Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERWATAN GERONTIK PADA KLIEN I DENGAN


PENYAKIT STROKE NON HEMORAGIK DI LEMBAGA
KESEJAHTRAAN SOSIAL (LKS)
DI PANTI JOMPO WELAS ASIH KOTA TASIKMALAYA

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Keperawatan Gerontik profesi ners

Pembimbing akademik :
Ns. H.Baharudin Lutfi, S.Kep., M.Kep

Di Susun Oleh :

TIA WIRANTI
NIM : 231FK0965

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA TASIKMALAYA
2024
Stroke Non Hemoragik

A. Kosep Teori Penyakit Strokr Non Hemoragik


1. Definisi Strokr Non Hemoragik
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
deficit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi
sirkulasi saraf otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik
untuk menjelaskan infark serebrum (Nurarif & Hardhi, 2015).
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak (GDPO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis
berupa defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma,
ataupun infeksi susunan saraf pusat (Dewanto, 2009).
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan
harus di tangani secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya
gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan
kapan saja. Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia
akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi
perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).
Stroke, atau cedera serebrovaskular (CVA), adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian
otak (Smeltzer & Bare, 2002). Sebagian besar (80%) disebabkan oleh
stroke non hemoragik. Stroke non hemoragik merupakan stroke yang
dapat disebabkan oleh trombus dan emboli. Stroke non hemoragik
akibat trombus terjadi karena penurunan aliran darah pada tempat
tertentu di otak melalui proses stenosis.
Stroke non hemoragik merupakan sindroma klinis sebagai akibat
dari gangguan vaskuler menurut (Sylvia A, 2006). Smeltzer & Bare
(2009) menyatakan bahwa pada waktu stroke, aliran darah ke otak
terganggu sehingga terjadinya iskemia yang berakibat kurangnya aliran
glukosa, oksigen dan bahan makanan lainnya ke sel otak.

2. Tanda dan gejala stroke non hemoragik


Menurut Indrawati, Sari, & Dewi (2016), gejala dan tanda stroke
sering muncul secara tiba-tiba dan cepat. Oleh karena itu penting
mengenali tanda-tanda atau gejala stroke. Beberapa gejala stroke antara
lain sebagai berikut.
a. Nyeri kepala hebat secara tiba-tiba
b. Pusing, yakni merasa benda-benda disekitarnya berputar atau
merasa goyang bila bergerak atau biasanya disertai mual dan
muntah
c. Bingung, terjadi gangguan orientasi ruang, waktu atau personal
d. Pengelihatan kabur atau ketajamanpengelihatan menurun, bisa pada
salah satu mata ataupun kedua mata
e. Kesulitan bicara secara tiba-tiba, mulut terlihat tertarik ke satu sisi
atau “perot”
f. Kehilangan keseimbangan, limbung, atau jatuh
g. Rasa kebas, yakni mati rasa, atau kesemutan pada satu sisi tubuh
h. Kelemahan otot-otot pada satu sisi tubuh.
Berdasarkan gejala dan tanda serta waktu terjadinya serangan,
dapat diperkirakan letak kerusakan jaringan otak serta jenis stroke yang
menyerang yakni :
a. Kesemutan atau kelemahan otot pada sisi kanan tubuh
menunjukkan terjadinya gangguan pada otak belahan kiri.
b. Kehilangan keseimbangan menunjukkan gangguan terjadi di pusat
keseimbangan, yakni antara lain daerah otak kecil (cerrebellum).
Serangan stroke yang terjadi saat penderita sedang istirahat atau
tidur umumnya adalah stroke iskemik. Gejala munculnya secara
bertahap dan kesadaran umum baik, kecuali iskemiknya terjadi
karena sumbatan embolus yang berasal dari jantung maka gejala
muncul mendadak dan sering disertai nyeri kepala.
3. Etiologi stroke non hemoragik
Menurut Smeltzer (2001), stroke non hemoragik biasanya
diakibatkan oleh trombosis dan emboli cerebral.
a. Trombosis cerebral
Thrombosit ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya. Keadaan yang
dapat menyebabkan thrombosit cerebral:
1) Atherosklerosis/arterioskerosis adalah mengerasnya pembuluh
darah serta berkurangnya ketentuan atau elastisitas pembuluh
darah.
2) Hypercoagulasi pada polysitemia merupakan darah bertambah
kental, peningkatan viskositas hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral
3) Arteritis (radang pada arteri)
b. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik.
Menurut Dewanto (2009), penyebab stroke non hemoragik
adalah sebagi berikut:
a. Vaskuler, arterosklerosis, displasi fibromuskuler, inflamasi
(giant cell arteritis, SLE, poloarteritis nodosa, angiitis
granuloma, arteritis sifilitika, AIDS), diseksi arteri,
penyalahgunaan obat, sindroma moyamoya, thrombosis sinus,
atau vena.
b. Kelainan jantung, trombus mural, aritmia jantung, endokarditis
infeksiosa dan noninfeksiosa, penyakit jantung rematik,
penggunaan katup jantung prostetik, miskoma atrial, dan
fibrilasi atrium.
4. Faktor resiko yang mempengaruhi stroke non hemoragik
Faktor resiko adalah hal-hal yang meningkatkan kecenderungan
seseorang untuk mengalami stroke. Penelusuran faktor resiko penting
dilakukan agar dapat menghindari dan mencegah serangan stroke. Ada
dua faktor resiko yang mempengaruhi stroke non hemoragik
diantaranya faktor resiko yang dapat dikontrol dan faktor resiko yang
tidak dapat dikontrol (Indrawati et al., 2016).
Faktor resiko yang dapat di kontrol yaitu :
a. Pernah terserang stroke, seseorang yang pernah mengalami stroke,
termasuk TIA, rentan terserang stroke berulang. Seseorang yang
pernah mengalami TIA akan sembilan kali lebih beresiko
mengalami stroke dibandingkan yang tidak mengalami TIA.
b. Hipertensi, merupakan faktor risiko tunggal yang paling penting
untuk stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Pada keadaan
hipertensi, pembuluh darah mendapat tekanan yang cukup besar.
Jika proses tekanan berlangsung lama, dapat menyebabkan
kelemahan pada dinding pembilih darah sehingga menjadi rapuh
dan mudah pecah. Hipertensi juga dapat menyebabkan
arterosklerosis dan penyempitan diameter pembuluh darah sehingga
mengganggu aliran darah ke jaringan otak.
c. Penyakit jantung, beberapa penyakit jantung, antara lain fibrilasi
atrial (salah satu jenis gangguan irama jantung), penyakit jantung
koroner, penyakit jantung rematik, dan orang yang melakukan
pemasangan katup jantung buatan akan meningkatkan resiko stroke.
Stroke emboli umumnya disebabkan kelainan - kelaianan jantung
tersebut.
d. Diabetes melitus (DM), seseorang dengan diabetes melitus rentan
untuk menjadi ateroklerosis, hipertensi, obesistas, dan gangguan
lemak darah. Seseorang yang mengidap diabetes melitus memiliki
resiko dua kali lipat dibandinkan mereka yang tidak mengidap DM.
e. Hiperkolesterolemia, dapat menyebabkan arterosklerosis yang dapat
memicu terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke itu sendiri.
f. Merokok, perokok lebih rentan terhadap terjadinya stroke
dibandingkan mereka yang bukan perokok. Hal tersebut disebabkan
oleh zat nikotin yang terdapat di dalam rokok membuat kerja
jantung dan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah
meningkat. Nikotin juga mengurangi kelenturan arteri yang dapat
menyebabkan aterosklerosis.
g. Gaya hidup, diet tinggi lemak, aktivitas fisik kurang, serta stres
emosional dapat meningkatkan risiko terkena stroke. Seseorang
yang sering mengonsumsi makanan tinggi lemak dan kurang
melakukan aktivitas fisik rentan mengalami obesitas, diabetes
melitus, aterosklerosis, dan penyakit jantung. Seseoraang yang
sering mengalami stres emosional juga dapat mempengaruhi
jantung dan pembuluh darah sehingga berpotensi meningkatkan
resiko serangan stroke.
Faktor-faktor resiko yang tidak dapat dikontrol. Ada beberapa
faktor resiko terkena stroke yang tidak dapat atupun dimodifikasi.
Faktor-faktor tersebut antara lain faktor usia, jenis kelamin, ras, dan
genetik/keturunan.
a. Usia, resiko mengalamai stroke meningkat seiring bertambahnya
usia. Resiko semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia
terbanyak terkena serangan stroke adalah usia 65 tahun ke atas.
Dari 2065 pasien stroke akut yang dirawat di 28 rumah sakit di
Indonesia, 35,8% berusia diatas 65 tahun dan 12,9% kurang dari 45
tahun.
b. Jenis kelamin, stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak
dibandingkan perempuan
c. Ras, stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian
pada ras kulit hitam, Asia, dan kepulauan Pasifik, serta Hispanik
dibandingkan kulit putih. Pada kulit hitam diduga karena angka
kejadian hipertensi yang tinggi serta diet tinggi garam.
d. Genetik, resiko stroke meningkat jika ada orang tua atau saudara
kandung yang mengalami stroke atau TIA.
Faktor Risiko Stroke Ada beberapa faktor resiko dari stroke,
antara lain:
Table 1 Faktor Resiko Stroke
Bisa Potensial Bisa Tidak Bias
Dikendalikan Dikendalikan Dikendalikan
Hipertensi Diabetes Militus Umur
Penyakit jantung: Hiperhomosiste Jenis kelamin
Endokarditis, inemia Herediter
Fibrilasi atrium, Hipertrofi Ras dan etnis
Stenosis mitralis, ventrikel kiri Geografi
Infark jantung,
Merokok
Konsumsi alkohol
Stress
Anemia sel sabit
Transient Ischemic
Attack (TIA)
Stenosis karotis
asimtomatik
Kontrasepsi oral
(khususnya dengan
disertai hipertensi,
merokok, dan
kadar
estrogen tinggi),
Kolesterol tinggi,
Penyalahgunaan
obat (kokain)

