Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK ( NHS )

DISUSUN OLEH:

ADE TRI PUTRA HUMENA


NIM:19010001

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
HUSADA MANDIRI POSO
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulisan laporan pendahuluan “STROKE NON HEMORAGIK
( NHS )” dapat kami selesaikan.

Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Baginda Rasulullah


SAW, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga
akhir zaman.

Laporan pendahuluan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah gawat darurat. Selain itu, agar pembaca dapat memperluas ilmu yang
berkaitan dengan judul makalah, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber dan hasil kegiatan yang telah dilakukan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait, terutama


kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran
dalam penyelesaian makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Dan kami menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam
makalah ini. Oleh karena itu, kami memohon keterbukaan dalam pemberian saran
dan kritik agar lebih baik lagi untuk ke depannya.

Palu,31 januari 2023

Ade humena
BAB I

PENDAHULUAN

A. KONSEP MEDIS

1. Defenisi
Non hemoragic stroke (stroke iskemik) merupakan tanda klinis
disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang diakibatkan kurangnya aliran
darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di
jaringan otak (McPhee & Ganong, 2006). Dari banyaknya kejadian stroke,
82% stroke merupakan stroke iskemik. Penyebab utama stroke iskemik
adalah penggumpalan darah yang bersirkulasi melalui pembuluh arteri.
Kodisi ini hampir sama dengan aterosklerosis (gangguan arteri) pada arteri
jantung. Lokasi penyumbatan dapat terjadi pada pembuluh darah besar
(arteri karotis), pembuluh darah sedang (arteri selebris), dan pembuluh
darah kecil (Lingga, 2013).
Stroke iskemik pada umumnya akan menyerang pada pagi sampai
siang hari (sekitar pukul 06.00-12.00) dimana tekanan darah secara alami
mengalami peningkatan sehingga akan menyebabkan peningkatan
perdarahan pada plak pembuluh darah (infraplak hemoragik). Kondisi ini
menyebabkan penyempitan (stenosis) pembuluh darah yang mengalami
aterosklerosis, peningkatan kekentalan (viskositas), penurunan aktivitas tPA
(aendogen tissue plasminogen activator), dan peningkatan agregrasi platelet
(Lingga, 2013).

Jenis stroke iskemik


Ada dua jenis stroke iskemik berdasarkan lokasi penggumpalan darah
menurut Lingga (2013), yaitu stroke iskemik trombolitik dan stroke
iskemik embolitik.
a. Stroke iskemik trombolitik
Jenis stroke ini ditandai dengan penggumpalan darah pada
pembuluh darah yang mengarah menuju otak (selebral thrombosis).
Proses terjadinya trombosis dapat terjadi di dua tempat yang berbeda,
yaitu di pembuluh darah besar dan pembuluh darah kecil. Trombosis
yang terjadi pada pembuluh darah besar bekaitan dengan
aterosklerosis, sedangkan trombosis pada pembuluh darah kecil
biasanya akan dialami oleh penderita hipertensi. Kadar kolesterol LDL
(Low Density Lipoprotein) yang tinggi menjadi penyebab aterosklerosis
yang selanjutnya mendorong trombosis di pembuluh darah besar.
Stroke iskemik trombolitik terjadi hampir 70% dari seluruh
kejadian stroke. Stroke jenis ini banyak dialami oleh para manula yang
memiliki riwayat hipertensi. Serangan stroke iskemik biasanya terjadi
pada pagi atau siang hari, saat orang masih berada diatas tempat tidur
atau mulai beranjak bangun dari tempat tidur. Pada sebagian kasus
lainnya terjadi ketika seseorang sedang melakukan aktivitas ringan atau
tidak beraktivitas yang sebelumnya tidak melakukan aktivitas sekama
berjam-jam.

