Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS

Konsep Dasar ICU, Fungsi Perawat ICU, Aspek Legal Keperawatan Kritis

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1:

Putri Kurnia Sari 1814301005

Tri Pangestu Rahmadhani 1814301034

Susi Susanti 1814301036

M. Rifky Fery Fernando 1814301037

Dosen : Giri Udani.,S.Kp.,M.Kep

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
T.A 2020/2021

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirannya Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat
menyusun makalah ini dengan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam
tercurahkan kepada junjungan nabi kita Muhammad SAW beserta para
sahabatnya.

Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan kritis dalam
materi “Konsep Dasar ICU, Fungsi Perawat ICU, Aspek Legal Keperawatan
Kritis”Penulis menyadari bahwa tanpa banuan dari pihak lain maka penulis tidak
akan dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.

Penulis

2
Daftar Isi

Kata Pengantar.........................................................................................................
....................................................................................................................................2

Daftar Isi...................................................................................................................
....................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

1.1.Latar Belakang...................................................................................................
....................................................................................................................................4

1.2.Rumusan Masalah..............................................................................................
....................................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
2.1.Konsep Keperawatan Kritia.............................................................................
....................................................................................................................................6
2.2.Peran Dan Fungsi Perawat Kritis.....................................................................
....................................................................................................................................7
2.3.Proses Keperawatan Pada Area Keperawatan Kritis....................................
....................................................................................................................................8
2.4.Efek Kondisi Kritis Terhadap Pasien Dan Keluarga.....................................
....................................................................................................................................10
2.5.Isu And Legal Of Life Di Keperawatan Kritis................................................
....................................................................................................................................11
2.6.Psikososial Aspek Dari Keperawatan Kritis....................................................
....................................................................................................................................12
2.7.Aspek Legal Praktek Keperawatn Icu.............................................................
....................................................................................................................................19
2.8.Peran Dan Fungsi Perawat................................................................................
....................................................................................................................................23

3
2.9.Fungsi Advokasi Pada Kasus Kritis ................................................................
....................................................................................................................................31

BAB III PENUTUP..................................................................................................


3.1. Kesimpulan........................................................................................................
33
3.2. Saran...................................................................................................................
33

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keperawatan kritis adalah keahlian khusus dalam ilmu perawatan yang
menghadapi secara rinci dengan manusia yang bertanggung jawab atau
masalah yang mengancam jiwa (American Association of Critical-Care
Nurses).
Pasien kritis dengan perawatan di ruang ICU memiliki mordibitas
danmortalitas yang tinggi. Menenali ciri-ciri dengan cepat dan
penatalaksanaan dini yang sesuai pada pasien yang berada dalam keadaan
kritis dapat membantu mencegah perburukan lebih lanjut dan
memaksimalkan peluang untuk sembuh (Jevon dan Ewens, 2009).
Comprehensive Critical Care Department of Health-Inggris
merekomendasikan untuk memberikan perawatan kritis sesuai filosofi

4
perawatan kritis tanpa batas, yaitu kebutuhan pasien kritis harus dipenuhi
di manapun pasien tersebut secara fisik berada di dalam rumah sakit
(Jevon dan Ewens, 2009).
Dengan demikian pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan
intensif oleh karena dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang
terjadi atau terjadinya penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya.

1.2. Tujuan
A. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep keperawatan kritis
serta fungsi dan peran perawat dalam menjalankan proses keperawatan
kritis.
B. Tujuan Khusus
- Mahasiswa memahami konsep keperawatan kritis
- Mahasiswa mengetahui bagaimana proses keperawatan yang
dilakukan dalam keperawatan kritis
- Mahasiswa mengetahui peran dan fungsi perawat dalam
keperawatan kritis

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Keperawatan Kritis
Keperawatan kritis adalah suatu tindakan yang dilakukan pada pasien
dalam keadaan yang mengancam, tidak stabil dan mengalami masa kritis
sehinga harus dilakukan tindakan yang cepat.
Keperawatan kritial merupakan suatu tindakan yang harus memerlukan
perawatan pasien yang berkualitas tinggi dan komprehensif. Pasien yang
mengalami masa kritis harus segera dapat tindakan yang cepat karena untuk
pasien kritis waktu itu adalah vital. Dalam proses keperawatan, keperawatan
memberikan suuatu pendekatan yang sistematis karena perawat dalam
keperawatan kritis harus melakukan evaluasi dengan cepat. (Talbot &
Marquard, 1995, p. 1)
Pasien kritis pasien yang dalam keadaan yang gawat dan mengancam,
tidak stabil dan memerlukan observasi yang penuh dan perlu diwaspadi