5. Patofisiologi stroke non hemoragik


Menurut Grace, Pierce A & Borley (2007), lesi ekstrakranial paling
sering adalah plak aterosklerotik pada percabangan karotis. Agregasi
platelet dan selanjutnya embollisasi platelet menyebabkan gejala kular
atau serebral. Gejala akibat berkurangnya aliran jarang terjadi pada
daerah karotis, namun gejala vertebrobasilar biasanya berhubungan
dengan aliran. Aalirn balik pada arteri vertebralis pada keadaan oklusi
arteri subklavia ipsilateral menyebabkan gejala serebral seperti tangan
‘mencuri’ darah dari serebelum–sindrom mencuri subklavia (subclavian
stea syndrome).

6. Pathwey

7. Gambaran klinis stroke non hemoragik


Adapun gambaran klinis pasien stroke non hemoragik menurut
Grace, Pierce A & Borley (2007) adalah sebagai berikut.
a. Gejala serebral (kontralateral) : motorik (kelemahan,
kecanggungan, atau paralisis ekstremitas). Sedangkan sensorik
(baal, parastesia) berhubungan dengan kemampuan bicara (disfasia
reseptif atau ekspresif ).
b. Gejala okular (ipsilateral) : amaurosis fugaks (kehilangan
pengelihatan sementara yang digambarkan sebagai selubung yang
menutupi lapang pandang)
c. Gejala serebral (atau okular) dapat sementara (serangan iskemik
sementara (transient ischaemic attack, TIA) merupakan defisit
neurologis fokal atau okular yang berlangsung tidak lebih dari 24
jam) atau permanen (serangan stroke).
d. Gejala vertebrobasilar, vertigo, ataksia, sakit kepala, sinkop,
parestesia bilateral, halusinasi visual.
e. Gejala vertebrobasilar, vertigo, ataksia, sakit kepala, sinkop,
parestesia bilateral, halusinasi visual. Suatu bruit dapat didengar di
sekitar arteri karotis, namun bukan merupakan indikator kelainan
yang dapat dipercaya.
8. Manifestasi Klinik stroke non hemoragik
Manifestasi klinis Stroke Non Hemoragik menurut Misbach (2011)
antara lain :
a. Hipertensi
b. Gangguan motorik (kelemahan otot, hemiparese)
c. Gangguan sensorik
d. Gangguan visua
e. Gangguan keseimbangan
f. Nyeri kepala (migran, vertigo)
g. Muntah
h. Disatria (kesulitan berbicara)
i. Perubahan mendadak status mental (apatis, somnolen, delirium,
suppor, koma)

Tabel 2 Perbedaan Stroke Non Haemoragic dan Stroke


Hemoragik
Gejala Stroke Non Stroke Hemoragik
Hemoragik
Saat kejadian Mendadak, saat Mendadak, sedang
istirahat aktifitas
Nyeri kepala Ringan, sangat Hebat
ringan
Kejang Tidak ada Ada
Muntah Tidak ada Ada
Adanya tanda Ada Tidak ada
peringatan
Sakit kepala Tergantung luas Mulai dari pingsan –
daerah yang terkena koma
Reflek patologis Tidak ada Ada
Pembengkakan otak Tidak ada Ada

