Anda di halaman 1dari 25

STROKE RISK FACTORS AND ITS ACUTE

MANAGEMENT

Disusun oleh :
Elian Devina
G99162151

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI


SURAKARTA
2018
Definisi Stroke
Definisi stroke yang dipaparkan dalam jurnal An Updated Definition of Stroke for the
21st Century, The Stroke Council of the American Heart Association/American Stroke
Association (2013) mendefinisikan infark sistem saraf pusat sebagai kematian sel otak,
medula spinalis, atau retina akibat iskemik, berdasarkan :
1. Bukti neuropatologis, bukti neuroimaging, dan/atau bukti objektif lainnya adanya
cedera iskemik fokal pada otak, medulla spinalis, atau retina sesuai dengan distribusi
vaskuler, atau
2. Bukti klinis adanya cedera iskemik fokal pada otak, medula spinalis, atau retina
berdasarkan gejala yang menetap > 24 jam atau hingga mengalami kematian, dengan faktor
penyebab lain disingkirkan.

Epidemiologi Stroke
Stroke merupakan penyebab kematian terbanyak kedua setelah penyakit jantung koroner
berdasarkan survei WHO pada tahun 2012, Sebanyak 6,7 juta kematian dunia akibat stroke
(WHO, 2016). Angka kesakitan dan kematian stroke di berbagai negara berbeda-beda. Di
Amerika Serikat, stroke merupakan penyebab keempat terjadinya kematian dan kecacatan
pada orang dewasa, sementara di Kanada, Eropa dan Jepang, stroke merupakan penyebab
kematian ketiga (Sack, 2013). Prevalensi stroke di Korea selatan memiliki kesamaan dengan
Indonesia, yaitu menjadi penyebab kematian nomor satu (Bae, 2010). Dari total kasus stroke,
perbandingan kasus terjadinya stroke iskemik sebanyak 87%, lebih banyak jika dibandingkan
dengan stroke hemoragik sebanyak 13 %. (jeyaseelan, 2008).
Di Indonesia menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, dari setiap 1000 orang, 8
orang diantaranya menderita stroke. Stroke juga merupakan penyebab utama kematian pada
semua umur dengan proporsi 15,4% dari seluruh kematian. Setiap 7 orang yang meninggal
di Indonesia, satu diantaranya akibat stroke (Balitbangkes RI, 2013). Data di provinsi Jawa
Tengah menunjukkan prevalensi Stoke yang terdiagnosa stroke oleh tenaga kesehatan
sebesar 12,3 orang setiap 1000 orang, dengan prevalensi stroke tertinggi di daerah Solo raya,
tepatnya di kabupaten Boyolali sebesar 23,3 setiap 1000 penduduk. Sedangkan di Surakarta
prevalensi yang terdiagnosa stroke sebesar 11,3 per 1000 penduduk (Sekartuti dkk, 2013).
Hal ini menggambarkan prevalensi stroke di Surakarta dan sekitarnya lebih tinggi dibanding
prevelansi stroke nasional.

Faktor Resiko Stroke


Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat di klasifikasikan sebagai berikut (Perdossi,
2011) :
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetic
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku untuk
semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe stroke terutama
perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok mendorong terjadinya
atherosclerosis yang selanjutnya memprofokasi terjadinya thrombosis arteri.
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit diet
3. Alkoholik
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obat kontrasepsi
hormonal
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena stroke
sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan perdarah-an
otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arterioskleosis
sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Hipertensi
secara langsung dapat menyebabkan arteriosklerosis obstruktif, lalu terjadi infark
lakuner dan mikroaneurisma.Hal ini dapat menjadi penyebab utama PIS.Baik hipertensi
sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke.
2. Penyakit jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara
bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung derajat
tekanan darah.
Penyakit jantung tersebut antara lain adalah:
- Penyakit katup jantung
- Atrial fibrilasi
- Aritmia
- Hipertrofi jantung kiri (LVH)
- Kelainan EKG
3. Diabetes mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak, sedangkan
peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM mempercepat terjadinya proses
arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar dan mulai
lebih dini.
Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria dan 4 kali lebih
banyak pada penderita wanita, dibandingkan dengan yang tidak menderita DM pada
umur dan jenis kelamin yang sama.
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Dan lain-lain

Klasifikasi Stroke
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak.
Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang
kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti
oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan
oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL).
Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke
pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan
indikator penyakit aterosklerosis. (ESO, 2008)
c. Emboli serebri
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang
lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah
tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak (ESO, 2008).

