Anda di halaman 1dari 29

KEPERAWATAN KRITIS

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEPERAWATAN KRITIS

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

DIPLOMA III TINGKAT 3/ REGULER 1

Idealti Ajeng Soleha 1814401013

Putri Utama 1814401014

Egi Yadi Ruri Bama 1814401015

Kiki Wulandari 1814401016

Ni Nyoman Sukmawati 1814401017

Oktantyasari 1814401018

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

JURUSAN DIII KEPERAWATAN

2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirabbil’alamin, Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Atas segala rahmat


dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah pada junjungan Nabi Agung
Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di Akhir kelak nanti.
Penulis berucap Syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
fisik maupun akal pikiran sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah Keperawatan
kritis. Pada makalah ini kami akan membahas mengenai ‘’Konsep asuhan keperawatan pada
keperawatan kritis”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Bandar Lampung, 25 Juli 2020

Kelompok 3

ii
Halaman judul
Kata pengantar ................................................................................................................ii
Daftar isi ..........................................................................................................................iii

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah......................................................................................................1
1.3 Tujuan penulisan........................................................................................................1

BAB II Tinjauan Teori


2.1 Pengertian keperawatan kritis..................................................................................2
2.2 Konsep asuhan keperawatan pada keperawatan kritis..........................................2
2.3 Ruang lingkup keperawatan kritis.........................................................................22
 
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................25
3.2 Saran..........................................................................................................................25
Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN
          1.1 Latar Belakang
Pasien kritis dengan perawatan di ruang ICU (Intensive Care Unit) memiliki morbiditas
dan mortalitas yang tinggi.Mengenali ciri-ciri dengan cepat dan penatalaksanaan dini yang
sesuai pada pasien beresiko kritis atau pasien yang berada dalam keadaan kritis dapat
membantu mencegah perburukan lebih lanjut dan memaksimalkan peluang untuk sembuh
(Gwinnutt, 2006 dalam Jevon dan Ewens, 2009).Comprehensive Critical Care Department of
Health-Inggris merekomendasikan untuk memberikan perawatan kritis sesuai filosofi
perawatan kritis tanpa batas (critical care without wall), yaitu kebutuhan pasien kritis harus
dipenuhi di manapun pasien tersebut secara fisik berada di dalam rumah sakit (Jevon dan
Ewens, 2009). Hal ini dipersepsikan sama oleh tim pelayanan kesehatan bahwa pasien kritis
memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring penilaian setiap
tindakan yang dilakukan.Dengan demikian pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan
intensif oleh karena dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau
terjadinya penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, 2007).
 
      1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Pengertian keperawatan kritis?
2. Bagaimana Ruang lingkup keperawatan kritis?
3. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada keperawatan kritis?
 
1.3 Tujuan Penulisan
1.Tujuan Umum
Untuk memahami dan mendalami  keperawatan kritis.
2.Tujuan Khusus
a. Mampu mengetahui apa itu pengertian keperwatan kritis
b. Mampu mengetahui bagaimana ruang lingkup keperawatan kritis
c. Mampu mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada keperawatan kritis

 
 

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian keperawatan kritis


Ilmu perawatan kritis adalah bidang keperawatan dengan suatu fokus pada penyakit
yang kritis atau pasien yang tidak stabil. Perawat kritis dapat ditemukan bekerja pada
lingkungan yang luas dan khusus, seperti departemen keadaan darurat dan unit gawat darurat
(Wikipedia, 2013)
Keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang menghadapi
secara rinci dengan manusia yang bertanggung jawab atas masalah yang mengancam
jiwa.Perawat kritis adalah perawat profesional yang resmi yang bertanggung jawab untuk
memastikan pasien dengan sakit kritis dan keluarga-keluarga mereka menerima kepedulian
optimal (American Association of Critical-Care Nurses).
Kritis adalah penilaian dan evaluasi secaracermat dan hati-hati terhadap suatu kondisi
krusial dalam rangka mencari penyelesaian/jalan keluar.Keperawatan kritis merupakan salah
satu spesialisasi di bidang keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia
terhadap masalah yang mengancam hidup.
Keperawatan kritis adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan pasien yang
berkualitas tinggi dan konperhensif.Untuk pasien yang kritis, waktu adalah vital. Proses
keperawatan memberikan suatu pendekatan yang sistematis, dimana perawat keperawatan
kritis dapat mengevaluasi masalah pasien dengan cepat.
Proses keperawatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang meliputi pengkajian,
analisa, perencanaan ,implementasi, dan evaluasi. The American Asosiation of Critical care
Nurses (AACN) menyusun standar proses keperawatan sebagai asuhan keperawatan kritikal.
 
2.2 Konsep asuhan keperawatan pada keperawatan kritis
1. Tujuan
Untuk mempertahankan hidup (maintaining life).
2.  Pengkajian
Dilakukan pada semua sistem tubuh untuk menopang dan mempertahankan sistem-sistem
tersebut tetap sehat dan tidak terjadi kegagalan.Pengkajian meliputi proses pengumpulan
data, validasi data, menginterpretasikan data dan memformulasikan masalah atau diagnosa
keperawatan sesuai hasil analisa data. Pengkajian awal didalam keperawatan itensif sama
dengan pengkajian umumnya yaitu dengan pendekatan system yang meliputi aspek bio-

2
psiko-sosial-kultural-spiritual, namun ketika klien yang dirawat telah menggunakan alat-alat
bantu mekanik seperti Alat Bantu Napas (ABN), hemodialisa, pengkajian juga diarahkan ke
hal-hal yang lebih khusus yakni terkait dengan terapi dan dampak dari penggunaan alat-alat
tersebut.
Data subjektif dan objektif harus selalu didapat dari pasien. Pada situasi kritis, data
subjektif lebih sedikit didapat dibandingkan data objektif, dikarenakan wawancara tidak
domain dipraktikkan utk memperoleh data. Data objektif sering dan representatif digunakan
sbg data pengkajian di unit keperawatan intensif dgn tidak mengabaikan respon subjektif yg
ada.
Adapun jenis pengkajian yg dilakukan:
 Pengkajian awal: di UGD
 Pengkajian dasar : menerapkan tindakan review of sistem, misalnya pengkajian
neurologis, karviovaskular. Aspek yg dilihat direpresentasikan ke sistem
 Pengkajian terus menerus (intens)
 Pengkajian khusus : pengkajian mesin2 pendukung kehidupan, spt titrasi obat, HD,
sll.