Tabel 3 Perbandingan Stroke Kiri dan Kanan


Stroke Hemisfer Kanan Stroke Hemisfer Kiri
Paralisis pada tubuh kanan Paralisis pada sisi kiri tubuh
Defek lapang pandang kanan Defek lapang pandang kiri
Afasia (ekspresif, reseptif, atau Deficit persepsi-khusus
global)
Perubahan kemampuan intelektual Peningkatan distraktibilitas
Perilaku lambat dan kewaspadaan Perilaku impuls dan penilaian
buruk, kurang kesadaran
terhadap defisit

9. Klasifikasi
Menurut Corwin (2009), klasifikasi stroke adalah:
1. Stroke non hemoragik
a. Trombosis cerebri, terjadi penyempitan lumen pembuluh darah
otak perlahan karna proses arterosklerosis cerebral dan
perlambatan sirkulasi serebral.
b. Embolisme cerebral, penyempitan pembuluh darah terjadi
mendadak akibat abnormalitas patologik pada jantung.
Embolus biasanya menyumbat arteri cerebral tengah atau
cabang- cabangnya, yang merusak sirkulasi cerebral.
2. Stroke Haemoragik.
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran pasien umumnya menurun.

10. Komplikasi
Menurut Pudiastuti (2011) pada pasien stroke yang berbaring
lama dapat terjadi masalah fisik dan emosional diantaranya: a.
Bekuan darah (Trombosis) Mudah terbentuk pada kaki yang
lumpuh menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan (edema)
selain itu juga dapat menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah
bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke
paru. b. Dekubitus Bagian tubuh yang sering mengalami memar
adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak
dirawat dengan baik maka akan terjadi ulkus dekubitus dan infeksi.
c. Pneumonia Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan
sempurna, hal ini menyebabkan cairan terkumpul di paru-paru dan
selanjutnya menimbulkan pneumoni. d. Atrofi dan kekakuan sendi
(Kontraktur) Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan
immobilisasi. e. Depresi dan kecemasan Gangguan perasaan sering
terjadi pada stroke dan menyebabkan reaksi emosional dan fisik
yang tidak diinginkan karena terjadi perubahan dan kehilangan
fungsi tubuh.

11. Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) sebagai berikut :
a. Stadium Hiperakut
b. Stadium Akut
a) Stroke Iskemik
b) Stroke Non Hemoragik
c. Stadium Sub akut
12. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut:
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Pemeriksaan kimia darah lengkap
a) Gula darah sewaktu
b) Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK dan Profil lipid (trigliserid, LDL-HDL
serta total lipid)
c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap)
a) Waktu protrombin
b) APTT
c) Kadar fibrinogen
d) D-dimer
e) INR
f) Viskositas plasma
2. Foto Thorax
3. Angiografi serebral
4. Lumbal pungsi
5. CT scan
6. MRI
7. USG Doppler
8. EEG

B. Konsep Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik


a. Data Fokus Pengkajian
1. Data Fokus Pemeriksaan Fisik
2. Data Fokus Pengkajian Pisikososial dan sepiritual
3. Data Fokus Pengkajian KATZ Indeks
4. Data Fokus Pengkajian Barthel Ideks
5. Data Fokus Pengkajian Short Pitable Mental Status Questioner
(SPMSQ) dan mini mental status examw (MMSE)
6. Data Fokus Pengkajian keseinmbangan

b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan, parestesia, paralisis
2) Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
penurunan ketajaman penglihatan
c. Perencanan Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan a. Kaji kemampuan klien a. Mengidentifikasi kekuatan
berhubungan dengan tindakan keperawatan dalam mobilisasi, otot, kelemahan motorik.
gangguan diharapkan klien dapat: kemampuam motoric b. Mengetahui kerusakan
neuromuskuler, 1. Pergerakan estrimitas b. Kaji luasnya kerusakan yang menghambat
kelemahan, parestesia, meningkat secara teratur. mobilisasi.
paralisis di tandai dengan 2. Kekuatan otot c. Ajarkan klien untuk c. Latihan ROM
klien mengatakan tidak meningkat melakukan ROM minimal meningkatkan massa otot,
mampu menggerakan 3. Rentang gerak (rom) 4x perhari bila mungkin kekuatan otot, perbaikan
tangan dan kaki sebelah meningkat d. Anjurkan pasien bagaimana fungsi jantung dan
kanan. 4. Kekuatan sendi merubah posisi. Bila klien pernapasan.
meningkat ditempat tidur, lakukan d. Mencegah kontraktur
5. Kelemahan fisik tindakan untuk meluruskan fleksi bahu, edema, dan
menurut postur tubuh. fleksi pada pergelangan.
- Gunakan papan kaki. e. Daerah yang tertekan
- Ubah posisi sendi bahu mudah sekali terjadi
tiap 2-4 jam. trauma.
- Sanggah tangan dan f. Membantu mencegah
pergelangan pada kerusakan kulit
kelurusan alamiah. g. Membantu memperlancar
- ajakan klien untuk sirkulasi darah.
memakai alat bantu h. Membantu pergerakan
jalan (tongkat) pada ektermitas yang
e. Observasi daerah yang lemah yang melatih.
tertekan, termasuk warna, i. Memenuhi kebutuhan
edema atau tanda lain mobilisasi, koordinasi dan
gangguan sirkulasi. kekuatan ekstermitas
f. Inspeksi kulit terutama pada serrta menghilangkan
daerah terkenan, beri spatisitas ekstermitas yang
bantalan lunak. terganggu.
g. Lakukan massage pada
daerah tertekan.
h. Anjurkan klien untuk
membantu pergerakan dan
latihan dengan
menggunakan ekstermitas
yang tidak sakit untuk
menyokong yang lemah.
i. Kolaborasi:
- Konsultasikan dengan
ahli fisioterapi
- Kolaborasi pemberian
obat relaksasi otot,
antipasmodik sesuai
dengan indikasi.
2 Resiko jatuh Setelah dilakukan a. Kaji kemampuan klien a. Mengetahui sejauh
berhubungan dengan tindakan keperawatan dalam berdiri dan berjalan. mana kemampuan klien
penurunan kekuatan otot, diharapkan klien dapat: b. Indetifiasi faktor risiko jatus dalam berjalan dan
penurunan ketajaman a. Jatuh dari tempat tidur (mis.usia>65thn, penurunan berdiri.
penglihatan ditandai menurun tingkat kesadaran , defisit b.
dengan klien b. jatuh saat berdiri kognitif,hiporensi ortostatik,
mengatakan bagian menurun gangguan penglihatan,
ektermitas lemah, c. jatuh saat duduk neuropati)
kekakuan sendi, menurun c. Indetifasi faktor lingkungan
penglihatan buram dan d. jatuh saat berjalan yang meningkatkan resiko
tidak jelas. menurun jatuh (mis lantai licin,
e. jatuh saat berpindah peneranan kurang)
menurun d. Hitung resiko jatuh dengan
f. jatuh saat pindah menggunakan skala (fall
menurun morse scale, humpty
g. jatuh saat di kamar dumpty scale) jika perlu
madi menurun e. Monitor kemampuan
berpindah dari tempat tidur
ke kursi roda dan
sebaliknya
f. Gunakan alat bantu berjalan
(kursi roda atau tongkat
jalan)
g. Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
h. Ajurkan berkomunikasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
d. Evidence-Based Practic Nursing
NO Nama Peneliti Judul Tahun HASIL PENELTIAN
1 1. Wahdaniyah Eka Pratiwi Efektifitas Latihan ROM 2019 Hasil Systematic Review yang telah
Syahrim Terhadap Peningkatan
dilakukan tentang latihan range of motion
2. Maria Ulfah Azhar, Kekuatan Otot Pada Pasien
3. Risnah Stroke: Study Systematic (ROM) terhadap peningkatan kekuatan otot
Review
pada pasien stroke disimpulkan bahwa
latihan ROM efektif dalam meningkatkan
kekuatan otot. Dengan pemberikan latihan
yaitu 2x sehari setiap pagi dan sore dengan
waktu 15-35 menit dan dilakukan 4 kali
pengulangan setiap gerakan. Waktu
pemberian latihan ini sebaiknya lebih lama
minimal 4 minggu karena telah terbukti
berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan
otot. Terapi tersebut direkomendasikan
untuk digunakan karena tekniknya
sederhana, tidak membutuhkan alat dan
bahan, tidak memerlukan kemampuan
khusus untuk menerapkannya dan dapat
dilakukan oleh semua pasien stroke yang
mengalami kelemahan otot
2 1. Sry Desnayati Purba Efektivitas ROM (Range Off 2021 Hasil uraian diatas dapat diamil kesimpulan
2. Bagus Sidiq Motion) Terhadap Kekuatan
bahwa dalam pelaksanaan latihan range of
3. Ingkai Krisdayanti Purba Otot Pada Pasien Stroke Di
4. ElfrideHutapea Rumah Sakit Royal Prima motion pada pasein stroke hemoragik
5. Kristina L Silalahi Tahun 2021
mamu meningkatkan kekuatan otot pada
6. Dedek Sucahyo
7. Dian pasien stroke yang mengalam kelemahan
otot dengan hasil uji wilcoxon diperoleh
nilai p value 0,004 < nilai alpha 0,05.
Menurut penulis latihan rom (range of
motion) berguna dalam meningkatkan
kekuatan pada otot, dan mempertahankan
fungsi pada jantung dan melatih pernafasan,
sehingga dapat menghindari munculnya
kontraktur serta kaku sendi.
DAFRAR PUSTAKA