b. Stroke iskemik embolitik


Stroke iskemik embolitik merupakan jenis stroke yang terjadi
karena trombosis pada pembuluh darah jantung. Penggumpalan darah
bukan terjadi pada pembuluh darah otak melainkan pada pembuluh
darah yang lainnya. Trombosis yang terjadi pada pembuluh darah
jantung akan menyebabkan menurunnya pasokan darah yang kaya akan
oksigen dan nutrisi ke otak. Stroke jenis ini sering dipicu oleh
penurunan tekanan darah yang drastis, seperti ketika seseorang
melakukan aktivitas fisik yang berat sehingga mengalami kelelahan
fisik yang luar biasa.
Stroke iskemik embolitik dapat terjadi kapan saja. Umumnya
stroke ini terjadi tanpa adanya tanda-tanda yang dirasakan sebelumnya.
Hal inilah yang membuat miris sebagian orang, stroke tiba-tba terjadi
tanpa ditandai dengan peringatan yang dapat diantisipasi sebelumnya.

2. Etiologi
Ada beberpa penyebab sehingga stroke iskemik dapat terjadi
diantaranya yaitu kekurangan suplai oksigen ke otak dan adanya sumbatan
bekuan darah di otak (Batticaca, 2008). Menurut Kabi, Tumewah, &
Kembuan (2015), ada beberapa faktor risiko yang dapat memicu terjadinya
stroke iskemik, yaitu:
a. Faktor yang tidak dapt dimodifikasi (Nonmodifiable Risk Factor),
seperti: usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic
Attack atau stroke sebelumnya.
b. Faktor yang dapat dimodifikasi (Modifiable Risk Factor), seperti:
hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan
kontrasepsi oral, alkohol, hiperkolesterolemia, stress emosional,
pengguna obat-obat terlarang, aktivitas tidak sehat.

3. Manifestasi Klinik
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), Batticaca (2008), ada beberapa
tanda dan gejalah klinik yang dapat ditimbulkan dari stroke iskemik,
seperti:
a. Kelemahan atau kelumpuhan separuh badan (hemiparesis atau
hemiplegia) secara mendadak
b. Gangguan sensibilitas pada salah satu anggota badan (hemisensorik)
c. Bicara cadel atau pelo (disartria)
d. Gangguan bicara dan bahasa atau tidak dapat bicara (afasia)
e. Gangguan penglihatan
f. Mulut mencong atau tidak simestris ketika menyeringai
g. Tungkai atau anggota tubuh tidak tepat ada sasaran (ataksia)
h. Vertigo
i. Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, latergi,
supor, atau koma)
j. Kesulitan menelan karena stroke pada arteri vertebrobasiler yang
mempengaruhi saraf yang mengatur proses menelan yakni N V
(trigeminus), N VII (facialis) , N IX (glossofaringeus) dan N XII
(hipoglosus).

4. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat NHS (Black & Hawks, 2014) :
1. Pneumonia
Salah satu masalah yang paling serius dari stroke adalah radang paru-
paru/ pneumonia. Itu dibuktikan pada penelitian yang telah menemukan
bahwa dari 58 % kematian pasien stroke penyebab utamanya adalah
radang paru-paru.