3. Diagnosa Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian, data dikumpulkan dan diinterpretasikan kemudian dianalisa
lalu ditetapkan masalah/diagnosa keperawatan berdasarkan data yang menyimpang dari
keadaan  fisiologis. Kriteria hasil ditetapkan untuk mencapai tujuan dari tindakan
keperawatan yang diformulasikan berdasarkan pada kebutuhan klien yang dapat diukur dan
realistis.
Ditegakkan untuk mencari perbedaan serta mencari tanda dan gejala yang sulit diketahui
untuk mencegah kerusakan/ gangguan yang lebih luas.
Diagnosa keperawatan atau masalah area keperawatan kritis difokuskan pd kondisi fisiologis
yg menjadi alasan aktual ps dirawat atau mengancam. Kondisi yg membutuhkan perawatan
kritis adalah gg (patologis) sistem pernapasan, sistem kardiovaskular, sistem neurologis, calit,
sistem perkemihan, nutrisi. Masalah yang membutuhkan perawatan ICU adalah :
 Gangguan difusi gas
 Ketidakefektifan bersihan jalan napas
 Penurunan curah jantung
 Defisit volume cairan
 Kelebihan volume cairan

3
 Risiko defisit volume cairan
 Risiko ketidakseimbangan volume cairan
 Risiko ketidakseimbangan elektrolit
 Risiko infeksi
 Risiko syok
 Kecemasan
 Defisit perawatan dirin
 Risiko gg integritas kulit
 Problem Kolaboratif: potensial komplikasi gagal napas, potensial komplikasi
hipokalemia, potensial komplikasi hipernatremia
 Syndrome diagnostic: kumpulan diagnosa keperwatan yg dominan menghasilkan
dx baru.

4.  Perencanaan Keperawatan


Perencanaan tindakan keperawatan dibuat apabila diagnosa telah diprioritaskan. Prioritas
maslah dibuat berdasarkan pada ancaman/risiko ancaman hidup (contoh: bersihan jalan nafas
tidak efektif, gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, gangguan perfusi jaringan,
lalu dapat dilanjutkan dengan mengidentifikasi alternatif diagnosa keperawatan untuk
meningkatkan keamanan, kenyamanan (contoh: resiko infeksi, resiko trauma/injury,
gangguan rasa nyaman dan diagnosa keperawatan untuk mencegah, komplikasi (contoh:
resiko konstifasi, resiko gangguan integritas kulit). Perencanaan tindakan mencakup 4(empat)
umsur kegiatan yaitu observasi/monitoring, terapi keperawatan, pendidikan dan tindakan
kolaboratif.
Perencanaan tindakan mencakup 4 unsur kegiatan:
 Observasi/monitoring
 Terapi keperawatan
 Pendidikan
 Terapi kolaboratif.
Pertimbangan lain adalah kemampuan utk melaksanakan rencana dilihat dari
keterampilan perawat, fasilitas, kebijakan, dan standar operasional prosedur.
Perencanaan tindakan perlu pula diprioritaskan dgn perencanaan ini untuk membuat
efisiensi sumber-sumber, mengukur kemampuan perawat dan mengoptimalkan
penyelesaian masalah. Perawatan harus dibuat berdasarkan pada parameter yg objektif
dan jelas.

4
5. Intervensi
Semua tindakan dilakukan dalam pemberian asuhan keperawatan terhadap klien sesuai
dengan rencana tindakan. Hal ini penting untuk mencapai tujuan. Tindakan keperawatan
dapat dalam bentuk observasi, tindakan prosedur terntentu, tindakan kolaboratif dan
pendidikan kesehatan. Dalam tindakan perlu ada pengawasan terus menerus terhadap kondisi
klien termasuk evaluasi prilaku.
Ditujukan terapi gejala-gejala yang muncul pertama kali untuk pencegahan krisis dan secara
terus-menerus dalam jangka waktu yang lama sampai dapat beradaptasi dengan tercapainya
tingkat kesembuhan yang lebih tinggi atau terjadi kematian.

6.   Evaluasi
Evaluasi adalah langkah kelima dalam proses keperawatan dan merupakan dasar
pertimbangan yang sistematis untuk menilai keberhasilan tindkan keperawatan dan sekaligus
dan merupakan alat untuk melakukan pengkajian ulang dalam upaya melakukan
modifikasi/revisi diagnosa dan tindakan. Evaluasi dapat dilakukan setiap akhir tindakan
pemberian asuhan yang disebut sebagai evaluasi proses dan evaluasi hasil yang dilakukan
untuk menilai keadaan kesehatan klien selama dan pada akhir perawatan. Evaluasi dicatatan
perkembangan klien.
Dilakukan secara cepat, terus menerus dan dalam waktu yang lama untuk mencapai
keefektifan masing-masing tindakan/ terapi, secara terus-menerus menilai kriteria hasil untuk
mengetahui perubahan status pasien.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien kritis prioritas pemenuhan kebutuhan tetap
mengacu pada hirarki kebutuhan dasar Maslow dengan tidak meninggalkan prinsip holistic
bio-psiko-sosio dan spritual.
Merupakan proses penentuan perbaikan kondisi pasien thd pencapaian hasil yg
diharapkan. Dilakukan scr tepat, terus menerus dan dalam waktu yg lama untuk mencapai
keefektifan masing2 terapi/tindakan, secara terus menerus menilai kriteria hasil utk
mengetahui perubahan st pasien. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien kritis
prioritas pemenuhan kebutuhan tetap mengacu pada hirarki dasar Maslow dgn tidak
meninggalkan prinsip holistik.
Proses evaluasi terdiri atas 3 jenis:
 Evaluasi progres: dilakukan terus menerus, untuk menilai keberhasilan suatu tindakan.
Perbaikan masalah langsung dilakukan saat itu juga.

5
 Evaluasi intermitten: memiliki batas waktu dan indikator, pelaporan dilakukan di
akhir shift merupakan kesimpulan dari evaluasi progres.
 Evaluasi terminal: dilakukan pada saat pasien hendak dipindahkan ke ruang, dirujuk,
atau dipulangkan.

Keperawatan kritis harus menggunakan proses keperawatan dalam memberikan asuhan


keperawatan :
a) Data akan dikumpulkan secara terus – menerus pada semua pasien yang sakit kritis
dimanapun tempatnya.
b) Indentifikasi masalah/kebutuhan pasien dan prioritas harus didasarkan pada data yang
dikumpulkan.
c)  Rencana asuhan keperawatan yang tepat harus diformulasikan.
d) Rencana asuhan keperawatan harus diimplementasikan menurut prioritas dari
identifikasimasalah atau kebutuhan.
e)  Hasil dari asuhan keperawatan harus dievaluasi secara terus – menurus.

7.  Dokumentasi Keperawatan


Dokumentasi adalah catatan yang berisi data pelaksanaan tindakan keperawatan atau respon
klien terhadap tindakan keperawatan sebagai petanggungjawaban dan pertanggunggugatan
terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan perawat kepada pasien dari kebijakan.
Dokumentasi keperawatan merupakan dokumentasi legal dalam sistem pelayanan
keperawatan, karena melalui pendokumentasikan yang baik, maka informasi mengenai
keadaan kesehatan klien  dapat diketahui secara berkesinambungan.
2.2.1 RESPON KLIEN TERHADAP PENYAKIT KRITIS

1. Kehilangan Kesehatan
Klien merasa takut, cemas dan pandangan tidak realistis, aktifitasnya terbatas.
2. Kehilangan Kemandirian
Ditunjukkan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan,
ketergantungan.
3. Kehilangan Situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga /
kelompoknya.
4. Kehilangan Rasa Nyaman

6
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti :
panas, nyeri, dll.
5. Kehilangan Fungsi Fisik
Contoh : klien gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa.
6. Kehilangan Fungsi Mental
Klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berfikir
efisiek sehingga klien tidak dapat berfikir secara rasional.
7. Kehilangan Konsep Diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan
fungsi tubuh sehingga klien tidak dapat berfikir secara rasional (body image)
peran serta identitasnya. Hal ini akan mempengaruhi idealisme diri dan harga diri
menjadi rendah.
8. kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
2.2.2 KLASIFIKASI PASIEN YANG MEMBUTUHKAN PERAWATAN KRITIS

Departemen Kesehatan Inggris (2000) dalam Comprehensive Critical Care yang


dikutip oleh Jevon & Ewens (2009). Hal ini juga sesuai dengan pengklasifikasian
yang ditetapkan oleh Kemp et al (2011) dalam Intensive Care Society.
Pengklasifikasiannya tersebut antara lain:

1. Tingkat nol, dimana kebutuhan pasien dapat terpenuhi dengan perawatan dalam
ruang perawatan normal di Rumah Sakit yang menangani kondisi akut.

2. Tingkat pertama, untuk pasien beresiko memburuk kondisinya atau yang baru
dipindahkan dari tingkat perawatan level diatasnya yang kebutuhannya dapat
dipenuhi di ruang perawatan akut dengan bantuan perawat kritis.

3. Tingkat kedua, untuk pasien yang membutuhkan monitoring dan intervensi yang
lebih kompleks seperti halnya pasien dengan kegagalan salah satu sistem organ
atau lebih atau pascaoperasi.

4. Tingkat ketiga untuk pasien dengan kegagalan multi organ dengan bantuan
kompleks termasuk bantuan pernapasan.

Sedangkan menurut Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Indonesia


Nomor: HK.02.04/I/1966/11 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan

7
Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit bahwa kriteria pasien yang bisa masuk
untuk dirawat di ruang intensif adalah:

1. Golongan pasien prioritas satu

Golongan ini merupakan pasien kritis yang tidak stabil memerlukan terapi intensif
dan tertitrasi seperti alat bantu ventilasi, alat penunjang fungsi organ atau sistem
lain, infuse obat-obat vasoaktif/inotropik serta pengobatan lainnya secara kontinyu
tertitrasi.

2. Golongan pasien prioritas dua

Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan peralatan canggih di ICU, sebab


sangat beresiko jika tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter.

3. Golongan pasien prioritas tiga

Pasien golongan ini adalah pasien kritis yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya atau penyakit
akutnya secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuhnya kecil

2.2.3 PSIKODINAMIKA PENYAKIT KRITIS


1. DINAMIKA INDIVIDU

a. Protes dan pengingkaran

Pada fase ini klien mengekspresikan rasa tidak percaya pada kenyataan.

“mengapa kejadian ini menimpa saya?”

Pada fase ini terjadi proses perubahan konsep diri, ini terjadi selama kondisi klien
dalam keadaan stress tetapi Setelah keadaan ini berlalu klien mulai masuk
kedalam fase berikutnya.
b. Depresi cemas dan marah
Pada fase ini emosi klien mulai meningkat. Depresi, cemas dan marah muncul
ketika klien tidak mampu mengatasi masalahnya dan merasa tidak berdaya.
“bagaimana mengatasi masalah ini?”

8
Manifestasi depresi ; sedih, kadang-kadang menangis, bingung ketergantungan,
tidak dapat mengambil keputusan, tidak punya harapan.
Kecemasan yang dialami pasien dialihkan menjadi kemarahan yang diproyeksikan
pada diri sendiri, keluarga dan petugas.
c. pelepasan dan reinvestasi
Klien mulai mengidentifikasi peningkatan keadaan cemas, depresi dan perasaan
marahnya. Klien mulai mengumpulkan kekuatan yang dimiliki untuk mengurangi
respon yang memperberat keadaan stress, apabila penyakit ini terjadi progressif
fase ini akan berlangsung siklik. Disini klien mulai ada kerja sama. Klien mulai
melepaskan dari obyek yang hilang, mulai membina hubungan dan penyesuaian
diri terhadap realita.
2. DINAMIKA KELUARGA
Respon keluarga bersama dengan respon emosi klien ; pengingkaran, marah,
cemas dan depresi.
3. DINAMIKA LINGKUNGAN
Dengan kesadaran bervariasi menimbulkan dinamika bagi klien STIGMA
SOSIAL ketidakmampuan melakukan aktivitas sosial perubahan peran dalam
kelompok sosial merupakan hambatan dalam melaksanakan fungsi sosial secara
normal.
RESPON PERAWAT
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus menunjukkan sikap
professional dan tulus dengan pendekatan yang baik pada saat pasien mengalami fase
pengingkaran perawat harus dapat menghadirkan fakta.

ANALISA DIRI PERAWAT


Kesadaran diri yang kuat dan perilaku yang ideal diperlukan perawat dalam terapi.
Contoh : Bagaimana perasaan saya pada saat melihat orang mengalami kesulitan.
Bagaimana perasaan saya tentang penyakit klien dalam keadaan kritis.
Apakah keyakinan saya tentang penyakit kronik sama/berbeda dengan klien/keluarga.

9
Contoh
 PENGKAJIAN
1. PENGKAJIAN BUDAYA
Meskipun pasien yang sakit kritis dapat dirawat di unit perawatan kritis dengan
memprioritaskankebutuhan fisiologis untuk mempertahankan kehidupan,
pertimbangan harus dilakukan untuk merencanakan dan mengimplementasikan
perawatan yang sensitif secara budaya. Pedoman ini dapat menyediakan pengkajia
awal kepada perawat tentang pengaruh budaya pasien terhadap kesehatan dan
praktik kesehatan. Pedoman ini bukan dimaksudkan sebagai instrumen pengkajian
budaya yang komprehensif. Informasi didalamnya dapat digunakan untuk memulai
rencana perawatan yang sensitif terhadap kebutuhan pasien dan keluarga dari
berbagai populasi budaya.
Perawat dapat mempertimbangkan pertanyaan pengkajian berikut dalam
merencanakan perawatan yang kompeten secara budaya untuk pasien yang sakit
kritis dan keluarga, contoh :
Anda lebih suka dipanggil apa ?
Apa yang boleh kami ketahui tentang anda :
 Tradisi dan keyakinan anda tentang kesehatan dan praktik perawatan
kesehatan
 Sanksi atau larangan budaya yang ingin anda lakukan ?
 Pilihan atau larangan untuk menyentuh, melakukan kontak mata, atau
perilaku lain ketika berkomunikasi?
 Benda spesifik yang ingin anda pakai atau berada di dekat anda ?
 Praktik penyembuhan yang ingin anda lakukan?
 Bagaimana anda mengekspresikan nyeri atau rasa tidak nyaman?
 Praktik penyembuhan yang ingin anda lakukan?
 Bagaimana anda mengekspresikan nyeri atau rasa tidak nyaman?
 Cara menghormati atau tidak hormat yang ada pada budaya anda?

2. PENGKAJIAN KELUARGA
Memahami keluarga pasien yang sakit kritis dan memenuhi kebutuhan mereka
sangat penting untuk perawatan holistik pasien. Meskipun kebutuhan keluarga
dapat mengubah pengalaman perawatan kritis secara keseluruhan, perawat dapat

10
mempertimbangkan pertanyaan pengkajian berikut untuk memahami penyakit
pasien, mekanisme koping, dan sistem pendukung :
 Berapa jumlah anggota keluarga anda?
 Siapa yang membuat keputusan dalam keluarga anda?
 Siapa juru bicara yang ditunjuk dalam keluarga anda?
 Apakah anda anggota keluarga anda yang pernah dirawat di unit
perawatan kritis?
 Apa yang anda pahami tentang penyakit saudara anda?
 Bagaimana anda melakukan koping terhadap situasi yang
menimbulkan stres di masa lalu?
 Apakah memiliki masalah keuangan, transportasi, maupun tempat
tinggal?
3. PEMERIKSAAN FISIK
Ketika pasien yang sakit kritis masuk ke unit perawatan kritis, pengkajian rutin
harus dilakukan dan diulangi minimal setiap 4 jam berikutnya. Pengkajian yang
lebih sering dan lebih selektif atau terperinci mungkin diperlukan, bergantung pada
gangguan klinis pasien atau perubahan kondisi pasien atau keduanya. Perubahan
fisiologis yang biasanya terjadi sesuai dengan perubahan usia (Urden LD,Stacy
KM, Lough ME: Thelan’s critical care nursing: diagnosis and management, ed 4,
St. Louis, 2002, Mosby)
Otak : penurunan ukuran otak dan jumlah neuron, perubahan pergantian
neurotransmiter.
Mata : penurunan ketajaman
Telinga : penurunan pendengaran
Arkus aorta dan arteri : penurunan sensitivitas baroreseptor, penurunan komplian
arteri
Jantung : penurunan komplians ventrikel, kecepatan relaksasi memanjang.
Paru-paru : penurunan komplians dinding dada, peningkatan komplians paru,
penurunan bersihan mukosiliari.
Hati : penurunan aktivitas MEOS, Penurunan aliran hati darah total.
Ginjal : penurunan GFR, penurunan aliran darah ginjal.
Sistem saraf perifer : peningkatan tremor, penurunan ketrampilan motorik halus.

11
GI : kelambatan pengosongan cairan, penurunan waktu defekasi, penurunan sekresi
asam pepsin.
Integumen : penurunan jaringan subkutan, penurunan jumlah kelenjar dan jaringan
penyambung, penurunan turgor.
Muskuloskeletal : penurunan massa tubuh bebas lemak, penurunan mobilitas sendi
rangka, penipisan kartilago vertebra, demineralisasi tulang.

4. PENGKAJIAN NEUROLOGIS
 TINGKAT KESADARAN
Perhatikan status kewaspadaan dan kesadaran pasien. Pertama, amati aktivitas
spontan pasien; jika tidak ada aktivitas spontan, lakukan stimulus verbal pada
pasien, jika pasien tidak responsif terhadap stimulus verbal, gunakan stimulus yang
lebih keras seperti menekan dasar kuku, mencubit otot trapezius, atau mencubit
bagian dalam lengan/paha. Hindarkan menggosok sternum dengan buku jari
tangan, menekan supraorbital, dan mencubit puting atau testis.
Stupor: membuka mata terhadap stimulus nyeri ; respon verbal tidak tepat.
Semikoma: gerakan mata yang tidak bertujuan atau refleksif terhadap stimulus
verbal ataustimulus yang lebih keras; tidak ada respon terhadap perintah verbal.
Koma: tidak ada respon terhadap stimulus
Skala Koma Glasgow (GCS) adalah instrumen untuk mengkaji kesadaran.
REAKSI PUPIL DAN REFLEKS
Periksa posisi, ukuran, bentuk dan respon pupil. Fotofobia dapat dikaitkan dengan
peningkatan tekanan intrakranial atau iritasi meningeal. Respon pupil lansung tidak
terjadi pada m.ata yang buta ; akan tetapi respon konsensual dapat terjadi pada
mata yang buta ketika cahaya diarahkan ke mata yang normal. Pupil pinpoint dapat
terjadi akibat obat-obatan miotik, obat-obtan opiat, atau hemoragi pontin. Dilatasi
pupil dapat terjadi karena penggunaan obat-obatan cycloplegic (atropin) atau
tekanan pada saraf kranial III (misal ; akibat tumor atau bekuan darah). Yang harus
diperhatikan adalah posisi pupil, ukuran, bentuk, refleks cahaya langsung, refleks
cahaya konsensual, akomodasi, refleks kornea (tidak ada kedipan atau penutupan
kelopak mata).

12
 PENGKAJIAN SARAF KRANIAL

Saraf Evaluasi
Olfaktorius (I) Indra pencium
Optikus (II) Penglihatan ; lapang pandang dan ketajaman.
Okulomotorius (III) Reaksi pupil, gerakan ekstraokular.
Troklearis (IV) dan III – mengevaluasi gerakan mata keatas dan keluar, kebawah dan keluar,
abdusens (VI) keatas dam kedalam;
IV – mengevaluasi gerakan mata kebawah dan kedalam,
VI – mengevaluasi gerakan mata keluar.
Trigeminus (V) Sensasi pada kedua sisi wajah, membuka dan menutup rahang, refleks
kornea.
Fasialis (VII) Gerakan otot wajah; alis, senyum, mengerutkan dahi, menutup kelopak
mata, sensasi pengecapan.
Akustik (VIII) Pendengaran,
Glosofaringeus(IX) dan Refleks muntah, menelan, elevasi palatum mole.
Vagus (X)
Aksesorius spinal (XI) Mengangkat bahu dan menggerakan kepala.
Hipoglosus (XII) Posisi, gerakan, dan kekuatan lidah.

 FUNGSI MOTORIK
Observasi postur istirahat pasien dan catat setiap gerakan spontan atau gerakan
involunter; juga catat setiap rigiditas, spastisitas, dan flaksiditas. Periksa
kekuatan otot kasar dengan mengkaji genggaman tangan dan memeriksa
dorsofleksi serta plantar fleksi ekstremitas bawah. Bandingkan antara kedua sisi
tubuh.
 FUNGSI SENSORIK
Evaluasi fungsi sensorik secara kasar meliputi sentuhan ringan pada dahi, pipi,
tangan, lengan bawah, abdomen, tungkai bawah dan kaki. Tipe sensasi lain dapat
digunakan (misal; nyeri, panas, dan dingin, getaran, perubahan posisi, nteri tekan
dalam) . bandingkan antara kedua sisi tubuh.
 PENGKAJIAN MEDULA SPINALIS
Kekuatan motorik pada setiap kelompok otot harus dievaluasi pada pasien yang
mengalami disfungsi medula spinalis. Sistem 5 angka dapat digunakan untuk
mengkaji keseluruhan kekuatan otot ekstremitas (sistem yang kurang komplek
dapat digunakan seperti 0 = tidak ada, 1 = lemah, 2 =kuat). Area dermatom harus
di evaluasi pada pasien yang mengalami disfungsi medula spinalis. Ada beberapa
istilah yang digunakan untukmenggambarkan disfungsi sensori.
Analgesia : hilangnya rasa nyeri
Anestesia : hilangnya sensasi sama sekali.
Disestesia : gangguan sensasi
Hiperestesia : peningkatan sensasi.
13
Hipestesia : penurunan sensasi
Parestesia : sensasi terbakar, kesemutan.
 PENGKAJIAN NEURO VASKULER PERIFER
Saraf perifer dan sirkulasi harus dievaluasi pada pasien yang mengalami cedera
(misal; fraktur, luka bakar) pada ekstremitas atas atau bawah. Fungsi sensorik dan
motorik saraf ulnar, radial , median dan peroneal harus dikaji.
5 P : pain (nyeri), parestesia, paralisis, pulse (denyut nadi), dan pucat.
Sirkulasi : periksa adanya dan besarnya denyut nadi, pengisian kapiler dan suhu
kulit.
Gerakan : ekstremitas atas, minta pasien melakukan hiperekstensi ibu
jari/pergelangan tangan (radial), hadapkan ibu jari dengan jari kelingking (median)
dan abduksikan semua jari (ulnar). Ekstremitas bawah, minta pasien melakukan
dorsofleksi kaki (peroneal) dan plantar fleksi (tibia)
Sensasi : ekstremitas atas , gunakan peniti untuk menusuk sela jari antara ibu jari
dan jari telunjuk (radial), bantalan lemak distal jari kelingking (ulnar0. Bantalan
lemak distal jari telunjuk dan jari tengah (median). Ekstremitas bawah, gunakan
peniti untuk menusuk permukaan dorsal kaki dekat sela ibu jari dan jari kedua.
 REFLEKS
Refleks abnormal merupakan tanda awal penyakit neuron motorik atas, penyakit
neuron motorik bawah, atau penyakit komponen sensorik aferen pada otot.
Refleks tendon dalam: refleks rahang, biseps, brakioradialis, triseps, patela dan
refleks achilles.
Refleks patologis: tanda babinski positif – jari jempol kaki menghadap ke atas
(ekstensi) dan jari kaki lainnya terbuka seperti kipas. Refleks mengenggam ; pasien
tidak melepaskan benda yang diletakkan di tangannya. Refleks snout –
mengerutkan bibir ketika mulut dibuka ke atas / ke bawah dari garis tengah.
 FUNGSI BATANG OTAK
Perubahan fungsi batang otak dapat mempengaruhi status kesadaran ; aktivitas
pernapasan, sirkulasi dan vasomotor, dan beberapa refleks.
Mnemonik DERM : suatu alat yang digunakan untuk mengkaji fungsi batang otak;
D – depth of come, E—eye assesment, R – respiratory assesment, M—motor
function.
Refleks Okulosefalik—manuver mata boneka ; diperiksa pada pasien koma untuk
mengkaji fungsi batang otak. Tanda mata boneka positif (kedua mata bergerak

14
berlawanan arah dengan rotasi kepala), adalah normal dan menunjukkan batang
otak yang utuh, jika respon ini tidak ada, jalan nafas pasien tidak dapat dilindungi
dari refleks batuk dan muntah
Refleks okulovestibular—uji kalori: biasanya diperiksa pada pasie koma untuk
mengkaji fungsi batang otak. Pada batang otak yang utuh terjadi deviasi mata
dengan nistagmus ke arah telinga yang dimasukkan air dingin. Tidak adanya
refleks dapat menunjukkan kematian otak yang akan terjadi
 PENENTUAN KEMATIAN OTAK
Pemeriksaan klinis sangat penting ; akan tetapi Doppler transkranial dan
somatosensory evoked potentials serta tes EEG dapat digunakan bersama untuk
menegaskan kematian otak. Hasil pemeriksaan berikut harus ada ( pasien dalam
kedaan koma, tidak ada reaksi pupil, pupil tidak reaktif, tidak ada reaksi muntah,
tidak ada refleks batuk, tidak ada refleks okulosefalik, tidak ada refleks
okulovestibular, tidak ada pernafasan spontan, setelah pemberian atropin, frekuensi
jantung tidak boleh meningkat)
Pemeriksaan apnea : diberikan oksigen 100% selama 10 –20 menit dan
penggunaan ventilator dihentikan. Tidak ada pernafasan spontan selama ventilator
dihentikan. Tidak ada pernafasan spontan dengan stimulus karbondioksida yang
adekuat (Paco2 . 60 mmHg atau .20 mmHg dari batas normal asidosis respiratory)
menunjukkan batang otak tidak berfungsi.
 INSISI, DRAINASE , DAN PERALATAN
Kaji kondisi area insisi, termasuk area ventrikulostomi, akibat pembedahan dan
prosedur sistem saraf. Kaji kebocoran cairan serebrospinal. Kaji apakah peralatan
dan perlengkapan berfungsi dengan tepat.
 PENENTUAN INTRAKRANIAL
Ukur TIK dan hitung tekanan perfusi serebral

5. PENGKAJIAN PULMONER
PENGKAJIAN
Tentukan frekuensi dan irama pernapasan. Kaji dada untuk mengetahui kedalaman
pernapasan, gerakan paradoksial dan kesimetrisan pernapasan. Catat penggunaan
otot bantu napas, pernapasan cuping hidung, dan batuk. Palpasi dada untuk
mengetahuikrepitus atau nyeri.

15
 SUARA PERNAPASAN
Suara bronkial :nada tinggi dan normalnta terdengar diatas trakea. Fase inspirasi
lebih singkat daripada fase ekspirasi.
Suara vesikular :nada rendah dan normalnya terdengar di perifer paru-paru. Fase
inspirasi lebih lama dari fase ekspirasi.
Suara bronkovesikular : nada sedang, kualitas suara yang kurang terdengar. Lama
fase inspirasi sama dengan fase ekspirasi.
 SUARA TAMBAHAN
Kaji suara pernapsan dan suara ketika berbicara ; krekels, mengi, pleural friction
rub, bronkofoni, whispered pectoriloquy, egofoni
JALAN NAPAS BUATAN
Periksa letak dan kepatenan jalan napas buatan (misal; jalan napas oral atau nasal,
slang endotrakea, trakeostomi).
 OKSIGENASI/VENTILASI
Periksa sistem pemberian oksigen, set ventilator, dan alarm. Dapatkan hasil
pemeriksaan saturasi dan karbondioksida.
 DRAINASE DADA
Kaji apakah sistem berfungsi dengan tepat dan catat jumlah, warna, dan karakter
drainase dada.
PENGHITUNGAN OKSIGENASI
Pantau parameter yang relevan,
 RADIOGRAF DADA
Radiograf dada digunakan untuk memberi informasi tentang proporsi anatomi
secara kasar dan letak struktur jantung, termasuk pembuluh darah besar ; untuk
mengevaluasi lapang paru dan untuk memeriksa letak jalan napas, kateter vena
sentral, kateter arteri pulmonalis, slang dada, dan transvenous pacemaker lead.

6. PENGKAJIAN KARDIVASKULER
IRAMA DAN FREKUENSI JANTUNG
Catat pemasangan lead dan dapatkan setrip irama untuk menentukan irama dan
frekuensi jantung.
 INTEGUMEN

16
Catat warna, suhu, dan kelembaban. Periksa dinding dada anterior untuk
mengetahui pengisian kapiler (> dari 3 detik menandakan perfusi jaringan,
evaluasi derajat edema (dengan memeberikan tekanan selama 10 detik dan catat
kedalaman jari)
 TEKANAN VENA CENTRAL (CVP)
Periksa vena leher untuk mengukur CVP. Catat adanya kussmaul (peningkatan
patologis tekanan vena jugularis saat inspirasi), periksa refleks hepatojugular
(dengan memberikan tekanan kuat dengan telapak tangan dikuadran atas
abdomen selama 30-60 detik)
 DENYUT NADI
Periksa denyut nadi secara bilateral kecuali arteri karotis. Catat frekuensi, irama,
kesamaan, dan amplitudo.
 BUNYI JANTUNG
Auskultasi setiap area perikordium secara sistematis. Bel stetoskop menekankan
pada bunyi frekuensi rendah (misal S3, S4), pada bunyi nada tinggi (S1, S2)
 MURMUR JANTUNG
Identifikasi murmur sesuai dengan lokasi (misal; jarak dari midsternal,
midklavicula, atau aksila)
 TEKANAN DARAH
Periksa TD pada kedua lengan. Perbedaan tekanan kurang dari 10 mmHg tidak
signifikan kecuali intensitas atau kualitas denyut arteri radialis tidak sama. Jika
ada perbedaan gunakan lengan yang tekanan darahnya lebih tinggi.
 GAP AUSKULTASI
Tentukan adanya gap auskultasi, suatu temuan umum pada pasien yang mengalami
hipertensi atau stenosis aorta.
 PULSUS PARADOKSUS
Tentukan adanya pulsus paradoksus. Kempiskan manset TD secara perlahan
(1mmHg persiklus pernapasan) dan catat ketika bunyi pertama terdengar. Bunyi
terdengar secara intemiten bersamaan dengan ekspirasi. Pulsus paradoksus dapat
ditemukan pada efusi perikardium, tamponade jantung, embolus paru, dan
penyakit jalan napas obstruktif berat.
 PEMANTAUAN HEMODINAMIK
Dapatkan hasil pemeriksaan dan hitung parameter kardiopulmoner.

17
 ALAT PACU JANTUNG
Validasi peralatan. Kaji untuk mengetahui kegagalan menangkap dan mendeteksi.
Kaji beberapa persentase irama jantung pasien yang dipacu
7. PENGKAJIAN GASTRO INTESTINAL
 BISING USUS
Auskultasi seluruh kuadran abdomen. Bising usus normal 5 – 35 x/menit. Tidak
ada bising usus dapat dikaitkan dengan obstruksi usus, ileus paralitik, atau
peritonitis. Bising usus yang meningkat atau bunyi gelembung dapat dikaitkan
dengan obstruksi usus awal, peningkatan peristalsis, atau diare.
 ABDOMEN
Catat ukuran, bentuk, dan kesimetrisan. Ukur lingkar perut yang sejajar dengan
umbilikus. Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau massa.
 ELIMINASI USUS
Catat karateristik feces ; periksa feces untuk mengetahui adanya darah tersamar.
 SLANG NASOGASTRIK (NG)
Periksa letak, kepatenan, drainase, dan jumlah penghisapan. Periksa pH sekresi
lambung dan periksa sekresi untuk mengetahui adanya darah tersamar. Jika slang
NG digunakan untuk pemberian makanan enteral, periksa letak dan sisa cairan.
Catat kondisi kulit pada tempat pemasangan slang.
 DRAIN
Catat tipe dan lokasi drain. Periksa ketepatan fungsi sistem drainase dan
karakteristik serta jumlah drainase. Kaji kondisi kulit.
 INSISI DAN STOMA
Kaji warna, aproksimasi, dan adanya pembengkakan atau drainase insisi. Kaji
warna dan kelembapan stoma dan catat jika stoma kemerahan, mengalami retraksi,
atau prolaps. Kaji kondisi kulit peristoma.

8. PENGKAJIAN GENITOURINARI
 GENITALIA
Periksa genitalia eksternal untuk mengetahui adanya drainase, inflamasi, atau lesi.
 STATUS CAIRAN
Timbang BB setiap hari. Peningkatan 0,5 kg/hari menunjukkan retensi cairan. Ukur
asupan dan haluaran. 1 liter cairan kira-kira sama dengan 1 kg BB.

18
 KANDUNG KEMIH
Lakukan perkusi abdomen untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.

 URINE
Identifikasi tipe slang drainase urine dan kaji ketepatan fungsinya, ukur haluaran
urine. Catat warna dan konsistensi.
Anuria: <100 ml/24 jam
Oliguria: 100 – 400 ml/24 jam
(Susan B. Stillwell, 2011, Pedoman Keperawatan Kritis Ed.3, Hal. 1 – 30)

 DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG DAPAT MUNCUL PADA PASIEN


KRITIS

( Patricis Gonce Morton, et al, 2011, Keperawatan Kritis Vol. I Hal.19)

1. Duka cita adaptif


2. Kecemasan
3. Gangguan citra tubuh
4. Hambatan komunikasi verbal
5. Takut
6. Keputus asaan
7. Gangguan harga diri
8. Distress spiritual ( Patricis Gonce Morton, et al, 2011, Keperawatan Kritis Vol. I
Hal.19)
 INTERVENSI KEPERAWATAN

( Patricis Gonce Morton, et al, 2011, Keperawatan Kritis Vol. I Hal.19)

1. Menciptkan lingkungan yang menyembuhkan


Lingkungan yang memungkinkan pasien terpenuhi kebutuhan fisiologis dan
psikologisnya. Memanipulasi lingkungan dapat meliputi intervensi yang tepat waktu
guna memungkinkan tidur dan istirahat yang adekuat, memberikan obat pereda nyeri,
memutar musik, atau mengajarkan latihan nafas dalam.
2. Menumbuhkan rasa percaya

19
Memeperlihatkan sikap yang caring dan percaya diri, menunjukkan kompetensi
teknis, dan mengembangkan tekhnik komunikasi yang efektif yang akan
meningkatkan terbinanya hubungan saling percaya.
3. Memberikan informasi
Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi, agar mereka
dapat mengorientasikan kembali, memilah rangkaian kejadian dan membantu mereka
membedakan kejadian yang sebenarnya dari mimpi atau halusinasi. Perawat harus
mendapatkan izin terlebih dahulu dari pasien sebelum menyampaikan pada anggota
keluarga lainnya. Informasi ini harus dicatat dalam rekam medis pasien.
4. Imajinasi terbimbing dan latihan relaksasi
Imajinasi terbimbing dapat membantu mengurangi perasaaan depresi, kecemasan, dan
permusuhan yang tidak menyenangkan.
5. Memberikan kendali
Membiarkan pengambilan keputusan yang kecil saat pasien ingin dan siap akan
meningkatkan rasa kendali pasien terhadap lingkungan, juga dapat membantu pasien
menerima kurangnya kendali selama prosedur yang melibatkan sedikit pilihan. Misal ;
pemberian posisi, pemasangan jalur intravena (kiri/kanan), dll.
6. Kepekaan budaya
Keperawatan transkultural merujuk pada area pembelajaran formal dan praktik yang
berfokus pada pemberian perawatan yang sesuai dengan budaya, nilai dan gaya hidup
individu.
7. Kehadiran dan penenangan
Kehadiran adalah pemakaian diri yang terpeutik dengan mengadopsi sikap caring, dan
memberikan perhatian pada kebutuhan pasien. Penenangan dimaksudkan untuk
mengurangi ketakutan dan kecemasan serta membangkitkan respon yang lebih pasif
dan tenang.
8. Teknik kognitif
Dapat mengurangi kecemasan dengan cara ; tidak menyelidiki kehidupan pribadi
pasien. Dapat juga diajarkan pada anggota keluarga, dan teman guna membantu
mereka dan pasien mengurangi ketegangan.
9. Mengajarkan tekhnik distraksi ;
Nafas dalam;
Ketika sangat cemas, pola pernafasan dapat berubah dan pasien dapat menahan
nafasnya. Perawat mengajarkan lalu membantu pasien dalam memperagakan.

20
Terapi musik.
Untuk mengurangi kecemasan, mengalihkan dan dan meningkatkan relaksasi, istirahat
dan tidur, biasanya sesi musik berlangsung 20 – 90 menit, 1 atau 2 x sehari , jenis
musik disesuaikan dengan keinginan pasien.
Humor
Tertawa dapat meningkatkan kadar endorfin, pereda nyeri alami tubuh yang
dilepaskan kedalam aliran darah. Untuk pasien kritis Tertawa juga dapat meredakan
ketegangan, kecemasan akibat prosedur atau memberikan distraksi. Disesuaikan
dengan konteks tempat dan perspektif budaya individu.
Masase dan sentuhan terapeutik
Masase telah efektif mengurangi kecemasan dan meningkatkan relaksasi. Sentuhan
terapeutik melibatkan beberapa teknik seluruh tubuh dan terlokalisasi untuk
menyeimbangkan medan energi dan meningkatkan penyembuhan.
Terapi meridian
Pengobatan komplementer dan alternatif (CAM) adalah frase yang digunakan untuk
menjelaskan serangkaian pendekatan penyembuhan nontradisional. Terapi meridian
merujuk pada terapi yang melibatkan akupoint ; akupresur, akupunktur, dan aktivasi
tempat spesifik dengan stimulasi listrik dan laser intensitas rendah. Berasal dari
pengobatan cina tradisional. Harus dilakukan oleh profesional dengan pelatihan
khusus.
Terapi dibantu hewan
Ikatan antara manusia dan hewan telah diketahui dengan baik. Terapi dengan hewan
peliharaan mempunyai keuntungan yang dapat diukur untuk anak sekolah dan
penghuni panti wreda. Baru-baru ini konsep ini telah diperkenalkan di tatanan
perawatan akut dan kritis dengan hasils positif.
10. Restrein di perawatan kritis
Restrein fisik
Restrein fisik telah digunakan pada pasien dalam perawatan kritis untuk mencegah
kemungkinan gangguan dalam perawatan pasien akibat tercabutnya slang endotrakeal
atau jalur IV, pembantu hidup atau terapi invasif lainnya. Restrein fisik dapat berupa
restrein ekstremitas, sarung tangan dengan tali, rompi, atau restrein pinggang, kursi
untuk lansia dan pagar tempat tidur.
Restrein kimia

21
Restrein kimia merujuk pada agens farmakologis yang diberikan pada pasien sebagai
disiplin atau membatasi perilaku pasien yang merusak. Obat-obatan yang telah
digunakan untuk mengendalikan perilaku meliputi, tetapi tidak terbatas pada obat –
obtan psikotropika ;haloperidol, agens sedatif seperti benzodiazepin (lorazepam,
midazolam), atau antihistamin antikolinergik, difenhidramin
11. Memberikan caring dalam asuhan keperawatan mencakup kebutuhan spiritualitas.
Ketakutan, rawat inap yang tidak di rencanakan dan perpisahan pasien dengan
keluarga dan orang terdekat merupakan kemungkinan sumber stress selama sakit.
Tanpa memperhatikan ketakutan, kriteria hasil atau ketersediaan intervensi, seorang
perawat yang kompeten dan caring sangat diperlukan. Intervensi tersebut juga harus
membahas keterlibatan pasien dan keluarga dalam perawatan dan pengambilan
keputusan melalui advokasi, kolaborasi, dan pemikiran sistem.

2.3 Ruang lingkup keperawatan kritis


American Association of Critical Care Nurses (AACN) menyatakan bahwa asuhan
keperawatan kritis mencakup diagnosis dan penatalaksanaan respon manusia terhadap
penyakit yang aktual atau potensial yang mengancam kehidupan (AACN,1989).Lingkup
praktik asuhan keperawatan kritis didefinisikan dengan interaksi perawat kritis, pasien
dengan penyakit kritis, dan lingkungan yang memberikan sumber-sumber adekuat untuk
pemberian perawatan.
Pasien yang masuk ke lingkungan keperawatan kritis menerima asuhan keperawatan
intensif untuk berbagai masalah kesehatan.Serangkaian gejala memiliki rentang dari pasien
yang memerlukan pemantauan yang sering dan membutuhkan sedikit intervensi sampai
pasien dengan kegagalan fungsi multisistem yang memerlukan intervensi untuk mendukung
fungsi hidup yang mendasar.Pada umumnya lingkungan yang mendukung rasio perbandingan
perawat – pasien yaitu 1:2 (tergantung dari kebutuhan pasien), satu perawat dapat merawat
tiga pasien dan, terkadang seorang pasien memerlukan bantuan lebih dari satu orang perawat
untuk dapat bertahan hidup.Dukungan dan pengobatan terhadap pasien-pasien tersebut
membutuhkan suatu lingkungan yang informasinya siap tersedia dari berbagai sumber dan
diatur sedemikian rupa sehingga keputusan dapat diambil dengan cepat dan akurat. 
2.3.1 Kompetensi spesialis keperawatan kritis
Kompetensi ialah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-
tugas dibidang pekerjaan tertantu.Untuk mengembangkan kompetensi seseorang perawat

22
spesialis keperawatan kritis kita perlu mengetahui ciri-ciri dari tingkat spesialis keperawatan
kritis itu sendiri.
Kompetensi yang harus dicapai oleh seorang perawat kritis sesuai Standar Operasional
Prosedur yang di lakukan di ICU Dewasa
1.    Penanganan Gangguan Jalan Nafas :
a.     Melakukan Terapi Oksigen
b.     Melakukan Bronchiaal Washing
c.     Melakukan Suction
d.     Melakukan Intubasi
e.     Melakukan Extubasi /Weaning 
2.    Menggunakan Ventilator :
a.    Mempersiapkan Ventilator
b.    Set Ventilator
c.    Merawat mesin Ventilator
d.    Mengukur Volume Tidal
e.    Melakukan T-Piece
f.    Memberikan obat Inhalasi
g.    Mengambil sampel darah arteri unk. AGD
3.    Penaganan Gangguan Sistem Cardiovaskuler
a.    Emergency Trolly
b.    Melakukan rekaman EKG
c.    Memasang Monitoring E K G , Saturasi Oksigen, Tekanan Darah
d.    R J P
e.    Mengkaji pasien Decompensasi Cordis
f.    Mengkaji pasien MCI
g.    Merawat pasien dengan menggunakan CVP
h.    Melakukan DC Shock
i.     Memberi antikuagulan
j.     Melakukan evaluasi post streptase
k.    Memberikan Pendidikan Kesehatan dalam pemberian Streptase
4.    Penanganan Gangguan Sistim Pencernaan
a.    Memasang NGT
b.    Melakukan Nutrisi parenteral
5.    Penanganan Gangguan Sistim Perkemihan

23
a.    Menghitung Balance Cairan
b.    Mengobservasi pasien post Transplantasi
6.    Penanganan Gangguan Sistim Neorologi
a.    Menilai tingkat kesadaran /GCS
b.    Melakukan Mobilisasi
7.    Penanganan Gangguan Endokrin
a.    Melakukan pemberian insulin pa pat. Ketoasidosis.

2.3.2 Ciri-ciri Seorang Perawat Kritis


Berikut ciri-ciri dari level spesialis keperawatan kritis menurut robertson et al, (1996) adalah :
1.    Mengelola pasien dengan standar industri yang konsiten
2.    Hormat terhadap sejawat dan lainnya
3.     Role model
4.    Utilisasi pengetahuan dalam aplikasi dan mengintergrasikan pengetahuan dan praktek
5.    Respon terhadap perubahan lingkungan secara kontinyu
6.    Utilisasi riset dalam praktek
7.    Mendukung staf yang kurang pengalaman dan menunjukan kesadaran kebutuhan dari
keutuhan unit
8.    Profesional yang aktif
9.    Memperlihatkan keterampilan komunikasi yang aktif
10.  Memperlihatkan keterampilan pengkajian tingkat tinggi
11.  Intrepretasikan situasi yang kompleks
12.  Bertindak sebagai koordinator perawatan
Setelah mengetahui ciri-ciri dari keperawatan kritis spesialis maka kita lebih mudah dalam
merumuskan kompetensi, elemen dan ujuk kerja/penampilan yang dibutuhkan.

24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang menghadapi
secara rinci dengan manusia yang bertanggung jawab atas masalah yang mengancam
jiwa.Perawat kritis adalah perawat profesional yang resmi yang bertanggung jawab untuk
memastikan pasien dengan sakit kritis dan keluarga-keluarga mereka menerima kepedulian
optimal (American Association of Critical-Care Nurses).

3.2 Saran

Sebagai respon terhadap sistem pemberian perawatan kesehatan yang selalu berubah,
perawat perawatan kritis memperjuangkan kebutuhan pasien dan keluarga , atau orang
terdekat, perawat perawatan kritis telah menjalani langsung apa yang perawat telah tunjukkan
secara konsisten, oleh sebab itu perawat harus bisa mengaplikasikan dan memberikan
perawatan pada pasien kritis yang tidak hanya pemenuhan kebutuhan fisiologis tetapi juga
proses psikososial, perkembangan dan spiritual. sakit kritis juga merupakan ancaman
terhadap individu dan kelompok keluarganya. Sejajar dengan peningkatan pemanfaatan
teknologi oleh perawat kesehatan, kebutuhan “humabisasi” perawatan kesehatan selaras
dengan kebutuhan untuk memberikan intervensi efektif berbasis bukti daripada semakin
tercebur dalam tradisi.

25
DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/243508922/Bab-II-Prespektif-Kep-Kritis#scribd (Diakses tanggal
25/7/2020)

Laura A. 1997. Pengkajian Keperawatan Kritis Edisi: 2. Jakarta: EGC

Morton, Patricia Gonce, dkk. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik.


Jakarta: EGC

Tabrani. 2007. Agenda gawat darurat (Critical Care). P. T Alumni: Bandung

______. 2014. Critical Care Nursing.

Http://www.en.wikipedia.org/wiki/Critical_care_nursing (Diakses tanggal 26/7/2020)

26

Anda mungkin juga menyukai