http.//repository.polekke-danpasar.ac.id
Di Akses Pada Tanggal 01 April 2024 Pukul 20:16 WIB
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id
Di Akses Pada Tanggal 01 April 2024 Pukul 20:29 WIB
http://jurnals.stikes.ac.id
Di Akses Pada Tanggal 01 April 2024 Pukul 20:40 WIB
http://respository.poltekkes-danpasar.ac.d
Di Akses Pada Tanggal 01 April 2024 Pukul 20:50 WIB
https://stikes-nhm.e-jounal.id
Di Akses Pada Tanggal 01 April 2024 Pukul 21:00 WIB
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia definsi dan kriteria hasil
keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI (Gangguan mobilitas
fisik)
PPNI (2018). Standar Intervesi Keperawatan Indonesia :Definisi dan tindakan
keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI (Gangguan mobilitas
fisik)
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: definisi dan kriteria hasil
keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI (Resio Jatuh)
PPNI (2018). Standar Intervesi Keperawatan Indonesia : Definisi dan tindakan
keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI. (Resiko jatuh)
186
MPPKI (September, 2019) Vol. 2. No. 3

ISSN 2597– 6052


DOI: https://doi.org/10.31934/mppki.v2i3
MPPKI
Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia
The Indonesian Journal of Health Promotion

Artikel Review Open Access


Efektifitas Latihan ROM Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke:
Study Systematic Review

Effectiveness of ROM Exercise Against Increased Muscle Strength in Stroke Patients:


Study Systematic Review
Wahdaniyah Eka Pratiwi Syahrim1, Maria Ulfah Azhar2, Risnah*3
1,2,3 Universitas Islam Negeri Aluddin Makassar

*Korespondensi Penulis : risnah_ina@yahoo.com

Abstrak
Diketahuinya efektifitas latihan ROM terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke. Studi ini adalah Systematic
review. Sumber pencarian jurnal pada penelitian ini adalah Google Scholar, Pubmed dan Science Direct, artikel yang
diterbitkan dari tahun 2015-2019, jurnal intervensi untuk mengatasi kelemahan otot pada pasien stroke, merupakan intervensi
non farmakologi, merupakan intervensi yang efisien berdasarkan hasil penelitian dan intervensi yang mudah dilakukan.
Berdasarkan pada enam artikel sesuai dengan kriteria inklusi. Berdasarkan enam artikel tentang efektifitas latihan ROM
terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke membuktikan bahwa 100% latihan ROM efektif dalam mengatasi
masalah kelemahan otot pada pasien pasien stroke. Latihan Range Of Motion (ROM) yang digunakan dalam jurnal yang
terpilih yaitu, dan Range of Motion (ROM) aktif dan pasif. Pemberikan latihan ROM yaitu minimal 2x sehari setiap pagi dan
sore dengan waktu 15-35 menit dan dilakukan minimal 4 kali pengulangan setiap gerakan. Berdasarkan 6 jurnal yang terpilih
sesuai dengan kriteria inklusi, dapat disimpulkan bahwa latihan ROM efektif meningkatkan kekuatan otot. Dengan
pemberikan latihan yaitu minimal 2x sehari setiap pagi dan sore dengan waktu 15-35 menit dan dilakukan minimal 4 kali
pengulangan setiap gerakan

Kata Kunci : Latihan ROM, Kekuatan otot, Stroke, Systematic Review

Abstract
Knowing the effectiveness of ROM exercises on increasing muscle strength in stroke patients. This study is a Systematic review.
Journal search sources in this study are Google Scholar, Pubmed and Science Direct, articles published from 2015-2019, an
intervention journal to overcome muscle weakness in stroke patients, are non-pharmacological interventions, are efficient
interventions based on research results and easy interventions done. Based on six articles according to inclusion criteria.
Based on six articles about the effectiveness of ROM exercise on increasing muscle strength in stroke patients, it proves that
100% ROM exercise is effective in overcoming the problem of muscle weakness in stroke patients. Range of Motion (ROM)
exercises used in selected journals namely, and active and passive Range of Motion (ROM). Providing ROM exercises, namely
at least 2x a day every morning and evening with a time of 15-35 minutes and performed a minimum of 4 repetitions of each
movement. Based on 6 selected journals according to inclusion criteria, it can be concluded that ROM exercises are effective
in increasing muscle strength. By giving an exercise that is at least 2x a day every morning and evening with a time of 15-35
minutes and done at least 4 repetitions of each movement.