2. Subluksasi sendi bahu


Subluksasi sendi bahu yang terjadi akibat adanya gangguan faktor
biomekanik stabilitas sendi bahu karena kelemahan otot rotator cuff
mengakibatkan perlindungan terhadap sendi bahu tidak ada.
3. Trombosis vena profunda
Kira–kira 30%-50% pasien stroke menderita trombosis vena profunda
pada deep vein trombosis (DVT) pada tungkai. Resiko terjadinya emboli
paru dengan DVT kurang lebih 10% pada pasien stroke. Hal ini
disebabkan thrombus dari pembuluh darah balik terlepas membentuk
emboli, bersama darah menuju keparu-paru sehingga terjadilah emboli
paru
4. Shoulder hand syndrome
Shoulder hand syndrome/sindroma tangan bahu merupakan suatu bentuk
komplikasi pascastroke yang telah dikenal secara baik walaupun kondisi
ini jarang ditemui pada pasien pascastroke.Gejala ini ditandai dengan
adanya nyeri pada gerak aktif dan pasif pada bahu yang terkena, diikuti
nyeri pada gerakan ekstensi pergelangan tangan dan bengkak pada
pergelangan tangan dan tangan.
5. Spastisitas
Spastisitas terjadi karena pengaruh hambatan kortikal dimana terjadi
peningkatan tonus lebih tinggi dari normal karena terputusnya aktifitas
strech refleks karena hilangnya kontra supraspinal (sistem
ekstrapiramidalis).
6. Ulcer decubitus
Ulcer decubitus terjadi karena gangguan sensoris sehingga tidak
merasakan adanya tekanan pada daerah yang menonjol pada tubuh yang
kontak langsung dengan bed dalamwaktu lama, pembuluh darah tertekan,
dan terjadilah nekrosis pada daerah yang tertekan.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui NHS
(Tarwoto, Wartonah, & Suryati, 2007):
a. Computerized Tomografi Scaning (CT Scan): mengetahui area infark,
edema, hematoma, struktur dan system ventrikel otak. Pemindaian CT
nonkontras kepala untuk mempertegas penyebab gangguan neurologis
akut (Black & Hawks, 2014)
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Angiografi Resonansi Magnetik
(MRA) : memungkinkan evaluasi lokasi dan ukuran lesi yang mengalami
infark, hemoragik, atau malformasi arteriovena.
c. Elektro Encephalografi (EEG): mengidentifikasi masalah didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
d. Angiografi Serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau
rupture.
e. Sinar X (Rontgen) tengkorak : mengetahui adanya kalsifikasi karotis
interna pada thrombosis cerebral.
f. Pungsi Lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal, jika tekanan
meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan hemoragik
subarachnoid atau perdarahan intracranial. Kontraindikasi pada
peningkatan tekanan intracranial.
g. Laboratorium: menunjukkan peningkatan risiko thrombosis dan termasuk
pemeriksaan antibodi.
h. EKG: memberikan gambaran fibrilasi atrium dan ekhokardiogram, jika
terdapat emboli atrium (Black & Hawks, 2014).

6. Penatalaksanaan
Manajemen medis pada pasien stroke adalah dilakukan sejak awal
diagnosis sesegera mungkin dan mengidentifikasi pasien yang bisa
mendapatkan manfaat terapi trombolitik. Tujuan lainnya mempertahankan
oksigenasi, mencegah konflikasi dan kekambuhan serta merehabilitasi
pasien stroke, dapat dijabarkan sebagai berikut (Black & Hawks, 2014) :
a. Idenfikasi stroke sejak awal, faktor kritis dalam intervensi dan
penatalaksaaan awal pasien stroke adalah ketepatan dalan
mengidentifikasi manifestasi klinis yang bervariasi berdasarkan lokasi
dan ukuran infark, alat pengkajian terstandarisasi termasuk
penggunaan acute stroke quick screen dan national institutes of health
stroke scale (NIHSS) dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara
cepat klien yang mungkin bisa mendapatkan manfaat pemberian
trombolitik.
b. Mempertahankan oksigenasi serebral, penatalaksanaan gawat darurat
pasien stroke termasuk mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan
memiringkan kepala pasien untuk mengalirkan air liur pada jalan
nafas, kepala dielevasi tetapi leher tidak diekstensikan.
c. Memulihkan aliran darah serebral. Pasien yang mendapat terapi
trombolitik harus dievaluasi terhadap terjadinya perdarahan. Tujuan
trombolitik adalah untuk rekanalisasi pembuluh darah dan perfusi
jaringan otak yang mengalami iskemia.
d. Rehabilitasi setelah stroke. Ditujukan untuk memaksimalkan
pemulihan fisik dan kognitif sejak awal serangan stroke
7. Prognosis
BAB II
PATOFISIOLOGI

Faktor pencetus, seperti: usia, ras, gender, genetik,


dan riwayat Transient Ischemic Attack atau stroke Kolesterol, sel-sel arteri yang Plak menempel pada dinding
sebelumnya, hipertensi, merokok, penyakit jantung, rusak, kalsium, dan material arteri dan arteri akan
Penebalan plak (trombus)
diabetes, obesitas, penggunaan kontrasepsi oral, lain akan bersatu membentuk memproduksi zat kimia
plak tertentu
alkohol, hiperkolesterolemia, stress emosional,
pengguna obat-obat terlarang, aktivitas tidak sehat.