2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
II. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu (ESO,2008).
1. Transient Ischemic Attack (TIA) : Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Stroke in evolution : Gejala neurologik makin lama makin berat.
3. Completed stroke : Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler

Patofisiologi Stroke
1. Patofisiologi Stroke Iskemik
Berdasarkan artikel Tudor, pada majalah Continuum 2008 edisi 14, terdapat dua
mekanisme utama dari stroke iskemik akut, yaitu tromboemboli dan kegagalan
hemodinamik. Berikut merupakan penjelasan singkat mengenai dua mekanisme tersebut
A. Tromboemboli
Tromboemboli terjadi sebagai akibat dari emboli atau trombosis sehingga terjadi
sumbatan pada pembuluh darah otak yang menyebabkan penurunan aliran darah otak
regional. Berdasarkan jenisnya, dapat dibedakan menjadi :
a. Emboli
Materi emboli terbentuk dari jantung atau sistem vaskular yang mengalir melalui
sistem arteri kemudian menyumbat secara komplet maupun sebagian. Sumber emboli
paling sering adalah dari jantung dan pembuluh darah besar. Sumber yang lain adalah
dari udara, lemak, kholesterol, bakteria, sel tumor, dan partikel dari obat injeksi
(Caplan, 2009).
1. Kardioemboli
Kardioemboli terjadi pada sekitar 20%-30% dari seluruh Stroke iskemik. Konsidi
yang beresiko tinggi menyebabkan stroke kardioemboli adalah atrial fibrilasi, atrial
flutter, Sick Sinus Syndrome, trombus atrial kiri, stenosis katup mitral, katup jantung
buatan, dan endokarditis (Ferro,2003).
2. Emboli Arteri-to-arteri
Emboli yang menyumbat arteri otak juga dapat berasal dari pembuluh darah besar
seperti aorta, arteri karotis ekstrakranial, arteri vertebralis atau pun arteri intrakranial.
Materi emboli ini tersusun dari clot, agregasi platelet atau debris plak yang lepas dari
plak aterosklerosis. Terhitung 15%-20% dari total stroke iskemik disebabkan oleh
emboli jenis ini (Jovin, 2008).
b. Trombosis
Trombosis menyebabkan obstruksi aliran dengan adanya pembentukan trombus yang
menghasilkan proses oklusi yang berasal dari dinding pembuluh darah. Penyebab
umum trombosis adalah proses aterosklerosis, maka dari itu dinamakan juga
aterotrombosis. Trombosis ini terutama berkaitan dengan hipertensi. Trombosis
biasanya terjadi pada pembuluh darah penetrasi kecil, sehingga disebut juga small
vessel disease, menyumbang sekitar 20%-30% dari keseluruhan stroke iskemik
(Jovin, 2008). Berikut proses urut – urutan terjadinya plak atrerosklerosis sebagai
berikut (Gofir, 2011):
1. Akumulasi lipoprotein pada tunika intima, liproprotein yang tertimbun terutama LDL
(Low Density Liproprotein) dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein).
2. Stress oksidatif, timbunan LDL dan VLDL akan dioksidasi karena pembuluh
darahnya mengalami jejas (stress).
3. Aktivasi sitokin, stress oksidatif mengakibatkan reaksi inflamasi, dilepaskannya
sitokin pro-inflamasi.
4. Penetrasi monosit, sel – sel radang menghasilkan sehingga monosit masuk hingga ke
tunika intima dan berubah menjadi makrofag.
5. Migrasi makrofag dan membentukan foam cell, makrofag yang bermigrasi sambil
menfagosit LDL yang tertimbun dan terbentuklah sel foam (sel busa).
6. Migrasi Smooth Muscle Cells (SMCs), selain terjadi migrasi makrofag, terjadi pula
migrasi SMCs dari tunika media vasa menuju tunika intima yang menimbulkan
akumulasi matriks.
7. Akumulasi matrik ekstraseluler, akumulasi dari matriks seluler seperti serabut hialin,
kolagen, elastin dan fibrosa.
8. Kalsifikasi dan fibrosis, akumulasi matrik ekstraseluler menimbulkan kalsifikasi dan
fibrosis plak aterom sehingga elastisitas dan diameter pembuluh darah berkurang.
Gambar 2 . Proses pembentukan aterosklerosis (Wilck, 2014)