Keywords : ROM exercises, Muscle strength, Stroke, Systematic Review

Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2018 MPPKI. All rights reserved
187
MPPKI (September, 2019) Vol. 2. No. 3

PENDAHULUAN satu gejala yang ditimbulkan yaitu adanya kecatatan


Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan berupa kelumpuhan anggota gerak hemiparesis atau
masalah yang sangat substantial. Menurut WHO kelemahan otot pada bagian anggota gerak tubuh yang
memperkirakan penyakit tidak menular menyebabkan terkena seperti jari-jari tangan. Fungsi ekstremitas
sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan diseluruh begitu penting dalam melakukan aktivitas sehari-hari
dunia. Dari berbagai penyakit yang sering ditemukan dan merupakan bagian yang paling aktif, maka jika
sekarang, stroke adalah salah satu penyakit tidak terjadi kelemahan pada ekstremitas akan sangat
menular yang prevalensi semakin meningkat dari tahun menghambat dan mengganggu kemampuan dan
ke tahun. Penyakit stroke telah menjadi masalah aktivitas sehari-hari seseorang (6).
kesehatan yang menjadi penyebab utama kecacatan Pasien stroke yang mengalami kelumpuhan di
pada usia dewasa dan merupakan salah satu penyebab Indonesia sekitar 56,5%. Stroke pada orang dewasa
terbanyak di dunia (1). akan berdampak menurunkan produktivitas dan
Data dari World Health Organization (WHO) menjadi beban berat bagi keluarga, sehingga pasien
tahun 2015 setiap tahun terdapat 15 juta orang di stroke diharuskan mampu untuk beradaptasi dengan
seluruh dunia menderita stroke, 5 juta di antaranya kondisi akibat stroke (7).
meninggal, dan 5 juta orang tersisa cacat permanen. Seseorang yang mengalami stroke perlu
Stroke menjadi penyebab kedua kematian di dunia menjalani proses rehabilitasi yang dapat
pada kelompok umur 60 tahun ke atas dan menjadi mengembalikan fungsi motoriknya sehingga pasien
penyebab kematian kelima pada orang yang berusia 15 tidak mengalami defisit kemampuan dalam melakukan
sampai 59 tahun. Saat ini stroke masih menempati aktivitas sehari-hari, kemandirian pasien akan
urutan ketiga penyebab kematian di Negara meningkat, tingkat ketergantungan pasien pada
berkembang setelah penyakit jantung coroner dan keluarga akan berkurang sehingga akan meningkatkan
kanker (2). pula harga diri dan mekanisme koping pasien. Berbagai
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi metode telah dikembangkan untuk penanganan pada
500.000 terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau pasien stroke seperti electrotherapy, hydrotherapy,
125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat exercise therapy, range of motion. Dalam rangka
ringan atau berat, prevalensi stroke di Indonesia naik meningkatkan proses pemulihan, telah dikembangkan
dari 7% menjadi 10,9%. Pada tahun 2018 prevalensi metode rehabilitasi dan pemilihan intervensi harus
stroke tertinggi terdapat di Kalimantan Timur (14,7%). disesuaikan dengan kondisi pasien (8).
Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai Latihan ROM juga sangat efektif dilakukan
penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan untuk meningkatkan kekuatan otot, dimana latihan ini
kanker (3). dapat dilakukan 3-4 kali sehari oleh perawat atau
Di Sulawesi Selatan berdasarkan hasil survei keluarga pasien tanpa harus disediakan tempat khusus
penyakit tidak menular berbasis rumah sakit, stroke atau tambahan biaya bagi pasien (9).
menempati urutan ke-5 dari lima penyakit tidak Untuk mencegah terjadinya cacat permanen
menular setelah kecelakan lalu lintas, hipertensi, asma pada pasien stroke maka perlu dilakukan latihan
dan diabetes melitus. Hal ini menunjukan bahwa mobilisasi dini berupa latihan ROM yang dapat
insiden stroke di Sulawesi Selatan masih cukup tinggi. meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan
Terdapat 67,6% kasus stroke di Sulawesi Selatan yang kekuatan otot. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti
telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan, prevalensi study systematic review terkait dengan efektifitas
tertinggi dijumpai di Kabupaten Wajo 13,6% dan latihan ROM terhadap peningkatan kekuatan otot pada
terendah di Kabupaten Pangkajene Kepulauan 2,9%, pasien stroke..
dengan prevalensi stroke pasien lama sebanyak 1.811
kasus dan pasien baru sebanyak 3.512 kasus dengan METODE
160 kematian (4). Sumber jurnal pada penelitian ini adalah
Stroke merupakan sindrom klinis yang menggunakan database google schoolar, pubmed,
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal maupun Science direct dengan artikel tahun 2015-2019, fulltext
global yang disebabkan adanya gangguan aliran darah artikel yang sesuai dengan tujuan penelitian, terdapat
dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam ISSN, merupakan jurnal intervensi latihan ROM
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) terhadap peningkatan kekuatan otot pada stroke.
sehingga terjadi sumbatan atau pecahnya pembuluh Setelah menggumpulkan data dan informasi, semua
darah otak (5). data diseleksi sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi
Pada pasien stroke masalah utama yang akan kemudian diseleksi kerelevanan menggunakan Duffy’s
timbul yaitu rusaknya/matinya jaringan otak yang Research Appraisal Checklist Approach, dilanjutkan
dapat menyebabkan menurunnya bahkan hilangnya dengan analisis kompratif untuk melihat perbandingan
fungsi yang dikendalikan oleh jaringan tersebut. Salah antara pikiran utama karya tulis ini dengan beberapa
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2018 MPPKI. All rights
reserved
188
MPPKI (September, 2019) Vol. 2. No. 3

teori yang relevan, dan untuk selanjutnya memberikan tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendi, dan
rekomendasi teknik non farmakologi yang dapat memperbaiki toleransi otot untuk latihan.
digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot pada
Latihan range of motion (ROM) merupakan
pasien stroke yang mengalami hemiparesis.
bagian dari proses rehabilitasi untuk mencapai tujuan
yaitu meningkatkan kekuatan otot. Latihan beberapa
HASIL DAN PEMBAHASAN kali dalam sehari dan dilakukan pengulangan setiap
Berdasarkan hasil pencarian artikel penelitian, gerakan agar latihan tersebut dapat optimal di lakukan
didapatkan 285 jurnal yang membahas tentang Latihan sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi yang
ROM pada stroke, namun terdapat 6 jurnal yang akan menghambat pasien untuk dapat mencapai
membahas tentang latihan ROM terhadap peningkatan kemandirian dalam melakukan fungsinya sebagai
kekuatan otot pada pasien stroke berdasarkan kriteria manusia
inklusi dan lembar penilaian Duffy’s Research
Appraisal Checklist Approach. Penulis mengambil Judul kedua ditulis oleh Rahayu, (2015)
artikel dilihat dari segi aplikabilitas intervensi dan dengan judul “Pengaruh pemberian latihan range of
sesuai dengan kriterian inklusi yang telah ditetapkan motion (ROM) terhadap Kemampuan motorik pada
yaitu artikel tahun 2015-2019, fulltext artikel yang pasien post stroke di rsud gambiran”. Hasil jurnal ini
sesuai dengan tujuan penelitian, terdapat ISSN, menunjukkan ada pengaruh pemberian latihan range of
merupakan jurnal intervensi latihan ROM terhadap motion terhadap kemampuan motorik pada pasien post
peningkatan kekuatan otot pada stroke. Latihan Range stroke. Pada penelitian ini di berikan latihan range of
Of Motion (ROM) yang digunakan dalam jurnal yang motion (ROM) pasif pada responden sebanyak 2x
terpilih yaitu, dan Range of Motion (ROM) aktif dan sehari selama 7 hari dan dilakukan pada pagi dan sore
pasif. Pemberikan latihan ROM yaitu 2x sehari setiap hari.
pagi dan sore dengan waktu 15-35 menit dan dilakukan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
4 kali pengulangan setiap gerakan. intervensi dengan latihan Range of motion dua kali
Terdapat 6 Jurnal yang terpilih berdasarkan sehari lebih efektif dari pada menggunakan latihan
kriteria inklusi dan lembar penilaian Duffy’s Research Range of motion satu kali sehari karena dapat
Appraisal Checklist Approach,dari 6 jurnal yang meningkatkan kekuatan otot yang efektif. Program
terpilih terdapat 2 jenis latihan ROM yang efektif latihan Range of motion akan meningkatkan
dalam meningkatkan kekuatan otot yaitu Range of fleksibilitas sendi, fungsi aktivitas, persepsi nyeri dan
Motion (ROM) pasif dan aktif. Pemberikan latihan gejala-gejala depresi pada sampel penderita stroke dan
ROM yaitu 2x sehari setiap pagi dan sore dengan waktu fasilitas perawatan jangka-panjang (Long-term care
15-35 menit dan dilakukan 4 kali pengulangan setiap facitily) (5).
gerakan selama 4 minggu latihan.
Penelitian yang berjudul “ Comparison of
Peneliti pertama yang ditulis oleh Kristiani Muscle Strength in Stroke Patients between The Given
(2018) dengan judul “ Pengaruh range of motion and Not Given Range of motion Exercise”. Setelah
exercise terhadap kekuatan otot pada pasien stroke di mereview jurnal ini didapatkan bahwa ada perubahan
wilayah puskesmas sidotopo surabaya” dari hasil yang signifikan terhadap kekuatan otot pada
meriview artikel tersebut didapatkan kesimpulan ekstremitas setelah di berikan latihan range of motion
bahwa terdapat pengaruh latihan ROM terhadap selama 7 hari sebanyak 2 kali sehari (1).
kekuatan otot pada pasien stroke setelah 1 bulan
menjalani latihan ROM yang menunjukkan terdapat Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian
peningkatan kekuatan otot setelah latihan Range of yang dilakukan oleh Cahyati (2013) dengan hasil
motion dari skala 3 ke skala 4 dan skala 4 meningkat rerata kekuatan otot sebelum intervensi yaitu 1,93,
menjadi skala 5. Latihan ini dilakukan dengan rerata kekuatan otot sesudah intervensi yaitu 3,13.
frekuensi 2x sehari dalam 5 hari (10). Hasil ini menunjukkan bahwa latihan ROM
meningkatkan kekuatan otot sebesar 2,20. Hasil uji
Penelitian ini menunjukkan bahwa data nilai statistik disimpulkan terdapat perbedaan yang
kekuatan otot dan rentang gerak yang meningkat dapat signifikan antara nilai kekuatan otot sebelum dan
menjawab beberapa tujuan latihan Range of motion kekuatan otot sesudah latihan pada kelompok
(ROM) yaitu mempertahankan atau memelihara intervensi (p= 0,001; α= 0,05). (8).
fleksibilitas dan kekuatan otot, memelihara mobilitas
persendian dan mencegah kelainan bentuk, kekakuan Menurut penulis latihan range of motion
dan kontraktur. Nilai kekuatan otot dan rentang gerak (ROM) dapat meningkatkan kekuatan otot pada pasien
yang meningkat tersebut juga memberi jawaban pada yang mengalami kelemahan otot karena dengan latihan
manfaat Range of motion (ROM) yaitu memperbaiki yang berulang-ulang dapat menimbulkan rangsangan
yang meningkatkan aktivitas kimia, neuromuscular dan
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2018 MPPKI. All rights
reserved
189
MPPKI (September, 2019) Vol. 2. No. 3

aktivitas pada otot sehingga terjadi peningkatan setiap pagi dan sore dengan waktu setiap latihan 20
kontraksi pada kelompok otot tertentu. Latihan ROM menit selama 1 bulan. Pada penelitian ini di dapatkan
ini dapat meningkatkan kekuatan otot pasien selama hasil terjadi kenaikan kekuatan otot dari skala 2
dilakukan dengan teknik yang tepat dan dilakukan menjadi skala 3 setelah diberikan latihan range of
secara terprogram minimal dua kali/hari motion (ROM) aktif. Adanya pengaruh dari pemberian
latihan ROM aktif untuk meningkatkan kekuatan otot
Jurnal penelitian yang keempat ditulis oleh
pada penderita stroke (13).
Nababan (2019) dengan judul “Pengaruh rom pada
pasien stroke iskemik terhadap peningkatan kekuatan Biasanya durasi yang diberikan dalam
otot di rsu Royal prima Medan tahun 2018” setelah pemberian latihan ROM adalah selama 20 menit dan
mereview jurnal ini didapatkan nilai rerata sebelum dilakukan 2x sehari yaitu pada pagi dan sore hari.
dilakukan intervensi adalah 2,50 dan pada saat setelah Latihan gerak secara berulang membuat konsentrasi
dilakukan intervensi selama 5 hari didapatkan nilai untuk melakukan gerakan berulang dengan kualitas
rerata 10,00 dengan p-value sebesar 0,059 < 0,05 sebaik mungkin. Gerakan berulang kali dan terfokus
artinya bahwa ada pengaruh latihan ROM pada pasien dapat membangun koneksi baru antara motor sistem
stroke iskemik terhadap peningkatan kekuatan otot dan mengaktifkan spinal motorneuron adalah dasar
(11). pemulihan pada stroke (14).
Kekuatan otot adalah adalah kemampuan otot Berdasarkan uji statistik dalam jurnal pada
menahan beban baik berupa beban eksternal maupun tabel 4.1 menggunakan uji Wilcoxon dan Uji Paired T-
beban internal. Kekuatan dari sebuah otot umumnya test dengan nilai p = 0,000 atau α<0, 05 yang
diperlukan dalam melakukan aktifitas. Se-mua gerakan menunjukkan signifikan atau ada pengaruh latihan
merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot range of motion (ROM) pasif atau aktif dalam
sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambar- menangani masalah kelemahan otot pada pasien stroke.
kan sebagai kemampuan otot menahan beban berupa Hasil tersebut menunjukkan bahwa latihan range of
beban eksternal (external force) maupan beban internal motion (ROM) efektif diberikan pada pasien stroke
(internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan yang mengalami kelemahan otot khususnya pada
dengan sistem neuromuskuler yaitu sebera-pa besar ekstremitas karena dapat meningkatkan kekuatan otot.
kemampuan sistem saraf meng-aktifasi otot untuk Penulis menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh dalam
melakukan kontraksi, sehingga semakin banyak serat meningkatan kekuatan otot pada pasien stroke dengan
otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula keku- latihan Range of motion aktif maupun pasif. Latihan
atan yang dihasilkan otot tersebut (12). Range of motion harus dilakukan secara rutin dan
terprogram.
Jurnal penelitian yang keenam ditulis oleh
Harahap (2014) dengan judul pengaruh latihan (ROM) Latihan yang terprogram akan mempengaruhi
pasif terhadap kekuatan otot skstremitas pada pasien hasil yaitu tercapainya peningkatan kekuatan otot
stroke di ruang RA4 RSUP H. Adam Malik Medan setelah diberikan intervensi. Apabila latihan Range of
tahun 2014. Pada penelitian ini dilakukan latihan range motion tidak dilakukan secara reguler dan terprogram
of motion (ROM) pasif 2 x sehari selama 7 hari maka kondisi otot ini akan kembali seperti semula. Hal
intervensi dengan hasil pengukuran tingkat kekuatan ini berkaitan dengan masa recovery dari sistem
otot sebelum diberikan latihan nilai kekuatan otot 1 dan persendian energi yang digunakan saat latihan itu (15).
setelah dilakukan latihan range of motion meningkat
Pelaksanaan latihan ROM harus disesuaikan
menjadi nilai 3 (7).
dengan kondisi pasien, untuk pasien dengan stroke
Selaras dengan penelitian yang dilakukan akibat trombosis dan emboli jika tidak ada komplikasi
Murtaqib (2013) yang menunjukkan adanya lain dapat dimulai setelah 2 sampai 3 hari setelah
peningkatan rentang gerak sendi selama 1 minggu dan serangan itu dan dalam hal perdarahan subaracnoid
2 minggu pemberian latihan ROM pasif dengan p value dimulai setelah 2 minggu, trombosis atau emboli yang
0,001. Latihan ROM ini dilakukan 1 hari 2 kali yaitu tidak ada infark miokard tanpa komplikasi lain dimulai
pagi dan sore hari selama 10-15 menit sehingga setelah minggu ke-3 dan jika tidak ada aritmia dimulai
memiliki kesempatan untuk mengalami penyebuhan pada hari ke-10. Implementasi dilakukan secara rutin
dengan baik khususnya dalam meningkatkan kekuatan dalam waktu latihan antara 15-35 menit, tetapi ketika
otot. pasien tampak lelah, ada perubahan di wajah dan tidak
ada peningkatan yang menonjol dalam tanda-tanda
Jurnal penelitian yang keenam yang ditulis
vital setiap latihan , maka harus segera dihentikan (16).
oleh Nurtanti (2018) “Efektifitas range of motion
(ROM) aktif terhadap peningkatan kekuatan otot pada Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
penderita stroke” pada penelitian ii dilakukan latihan bahwa latihan ROM aktif maupun pasif sangat
range of motion (ROM) aktif yang dilakukan 2x sehari bermanfaat bagi pasien stroke yang mengalami
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2018 MPPKI. All rights
reserved
190
MPPKI (September, 2019) Vol. 2. No. 3

kelemahan otot atau terjadi hemiparese karena dapat dengan melakukan latihan ROM. Latihan ROM adalah
meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki tonus otot, terapi rehabilitasi yang bertujuan untuk meningkatkan
dan meningkatkan mobilisasi sendi. atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot,
sehingga pasien mampu memenuhi kebutuhan dasar
Range of motion (ROM) ini dapat memberikan
sehari-hari secara mandiri atau dengan bantuan
efek yang lebih pada fungsi motorik anggota
minimal meskipun dengan keterbatasan fisik. Pasien
ekstremitas pada pasien stroke. Efek dari latihan ini
mampu menggunakan segala sumber daya yang masih
akan berdampak setelah latihan akan terjadi
dimilikinya seperti separuh anggota gerak yang masih
peningkatan kekuatan otot. Dimana pelaksanaan
berfungsi, bantuan alat untuk berjalan dan bantuan
latihan ROM dapat dilakukan minimal 2 kali sehari
keluarga agar tubuhnya berfungsi seperti semula.
yaitu pada pagi dan sore hari secara rutin dengan durasi
waktu 15-35 menit dan latihan dilakukan minimal 4
minggu untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil Systematic Review yang
Latihan Range Of Motion (ROM) dapat
telah dilakukan tentang latihan range of motion (ROM)
menimbulkan rangsangan sehingga meningkatkan
terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke
aktivitas dari kimiawi neuromuskuler dan muskuler.
disimpulkan bahwa latihan ROM efektif dalam
Rangsangan melalui neuromuskuler akan
meningkatkan kekuatan otot. Dengan pemberikan
meningkatkan rangsangan pada serat saraf otot
latihan yaitu 2x sehari setiap pagi dan sore dengan
ekstremitas terutama saraf parasimpatis yang
waktu 15-35 menit dan dilakukan 4 kali pengulangan
merangsang untuk produksi asetilcholin, sehingga
setiap gerakan. Waktu pemberian latihan ini sebaiknya
mengakibatkan kontraksi. Mekanisme melalui
lebih lama minimal 4 minggu karena telah terbukti
muskulus terutama otot polos ekstremitas akan
berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot.
meningkatkan metabolism pada metakonderia untuk
Terapi tersebut direkomendasikan untuk digunakan
menghasilkan ATP yang dimanfaatkan oleh otot
karena tekniknya sederhana, tidak membutuhkan alat
ekstremitas sebagai energi untuk kontraksi dan
dan bahan, tidak memerlukan kemampuan khusus
meningkatan tonus otot polos ekstremita (1).
untuk menerapkannya dan dapat dilakukan oleh semua
Pada prinsipnya pemulihan stroke dapat terjadi pasien stroke yang mengalami kelemahan otot.
sepanjang waktu, sekitar 30% penderita stroke akan
pulih sempurna atau mendekati sempurna seperti DAFTAR PUSTAKA
sebelum sakit. Sekitar 50% yang selamat dan berusia di 1. Rhestifujiayani E, Huriani E, Muharriza M.
bawah 65 tahun bisa bekerja kembali, sekitar 70% Comparison of Muscle Strength in Stroke
pasien stroke yang bertahan hidup hingga 20 tahun Patients between The Given and Not Given
kemudian dan sekitar 30% pasien yang bertahan hidup Range of Motion Exercise. Nurse Media J Nurs.
dengan menderita cacar ringan sampai sedang. Artinya 5(2):88–100.
bahwa pada pasien stroke khususnya yang mengalami 2. Mendis S, Davis S, Norrving B. Organizational
hemiparesis mempunyai peluang untuk dapat pulih update: the world health organization global
kembali, salah satunya dengan latihan ROM yang telah status report on noncommunicable diseases
terbukti dari beberapa penelitian mengatakan bahwa 2014; one more landmark step in the combat
latihan tersebut sangat efektif dalam meningkatkan against stroke and vascular disease. Stroke.
kekuatan otot pada pasien stroke yang mengalami 2015;46(5):e121–2.
hemiparesis. 3. RI KK. Hasil utama riskesdas 2018. Jakarta
Latihan range of motion ini dapat memulihkan Kemenkes RI. 2018;
kemandirian atau mengurangi tingkat ketergantungan 4. Selatan DKS. Profil kesehatan Sulawesi Selatan
pasien supaya pasien dapat hidup mandiri dan optimal 2015. Diperoleh dari http//dinkes-sulsel go
seperti sebelum terserang stroke. Sehingga latihan id/new/images/pdf/profil/profil%
ROM dapat dikaitkan dengan teori keperawatan 20kesehatan% 20sulsel. 2015;20(2008):20.
tentang teori adaptasi Calista Roy. Pada stroke klien 5. Rahayu KIN. Pengaruh Pemberian Latihan
dapat mengalami kelemahan otot satu sisi maupun RAnge of Motion (ROM) Terhadap
kelumpuhan akibat hilangnya control gerakan volunter Kemampuan Motorik Pada Pasien Post Stroke
oleh otak. Keadaan ini dapat mengakibatkan kerusakan Di RSUD Gambiran. J keperawatan. 2016;6(2).
mobilitas fisik dan juga pasien mengalami 6. Marlina M. PENGARUH LATIHAN ROM
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari- TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN
hari (ADL), maupun perawatan diri (17). Untuk OTOT PADA PASIEN STROKE ISKEMIK DI
memenuhi kebutuhan aktivitas dan istrahat yang RSUDZA BANDA ACEH. Idea Nurs J.
dikemukakan oleh Calista Roy, salah satunya adalah 2012;3(1):11–20.
7. Harahap Z. Pengaruh Latihan (ROM) Pasif
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2018 MPPKI. All rights
reserved
191
MPPKI (September, 2019) Vol. 2. No. 3

Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada


Pasien Stroke Di Ruang RA4 RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2014. J Ilm PANNMED
(Pharmacist, Anal Nurse, Nutr Midwivery,
Environ Dent. 2015;9(3):206–9.
8. Cahyati Y, Nurachmah E, Hastono SP.
Perbandingan Peningkatan Kekuatan Otot
Pasien Hemiparese Melalui Latihan ROM
Unilateral dan Bilateral. J Keperawatan
Indones. 2013;16(1):40–6.
9. Astrid M. Pengaruh Latihan Range of Motion
(ROM) terhadap Kekuatan Otot, Luas Gerak
Sendi dan Kemampuan Fungsional Pasien
Stroke di RS Sint Carolus Jakarta. J Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan. 2011;3(1).
10. Kristiani RB. PENGARUH RANGE OF
MOTION EXERCISE TERHADAP
KEKUATAN OTOT PADA PASIEN
STROKE DI WILAYAH PUSKESMAS
SIDOTOPO SURABAYA. J Ners LENTERA.
2018;5(2):149–55.
11. Nababan T. PENGARUH ROM PADA
PASIEN STROKE ISKEMIK TERHADAP
PENINGKATAN KEKUATAN OTOT DI
RSU. ROYAL PRIMA MEDAN TAHUN
2018. J Keperawatan Prior. 2019;2(1):1–8.
12. WAHYUNINGSIH D, MUHAMMADIYAH
STIK. PEMBERIAN LATIHAN ROM
UNTUK MENINGKATKAN KEKUATAN
OTOT PADA PASIEN STROKE DI RSUD Dr.
SOEDIRMAN KEBUMEN.
13. Nurtanti S, Ningrum W. EFEKTIFITAS
RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF
TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN
OTOT PADA PENDERITA STROKE. J
KEPERAWATAN GSH. 2019;7(1):14–8.
14. Andarwati NA. Pengaruh Latihan ROM
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pasien
Hemiparese Post Stroke Di RSUD Dr.
Moewardi Sukarta Skripsi Fak Ilmu Kesehat
Univ Muhammadiyah, Surakarta. 2013;
15. Wiwit S. Stroke dan penanganannya:
memahami, mencegah, dan mengobati stroke.
Jogjakarta: Katahati. 2010;
16. Black JM, Hawks JH. Medical-surgical nursing:
Saunders. Elsevier; 2009.
17. Yudha F. Pengaruh range of motion (rom)
terhadap kekuatan otot dan rentang gerak pasien
pasca perawatan stroke. 2014.

Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2018 MPPKI. All rights
reserved

Anda mungkin juga menyukai