Aterosklerosis Penurunan suplai darah Resiko ketidakefektifan perfusi


dan oksigen ke otak jaringan otak

Strok Non Hemoragic


Trombus/emboli
di otak
Akan mempengaruhi

Penyumbatan aliran Arteri carotis interna Arteri vertebra basilaris Arteri cerebri media
darah ke otak

Disfungsi N. XI Gangguan Hemifiser


Disfungsi N. II Disfungsi N. V (Trigeminus), N. VII (Assesoris) kiri cerebellum
(Optikus) (Fasialis), N. IX (Glosovaringeus), N.
Proses metabolisme
X (Vagus), N. XII (Hipoglosus)
dalam otak terganggu
Penurunan fungsi motorik dan
Gangguan sensori Proses menelan tidak efektif Gangguan area Wernick/Brocca
muskuloskletal
penglihatan

Disfagia Kelemahan pada satu/keempat Afasia motorik/sensorik/global,


Kebutaan, penglihatan kabur, anggota gerak Kerusakan articular, tidak dapat
hilangnya penglihatan setengah berbicara (disatria)
lapang pandang, gangguan
pergerakan bola mata
Anoreksia
Hemiparase/ hemiplegi kanan
atau kiri tubuh/ keduanya Kerusakan komunikasi verbal

Risiko jatuh
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan

Hambatan mobilitas Deficit perawatan diri:


fisik - Mandi
- Berpakainan
- Eliminasi

Kerusakan integritas kulit Luka dekubitus Tirah baring lama

Konstipasi Hipoperistaltik Kelemahan otot abdomen


B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
Anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial.
1. Pemeriksaan Fisik: Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
2. B1 (Breathing): Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
3. B2 (Blood): Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg).
4. B3 (Brain): Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
5. B4 (Bladder): Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan,
dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural.
6. B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut.
7. B6 (Bone): Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
8. Pengkajian Tingkat Kesadaran: Kualitas kesadaran klien merupakan parameter
yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian.
9. Pengkajian Fungsi Serebral: Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi
intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
10. Pengkajian Saraf Kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII.
a. Saraf I (olfaktorius): Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
b. Saraf II (optikus) . Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial)
sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak
dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidak mampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III (okulomotor) , IV (troklearis) , dan VI (abdusen): Jika akibat
stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V (trigeminus): Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII (fasialis): Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII (vestibulokoklearis) : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif
dan tuli persepsi.
g. Saraf IX (glosofaringeal) dan X (vagus) : Kemampuan menelan kurang
baik dan kesulitan membuka mulut.
h. Saraf XI (aksesorius) : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
i. Saraf XII (hipoglosus). Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
11. Pengkajian Sistem Motorik: Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN)
dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah
satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang
berlawanan dari otak
12. Pengkajian Sistem Sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi
terdapat ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi
persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan
korteks visual.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d penyakit neurologis
(Domain 4 kelas 4; 00201)
2. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular (Domain 4, kelas 2:
00085)
3. Hambatan Komunikasi verbal (Domain 5, kelas 5; 00051) b/d kerusakan
tonus/ kontrol otot pada N V,VII, X
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan makan (Domain 2: Nutrisi, Kelas 1: Makanan)
5. Kerusakan integritas kulit b/d luka dekubitus (Domain 11:
Keamanaan/perlindungan, kelas 2: Cedera fisik)
6. Konstipasi b/d tirah baring lama (Domain 3: Eliminasi dan pertukaran, Kelas
2: Fungsi Gastrointestinal)
7. Defisit perawatan diri: mandi b/d kelemahan (Domain 4: Aktivitas/istirahat,
Kelas 5: Perawatan diri)
8. Defisit perawatan diri: berpakaian b/d gangguan neuromuskular (Domain 4:
Aktivitas/istirahat, Kelas 5: Perawatan diri)
9. Defisit perawatan diri: eliminasi b/d hambatan mobilitas (Domain 4:
Aktivitas/istirahat, Kelas 5: Perawatan diri)
10. Risiko jatuh (Domain 11: Keamanaan/perlindungan, kelas 2: Cedera fisik)
3. Intervensi Keperawatan
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

