DISUSUN OLEH:
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulisan laporan pendahuluan “STROKE NON HEMORAGIK
( NHS )” dapat kami selesaikan.
Laporan pendahuluan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah gawat darurat. Selain itu, agar pembaca dapat memperluas ilmu yang
berkaitan dengan judul makalah, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber dan hasil kegiatan yang telah dilakukan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Dan kami menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam
makalah ini. Oleh karena itu, kami memohon keterbukaan dalam pemberian saran
dan kritik agar lebih baik lagi untuk ke depannya.
Ade humena
BAB I
PENDAHULUAN
A. KONSEP MEDIS
1. Defenisi
Non hemoragic stroke (stroke iskemik) merupakan tanda klinis
disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang diakibatkan kurangnya aliran
darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di
jaringan otak (McPhee & Ganong, 2006). Dari banyaknya kejadian stroke,
82% stroke merupakan stroke iskemik. Penyebab utama stroke iskemik
adalah penggumpalan darah yang bersirkulasi melalui pembuluh arteri.
Kodisi ini hampir sama dengan aterosklerosis (gangguan arteri) pada arteri
jantung. Lokasi penyumbatan dapat terjadi pada pembuluh darah besar
(arteri karotis), pembuluh darah sedang (arteri selebris), dan pembuluh
darah kecil (Lingga, 2013).
Stroke iskemik pada umumnya akan menyerang pada pagi sampai
siang hari (sekitar pukul 06.00-12.00) dimana tekanan darah secara alami
mengalami peningkatan sehingga akan menyebabkan peningkatan
perdarahan pada plak pembuluh darah (infraplak hemoragik). Kondisi ini
menyebabkan penyempitan (stenosis) pembuluh darah yang mengalami
aterosklerosis, peningkatan kekentalan (viskositas), penurunan aktivitas tPA
(aendogen tissue plasminogen activator), dan peningkatan agregrasi platelet
(Lingga, 2013).
2. Etiologi
Ada beberpa penyebab sehingga stroke iskemik dapat terjadi
diantaranya yaitu kekurangan suplai oksigen ke otak dan adanya sumbatan
bekuan darah di otak (Batticaca, 2008). Menurut Kabi, Tumewah, &
Kembuan (2015), ada beberapa faktor risiko yang dapat memicu terjadinya
stroke iskemik, yaitu:
a. Faktor yang tidak dapt dimodifikasi (Nonmodifiable Risk Factor),
seperti: usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic
Attack atau stroke sebelumnya.
b. Faktor yang dapat dimodifikasi (Modifiable Risk Factor), seperti:
hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan
kontrasepsi oral, alkohol, hiperkolesterolemia, stress emosional,
pengguna obat-obat terlarang, aktivitas tidak sehat.
3. Manifestasi Klinik
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), Batticaca (2008), ada beberapa
tanda dan gejalah klinik yang dapat ditimbulkan dari stroke iskemik,
seperti:
a. Kelemahan atau kelumpuhan separuh badan (hemiparesis atau
hemiplegia) secara mendadak
b. Gangguan sensibilitas pada salah satu anggota badan (hemisensorik)
c. Bicara cadel atau pelo (disartria)
d. Gangguan bicara dan bahasa atau tidak dapat bicara (afasia)
e. Gangguan penglihatan
f. Mulut mencong atau tidak simestris ketika menyeringai
g. Tungkai atau anggota tubuh tidak tepat ada sasaran (ataksia)
h. Vertigo
i. Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, latergi,
supor, atau koma)
j. Kesulitan menelan karena stroke pada arteri vertebrobasiler yang
mempengaruhi saraf yang mengatur proses menelan yakni N V
(trigeminus), N VII (facialis) , N IX (glossofaringeus) dan N XII
(hipoglosus).
4. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat NHS (Black & Hawks, 2014) :
1. Pneumonia
Salah satu masalah yang paling serius dari stroke adalah radang paru-
paru/ pneumonia. Itu dibuktikan pada penelitian yang telah menemukan
bahwa dari 58 % kematian pasien stroke penyebab utamanya adalah
radang paru-paru.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui NHS
(Tarwoto, Wartonah, & Suryati, 2007):
a. Computerized Tomografi Scaning (CT Scan): mengetahui area infark,
edema, hematoma, struktur dan system ventrikel otak. Pemindaian CT
nonkontras kepala untuk mempertegas penyebab gangguan neurologis
akut (Black & Hawks, 2014)
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Angiografi Resonansi Magnetik
(MRA) : memungkinkan evaluasi lokasi dan ukuran lesi yang mengalami
infark, hemoragik, atau malformasi arteriovena.
c. Elektro Encephalografi (EEG): mengidentifikasi masalah didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
d. Angiografi Serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau
rupture.
e. Sinar X (Rontgen) tengkorak : mengetahui adanya kalsifikasi karotis
interna pada thrombosis cerebral.
f. Pungsi Lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal, jika tekanan
meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan hemoragik
subarachnoid atau perdarahan intracranial. Kontraindikasi pada
peningkatan tekanan intracranial.
g. Laboratorium: menunjukkan peningkatan risiko thrombosis dan termasuk
pemeriksaan antibodi.
h. EKG: memberikan gambaran fibrilasi atrium dan ekhokardiogram, jika
terdapat emboli atrium (Black & Hawks, 2014).
6. Penatalaksanaan
Manajemen medis pada pasien stroke adalah dilakukan sejak awal
diagnosis sesegera mungkin dan mengidentifikasi pasien yang bisa
mendapatkan manfaat terapi trombolitik. Tujuan lainnya mempertahankan
oksigenasi, mencegah konflikasi dan kekambuhan serta merehabilitasi
pasien stroke, dapat dijabarkan sebagai berikut (Black & Hawks, 2014) :
a. Idenfikasi stroke sejak awal, faktor kritis dalam intervensi dan
penatalaksaaan awal pasien stroke adalah ketepatan dalan
mengidentifikasi manifestasi klinis yang bervariasi berdasarkan lokasi
dan ukuran infark, alat pengkajian terstandarisasi termasuk
penggunaan acute stroke quick screen dan national institutes of health
stroke scale (NIHSS) dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara
cepat klien yang mungkin bisa mendapatkan manfaat pemberian
trombolitik.
b. Mempertahankan oksigenasi serebral, penatalaksanaan gawat darurat
pasien stroke termasuk mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan
memiringkan kepala pasien untuk mengalirkan air liur pada jalan
nafas, kepala dielevasi tetapi leher tidak diekstensikan.
c. Memulihkan aliran darah serebral. Pasien yang mendapat terapi
trombolitik harus dievaluasi terhadap terjadinya perdarahan. Tujuan
trombolitik adalah untuk rekanalisasi pembuluh darah dan perfusi
jaringan otak yang mengalami iskemia.
d. Rehabilitasi setelah stroke. Ditujukan untuk memaksimalkan
pemulihan fisik dan kognitif sejak awal serangan stroke
7. Prognosis
BAB II
PATOFISIOLOGI
Penyumbatan aliran Arteri carotis interna Arteri vertebra basilaris Arteri cerebri media
darah ke otak
Risiko jatuh
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
1. Pengkajian Keperawatan
Anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial.
1. Pemeriksaan Fisik: Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
2. B1 (Breathing): Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
3. B2 (Blood): Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg).
4. B3 (Brain): Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
5. B4 (Bladder): Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan,
dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural.
6. B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut.
7. B6 (Bone): Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
8. Pengkajian Tingkat Kesadaran: Kualitas kesadaran klien merupakan parameter
yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian.
9. Pengkajian Fungsi Serebral: Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi
intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
10. Pengkajian Saraf Kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII.
a. Saraf I (olfaktorius): Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
b. Saraf II (optikus) . Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial)
sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak
dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidak mampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III (okulomotor) , IV (troklearis) , dan VI (abdusen): Jika akibat
stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V (trigeminus): Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII (fasialis): Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII (vestibulokoklearis) : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif
dan tuli persepsi.
g. Saraf IX (glosofaringeal) dan X (vagus) : Kemampuan menelan kurang
baik dan kesulitan membuka mulut.