6
dengan asuhan keperawatan. Selain itu juga pasien dengan penyakit yang
kritis suatu keadaan yang akut disfungsi organ sampai dengam potensial
penyakit sehingga terjadi kegagalan organ yang reversible. Pasien kritis akut
ini membutuhkan pemulihan yang cepat jika tidak maka pasien akan
menggalami kondisi kritis yang sangat serius sehingga bisa mengakibatkan
pasien tersebut meninggal akibat masa kritis akut. Pasien kritis kronis ini bisa
kita lihat dari lamanya penggunaan ventilator dan trakeostomi. (Swardianto &
Sari, 2019, p. 4)

Kategori pasien kritis menurut JFICMI dan ICSI terbagi menjadi beberapa
kategori sebagai berikut :
Actu care Level 0 Pasien dirawat dengan dibangsal dengan manajemen
klinik
Level 1 Jika level lebih tinggi maka perlu observasi seperti
ruang post anesthesia care unit (PACU)
Level 2 Pasien kritis dengan salah satu dari organ utamanya
mengalami kegagalan fungsi
Level 3 Pasieen kritis yang sedang mengalami dua atau lebih
organ yang mengalami kerusakan fungsi
Level 3S Level 3 ini memerlukan pelayanan ragional/nasional
rujukan.(Swardianto, 2018, p. 7)

a. Ruang lingkup pelayanan keperawatan


Ruang lingkup pelayanan perawantan intensif meliputi :

7
1. Diagnosis dan penatalaksaan spesifik penyakit-penyakit akut yang
mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa
menit sampai beberapa hari.
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus
melakukan pelaksanaan spesifik pemenuhan kebutuhan dasar
3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi
yang ditimbulkan oleh :
 Penyakit
 Kondisi pasien menjadi buruk karena pengobatan/therapy (iatrogenik).
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang bergantung pada fungsi
alat/mesin dan orang lain.

b. KLASIFIKASI PELAYANAN ICU


Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. ICU Primer
Ruang Perawatan Intensif primer memberikan pelayanan pada pasien yang
memerlukan perawatan ketat (high care). Ruang Perawatan Intensif
mampu
melakukan resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi bantu 24 –
48 jam. Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah:
 Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat
dan ruang rawat pasien lain.
 Memiliki kebijakan / kriteria pasien yang masuk dan yang keluar.
 Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala.
 Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru.
 Konsulen yang membantu harus siap dipanggil.
 Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah
mempunyai sertifikat pelatihan perawatan intensif, minimal
satu orang per shift.

8
 Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,
Rontgen untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi.

2. ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder pelayanan yang khusus mampu memberikan
ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain
tetapitidak terlalu kompleks.
Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah:
 Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat
dan ruang rawat lain.
 Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar dan rujukan.
 Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi
setiap saat bila diperlukan.
 Memiliki seorang Kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif
care atau bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang
bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal
mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan
hidup lanjut).
 Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan
minimal berpengalaman kerja di unit Penyakit Dalam dan Bedah
selama 3 tahun.
 Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama
dan dalam batas tertentu, melakukan pemantauan invasif dan usaha-
usaha penunjang hidup.
 Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,
Rontgen untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi.
 Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi.