NOC NIC

1. Risiko ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan  Monitor TTV


perfusi jaringan otak b/d keperawatan selama 3x24 jam  Monitor AGD, ukuran pupil,
penyakit neuromuskular diharapkan : ketajaman, kesimetrisan dan
reaksi
(Domain 4 : Aktivitas / 1. Kefektifan pompa jantung  Monitor adanya diplopia,
Istirahat, Kelas 4 : dengan kriteria hasil: pandangan kabur, nyeri kepala
Respon a. tekanan darah sistol normal  Monitor level kebingungan dan
Kardiovaskular/Pulmonal b. tekanan darah diastol orientasi
) normal  Monitor tonus otot pergerakan
c. tekanan vena sentral  Monitor tekanan intrkranial dan
normal respon nerologis
d. keseimbangan intake dan  Catat perubahan pasien dalam
output dalam 24 jam merespon stimulus
normal  Monitor status cairan
 Pertahankan parameter
hemodinamik
 Tinggikan kepala 0-45o
tergantung pada konsisi pasien
dan order medis
2. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Terapi Latihan : Ambulasi
fisik b/d gangguan keperawatan selama 3x24 jam  Monitoring vital sign
neuromuskular diharapkan : sebelm/sesudah latihan dan lihat
(Domain 4 : Aktivitas / respon pasien saat latihan
1. Adaptasi terhadap disabilitas  Ajarkan pasien atau tenaga
Istirahat, Kelas 2:
fisik dengan kriteria hasil: kesehatan lain tentang teknik
Aktivitas/Olahrga)
a. mampu menyampaikan ambulasi
secara lisan kemampuan  Kaji kemampuan pasien dalam
untuk menyesuaikan mobilisasi
terhadap disabilitas  Dampingi dan Bantu pasien saat
b. mampu beradaptasi dengan mobilisasi dan bantu penuhi
keterbatasan secara kebutuhan sehari-hari.
fungsional  Ajarkan pasien bagaimana
c. mampu mengidentifikasi merubah posisi dan berikan
risiko komplikasi yang bantuan jika diperlukan
berhubungan dengan
disabilitas
d. mampu mengidentifikasi
rencana untuk memenuhi
aktivitas sehari-hari (ADL)
e. Mampu menerima
kebutuhan akan bantuan
fisik

3. Hambatan Komunikasi Setelah dilakukan tindakan  Monitor kecepatan bicara, tekanan,


verbal b/d gangguan keperawatan selama 3x24 jam kecepatan, kuantitas, volume dan
fisiologis (penurunan diharapkan : diksi
sirkulasi ke otak)  Monitor proses kognitif, anatomi
(Domain 1. Komunikasi: dan fisiologis terkait dengan
5:Persepsi/Kognisi, Kelas a. Mampu menggunakan bahasa kemampuan berbicara (memori,
5 :Komunikasi) pendengaran dan bahasa)
lisan
 Monitor pasien terkait dengan
b. Mampu mengenali pesan yang
perasaan frustasi, kemarahan,
diterima
depresi atau respon-respon lain
c. Mampu menginterpretasikan
disebabkan karena adanya
secara akurat pesan yang
gangguan kemampuan bicara
diterima
 Sesuaikan gaya komunikasi untuk
d. Mampu mengarahkan pesan
memenuhi kebutuhan klien
pada penerima yang tepat
misalnya berdiri di depan atau
e. Pertukaran pesan yang akurat
samping pasien, mendengarkan
dengan orang lain
dengan penuh perhatian,
menyampaikan satu ide atau
pemikiran pada satu waktu dan
bantuan keluarga dalam memahami
pembicaraan pasien)
 Ulangi apa yang disampaikan
pasien untuk menjamin akurasi
 Jaga lingkungan yang terstruktur
dan pertahankan rutinitas misalnya
daftar harian yang konsisten,
(penyediaan kalender,dll)
 Modifikasi lingkungan untuk bisa
meminimalkan distress emosi
(misalnya pembatasan
pengunjung).