h. Saraf XI (aksesorius) : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
i. Saraf XII (hipoglosus). Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
11. Pengkajian Sistem Motorik: Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN)
dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah
satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang
berlawanan dari otak
12. Pengkajian Sistem Sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi
terdapat ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi
persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan
korteks visual.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d penyakit neurologis
(Domain 4 kelas 4; 00201)
2. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular (Domain 4, kelas 2:
00085)
3. Hambatan Komunikasi verbal (Domain 5, kelas 5; 00051) b/d kerusakan
tonus/ kontrol otot pada N V,VII, X
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan makan (Domain 2: Nutrisi, Kelas 1: Makanan)
5. Kerusakan integritas kulit b/d luka dekubitus (Domain 11:
Keamanaan/perlindungan, kelas 2: Cedera fisik)
6. Konstipasi b/d tirah baring lama (Domain 3: Eliminasi dan pertukaran, Kelas
2: Fungsi Gastrointestinal)
7. Defisit perawatan diri: mandi b/d kelemahan (Domain 4: Aktivitas/istirahat,
Kelas 5: Perawatan diri)
8. Defisit perawatan diri: berpakaian b/d gangguan neuromuskular (Domain 4:
Aktivitas/istirahat, Kelas 5: Perawatan diri)
9. Defisit perawatan diri: eliminasi b/d hambatan mobilitas (Domain 4:
Aktivitas/istirahat, Kelas 5: Perawatan diri)
10. Risiko jatuh (Domain 11: Keamanaan/perlindungan, kelas 2: Cedera fisik)
3. Intervensi Keperawatan
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
NOC NIC
6. Konstipasi b/d tirah Setelah dilakukan tindakan Catat tanggal buang air terakhir
baring lama keperawatan selama 3 x 24 jam Monitor bising usus
konstipasi pada klien dapat diatasi Monitor buang air besar termasuk
(Domain 3: Eliminasi dan dengan kriteria: frekuensi, kosistensi, bentuk,
pertukaran, Kelas 2: volume, dan warna dan konsistensi
Fungsi Gastrointestinal) 1. Eliminasi usus feses
a. Pola eliminasi lancar Ajarkan pasien mengenai
b. Kemudahan dalam buang makanan-makanan tertentu yang
air besar membantu mendukung keteraturan
c. Pengeluaran feses tanpa aktivitas usus
bantuan Masukkan supositoria rektal sesuai
d. Bunyi bising usus normal dengan kebutuhan
Mendorong penurunan asupan
makanan pembentuk gas yang
sesuai
Instruksikan pasien mengenai
makanan tinggi serat dengan cara
yang tepat
Berikan cair hangat setelah makan
dengan cara yang tepat
7. Defisit perawatan diri: Setelah dilakukan tindakan Memandikan
mandi b/d gangguan keperawatan, defisit perawatan diri: - Bantu (memandikan pasien)
neuromuskular mandi dapat diatasi dengan kriteria: dengan menggunakan kursi
(Domain 4: untuk mandi, bak tempat
Aktivitas/istirahat, 1) Masuk dan keluar dari kamar mandi, mandi dengan
Kelas 5: Perawatan mandi berdiri, dengan
diri) 2) Mengambil alat/bahan mandi menggunakan cara yang
3) Mandi di bak mandi
tepat atau sesuai dengan
4) Mandi dengan bersiram
keinginan (pasien)
5) Mencuci wajah
6) Mencuci badan bagian atas - Cuci rambut sesuai dengan
7) Mencuci badan bagian bawah kebutuhan atau keinginan
8) Membersihkan area perineum - Mandi dengan air yang
9) Mengeringkan badan mempunyai suhu yang
nyaman
- Bantu dalam hal perawatan
perineal jika memang
diperlukan
- Bantu dalam hal kebersihan (
misalnya, deodoran, parfum)
- Berikan lubrikan dan krim
pada area kulit yang kering
- Berikan bedak kering pada
lipatan kulit yang dalam
- Monitor kondisi kulit saat
mandi
Bantuan perawatan diri:
mandi/kebersihan
- Pertimbangkan budaya
pasien saat mempromosikan
aktivitas perawatan diri
- Pertimbangkanusia pasien
saat mempromosikan
aktivitas perawatan diri
- Tentukan jumlah dan tipe
terkait dengan bantuan yang
diperlukan
- Sediakan lingkungan
terapeutik dengan
memastikan kehangatan,
suasana rileks, privasi, dan
pengalaman pribadi
- Fasilitasi untuk menggosok
gigi dengan tepat
Kabi, G. Y., Tumewah, R., & Kembuan, M. A. (2015). Gambaran faktor risiko
pada penderita stroke iskemik yang dirawat inap Neurologi RSUP Prof.
DR. R. D. Kando Manado perode Juli 2012- Juni 2013. Jurnal e-Clinic
(eCl), 3(1), 457-462.
Lingga, L. (2013). All About Stroke: Hidup Sebelum Dan Pasca Stroke. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification (NOC). United States of America: Elsevier.