B. Kegagalan Hemodinamik
Kegagalan hemodinamik biasanya terjadi dengan adanya oklusi atau stenosis
arteri, dimana pembuluh darah kolateral tidak dapat mencukupi ambang batas aliran
darah kebutuhan fungsional otak (Jovin, 2008). Percobaan pada hewan maupun
manusia, ternyata derajat ambang batas aliran otak yang secara langsung
berhubungan dengan fungsi otak (Misbach, 2011) , yaitu :
a. Ambang fungsional
Batas aliran darah otak, yaitu sekiat 50 – 60 cc/ 100 gram/menit, yang bila tidak
terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel
masih utuh.
b. Ambang aktivitas listrik otak
Disebut juga dengan threshold of brain electrical activity, adalah aliran darah otak,
yaotu sekitar 15 cc/100 gram/menit) yang bia tidak tercapai akan menyebabkan
aktivitas listrik neuronal terhenti. Ini berarti, sebagian struktur intrasel telah berada
dalam proses disintergrasi
c. Ambang kematian sel
Disebut juga dengan threshold of neuronal death, yaitu batas aliran darah otak yang
bila tidak terpenuhi, akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF kurang dari
15 cc/100 gram otak/ menit)
Menurut hukum Hagen-Poiseuille, aliran darah melalui suatu arteri
berhubungan langsung dengan tekanan perfusi pembuluh darah (P) dan
penampangnya pangkat 4(r4). Sedangkan kecepatan aliran darah berhubungan
terbalik dengan panjang arteri, viskositas dan faktor VIII. Dengan demikian aliran
darah otak regional dapat dipengaruhi oleh (Suroto, 2012):
1. Resistensi serebrovaskuler. Ini dipengaruhi oleh penampang pembuluh darah
2. Tekanan perfusi otak (TPO)
3. Viskositas dan koabilitas darah
4. Tekanan intrakranial

Gambar 4 . Proses Iskemik otak (Dirnagl, 2005)

2. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik,
dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral
(Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh
darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak
disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik,
diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian
antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis
serebrovaskular. Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah:
nyeri kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada pemeriksaan
pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan sering kali di siang hari,
waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk
koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah
3 jam) (ESO, 2008)
Perdarahan subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah ke dalam
ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya aneurisma (50%), pecahnya
malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak
diketahui. Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher dan
punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi rangsangan
selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan
fungsi saraf otonom terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum
karena pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria,
albuminuria, dan perubahan pada EKG (ESO, 2008).
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena jembatan
(bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam
durameter atau karena robeknya araknoidea. Pada penderita perdarahan subdural akan
dijumpai gejala: nyeri kepala, tajam penglihatan mundur akibat edema papil yang
terjadi, tanda-tanda deficit neurologik daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul
berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala (ESO, 2008).

Manifestasi Klinis
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi
bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan
otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu)
diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau
terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang
terkena.
Beberapa gejala stroke berikut :
 Perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor, koma)
 Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,
batuk, dan terjadi secara tiba-tiba
 Muntah
 Pandangan ganda
 Kesulitan berbicara atau memahami orang lain
 Kesulitan menelan
 Kesulitan menulis atau membaca
 Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik
 Kelemahan pada anggota gerak
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan non hemoragik.
Stroke hemoragik Stroke non hemoragik