4.Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi adanya alergi atau


nutrisi: kurang dari keperawatan selama 3x24 jam intoleransi makanan yang dimiliki
kebutuhan tubuh b/d nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pasien
ketidakmampuan teratasi dengan indikator :  Ciptakan lingkungan yang optimal
makan. pada saat mengkonsumsi makanan
1) Asupan makanan secara oral  (misalnya bersih, santai dan bebas
(Domain 2 : Nutrisi, adekuat dari bau yang menyengat)
Kelas 1: Makanan) 2) Asupan cairan secara oral  melakukan atau membantu pasien
adekuat dengan perawatan mulut sebelum
3) Asupan cairan secara intravena makan
adekuat  Anjurkan pasien untuk duduk jika
4) Asupan cairan secara parenteral memungkinkan
adekuat  Membantu pasien membuka
5) Asupan gizi adekuat kemasan makanan dan memotong
6) Hidrasi yang adekuat makanan, dan makan jika
diperlukan
 Patikan makanan tinggi kandungan
serat untuk mencegah konstipasi
 Monitor kecenderungan terjadinya
penurunan dan kenaikan berat
badan
 Rundingkan dengan alhli gizi
dalam menentukan asupan kalori
harian yang diperlukan.
 Monitor intake/ asupan dan asupan
cairan secara tepat
 Monitor asupan kalori makanan
harian
 Manajemen gangguan makan
 Rundingkan dengan ahli gizi dalam
menentukan asupan kalori harian
yang diperlukan.
 Monitor intake/ asupan dan asupan
cairan secara tepat
 Monitor asupan kalori makanan
harian

5. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan  Anjurkan pasien untuk


kulit b/d luka menggunakan pakaian yang
dekubitus (Domain 11: keperawatan selama 3x24 jam longgar
kerusakan ▪ Hindari kerutan pada tempat tidur
keamanaan/perlindung
an, kelas 2: cedera integritas kulit pasien dapat teratasi ▪ Jaga kebersihan kulit agar tetap
fisik) bersih dan kering
dengan kriteria hasil:

1) Integritas kulit yang baik bisa ▪ Mobilisasi pasien (ubah posisi


dipertahankan (sensasi, pasien) setiap dua jam sekali
elastisitas, temperatur, hidrasi,
pigmentasi) ▪ Monitor kulit akan adanya
kemerahan
2) Tidak ada luka/lesi pada kulit
3) Perfusi jaringan baik ▪ Oleskan lotion atau minyak/baby
4) Menunjukkan pemahaman oil pada derah yang tertekan
dalam proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya ▪ Monitor aktivitas dan mobilisasi
cidera berulang pasien

5) Mampu melindungi kulit dan  Monitor status nutrisi pasien


mempertahankan kelembaban ▪ Memandikan pasien dengan sabun
kulit dan perawatan alami dan air hangat
6) Menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka ▪ Kaji lingkungan dan peralatan yang
menyebabkan tekanan

▪ Observasi luka : lokasi, dimensi,


kedalaman luka, karakteristik,warna
cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal, formasi
traktus

