anterior (karotis):

 Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktus kortikospinal)

 Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus)

 Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya

fungsi visuospasial (hemisfer nondominan)

- Infark parsial sirkulasi anterior:

 Hemiplegia dan hemianopia, hanya defisit kortikal saja.

- Infark lacunar

 Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda

menyebabkan sindrom yang karakteristik.

- Infark sirkulasi posterior (vertebrobasilar):

 Tanda-tanda lesi batang otak,

 Hemianopia homonim.

- Infark medulla spinalis (Price, 2005).

2) Serangan Iskemik Transien

Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP secara mendadak;

gejala seperti sinkop, bingung, dan pusing tidak cukup untuk menegakkan

11
diagnosis. TIA umumnya berlangsung selama beberapa menit saja, jarang

berjam-jam. Daerah arteri yang terkena akan menentukan gejala yang

terjadi:

- Karotis (paling sering):

 Hemiparesis

 Hilangnya sensasi hemisensorik

 Disfasia

 Kebutaan monokular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh iskemia

retina.

- Vertebrobasilar:

 Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternative

 Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut)

 Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia-setidaknya dua dari tiga gejala ini

terjadi secara bersamaan (Price, 2005).

3). Perdarahan Subarakhnoid

Akibat iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukkan gejala

nyeri kepala mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat disertai

fotofobia, mual, muntah, dan tanda-tanda meningismus (kaku kuduk dan

tanda Kernig).

Pada perdarahan yang lebih berat, dapat terjadi peningkatan tekanan

intrakranial dan gangguan kesadaran. Pada funduskopi dapat dilihat edema

papil dan perdarahan retina. Tanda neurologis fokal dapat terjadi sebagai

akibat dari:

12
- Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intracranial

- Perdarahan intraserebral yang terjadi bersamaan

- Spasme pembuluh darah, akibat efek iritasi darah, bersamaan dengan

iskemia (Price, 2005).

4). Perdarahan Intraserebral Spontan

Pasien datang dengan tanda-tanda neurologis fokal yang tergantung

dari lokasi perdarahan, kejang, dan gambaran peningkatan tekanan

intrakranial. Diagnosis biasanya jelas dari CT scan (Price, 2005).

F. Diagnosis

Untuk mendapatkan diagnosis dan penentuan jenis patologi stroke, segera

ditegakkan dengan:

1) Skor Stroke

2) Pemeriksaan Penunjang

Untuk membedakan jenis stroke iskemik dengan stroke perdarahan

dilakukan pemeriksaan radiologi CT-Scan kepala. Pada stroke hemoragik

13
akan terlihat adanya gambaran hiperdens, sedangkan pada stroke iskemik

akan terlihat adanya gambaran hipodens (Misbach, 1999).

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan

besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Betapa pentingnya

pengobatan stroke sedini mungkin, karena ‘jendela terapi’ dari stroke hanya

3-6 jam. Hal yang harus dilakukan adalah:

- Stabilitas pasien dengan tindakan ABC (Airway, breathing, Circulation)

- Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal napas

- Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9 % dengan

kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5

% dalam air dan salin 0, 45 %, karena dapat memperhebat edema otak

- Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung

- Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut

- Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen toraks -

Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer

lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan

kreatinin), masa protrombin, dan masa tromboplastin parsial

- Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati, gas

darah arteri, dan skrining toksikologi

- Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

- CT Scan atau resonansi magnetik bila alat tersedia (Mansjoer, 2000).

14
H. Prognosis

Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease,

disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek

prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk

mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua

penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan

umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh

secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke (Asmedi &

Lamsudin, 1998).

Asmedi & Lamsudin (1998) mengatakan prognosis fungsional stroke

pada infark lakuner cukup baik karena tingkat ketergantungan dalam

activity daily living (ADL) hanya 19 % pada bulan pertama dan meningkat

sedikit (20 %) sampai tahun pertama. Bermawi, et al., (2000) mengatakan

bahwa sekitar 30-60 % penderita stroke yang bertahan hidup menjadi

tergantung dalam beberapa aspek aktivitas hidup sehari-hari. Dari berbagai

penelitian, perbaikan fungsi neurologik dan fungsi aktivitas hidup sehari-

hari pasca stroke menurut waktu cukup bervariasi. Suatu penelitian

mendapatkan perbaikan fungsi paling cepat pada minggu pertama dan

menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan pasca stroke.

Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan

yang terjadi pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok

ukur diantaranya outcome fungsional, seperti kelemahan motorik,

disabilitas, quality of life, serta mortalitas. Menurut Hornig et al., prognosis

15
jangka panjang setelah TIA dan stroke batang otak/serebelum ringan secara

signifikan dipengaruhi oleh usia, diabetes, hipertensi, stroke sebelumnya,

dan penyakit arteri karotis yang menyertai. Pasien dengan TIA memiliki

prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan TIA memiliki

prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan stroke minor.

Tingkat mortalitas kumulatif pasien dalam penelitian ini sebesar 4,8 %

dalam 1 tahun dan meningkat menjadi 18,6 % dalam 5 tahun

16
I. DATA PRIBADI

Nama : Ny. Wardiah

Jenis Kelamin : Wanita

Umur : 43 Tahun

Bangsa : Indonesia

Suku : Banjar

Agama : Islam

Pekerjaan : Pedagang buah

Status : Menikah

Alamat : Jl. Sejahtera II 3/J Kelayan Luar

MRS : 25 Maret 2019

No. RMK : 1.42.46.83

II. ANAMNESIS

Sumber : anamnesis dengan anak pasien (alloanamnesis)

Keluhan Utama : Penurunan kesadaran

Perjalanan Penyakit : Pasien datang ke IGD RSUD Ulin Banjarmasin pada hari

senin, 25 Maret 2019 pukul 13.35 dengan keluhan penurunan kesadaran.

Penurunan kesadaran terjadi 1 hari SMRS (24 Maret 2019) sekitar pukul 08.00

pagi. Penurunan kesadaran terjadi setelah pasien pulang dari gunung. Penurunan

kesadaran juga disertai kelemahan pada tangan sebelah kanan. Sebelumnya pasien

sudah mengalami kelemahan pada kaki kanan sejak 5 bulan SMRS sampai

akhirnya tangan kanan pasien juga mengalami kelemahan 1 hari SMRS. Pasien

17
pernah berobat ke RS TPT dan pasien di diagnosa ada penyumbatan pembuluh

darah di otak. Keluhan demam disangkal, trauma disangkal, mual (+) muntah (-)

Riwayat Penyakit Sekarang: Hipertensi (+) tetapi tidak rutin minum obat,

Diabetes mellitus (+) tetapi tidak rutin minum obat, hiperkolesterolemia (+) tetapi

tidak rutin minum obat

Riwayat Penyakit Dahulu: Pernah mengalami stroke 5 bulan yang lalu dengan

kelemahan kaki sebelah kanan.

Riwayat Kebiasaan: Merokok (-), perokok pasif (-)

Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada

III. STATUS INTERNA (Jum’at, 5 April 2019)

Keadaan Umum : Keadaan sakit : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M5V6 Tensi : 160/90 mmHg
Nadi : 87 Kali/Menit, Reguler, Kuat angkat
Respirasi : 24 kali/menit
Suhu : 36,0‫ﹾ‬C
SpO2 : 99%
Kepala/Leher :

- Mata : Kongjungtiva anemis (+/+) , sklera tidak ikterik (-/-),

pupil bulat-isokor ukuran 3mm. Reflek cahaya(+/+)

- Mulut : mukosa bibir tidak lembab, lidah mencong (-)

- Leher : KGB tidak membesar

Thoraks

- Pulmo : Bentuk dan pergerakan simetris, wheezing(-/-)

- Cor : SI/SII tunggal, tidak ada bising, tidak ada cardiomegali

18
Abdomen : Tampak datar, tidak teraba Hepar, lien dan massa, perkusi

timpani, bising usus normal.