Awitan Hiperakut Subakut

Kesadaran Koma Baik

Tensi darah Hipertensi Normotensi

Muntah Ada Tidak ada

Kaku kuduk Ada Tidak ada

Likuor Berdarah Normal

CT Scan Hiperdens Hipodens

Frekuensi Pertama kali Beberapa kali

Diagnosis Stroke
Untuk membedakan stroke yang diderita pasien termasuk jenis hemoragik atau
iskemik, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis,
algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
I. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat kebiasaan. Menanyakan
identitas untuk mengecek kesadaran pasien apakah ada disorientasi atau penurunan
kesadaran dan dapat digunakan untuk menilai fungsi luhur. Hal-hal yang ditanyakan pada
identitas yaitu nama, usia, alamat, status pernikahan, agama, suku, cekat tangan.
Menanyakan cekat tangan untuk mengetahui pusat bahasa lebih dominan di hemisfer
cerebri kanan atau kiri. Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui termasuk
ke dalam kasus apakah penyakit tersebut. Dalam hal ini, stroke termasuk ke dalam penyakit
vaskular dimana harus terdapat kata kunci yang menandakannya yaitu awitan yang terjadi
secara tiba-tiba atau mendadak. Ada 3 hal yang harus disebutkan dalam keluhan utama,
yaitu defisit neurologi yang terjadi, onset, dan kata kunci yang menandakan kasus tersebut.
Riwayat penyakit sekarang harus digali sedalam mungkin, karena 90% anamnesis dapat
menegakkan diagnosis. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat dua jenis stroke
yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik. Gejala stroke hemoragik diawali dengan
peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala hebat, muntah, pandangan ganda, dan
penurunan kesadaran.
Sedangkan pada stroke iskemik diawali dengan gejala lateralisasi yang mencakup
gangguan motorik, sensorik, dan otonom. Kelemahan pada anggota gerak menandakan
adanya gangguan fungsi motorik. Rasa kesemutan dan mati rasa / baal berhubungan dengan
fungsi sensorik. Untuk mengetahui adanya gangguan otonom dapat ditanyakan tentang
alvi, uri, dan hidrosis. Adanya inkontinensia menandakan lesi UMN dan retensi pada lesi
LMN. Bicara pelo dan mulut mencong berhubungan dengan nervus VII. Riwayat tersedak
ketika makan atau minum berhubungan dengan nervus IX, X. Sedangkan bicara cadel
berhubungan dengan nervus XII. Hal-hal tersebut dapat ditanyakan ketika anamnesis
pasien.
Awitan / onset pada pasien stroke terjadi secara mendadak. Maka dari itu perlu
ditanyakan waktu kejadian dan apa yang sedang pasien lakukan sebelum terjadi serangan.
Stroke iskemik dapat disebabkan oleh trombus atau embolus. Pada pasien stroke iskemik
dengan penyebab trombus, serangan biasanya terjadi saat pasien sedang beristirahat atau
saat aktivitas ringan yang tidak meningkatkan kerja jantung. Kelemahan anggota gerak
yang terjadi bersifat progresif, semakin lama semakin memburuk. Sedangkan pada pasien
stroke iskemik dengan penyebab embolus umumnya terjadi saat pasien sedang beraktivitas
berat yang meningkatkan kerja jantung, seperti olahraga, menaiki dan menuruni tangga,
atau emosi yang meningkat. Kelemahan anggota gerak yang tidak bersifat progresif.
Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis :
Perjalanan penyakit ditanyakan sejak muncul gejala pertama, sampai gejala-gejala
yang menyusul berikutnya, secara berurutan
Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
Gejala-gejala yang menyertai serangan (tanda-tanda lateralisasi, peningkatan
TTIK)
Sifat dan beratnya serangan
Lokasi dan penyebarannya
Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya)
Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan aktivitas
apa saja)
Keluhan-keluhan yang menyertai serangan (tidak dapat melirik ke satu sisi, mulut
mencong, tersedak, cadel, pelo, lidah mencong, mengompol, baal)
Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali
Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat
atau meringankan serangan
Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama
Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa
Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah
diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan
penyakit yang saat ini diderita.

 Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :

 Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score :

Keterangan :
1. SSS > 1 : stroke hemoragik
2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
3. SSS < -1 : stroke iskemik
II. Pemeriksaan Fisik
 Tanda vital
Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan untuk mengetahui
adanya gangguan aliran darah. Denyut nadi dan pernapasan berhubungan dengan
saraf otonom. Suhu diukur untuk menyingkirkan adanya keterlibatan infeksi.
 Status Generalis
Menilai pasien secara keseluruhan dari head to toe.
 Status Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi anamnesis yang telah
ditanyakan. Komponen status neurologis yang dinilai :
 GCS
 Pupil
 Tanda rangsang meningeal
 Nervus cranialis
 Fungsi motorik
 Fungsi sensorik
 Fungsi otonom
 Gait dan koordinasi

III. Pemeriksaan Penunjang


Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang yaitu untuk diagnosis, preventif
dalam menanggulangi faktor resiko, dan untuk menentukan prognosis. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan radiologi dan laboratorium.
Pemeriksaan radiologi terdiri dari CT-scan kepala non kontras dan foto thoraks AP.
CT-scan kepala non kontras merupakan pemeriksaan gold standard yang dilakukan
untuk menyingkirkan perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik, sedangkan foto
thoraks AP untuk melihat ada atau tidaknya hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan
salah satu faktor resiko stroke. Foto thoraks PA merupakan pilihan terbaik, tetapi
karena pada pasien stroke yang umumnya mengalami kelemahan anggota gerak, maka
dilakukan foto thoraks AP. EKG dilakukan untuk menyingkirkan faktor resiko stroke.
 Perbandingan hasil CT-scan kepala pada stroke hemoragik dan iskemik :
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk tujuan preventif yaitu Hb, profil
lipid darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), gula darah puasa (GDP), G2PP,
HbA1c, asam urat, dan hemostasis lengkap (aPTT, INR, D-dimer, fibrinogen).
Sedangkan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menentukan prognosis
terdiri dari pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan differential count. Semakin
tinggi kadar gula darah sewaktu, prognosis semakin buruk karena semakin banyak sel
neuron otak yang rusak. Hiperglikemia karena stress yang terjadi pada manusia dapat
merupakan suatu keadaan yang menguntungkan tetapi dapat juga tidak menguntungkan
bagi kelanjutan hidup. Sehingga evaluasi keadaan hiperglikemi pada keadaan seperti
ini harus diputuskan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan.

PENANGANAN STROKE PRAHOSPITAL


Deteksi
Beberapa gejala atau tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang
kesemuanya terjadi secara mendadak. Untuk memudahkan digunakan istilah FAST
(Fasial movement, Arm movement, Speech, Test all three). Tes ini sangat mudah. Bila ada
anggota keluarga, rekan, kerabat, atau tetangga yang dicurigai tekena stroke, dan
menunjukkan hasil tes yang positif segeralah minta pertolongan medis. Tindakan yang
tepat dan cepat diharapkan akan membuahkan hasil yang lebih baik pula.
FAST TEST

FACIAL PALSY O YES O NO O?

OL OR

ARM WEAKNESS O YES O NO O?

OL OR

SPEECH IMPAIREMENT O YES O NO O?

FAST merupakan suatu metode deteksi dini pasien stroke yang bisa dilakukan secara
cepat. FAST terdiri dari Facial Movement, Arm movement dan Speech. 8
Facial movement merupakan penilaian pada otot wajah, pemeriksaan ini dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut7 :
a) Minta pasien untuk tersenyum atau menunjukkan giginya.
b) Amati simetrisitas dari bibir pasien, tandai pilihan “YES” bila terlihat ada deviasi dari
sudut mulut saat diam atau saat tersenyum.
c) Kemudian identifikasi sisi sebelah mana yang tertinggal atau tampak tertarik, lalu tandai
apakah di sebelah kiri “L” atau sebelah kanan “R”

Arm movement merupakan penilaian pergerakan lengan untuk menentukan apakah


terdapat kelemahan pada ekstremitas, pemeriksaannya dilakukan dengan tahapan
berikut
a) Angkat kedua lengan atas pasien bersamaan dengan sudut 90o bila pasien duduk dan 45o
bila pasien terlentang. Minta pasien untuk menahannya selama 5 detik.
b) Amati apakah ada lengan yang lebih dulu terjatuh dibandingkan lengan lainnya
c) Jika ada tandai lengan yang terjatuh tersebut sebelah kiri atau kanan.

Speech merupakan penilaian bicara yang meliputi cara dan kualitas bicara. Pemeriksaannya
dilakukan dengan tahapan berikut :
a) Perhatikan jika pasien berusaha untuk mengucapkan sesuatu
b) Nilai apakah ada Gangguan dalam berbicara
c) Dengarkan apakah ada suara pelo
d) Dengarkan apakah ada kesulitan untuk mengungkapkan atau menemukan kata- kata.
Hal ini bias dikonfirmasi dengan meminta pasien untuk menyebutkan benda-benda yang
terdapat di sekitar, seperti pulpen, gelas, piring dan lain-lain.
e) Apabila terdapat gangguang penglihatan, letakkan barang tersebut di tangan pasien
dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut.

Pengiriman pasien
Bila seseorang dicurigai terkena serangan stroke, maka segera panggil ambulans gawat
darurat. Ambulans gawat darurat sangat berperan penting dalam pengiriman pasien
ke fasilitas yang tepat untuk penanganan stroke. Semua tindakan dalam ambulansi
pasien hendaknya berpedoman kepada protokol. Staff ambulans berperan dalam menilai
apakah pasien dicurigai menglami stroke akut dengan mengevaluasi melalui metode
FAST dan jika pemeriksaannya positif, segera menghubungi personel di pusat control
ambulans di rumah sakit. Personel tersebut yang kemudian menghubungi petugas unit
gawat darurat untuk menyediakan tempat dalam penanganan lebih lanjut.

Transportasi/ambulans
Utamakan transportasi (termasuk transportasi udara) untuk pengiriman pasien ke rumah
sakit yang dituju. Petugas ambulans gawat darurat harus mempunyai kompetensi dalam
penilaian pasien stroke pra rumah sakit. Fasilitas ideal yang harus ada dalam ambulans
yaitu personil yang terlatih, mesin EKG, peralatan dan obat-obatan resusitasi dan gawat
darurat, obat-obat neuroprotektan, telemedisin, ambulans yang dilengkapidengan
peralatan gawat darurat, antara lain, pemeriksaan glukosa (glukometer), kadar
saturasi O2 (pulse oximeter).8
Dokter dan tenaga kesehatan pada ambulans gawat darurat yang terlatih mampu
mengerjakan :
a. Memeriksa dan menilai tanda-tanda vital
b. Tindakan stabilitas dan resusitasi (Airway Breathing Circulation / ABC).
Intubasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan koma yang dalam,
hipoventilasi, dan aspirasi.
c. Bila kardiopulmuner stabil, pasien diposisikan setengah duduk
d. Memeriksa dan menilai gejala dan tanda stroke.
e. Pemasangan kateter intravena, memantau tanda-tanda vital dan keadaan jantung
f. Berikan oksigen untuk menjamin saturasi > 95%
g. Memeriksa kadar gula darah
h. Menghubungi unit gawat darurat secepatnya (stroke is emergency)
i. Transportasi secepatnya (time is brain)

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh petugas pelayan ambulans :


a. Jangan terlambat membawa ke rumah sakit yang tepat.
b. Jangan memberikan cairan berlebihan kecuali pada pasien syok dan hipotensi
c. Hindari pemberian cairan glukosa / dekstrose kecuali pada pasien hipoglikemia
d. Jangan menurunkan tekanan darah kecuali pada kondisi khusus. Hindari hipotensi,
hipoventilasi, atau anoksia.
e. Catat waktu onset serangan.

Kriteria Pusat Pelayanan Stroke Primer meliputi ketersediaan CT Scan, ketersediaan terapi
t-PA, ketersediaan dokter spesialis saraf, Door to CT time kurang dari 20 menit, melayani
cakupan masyarakat sekitar yang terdekat dengan pusat pelayanan stroke primer.
Kriteria pusat pelayanan stroke komprehensif meliputi ketersediaan CT Scan, ketersediaan
terapi t-PA, ketersediaan dokter spesialis saraf, ketersediaan dokter spesialis bedah
saraf, tim penanggulanagan stroke on site, Door to CT time kurang dari 20 menit, pusat
rujukan dari pusat pelayanan stroke primer.

Gambar 1. Algoritma prinsip pelayanan dan cakupan penanganan stroke prehospital dan
penanganan kegawatdaruratan
Alur Penatalaksanaan Prehospital Pada Kasus Stroke Akut
PASIEN CURIGA STROKE

DETEKSI (FAST) KELUARGA HUBUNGI AMBULANS DI


ATAU ORANG YANG PUSAT PELAYANAN STROKE
MENEMUKAN PRIMER (PSC) TERDEKAT

 DETEKSI DINI (FAST)


 PENATALAKSANAAN AWAL
(RESUSITASI-STABILISASI)

PETUGAS AMBULANS
MENGHUBUNGI PSC UNTUK
PERSIAPAN PENATALAKSANAAN
KEGAWATDARURATAN

TRASPORTASI PASIEN
SECEPATNYA
 OBSERVASI VITAL SIGN

IMMEDIATE STROKE LIFE SUPPORT

Gambar 2. Alur Penatalaksanaan Stroke Prehospital


PENATALAKSANAAN STROKE AKUT DI RUANG GAWAT DARURAT
Evaluasi Cepat dan Diagnosis

Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka evaluasi dan
diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence B). Evaluasi gejala dan klinik stroke akut meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat
serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan (hiccup),
gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan
lain-lain).1
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis,
dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak
(jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.1
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama pemeriksaan
saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan refleks,
koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS
(National Institutes of Health Stroke Scale) (AHA/ASA, Class 1, Level of evidence B).
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan darah, suhu
tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit neurologis
yang nyata (ESO, Class IV, GCP).
 Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95% (ESO, Class
V, GCP).
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar.
Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi
bulbar dengan gangguan jalan napas (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
 Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi oksigen
(AHA/ASA, Class III, Level of evidence B)
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway) diperlukan
pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau pada
pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
 Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa terpasang
lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.
b. Stabilisasi Hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan hipotonik
seperti glukosa).
 Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan untuk memantau
kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan cairan dan nutrisi.
 Usahakan CVC 5 -12 mmHg.

 Optimalisasi tekanan darah (Iihat Bab V.A Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Stroke
Akut)

 Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka obat-obat
vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/ tinggi, norepinefrin
atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140 mmHg.

 Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah
serangan stroke iskernik (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).

 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi Kardiologi).

 Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi
dengan larutan satin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah
jantung sekuncup harus dikoreksi (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).1

c. Pemeriksaan Awal Fisik Umum

 Tekanan darah

 Pemeriksaan jantung

 Pemeriksaan neurologi umum awal:

i. Derajat kesadaran
ii. Pemeriksaan pupil dan okulomotor

iii. Keparahan hemiparesis

d. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)

 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus dilakukan
dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada hari-hari
pertama setelah serangan stroke (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).1
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yang
mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK (AHA/ASA, Class V, Level of
evidence C).1

 Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.

 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi :

i. Tinggikan posisi kepala 200 - 300

ii. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular

iii. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

iv. Hindari hipertermia

v. Jaga normovolernia

vi. Osmoterapi atas indikasi:

o Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6 jam
dengan target ≤ 310 mOsrn/L. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence
C). Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian
osmoterapi.
o Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.

vii. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg). Hiperventilasi


mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif.
viii. Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat
mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan intratorakal
dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator (AHA/ASA, Class III-
IV, Level of evidence C).
ix. Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan tekanan
tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan kalau diyakini tidak ada
kontraindikasi. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence A).

x. Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik


serebelar (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).1
xi. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal yang menimbulkan
efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa dan memberikan
hasil yang baik. (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).

e. Penanganan Transformasi Hemoragik

Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan asimptomatik


(AHA/ASA, Class Ib, Level of evidence B).1 Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama
dengan terapi stroke perdarahan, antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan
mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati.

f. Pengendalian Kejang

 Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti oleh
fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
 Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.

 Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa kejang


tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C).1
 Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat
diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada kejang
selama pengobatan (AHA/ASA, Class V, Level of evidence C).3
g. Pengendalian Suhu Tubuh

 Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan
diatasi penyebabnya (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C)
 Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC (AHA/ASA Guideline)
atau 37,5 oC (ESO Guideline).

 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan
(trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler,
analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis.
 Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic (AHA/ASA
Guideline).
h. Pemeriksaan Penunjang

 EKG

 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis, kadar gula
darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektrolit)
 Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan punksi lumbal untuk
pemeriksaan cairan serebrospinal
 Pemeriksaan radiologi
i. Foto rontgen dada

ii. CT Scan
DAFTAR PUSTAKA

Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2 nd Ed, Professional
communications inc New York, 2002
Adams and Victor's. Cerebrovascular Desease. Principles of Neurology. McGraw- Hill: New
York; 2005. p. 700-4
AHA/ASA Guideline. Guidelines for the early management of adults with ischemic stroke.
Stroke 2007;38:1655-1711
CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH Bamford, Wardlaw.
Stroke.A practical guide to management. Specific treatment of acute ischaemic stroke
Excell Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; 385 – 429.,
Crocco T, Gullet T, Davis SM et al. feasibility of Neuroprotective Agent Administration
by Prehospital Personnel in Urban setting. Stroke 2003;34: 1918-1919
Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke (terjemahan).
cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006
Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000 ; 225 -306
Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth Edition. Litle
Brown and Company Ney York 1995 ; 207 –24.
Jeyaseelan K, Lim KY, Armugam A.2008. Neuroprotectants in stroke therapy. Expert Opin.
Pharmacother. (2008) 9(6):887-900.
Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2000 Seri
Pertama, Jakarta, Mei 2000.
National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of cerebrovascular
disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.
National Clinical Guideline for diagnosis and Initial for Management of Acute Stroke and
Transient Ischemic Attack. Royal College of Physicians, London, 2008.
Nuartha, 2008. Penanganan Terkini Stroke. Laboratorium Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana, Denpasar.
Wirawan, N. and Putra, I.B.K., 2013. Manajemen Prehospital pada Stroke Akut. Denpasar: FK
Universitas Udayana/RSUP Sanglah.
Perdossi, K.S.S., 2011. Guideline Stroke. Jakarta: Perdossi.
Powers, W.J., Rabinstein, A.A., Ackerson, T., Adeoye, O.M., Bambakidis, N.C., Becker, K.,
Biller, J., Brown, M., Demaerschalk, B.M., Hoh, B. and Jauch, E.C., 2018. 2018 guidelines
for the early management of patients with acute ischemic stroke: a guideline for healthcare
professionals from the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke,
49(3), pp.e46-e110.
Pre-hospital Stroke Guidelines Group – Recognition of stroke / TIA. Developed by the Pre-
hospital Stroke Guidelines Group and the Intercollegiate stroke. 2006. Working Party:
www.britishparamedic.org/clin/strokeguidelines 2006. Pdf
Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533-6.
Sacks D, Black CM, Cognard C, Connors JJ III. 2013. Multisociety consensus quality
improvement guidelines for intraarterial catheter-directed treatment of acute ischemic
stroke, from the American Society of Neuroradiology, Canadian Interventional Radiology
Association, Cardiovascular and Interventional Radiological Society of Europe, Society
for Cardiovascular Angiography and Interventions, Society of Interventional Radiology,
Society of NeuroInterventional Surgery, European Society of Minimally Invasive
Neurological Therapy, and Society of Vascular and Interventional Neurology. J Vasc
Interv Radiol 2013;24:151–163
Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke. Lancet 1992,
339: 537-9.
Sekartuti, dkk. 2013. Riskesdas Dalam Angka Provinsi Jawa Tengah 2013. Jakarta. Lembaga
Penerbitan Badan Litbangkes Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Suroto. 2012. Atherosklerosis, Trombosis, dan Stroke Iskemik. UNS Press Publishing and
Printing.
The European Stroke Organisation (ESO) Executive Committee and the ESO Writing
Committee. Guidelines for Management of Ischemic Attack 2008. Cerebrovasc Dis
2008;25:457-507
Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York, 1990.
Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Surabaya
2002.
World Health Organization. 2016. Cardiovascular Disease (CVDs). http://www.who.int/
mediacentre/factsheets/fs317/en. Diunduh pada 20 Oktober 2018.

Anda mungkin juga menyukai