▪ Ajarkan pada keluarga tentang luka


dan perawatan luka

▪ Kolaburasi ahli gizi pemberian diae


TKTP, vitamin

▪ Cegah kontaminasi feses dan urin

▪ Lakukan tehnik perawatan luka


dengan steril

▪ Berikan posisi yang mengurangi


tekanan pada luka

6. Konstipasi b/d tirah Setelah dilakukan tindakan  Catat tanggal buang air terakhir
baring lama keperawatan selama 3 x 24 jam Monitor bising usus
konstipasi pada klien dapat diatasi  Monitor buang air besar termasuk
(Domain 3: Eliminasi dan dengan kriteria: frekuensi, kosistensi, bentuk,
pertukaran, Kelas 2: volume, dan warna dan konsistensi
Fungsi Gastrointestinal) 1. Eliminasi usus feses
a. Pola eliminasi lancar  Ajarkan pasien mengenai
b. Kemudahan dalam buang makanan-makanan tertentu yang
air besar membantu mendukung keteraturan
c. Pengeluaran feses tanpa aktivitas usus
bantuan  Masukkan supositoria rektal sesuai
d. Bunyi bising usus normal dengan kebutuhan
 Mendorong penurunan asupan
makanan pembentuk gas yang
sesuai
 Instruksikan pasien mengenai
makanan tinggi serat dengan cara
yang tepat
 Berikan cair hangat setelah makan
dengan cara yang tepat
7. Defisit perawatan diri: Setelah dilakukan tindakan  Memandikan
mandi b/d gangguan keperawatan, defisit perawatan diri: - Bantu (memandikan pasien)
neuromuskular mandi dapat diatasi dengan kriteria: dengan menggunakan kursi
(Domain 4: untuk mandi, bak tempat
Aktivitas/istirahat, 1) Masuk dan keluar dari kamar mandi, mandi dengan
Kelas 5: Perawatan mandi berdiri, dengan
diri) 2) Mengambil alat/bahan mandi menggunakan cara yang
3) Mandi di bak mandi
tepat atau sesuai dengan
4) Mandi dengan bersiram
keinginan (pasien)
5) Mencuci wajah
6) Mencuci badan bagian atas - Cuci rambut sesuai dengan
7) Mencuci badan bagian bawah kebutuhan atau keinginan
8) Membersihkan area perineum - Mandi dengan air yang
9) Mengeringkan badan mempunyai suhu yang
nyaman
- Bantu dalam hal perawatan
perineal jika memang
diperlukan
- Bantu dalam hal kebersihan (
misalnya, deodoran, parfum)
- Berikan lubrikan dan krim
pada area kulit yang kering
- Berikan bedak kering pada
lipatan kulit yang dalam
- Monitor kondisi kulit saat
mandi
 Bantuan perawatan diri:
mandi/kebersihan
- Pertimbangkan budaya
pasien saat mempromosikan
aktivitas perawatan diri
- Pertimbangkanusia pasien
saat mempromosikan
aktivitas perawatan diri
- Tentukan jumlah dan tipe
terkait dengan bantuan yang
diperlukan
- Sediakan lingkungan
terapeutik dengan
memastikan kehangatan,
suasana rileks, privasi, dan
pengalaman pribadi
- Fasilitasi untuk menggosok
gigi dengan tepat

8. Defisit perawatan diri: Setelah dilakukan tindakan  Berpakaian


berpakaian b/d keperawatan, defisit perawatan diri: - Identifikasi area dimana
kelemahan (Domain 4: berpakaian dapat diatasi dengan pasien membutuhkan
Aktivitas/istirahat, kriteria: bantuan dalam berpakaian
Kelas 5: Perawatan - Monitor kemampuan pasien
diri) 7) Memilih pakaian
untuk berpakaian sendiri
8) Mengambil pakaian
9) Memakai pakaian bagian atas - Pakaikan pasien setelah
10) Memakai pakaian bagian membersihkan diri
bawah diselesaikan
11) Membuka baju bagian atas - Pakaikan dulu pakaian pada
12) Membuka baju bagian bawah ekstremitas yang terkena
(dampak/bermasalah),
dengan tepat
- Pakikan pakaian yang tidak
ketat, dengan tepat
- Berikan bantuan sampai
pasien sepenuhnya mampu
memikul tanggung jawab
untuk berpakaian sendiri
9. Defisit perawatan diri: Setelah dilakuakan tindakan  Bantuan perawatan diri:
eliminasi b/d keperawatan, defisit perawatan diri: eliminasi
gangguan eliminasi dapat diatasi dengan - Bantu pasien ke toilet atau
neuromuskular kriteria: tempat lain untuk eliminasi
(Domain 4: pada interval waktu tertentu
Aktivitas/istirahat, 1) Merespon saat kandung kemih
- Pertimbangkan respon pasien
Kelas 5: Perawatan penuh dengan tepat waktu
2) Menanggapi dorongan untuk terhadap kurangnya privasi
diri) - Beri privasi selama eliminasi
buang air besar secara tepat
waktu - Sediakan alat bantu
3) Masuk dan keluar dari kamar (misalnya kateter eksternal
mandi atau urinal), dengan tepat
4) Memposisikan diri di toilet
- Monitor integritas kulit
atau alat bantu eliminasi
5) Mengosongka kandung kemih pasien
6) Mengosongkan usus