Ekstremitas : Tidak ada atropi kanan kiri, tidak ada edema(-/-),

lateralisasi anggota gerak kanan (+)

IV. STATUS PSIKIATRI

Emosi dan Afek : serasi

Proses Berfikir : realistik

Kecerdasan : sesuai tingkat pendidikan

Penyerapan : baik

Kemauan : baik

Psikomotor : aktif

V. STATUS NEUROLOGIS

A.Kesan Umum:

Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6

Pembicaraan : Disartri :-

Monoton : -

Scanning : -

Afasia : Motorik :-

Sensorik :-

Anomik :-

Kepala:

Besar : normal

19
Asimetri : tidak ada

Tortikolis : tidak ada

Wajah:

Mask/topeng : tidak ada

Miophatik : tidak ada

Fullmooon : tidak ada

B. Pemeriksaan Khusus

1. Rangsangan Selaput Otak dan Tes Provokasi

Kaku Kuduk : (-)

Kernig : (-)/(-)

Laseque : (-)/(-)

Bruzinski I : (-)/(-)

Bruzinski II : (-)/(-)

Bruzinski III : (-)/(-)

Bruzinski IV : (-)/(-)

2. Saraf Otak

Kanan Kiri

N. Olfaktorius

Hyposmia (-) (-)

Parosmia (-) (-)

Halusinasi (-) (-)

20
N. Optikus

Visus 6/6 6/6

Kanan Kiri

Funduskopi (tdl) (tdl)

N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducens

Kedudukan bola mata : Tengah tengah

Pergerakan bola mata ke

Nasal : dalam batas normal dalam batas normal

Temporal : dalam batas normal dalam batas normal

Atas : dalam batas normal dalam batas normal

Bawah : dalam batas normal dalam batas normal

Lateral bawah : dalam batas normal dalam batas normal

Eksopthalmus : Tidak ada tidak ada

Celah mata (Ptosis) : Tidak ada tidak ada

Pupil

Bentuk : Bulat Bulat

Lebar : 3mm 3mm

Perbedaan lebar : isokor isokor

Reaksi cahaya langsung : (+) (+)

Reaksi cahaya konsensual : (+) (+)

N. Trigeminus

Cabang Motorik

21
Otot Maseter : dalam batas normal dalam batas normal

Otot Temporal : dalam batas normal dalam batas normal

Otot Pterygoideus Int/Ext: dalam batas normal dalam batas normal

Kanan Kiri

Cabang Sensorik

I. N. Oftalmicus : dalam batas normal dalam batas normal

II. N. Maxillaris : dalam batas normal dalam batas normal

III. N. Mandibularis : dalam batas normal dalam batas normal

Refleks kornea :+ +

N. Facialis

Waktu Diam

Kerutan dahi : Simetris

Tinggi alis : Simetris

Sudut mata : Simetris

Lipatan nasolabial : Simetris

Waktu Gerak

Mengerutkan dahi : Simetris

Menutup mata : Normal simetris

Bersiul : bisa

Memperlihatkan gigi : bisa

Pengecapan 2/3 depan lidah : tidak terganggu

Sekresi air mata : Normal

22
N. Vestibulocochlearis

Vestibuler

Vertigo : tidak ada

Nystagmus : tidak ada

Tinitus aureum : tidak ada

Tes Scwabach : tdl

Tes Rinne : tdl

Tes Weber : tdl

N. Glossopharyngeus dan N. Vagus

Bagian Motorik:

Suara : dalam batas normal

Menelan : dalam batas normal

Kedudukan arcus pharynx : Tdl

Kedudukan uvula : Tdl

Pergerakan arcus pharynx : Tdl

Bagian Sensorik:

Pengecapan 1/3 belakakang lidah : dalam batas normal

Refleks muntah : ada

N. Accesorius

Kanan Kiri

Mengangkat bahu dalam batas normal dalam batas normal

Memalingkan kepala dalam batas normal dalam btas normal

23
N. Hypoglossus

Kedudukan lidah waktu istirahat : tidak ada

Kedudukan lidah waktu bergerak : tidak ada

Atrofi : tidak ada

Kekuatan lidah menekan : dalam batas normal

Fasikulasi/Tremor pipi (kanan/kiri) : tidak ada

3. Sistem Motorik

Kekuatan Otot

+3 +5
- Kekuatan motorik ekstremitas :
+1 +5

- Tubuh :

Otot perut : cukup kuat

Otot pinggang : cukup kuat

Kedudukan diafragma : Gerak : Normal

Istirahat : Normal

- Lengan (Kanan/Kiri)

M. Deltoid : dalam batas normal / dalam batas normal

M. Biceps : dalam batas normal / dalam batas normal

M. Triceps : dalam batas normal / dalam batas normal

Fleksi sendi pergelangan tangan : dalam batas normal / dalam batas normal

Ekstensi sendi pergelangan tangan : dalam batas normal / dalam batas normal

24
Membuka jari-jari tangan : dalam batas normal / dalam batas normal

Menutup jari-jari tangan : dalam batas normal / dalam batas normal

- Tungkai (Kanan/Kiri)

Fleksi artikulasio coxae : dalam batas normal / dalam batas normal

Ekstensi artikulatio coxae : dalam batas normal / dalam batas normal

Fleksi sendi lutut : dalam batas normal / dalam batas normal

Ekstensi sendi lutut : dalam batas normal / dalam batas normal

Fleksi plantar kaki : dalam batas normal / dalam batas normal

Ekstensi dorsal kaki : dalam batas normal / dalam batas normal

Gerakan jari-jari kaki : dalam batas normal / dalam batas normal

Besar Otot :

Atrofi : (-)/(-)

Pseudohypertrofi : tidak ada

Respon terhadap perkusi : Normal

Palpasi Otot :

Nyeri : tidak ada

Kontraktur : tidak ada

Konsistensi : normal

Tonus Otot :

Lengan Tungkai

Kanan Kiri Kanan Kiri

Hipotoni - - - -

Spastik - - - -

25
Rigid - - - -

Rebound - - - -

Gerakan Involunter

Tremor : Waktu Istirahat : -/-

Waktu bergerak : -/-

Chorea : -/-

Athetose : -/-

Balismus : -/-

Torsion spasme : -/-

Fasikulasi : -/-

Myokimia : -/-

Koordinasi :

Telunjuk kanan – kiri : dalam batas normal / dalam batas normal

Telunjuk-hidung : dalam batas normal / dalam batas normal

3. Sistem Sensorik

Rasa Eksteroseptik

Rasa nyeri superfisial : tidak ada

Rasa suhu : dalam batas normal

Rasa raba ringan : dalam batas normal

Rasa Proprioseptik

Rasa getar : dalam batas normal

Rasa tekan : dalam batas normal

26
Rasa nyeri tekan : dalam batas normal

Rasa gerak posisi : dalam batas normal

Rasa Enteroseptik

Refered pain : dalam batas normal

Rasa Kombinasi

Streognosis : dalam batas normal

Barognosis : dalam batas normal

Grapestesia : dalam batas normal

Two point tactil discrimination : dalam batas normal

Sensory examination : dalam batas normal

Fungsi luhur

Apraxia : tidak ada

Alexia : tidak ada

Agraphia : tidak ada

Fingerognosis : dalam batas normal

Membedakan kanan-kiri : dalam batas normal

Acalculia : tidak dilakukan

5. Refleks-refleks

Refleks Tendon/Periosteum (Kanan/Kiri):

Refleks Biceps : (+ / +)

Refleks Triceps : (+ / +)

Refleks Patella : (+ / +)

27
Refleks Achiles : (+ / +)

Refleks Patologis :

Tungkai

Babinski : -/- Chaddock : -/-

Oppenheim : -/- Rossolimo :-/-

Gordon : -/- Schaeffer : -/-

Lengan

Hoffmann-Tromner : -/-

Reflek Primitif : Grasp : -

Snout : -

Sucking : -

Palmomental : -

6. Susunan Saraf Otonom

Miksi : Melalui bantuan kateter

Defekasi : Normal

Sekresi keringat : Normal

Salivasi : Normal

7. Columna Vertebralis

Kelainan Lokal

Skoliosis : Tidak ada

Khypose : Tidak ada

Khyposkloliosis : Tidak ada

Gibbus : Tidak ada

28
Gerakan Tubuh Torakolumbal Vertebra

Fleksi : sulit dievaluasi

Ekstensi : sulit dievaluasi

Lateral deviation : sulit dievaluasi

Rotasi : sulit dievaluasi

Keterangan :

Tdl: tidak dapat dilakukan

29
Hasil Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium ( 4 April 2019)

Hb : 12,3 g/dL

Eritrosit : 4,63 juta/uL

30
Pemeriksaan Laboratorium (25 Maret 2019)

Hb : 4,5 g/dL

Eritrosit : 1,84 juta/uL

31
Foto EKG (25 Maret 2019)

Irama sinus, Frekuensi 88 x / menit , ST Depresi V1 V2 V3, AVF (+)

32
Pemeriksaan CT Scan (25 Maret 2019)

Terdapat Lesi Hipodens di Capsula Interna Sinistra

Pemeriksaan Foto Thorax (14 Maret 2019)

33
Cardiomegaly, CTR 54%

34
C. RESUME PENYAKIT

1. ANAMNESIS

Pasien datang ke IGD RSUD Ulin Banjarmasin pada hari senin, 25 Maret

2019 pukul 13.35 dengan keluhan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran

terjadi 1 hari SMRS (24 Maret 2019) sekitar pukul 08.00 pagi. Penurunan

kesadaran terjadi setelah pasien pulang dari gunung. Penurunan kesadaran juga

disertai kelemahan pada tangan sebelah kanan. Sebelumnya pasien sudah

mengalami kelemahan pada kaki kanan sejak 5 bulan SMRS sampai akhirnya

tangan kanan pasien juga mengalami kelemahan 1 hari SMRS. Pasien pernah

berobat ke RS TPT dan pasien di diagnosa ada penyumbatan pembuluh darah di

otak. Keluhan demam disangkal, trauma disangkal, mual (+) muntah (-). Riwayat

peyakit hipertensi (+) tetapi tidak rutin minum obat, DM (+) tetapi tidak rutin

minum obat, hiperkolesterolemia (+) tetapi tidak rutin minum obat. Pasien Pernah

mengalami stroke 5 bulan yang lalu dengan kelemahan kaki sebelah kanan.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan sakit : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Composmentis
GCS : E4M5V6 Tensi : 160/90 mmHg
Nadi : 87 Kali/Menit, Reguler, Kuat angkat
Respirasi : 24 kali/menit
Suhu : 36,0‫ﹾ‬C
SpO2 : 99%

Kepala/Leher : dalam batas normal

Thorax : dalam batas normal

35
Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : Hemiparesis dextra

Status psikiatri : dalam batas normal

Status Neurologis:

Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4V5M6

Refleks Pupil : Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+

Tanda Meningeal : tidak ada

Nervus Cranialis :

N. I : penghidu (+/+) N. VII : paresis wajah (-)

N. II : RCL (+/+) / RTCL (+/+) N. VIII : pendengaran (+/+)

N. III : Gerak Bola mata (+/+) N. IX : Refleks menelan - muntah (+)

N IV : Gerak Bola mata (+/+) N. X : Refleks menelan - muntah (+)

N. V : Refleks Kornea (+/+) N. XI : tonus

m.sternocleidomastoideus dan

m. trapezius (+)

N. VI: Gerak Bola mata (+/+) N. XII : deviasi lidah (-)

Motorik :
+3 +5

+1 +5

Sensibilitas :
+5 +5

+5 +5

36
Otonom : normal

Reflex Fisiologis :

Biceps :+|+

Triceps :+|+

Patella :+|+

Achilles :+|+

Reflex Patologis : Tidak ditemukan

D. DIAGNOSIS

Diagnosis klinis :Penurunan kesadaran, Hemiparesis Dextra

Diagnosis Topis :Lesi hipodens pada capsula interna sinistra

Diagnosis Etiologis :Infark cerebri tipe embolik

E. TERAPI

 O2 nasal canul 2-4 lpm jika perlu

 Transfusi PRC 2 kantong (25/3/2019), 1 kantong (27/3/2019), 2 Kantong

(1/4/2019)

 IVFD NS 20 tpm

 Inj Ceftriaxone 2x1 gr

 Inj Levofloxacin 1x750 mg

 Inj Ranitidine 2x50 mg

 Inj Citicoline 2 x 500 mg

 Inj Furamin 2x1

 PCT Flash (k/p)

37
 Antrain (k/p)

 Inj. Lasik pre transfusi 1 amp

PO

 Cetirizin 2x1

 Sulfasferosus 3x2

 Sucralfat Syr 3x15 cc

F. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad malam

38
PEMBAHASAN

Stroke adalah gangguan neurologi akut disebabkan karena gangguan

peredaran darah ke otak secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara

cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda sesuai dengan daerah fokal di

otak yang terganggu.1

Stroke berdasarkan gambaran manifestasi lesi vaskular serebral dapat

dibagi menjadi :2

1. Transient Ischemic Attack (TIA)

Atau serangan iskemik otak sepintas (SOS) adalah penurunan aliran darah

yang berlangsung sepintas (tidak menetap atau tidak permanen) ke area terntentu

di otak, yang berlangsung singkat (kurang dari 24 jam).

2. Stroke in evolution, dengan gejala neurologis yang makin, lama makin berat.

3. Complete stroke, dengan gejala neurologis yang menetap, dapat dibagi lagi

menjadi 2 yaitu :

- Completed stroke hemoragik, dan

- Completed stroke non hemoragik

Stroke dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Stroke Hemoragik dan Stroke

Non Hemoragik. Stroke Non Hemoragik berhubungan dengan arteriosklerosis

yang menyebabkan terjadinya iskemia otak diikuti infark otak sehingga terjadi

perubahan fungsi dan struktur otak yang irreversibel. Stroke hemoragik

berhubungan dengan robeknya pembuluh darah otak yang diikuti terjadinya

edema dalam jaringan otak di sekitar hematoma. Akibatnya terjadi diskontinuitas

jaringan dan kompresi oleh hematoma dan edema dengan akibat akhir terjadi

39
iskemik otak.1,3 Untuk mendiagnosis banding Stroke Hemoragik dan Stroke Non

Hemoragik dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Diagnosis banding Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik4

Gambaran Stroke Perdarahan Perdarahan


Klinik Trombotik Stroke Embolik Intraserebral Subaraknoid
Nyeri kepala
Saat istirahat /
Saat aktivitas Saat sangat hebat,
tidur malam,
Serangan sehari-hari, tidak melakukan mendadak,
sering
saat tidur aktivitas biasanya saat
didahului TIA
aktivitas
Fokal, sangat
Defisit
akut disertai
neurologi
tanda
fokal jarang
Gangguan peningkatan
Fokal, sering Fokal, seringkali dijumpai.
fungsi otak TIK (nyeri
memberat maksimal saat Dijumpai
(deficit kepala,
secara gradual serangan tanda
neurologis) muntah,
rangsangan
kesadaran
selaput otak
menurun,
(kaku kuduk)
kejang)
Hipertensi Normotensi (sering)
Hipertensi
Tekanan (sering) Aritmia jantung, Hipertensi
berat (sering)
Darah Penyakit fibrilasi atrial, (jarang)
Penyakit
Temuan jantung / kelainan katup Perrahan
jantung
khusus pembuluh jantung,bising pada liquor
hipertensi,
lainnya darah karotia atau tanda serebrospinal
hipersensitif
arteriosklerotik sumber emboli lain
- ++
Nyeri
++ -
kepala
Muntah ++ -
Kejang ++ -
Kesadaran
++ ±
menurun
Bradikardi +++(hari I) +(hari IV)
Perdarahan
++ -
retina
Papil edema + -
Kaku kuduk ++ -
Ptosis ++ -
Lokasi Subkortikal Kortikal/subkortikal

40
Menurut Marjono dan Sidharta, satu-satunya cara yang akurat untuk

mendiferensiasi stroke hemoragik dan non hemoragik ialah dengan bantuan CT

Scan dan pungsi lumbal. Berdasarkan suatu penyelidikan yang dilakukan pada

masa pra CT Scan, ketepatan diagnosa klinis mengenai stroke hemoragik hanya

berlaku 65 % saja, sedangkan pada stroke non hemoragik hanya 57 %.2

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan CT Scan. Jadi diagnosis pasti

pasien dapat ditegakkan. Penatalaksanaan yang dilakukan terhadap pasien ini juga

berdasarkan diagnosa kerja.

Pada kasus ini perubahan tanda-tanda klinis yang muncul adalah

paresis ekstremitas inferior dextra pada serangan stroke pertama dan terjadi

paresis eksterimats superior dextra pada serangan stroke kedua. Tanda klinis ini

terjadi lebih dari 24 jam, terjadi pada saat penderita sedang beraktivitas yaitu

berjalan jauh. Penurunan kesadaran tidak disertai dengan keluhan kejang dan

muntah. Berdasarkan hal tersebut dan juga pemeriksaan penunjang lainnya maka

diagnosis etiologis pasien ini adalah stroke non hemoragik.

Strategi manajemen pada stroke mempunyai tujuan utama untuk

memperbaiki keadaan penderita sehingga kesempatan hidupnya maksimum.

Merupakan usaha terapeutik/medik terutama dalam fase akut hingga optimal.

Terhadap penderita diukur bukan hanya status neurologisnya saja tetapi juga

kemampuan fungsional yang dapat dicapai. Selain itu perlu juga dilakukan usaha

memperkecil pengaruh stroke terhadap penderita dan keluarga.

41
Penatalaksanaan pada penderita stroke dibedakan atas fase akut dan

fase pasca akut. Fase akut adalah hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit, dibagi

menjadi umum dan khusus.

1. Pengobatan Umum (5B)

- Pernapasan (breath); jalan napas harus bebas, berikan oksigen kalau perlu.

- Darah (blood); tekanan darah dipertahankan agak tinggi agar perfusi oksigen

dan glukosa ke otak tetap optimal untuk menjaga metabolisme otak.

- Otak (brain); berikan manitol atau kortikosteroid untuk mengurangi edema

otak, bila ada kejang segera berikan diazepam atau dilantin intra vena secara

perlahan.

- Saluran kemih (bladder); pelihara balans cairan dan pasang dauer kateter

(penderita wanita) atau kondom kateter (penderita pria) bila ada inkontinensia

uri.

- Gastrointestinal (bowel); berikan nutrisi yang adekuat, bila perlu berikan

NGT.

2. Pengobatan Khusus

- Bila stroke hemoragik berikan asam tranexamat, sedangkan bila non

hemoragik berikan antiaggregation platelet, dengan aspirin atau aspilet.

- Metabolik aktivator, dengan pemberian CDP-Gholin (Nicholin atau Brain

Act) dengan dosis 2 x 250 mg intra vena.

- Neurotropikum, dengan pemberian vitamin B1 (Alinamin) atau piracetam

Nootropil.

42
Setelah fase pasca akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan

pada tindakan rehabilitasi penderita, dan mencegah terulangnya stroke.


-
Rehabilitasi

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45

tahun, maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh

mungkin kecacatan penderita baik fisik maupun mental dengan fisioterapi, terapi

wicara, dan psikoterapi.


-
Terapi Preventif

Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru

stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko

stroke:
-
pengobatan hipertensi
-
mengobati diabetes melitus
-
menghindari rokok, obesitas, stess dan lain-lain
-
berolah-raga teratur.1

PENUTUP

43
Telah dilaporkan sebuah kasus Ny.W, umur 43 tahun yang datang dengan

keluhan penurunan kesadaran, sebelumnya pasien tidak ada riwayat kejang,

trauma, mual maupun muntah. Serangan stroke merupakan serangan kedua

dengan keluhan kelemahan di ekstremitas superior dan inferior dextra. Kejadian

pertama terjadi 5 bulan yang lalu. Pasien masuk RS tanggal 25 Maret 2019.

DAFTAR PUSAKA

44
1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. 1996. Gambaran Umum
Tentang Gangguan Peredaran Darah Otak . dalam Kapita Selekta Neurologi
Harsono (ed). UGM Press, Yogyakarta

2. Mardjono M 2000. Neurologi Klinis Dasar. Edisi Kedelapan. Dian Rakyat.


Jakarta. Hal 290

3. Misbach HJ. Jannis J, Kiemas LS (editor). 1999. Stroke – Aspek Diagnostik,


Patofisiologi, Manajemen. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

4. Chandra B 1994 Stroke dalam : Neurologi Klinik. Edisi Revisi. Lab/Bagian


Ilmu Penyakit Saraf FK Unair/RSUD Dr . Soetomo. Surabaya.

45

Anda mungkin juga menyukai