3. ICU Tersier

9
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek perawatan
intensif, mampu memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk
dukungan atau bantuan hidup multi sistem yang kompleks dalam
jangka waktu yang tidak terbatas serta mampu melakukan bantuan
renal ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskuler invasif dalam
jangka waktu yang terbatas. Kekhususan yang dimiliki ICU tersier
adalah:
 Tempat khusus tersendiri didalam rumah sakit.
 Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar dan rujukan..
 Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil
setiap saat bila diperlukan .
 Dikelola oleh seorang ahli anastesiologi konsultan intensif care atau
Dokter ahli konsultan intensif care yang lain, yang bertanggung jawab
secara keseluruhan. Dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi
jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
 Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3
tahun.
 Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan intensif
baik invasif maupun non invasif.
 Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu ,
Rontgen untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi.
 Memiliki paling sedikit seorang yangmampu mendidik medik dan
perawat agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.
 Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi,
tenaga rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.

c. KRITERIA PASIEN MASUK DAN KELUAR ICU


Suatu ICU mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus
dalam bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang dibutuhkan

10
untuk merawat pasien sakit kritis. Keadaan ini memaksa diperlukannya
mekanisme untuk membuat prioritas pada sarana yang terbatas ini apabila
kebutuhan ternyata melebihi jumlah tempat tidur yang tersedia di ICU.
1. Kriteria masuk ICU
ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan
terapi yang intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi
pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1) didahulukan rawat
ICU dibandingkan pasien yang memerlukan pemantauan intensif dan
pasien sakit kritis atau terminal (prioritas 2) dengan prognosis buruk
atausukar untuk sembuh (prioritas 3). Penilaian objektif atas beratnya
penyakit dan prognosishendaknya digunakan untuk menentukan prioritas
pasien masuk ICU. Prioritas pasien masuk ICU sebagai berikut :
 Pasien Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan
perawatan intensif dengan bantuan alat-alat ventilasi, monitoring dan obat-
obatan vasoaktif kontinyu dan lain-lain. Misalnya pasien bedah
kardiotoraksik, atau pasien shock septic . Mungkin ada baiknya beebrapa
institusi membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat
hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu. Pasienprioritas 1
(satu) umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari terapi yang dapat
diterimanya.
 Pasien Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis
pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya
pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary arterial
catheter sangat menolong, misalnya pada pasien penyakit dasar jantung,
paru atau ginjalakut dan berat atau yang telah menmgalami pembedahan
mayor. Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang
diterimanya, mengingat kondisi mediknya senantiasa berubah.
 Pasien Prioritas 3

11
Pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil dimana status kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya , baik
masing-masing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan
kesembuhan dan/atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh-
contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai
penyulit infeksi pericardial tamponade, atau sumbatan jalan nafas, atau
pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi
penyakit akut berat. Pasien-pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi
intensif untuk mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak
sampai melakukan intubasi dan resusitasi cardio pulmoner.

d. Kriteria pasien yang tidak memerlukan perawatan di ruang perawatan


intensif
 Prioritas I
Pasien dipindahkan apabila pasien tsb tidak membutuhkan lagi perawatan
intensif,atau jika :
 Terapi mengalami kegagalan
 Prognosa jangka pendek buruk
 Sedikit kemungkinan untuk pulih kembali
 Sedikit keuntungan bila perawatan intensif diteruskan
 Prioritas I
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukkan bahwa
 Perawatan intensif tidak dibutuhkan .
 Pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan lagi.
 Prioritas I
Pasien dipindahkan apabila :
 Perawatan intensif tidak dibutuhkan lagi
 Diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil
 Keuntungan dari therapi intensif selanjutnya sangat sedikit

12
2.2 Peran dan Fungsi Perawat Kritis
Peran perawat kritis sudah sangat berkembang sehinga perkembangannya
memiliki lingkup yang sangat spesifik dalam pemberian asuhan keperawatan
kritis. Perawat kritis pada penyakit kritis memiliki kesatuan termasuk
kesatuan pre-cricos/proactive care, manajemen penyakit kritis. Rangkaian
peran perawat kritis dalam melakukan suatu tindakan keperawatan yang
termasuk didalamnya bisa dikatakan dengan paliatif care pada lingkungan
ICU. Selain itu juga peran perawat dalam keperawatan kritis bisa menjadi
manajer ruangan, perawat edukator, pemberian asuhan keperawatan kritis dan
advokasi pasien dan keluarga. (Swardianto & Sari, 2019, p. 4)