10. Risiko jatuh (Domain Setelah dilakukan tindakan  Pembatasa area


11: keperawatan, risiko jatuh dapat  Manajemen lingkungan
Keamanaan/perlindun diatasi dengan kriteria: - Ciptakan lingkungan yang
gan, kelas 2: Cedera aman bagi pasien
fisik) 1) Jatuh saat berdiri
- Identifikasi kebutuhan
2) Jatuh saat berjalan
3) Jatuh saat duduk keselamatan pasien
4) Jatuh dari tempat tidur berdasarkan fungsi fisik dan
5) Jatuh saat dipindahkan kognitif serta riwayat perilaku
6) Jatuh saat ke kamar mandi di masa lalu
7) Jatuh saat membungkuk - Lindungi pasien dengan
pegangan pada sisi/bantalan
di sisi ruangan, yang sesuai
- Dampingi pasien selama tidak
ada kegiatan bangsal, dengan
tepat
- Sediakan tempat tidur dengan
ketinggian yang rendah, yang
sesuai.
 Pencegahan jatuh
- Identifikasi kekurangan baik
kognitif atau fisik dari pasien
yang mungkin meningkatkan
potensi jatuh pada lingkungan
tertentu
- Identifikasi perilaku dan
faktor yang mempengaruhi
risiko jatuh
- Kaji ulang riwayat jatuh
bersama dengan pasien dan
keluarga
- Bantu ambulasi individu yang
memiliki ketidakseimbangan
- Kunci kursi roda, tempat tidur
atau brankarselama
melakukan pemindahan
pasien
- Berikan tanda untuk
mengingatkan pasien agar
meminta bantuan saat keluar
dari tempat tidur, dengan
tepat
- Ajarkan anggota keluarga
mengenai faktor risiko yang
berkontribusi terhadap adanya
kejadian jatuh dan bagaimana
keluarga bisa menurunkan
risiko jatuh
- Lakukakn program latihan
fisik rutin yang meliputi
berjalan
- Berikan penanda untuk
memberikan peringatan pada
staff bahwa pasien berisiko
tinggi jatuh
- Berkolaborasi dengan anggota
tim kesehatan lain untuk
meminimalkan efek sampig
dari pengobatan yang
berkontribusi pada kejadian
jatuh yang tidak
mantap/seimbang
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen


Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elseviers Singapore Pte Ltd.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013).


Nursing Interventions Classification (NIC). United States of America:
Elsevier.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Nanda International Nursing


Diagnoses: Defenitions and Classification 2018-2020. Jakarta: EGC.

Kabi, G. Y., Tumewah, R., & Kembuan, M. A. (2015). Gambaran faktor risiko
pada penderita stroke iskemik yang dirawat inap Neurologi RSUP Prof.
DR. R. D. Kando Manado perode Juli 2012- Juni 2013. Jurnal e-Clinic
(eCl), 3(1), 457-462.

Lingga, L. (2013). All About Stroke: Hidup Sebelum Dan Pasca Stroke. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.

McPhee, S. J., & William F. Ganong. (2006). Patofisiologi Penyakit. Jakarta:


EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification (NOC). United States of America: Elsevier.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction Publishing
Jogjakarta.

Tarwoto, Wartonah, & Suryati, E. S. (2007). Keperawatan Medikal Bedah


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai