Anda di halaman 1dari 12

Poltekkes Tanjungkarang Kemenkes RI

Program Studi Diploma III Keperawatan Tanjungkarang

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN
MOBILITAS AKTIVITAS AKIBAT PATOLOGI SISTEM
PENURUNAN FUNGSI PERSYARAFAN DENGAN DIAGNOSA
MEDIS STROKE

Nama Mahasiswa : Hesty Asma Safitri

Semester / TA : Semester 5 / 2020/2021


LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

A. DASAR TEORI
A.1. DEFINISI DIAGNOSA MEDIS
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba
dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Stroke atau Cerebro Vasculer
Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke
bagian otak ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak ( Elizabeth J.
Corwin, 2002 ).
Stroke adalah sindrom yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa deficit
neurologis fokal atau global yang langsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran otak non traumatic
(Mansjoer 2002)
Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari proses patologis
pada pembuluh darah serebral, misal: Trombosis, embolis, ruptura dinding pembuluh atau
penyakit vaskuler dasar (Prince, 2002).
Menurut WHO stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal
maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat. Berlangsung lebih dari 24 jam atau
berakhir dengan maut tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler.
Persoalan pokok pada stroke adalah gangguan peredaran darah pada daerah otak tertentu.

A.3. ETIOLOGI
Stroke non haemoragi merupakan penyakit yang mendominasi kelompok usia menengah
dan dewasa tua karena adanya penyempitan atau sumbatan vaskuler otak yang berkaitan erat
dengan kejadian.
a. Trombosis Serebri
Merupakan penyebab stroke yang paling sering ditemui yaitu pada 40% dari semua kasus
stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologis. Biasanya berkaitan erat dengan kerusakan
fokal dinding pembuluh darah akibat anterosklerosis.
b. Embolisme
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu flowess dalam jantung sehingga masalah yang
dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan dari penyakit jantung. Sedangkan menurut
price (2002) mengatakan bahwa stroke haemoragi disebabkan oleh perdarahan serebri.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria serebri. Ekstravasali darah
terjadi dari daerah otak dan atau subaracnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan
tergeser. Perdarahan ini dibedakan berdasarkan tempat terjadinya perdarahan.
Menurut Harsono ini dibedakan berdasarkan tempat terjadinya perdarahan antara lain:
a. Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Kira-kira ¾ harus perdarahan sub arachnoid disebabkan oleh pecahnya seneusisma 5-6%
akibat malformasi dari arteriovenosus.
b. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Penyebab yang paling sering adalah hipertensi, dimana tekanan diastolik pecah.
Harsono (2002) membagi faktor risiko yang dapat ditemui pada klien dengan Stroke yaitu:
1) Faktor risiko utama
a) Hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak.
Apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan
sel-sel otak akan mengalami kematian.
b) Diabetes Mellitus
Debetes mellituas mampu ,menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran
besar. Menebalnya pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah
yang akan menggangu kelancaran aliran darah ke otak, pada akhirnya akan menyebabkan
kematian sel- sel otak.
c) Penyakit Jantung
Beberapa Penyakit Jantung berpotensi menimbulkan strok. Dikemudian hari seperti
Penyakit jantung reumatik, Penyakit jantung koroner dengan infark obat jantung dan
gangguan irana denyut janung. Factor resiko ini pada umumnya akan menimbulkan
hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepaskan sel- sel /
jaringan- jaringan yang telah mati ke aliran darah.
c. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA dapat terjadi beberapa kali dalan 24 jam/ terjadi berkali- kali dalam seminggu. Makin
sering seseorang mengalami TIA maka kemungkinan untuk mengalami stroke semakin besar.
d. Faktor Resiko Tambahan
1) Kadar lemak darah yang tinggi termasuk Kolesterol dan Trigliserida. Meningginya kadar
kolesterol merupakan factor penting untuk terjadinya asterosklerosis atau menebalnya
dinding pembuluh darah yang diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah.
2) Kegemukan atau obesitas
3) Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang akan mempermudah
terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan kekentalan darah.
4) Riwayat keluarga dengan stroke
5) Lanjut usia
Penyakit darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia. Polisitemia dapat
menghambat kelancaran aliran darah ke otak. Sementara leukemia/ kanker darah dapat
menyebabkan terjadinya pendarahan otak.
6) Kadar asam urat darah tinggi
7) Penyakit paru- paru menahun.

A.3. TANDA & GEJALA


Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan price & wilson (2006) tanda dan gejala penyakit
stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuhh,
hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat
pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas,
bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak
mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya
pengendalian terhadap kandung kemih

A.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG & HASILNYA SECARA TEORITIS


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke antara
lain adalah:
a. Angiografi
Angiografi adalah tehnik pemberian zat kontras.Sedangkan angiografi koroner adalah
prosedur diagnostik dengan tehnik pemberian zat kontras ke arteri koroner yang dilakukan
untuk mendapatkan hasil / kelainan dari pembuluh darah arteri koroner baik itu presentase,
letak lumen, jumlah kondisi dari penyempitan lumen, besar kecilnya pembuluh darah, ada
tidaknya kolateral dan fungsi ventrikel kiri.
b. CT-Scan
CT-scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan.
c. EEG (Elektro Encephalogram)
Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di daerah yang
mengalami gangguan.
d. Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung
darah menunjukan adanya perdarahan
e. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
f. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
g. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(Harsono, 2003)
A.4. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Perawatan umum stroke
1) Penatalaksanaan awal selama fase akut dan mempertahankan fungsi tubuhMengenai
penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia, 2001
mengemukakan hal-hal berikut:
a) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan oksigen 0-2
L/menit sampai ada hasil gas darah.
b) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten.
2) Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus.
Asia Pacific Consensus on Stroke Manajement, 2001, mengemukakan bahwa
peningkatan tekanan darah yang sedang tidak boleh diobati pada fase akut stroke iskemik.
Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia, 2002, mengemukakan bahwa tekanan
darah diturunkan pada stroke iskemik akut bila terdapat salah satu hal berikut :
a) Tekanan sistolik > 220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit.
b) Tekanan diastolik > 120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit.
c) Tekanan darah arterial rata-rata > 130-140 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30
menit.
d) Disertai infark miokard akut/ gagal jantung atau ginjal akut.\
Pada umumnya peningkatan tekanan darah pada fase akut stroke diakibatkan oleh:
• Stress daripada stroke
• Jawaban fisiologis dari otak terhadap keadaan hipoksia
• Tekanan intrakranial yang meninggi.
• Kandung kencing yang penuh
• Rasa nyeri.
Tekanan darah dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat yang tenang, kandung
kemih dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan bila penderita dibiarkan beristirahat.
e) Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi.
Keadaan hiperglikemia dapat dijumpai pada fase akut stroke, disebabkan oleh stres dan
peningkatan kadar katekholamin di dalam serum. Dari percobaan pada hewan dan pengalaman
klinik diketahui bahwa kadar glukosa darah yang meningkat memperbesar ukuran infark. Oleh
karena itu, kadar glukosa yang melebihi 200 mg/ dl harus diturunkan dengan pemberian
suntikan subkutan insulin. Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia mengemukakan
bahwa hiperglikemia ( >250 mg% ) harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu sekitar 150
mg% dengan insulin intravena secara drips kontinyu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia
harus diatasi segera dengan memberikan dekstrose 40% intravena sampai normal dan diobati
penyebabnya.
f) Suhu tubuh harus dipertahankan normal.
Suhu yang meningkat harus dicegah, misalnya dengan obat antipiretik atau kompres. Pada
penderita iskemik otak, penurunan suhu sedikit saja, misalnya 2-3 derajat celsius, sampai
tingkat 33ºC atau 34 °C memberi perlindungan pada otak. Selain itu, pembentukan oxygen free
radicals dapat meningkat pada keadaan hipertermia. Hipotermia ringan sampai sedang
mempunyai efek baik, selama kurun waktu 2-3 jam sejak stroke terjadi, dengan memperlebar
jendela kesempatan untuk pemberian obat terapeutik.
g) Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik, bila terdapat
gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun, dianjurkan melalui pipa
nasogastrik.
h) Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan intravena berupa
cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung glukosa murni atau hipotonik.
i) Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah subkutan, bila
tidak ada kontra indikasi.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :
a) Antikoagulasi dan dekstran dapat diberikan pada stroke non haemoragic, diberikan
sdalam 24 jam sejak serangan gejala-gejala dan diberikan secara intravena seperti : Aspirin,
sulfinpirazon, dipiridamol, tiklopidin.
b) Obat antiplatelet obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat ini kontraindikasi
pada stroke haemorhagic, seperti : aspirin, Thienopyridine derivatives, cilostazol, dipyridamole,
dan yang terakhir adalah Glycoprotein.
c) Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini merilekskan otot polos
pembuluh darah Seperti : Atenolol, Metoprolol, Propanolol, Karvedilol, Labetalol.
d) Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler mikrosirkulasi, sehingga
meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke jaringan otak yang mengalami iskemik.

1) Kebutuhan psikososial
Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi merupakan masalah
umum yang dijumpai pada penderita pasca stroke. Korban stroke dapat memperlihatkan
masalah-masalah emosional dan perilakunya mungkin berbeda dari keadaan sebelum
mengalami stroke. Emosinya dapat labil, misalnya pasien mungkin akan menangis namun pada
saat berikutnya tertawa, tanpa sebab yang jelas. Untuk itu, peran perawat adalah untuk
memberikan pemahaman kepada keluarga tentang perubahan tersebut.
Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi perilaku pasien seperti
seperti mengendalikan simulasi di lingkungan, memberikan waktu istirahat sepanjang siang hari
untuk mencegah pasien dari kelelahan yang berlebihan, memberikan umpan balik positif untuk
perilaku yang dapat diterima atau perilaku yang positif, serta memberikan pengulangan ketika
pasien sedang berusaha untuk belajar kembali satu ketrampilan.
2) Rehabilitasi selama di rumah sakit
Rehabilitasi di rumah sakit memerlukan pengkajian yang sistematik dan evaluassi dari
defisit dan perbaikan fungsi pasien. Fokus perawatan adalah langsung membantu pasien belajar
kembali kehilangan keterampilan yang dapat membentu kembali kemungkinan kemandirian
pasien. Pada fase ini pasien dimonitor secara hati-hati untuk mencegah berkembangnya
komplikasi yang lebih lanjut. Adapun intervensi yang dapat kita lakukan adalah sebagai berikut :
a) Anjurkan pasien untuk mengerjakan sendiri ”personal Hygiene” semampunya.
b) Ajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan menghargai cara pasien
mengkompensasi ketidakmampuan pasien.
c) Anjurkan pasien untuk latihan di tempat tidur.
d) Berikan spesial perawatan kulit.
e) Berikan privacy dengan menggunakan penutup jika ia belajar keahlian baru seperti
belajar makan sendiri.
f) Berikan support emosional.
g) Berikan empati pada perasaan klien.anjurkan keluarga untuk berpartisipasi.
3) Perencanaan pasien pulang
Untuk mencegah kembalinya klien ke rumah sakit, diperlikan suatu program untuk
membimbing klien dan keluarga yang tercakup dalam perencanaan pulang. Perencanaan
pulang dilakukan segera setelah klien masuk rumah sakit, yang dilakukan oleh semua anggota
tim kesehatan. Perencanaan pulang yang baik adalah perencanaan pulang yang tersentralisasi,
terorganisir, dan melibatkan berbagai anggota tim kesehatan.
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
melalui asuhan keperawatan mutlak harus mengikuti dan berperan aktif dalam mementukan
rencana pemulangan klien, sehingga klien mendapatkan pelayanan yang holistik dan
komprehensif.
Tujuan perencanaan pulang :
a)Mempersiapkan klien untk menyesuaikan diri dengan rumah dan masyarakat.
b)Agar klien dan keluarga mempunyai pengetahuan dan ketrampilan serta sikap dalam
memperbaiki dan mempertahankan status kesehatannya.
c) Agar klien dan keluarga dapat menerima keadaan diri klien jika terdapat gejala sisa
( cacat )
d)Membantu merujuk klien ke pelayanan kesehatan lain.
Mengingat banyaknya informasi dan pendidikan yang harus diterima oleh klien selama
perawatan maupun dalam persiapan untuk pulang, maka prinsip belajar mengajar juga harus
diperhatikan dalam proses rencana pemulangan.
Informasi untuk klien dan keluarga :
a) Gunakan bahasa yang sederhana, jelas dan ringkas.
b) Jelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan perawatan.
c) Perkuat penjelasan lisan dengan instruksi tertulis, jika klien bisa membaca.
d) Motivasi klien mengikuti langkah-langkah tersebut selama perawatan dan pengobatan.
e) Kenali tanda-tanda dan gejala komplikasi yabg harus dilaporkan kepada tim kesehatan.
f) Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam pengawasan dan perawatan klien.
g) Berikan keluarga nomor penting yang dapat dihubungi bila klien perlu pertolongan
medis.

A.6. PATHWAY (Dibuat skema hingga muncul masalah keperawatan )


Stroke Hemoragi Stroke Non Hemoragi

Peningkatan tekanan sistemik

Aneurisma

Perdarahan Arakhnoid/ Ventrikel Trombus/ Emboli di cerebral

Hematoma Cerebral Suplai darah ke jaringan


cerebral tidak adekuat

PTIK/ Herniasi cerebral

Vasospasme arteri
Cerebral/ saraf cerebral Perfusi jaringan cerebral tdk
Penurunan penekanan adekuat
kesadaran saluran
pernafasan Iscemic/Infark
Hemisfer kiri

Defisit Neurologi
Pola nafas Hemiparese/ plegi kanan
tidak efektif

Hemisfer kanan
Gangguan mobilitas fisik
Area Grocca
Hemiparese/plegi kiri

Kerusakan fungsi N. VII dan N. XII

Defisit
perawatan
Kerusakan komunikasidiri
verbal
Resiko Resiko Resiko
Aspirasi Trauma Jatuh

B. ASUHAN KEPERAWATAN
B.1. DAFTAR DX KEPERAWATAN YG MUNGKIN MUNCUL PADA KASUS(Minimal 3
diagnosis Keperawatan) & DEFINISI MASALAH KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
(Lihat buku SDKI, SLKI dan SIKI)

1) Diagnosis Keperawatan :
kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan
dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot

Definisi :
Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri

DS & DO Yg mendukung :
DS :
1. Menolak melakukan perawatan diri
DO :
1. Tidak mampu mandi / mengenakan pakaian / makan / ketoilet / berhias secara mandiri
2. Mina melakukan perawatan diri kurang

Rencana Intervensi (monitoring, terapeutik, kolaboratif, health education)


a) Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri. 
b) Bantu klien dalam personal hygiene. 
c) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
d) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi

2) Diagnosis Keperawatan :
Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas, reflek batuk tidak
adekuat

Definisi :
Ketidak mampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten

DS & DO Yg mendukung :

DS :
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea

DO :
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah

Rencana Intervensi (monitoring, terapeutik, kolaboratif, health education)


1. Observasi kemampuan klien untuk mempertahankan jalan nafas yang terbuka
2. Jaga jalan napas yang adekuat dengan memberikan posisi semo fowles dan
penghisapan sekresi.
3. Monitor frekuensi pernafasan, irama dan kedalaman setiap 1-4 jam
4. Auskultasi suara napas setiap 4 jam untuk mennetukan adekuat tindakan penghisapan
sekresi.

3) Diagnosis Keperawatan : .
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan menurunnya kesadaran, paresis/plegia.

Definisi :
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstrimitas secara mandiri

DS & DO Yg mendukung :
DS :
1. Byeru saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
DO :
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas

Rencana Intervensi (monitoring, terapeutik, kolaboratif, health education)


1. Observasi fungsi motorik klien, sensasi dan reflek pada seluruh ekstremitas untuk
menetapkan kemampuan dan keterbatasan.
2. Pertahankan sikap tubuh yang terapeutik yang meliputi kepala, bahu, dan sendi
panggung pada mattress dengan papan tempat tidur
3. Berikan footboard dan mattress untuk mecegah penekanan dan mencegah footdrop
dan kerusakan kulit.
4. Letakkan sendi-sendi pada posisi fungsional: siku sedikit fleksi, pergelangan tangan
ekstensi, handroll untuk menjaga posisi menggenggam dan untuk mengontrol spasme,
lengan ditinggikan untuk mencegah edema.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pahria, Tuti, dkk. 2002. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : EGC.
2. Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakar
ta: EGC

3. Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth vol 3.
Jakarta : EGC.
4. Brunner & Suddarth.2002, Keperawatan Medikal-Bedah vol.2. Jakarta : EGC.
5. Doengoes M. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
6. Batricaca, B.Fransisca.2008.Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta : Salemba Medika.
7. Ners,anda.2010.Askepstroke,:Http://Andaners.Wordpress.Com/2009/01/06/Asuhan-
Keperawatan-Pada-Klien-Stroke/

Anda mungkin juga menyukai