1. Perawat sebagai pemberian asuhan keperawatan, dimana perawat


meberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada pasien dan memenuhi
kebutuhan pasien agar pasien mendapatkan haknya
2. Perawat sebagai advokasi pasien, disini perawat menjadi pihak yang selalu
ada untuk menolong dan mendampingi pasien dan memastikan agar informasi
tersampaikan kepada pasien dengan baik, selain itu juga bertindak atas nama
pasien sesuai dengan kebutuhan pasien.
3. Perawat sebagai pendidik, dimana perawat bisa mengatasi dan bisa
memecahkan masalah dengan cara meberitahukan dan mengajarkan kepada
pasien seperti tahap kerja, prosedir, dan pendidikan kesehatan yang
diperlukan oleh pasien
4. Perawat sebagai koordinator, perawat akan mengarahkan atau memandu
tim kesehatan sesuai dengan perencanaan agar apa yang dibutuhkan pasien itu
dapat terpenuhi
5. Perawat sebagai kolaborator, perawat akan berhubungan dengan baik dan
berkerja sama dengan pelayanan kesehatan yang lainnya
6. Perawat sebagai konsultan, perawat akan menjadi pihak yang akan diajak
untuk berkonsultasi tentang masalah kesehatan

13
7. Perawat sebagai pembaharuan, disini perawat akan berperan dalam sebuah
perencanaan dan mengarakan pasien untuk berkerja sama. (Yeni & Ukur,
n.d., p. 4)

2.3 Proses Asuhan keperawatan


Proses keperawatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang
meliputi pengkajian, analisa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Keperawatan Kritis harus menggunakan proses keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan.

1. Data akan dikumpulkan secara terus menerus pada semua pasien yang
sakit kritis dimana pun tempatnya
2. Identifikasi masalah/kebutuhan pasien dan prioritas harus didasarkan pada
data yang dikumpulkan
3. Rencana asuhan keperawatan yang tepat harus diformulasikan
4. Rencana asuhan keperawatan harus diimplementasikan menurut prioritas
dari identifikasi masalah/kebutuhan. Hasil dari asuhan keperawatan harus
dievaluasi secara terus menerus
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,
psikologis, sosial dan spiritual. Kemampuan perawat yang diharapkan dalam
melakukan pengkajian adalah mempunyai kesadaran/ tilik diri, kemampuan
mengobservasi dengan akurat, kemampuan berkomunikasi terapeutik dan
senantiasa mampu berespons secara aktif.
Terdapat 4 jenis pengkajian yang dilakukan di ruangan ICU:
1. Pengkajian sebelum pasien datang (pre arrival) Sebelum pasien dimasukan
ke ICU, dilakukan pegkajian meliputi identitas pasien, diagnosa, tanda
vital, alat bantu invasif yang dipakai, modus ventilasi mekanik yang
sedang dipakai bila pasien menggunakan ventilator.

14
2. Pengkajian segera (quick assesment) Pengkajian segera setelah pasien tiba
di ICU meliputi ABCDE yaitu Airway, Breathig, Circulation, Drugs (obat-
obatan yang saat ini dipakai termasuk apakah pasien ada alergi terhadap
obat-obatan tertentu), dan yang terakhir Equipment (apakah ada alat yang
terpasang pada pasien). Perawat yang menerima pasien di ICU segera
menilai dan melakukan kajian kondisi pasien saat itu.
3. Pengkajian lengkap (comprehensive assesment) Pengkajian riwayat
kesehatan lalu, riwayat sosial, riwayat psikososial dan spiritual serta
pengkajian fisik dari sistem tubuh (sistem kardiovaskuker , respirasi,
neurologi, renal, gastrointestinal, endokrin dan immunologi serta
integumen).
4. Pengkajian berkelanjutan (on going assesment) Kontinuitas monitoring
kondisi pasien setiap 1-2 jam pada saat kritis, selanjutnya sesuai kondisi
pasien, yang perlu dikaji tanda-tanda vital, hemodinamik, alat-alat yang
terpakai oelh pasien saat masuk ICU.
B. Analisa
Setelah data dikumpulkan, data dianalisa. Dari pengkajian data dasar,
masalah yang aktual, potensial dan beresiko tinggi diidentifikasi dan
diuraikan menurut prioritas sesuai dengan kebutuhan keperawatan pasien
kritis. Hal ini mungkin merupakan masalah yang komplek disebabkan oleh
beratnya kondisi pasien. Prioritas paling tinggi diberikan pada masalah yang
mengancam kehidupan.
C. Perencanaan
Pembuatan tujuan, identifikasi dari tindakan keperawatan yang tepat dan
pernyataan atas hasil yang diharapkan merumuskan rencana keperawatan.
D. Implementasi
Perencanaan dimasukkan dalam tindakan selama fase implementasi. Ini
merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan.
E. Evaluasi
Suatu perbandingan antara hasil aktual pasien dan hasil yang diharapkan
terjadi dalam fase evaluasi. Pada bagian ini menunjukkan pentingnya

15
modifikasi dalam rencana keperawatan atau pengkajian ulang total dapa
diidentifikasi.

2.4 Efek Kondisi Kritis bagi Pasien dan Keluarga : Pisikososial dan
Edukasi

Adapun efek kondisi kritis bagi pasien sebagai berikut :


1. Pisikososial, pada pisikososial ini pasien akan merasa distress psycosocial,
mengalami kecemasan terhadap trauma dan stigma masyarkat yang dapat
memicu setelah pasien mengalami penyakit kritis
2. Edukasi ini menjelaskan kondisi pasien dengan menggunakan komunikasi
yang baik dan libatkan lah perawatan paliatif

Efek kritis yang terjadi bagi keluarga antara lain :


1. Pisikososial disini keluarga akan mengalami distres pisikososial
2. Edukasi, pada edukasi ini rumah sakit akan memberikan fasilitas kepada
keluarga, tim kesehatan dan pasien juga bisa berkomunikasi melalui
videoa comunication. (Dewi et al., 2020)
2.5 Isu End of Life dalam Keperawatan Kritis
Perawatan end of life merupakan perawatan yg bertujuan utk
meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dgn membantu mengatasi
masalah penderitaan fisik, psikologis, sosial dan spiritual pada pasien yg tidak
lagi responsif thd tindakan kuratif.
End of life atau kematian terjadi apabila fungsi pernapasan dan jantung
berhenti. Pada umumnya, kematian disebabkan oleh penyakit atau trauma yg
mengakibatkan mekanisme kompensasi tubuh berlebihan. Penyebab langsung
kematian adalah:
1. gagal napas dan syok yg mengakibatkan berkurangnya aliran darah utk
memenuhi kebutuhan organ vital seperti otak, ginjal, jantung.
2. Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) merupakan problem
patologis di unit kep kritis yg menjadi penyebab kematian.

16
3. Tidak adekuatnya aliran darah pada jaringan tubuh menjadikan sel
kekurangan oksigen. Pada keadaan hipoksia tubuh melakukan
metabolisme tanpa menggunakan oksigen (anaerob) disertai asidosis,
hiperkalemia, dan iskemia jaringan.
4. Perubahan scr dramatis pada organ vital menunjukkan pelepasan dari toxin
hasil metabolisme dan kerusakan enzim. Ini adalah proses yg menjelaskan
bahwa sudah tjdnya MODS.
Kematian klinis adalah kematian yg terjadi setelah berhentinya denyut
jantung dan pernapasan berirama, tidak ada gangguan fungsi otak atau
kematian batang otak. Pada situasi ini dengan tindakan CPR masih
mungkin berhasil memulihkan organ. Bagaimanapun, CPR akan sia2 bila
pasien menderita penyakit termina dan sudah mengalami MODS.
American Association of Critical Nursing mempublikasikan.
15 kompetensi dasar untuk meningkatkan kualitas askep end of life:
1. Menggali perubahan dinamis tentang populasi demografi, pelayanan
kesehatan yg ekonomis, dan jasa layanan kesehatan yang mendukung
peningkatan kesiapan askep end of life.
2. Meningkatkan kepedulian terhadap kenyamanan asuhan pada kematian
secara aktif, yg diinginkan, dan mementingkan skill dan merupakan
bagian integral dari askep
3. Komunikasi secara efektif dan penuh kasih sayang yang melibatkan
klien dan keluarga serta anggota team asuhan tentang isu end of life
4. Menggali sikap, perasaan, nilai dan harapan diri tentang kematian,
budaya serta kepercayaan rohani dan kebiasaan pasien.
5. Berperilaku rasa hormat terhadap pendapat dan harapan pasien selama
asuhan perawatan end of life
6. Kolaborasi antar anggota tim kesehatan lain saat sedang melaksanakan
peran keperawatan pada asuhan end of life
7. Gunakan alat yang standar yang didasari ilmu pengetahuan untuk
mengkaji gejala dan tanda yang diperlihatkan pasien saat kematian

17
8. Penggunaan data dari pengkajian gejala untuk membuat rencana
tindakan, pada manajemen gejala menggunakan standar pendekatan
tradisional
9. Mengevaluasi dampak dari terapi tradisional, komplementer, dan
teknologi berpusat pada hasil akhir pasien
10. Mengkaji terapi dari berbagai sudut pandang meliputi kebutuha
fisik, psikologis, sosial dan spiritual untuk meningkatkan kualitas askep

2.6 Psikososial aspek keperawatan kritis


Psikologi (dari bahasa yunani kuno = psyche : jiwa ,logos = kata) dalam
arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental.
Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena
sifatnya yang abstrak tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan
ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses
atau kegiatannya.
 menurut WHO (World health organization) pada tahun 1948,
mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan lengkap dari fisik, mental dan
sosial serta kesejahteraan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan. Defenisi ini  meminta perhatian terhadap kompleksitas dan
multidimensionalitas konsep dari kesehatan. Menambahkan kesejahteraan
sosial pada definisi itu membuka jalan untuk konseptualisasi individu
sebagai makhluk sosial dalam definisi kesehatan bukan hanya dari aspek
fisik/biologi/fisiologi semata. Pergeseran dari definisi ini, juga pada ilmu
psikologi, yang sebelumnya hanya menganalisis penyakit dan gangguan
psikologis, menjadi analisis individu untuk mencapai kesejahteraan seperti
promosi-promosi kesehatan. Sebelumnya, ilmu psikologi dikenal sebagai
psikologi negatif (psikologi orang sakit), dengan definisi ini berubah dan
menjadikan psikologis sebagai sarana keilmuan memanusiakan manusia
(mencapai kesejahteraan).
a. Input sensori

18
Konsep luas untuk input sensori dengan menggunakan stimulasi ke lima 
panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba.
Persepsi individu terhadap stimulus amat bervariasi beberapa orang
mempertimbangkan suara dan bau di area bisnis metropolitan
meyenangkan dapat diterima dan diinginkan dimana orang lain
menerimanya tanpa diinginkan. Aktivitas sehari-hari termasuk memilih
makan atau minuman didasarkan rasa suka atau tidak suka lalu orang
cenderung memilih jika mungkin lingkungan atau stimulus dari
lingkungan yang paling dapat diterima bagi mereka. Paien- pasien dalam
unit perawatan kritis, bagaimanapun tidak mempunyai pengetahuan untuk
memilih lingkungan mereka atau stimulus lainnya. Selain terhadap
kualitas stimulus, perawat juga mempertimbangan kuantitas. Terlalu
banyak stimulus yang diinginkan dapat sama tidak diterimanya stimulus
yang terlalu kecil. Contoh seseorang terhadap makanan favorit menunjuk
pada perubahan “ terlalu banyak hal yang baik.” Pada unit perawatan
kritis, terlalu banyak stimulus yang tidak diinginkan, seperti bising yang
berlebihan dan terus menerus, cahaya terang dan hiperaktivitas dapat
bertindak sebagai penyimpang dan pengganggu seperti halnya sedikit
stimulus, seperti kegelapan, kesunyian dan tidak aktif. Dalam
mengendalikan stimulus lingkungan pada unit keperawatan kritis,  perawat
harus menyadari kedua jenis dan jumlah input sensori jika stimulus sensori
diturunkan terlau drastis, pasien mengalami kehilangan sensori dapat
meyebabkan kepertahanan psikologis normal mengalami disorganisasi
yang berat. Jika stimulus sensori terjadi dalam kuantitas yang berlebihan,
fenomena kelebihan sensori menciptakan respon yang tidak diinginkan
sama dengan respon pada lingkungan, termasuk kekacauan mental dan
menarik diri.
1. Kehilangan sensori
Kehilangan sensori adalah itilah yang digunakan untuk
mengidentifikasi  berbagai gejala yang terjadi setelah penurunan dalam
kualitas dan kuantitas input sensori. Istilah lainnya digunakan untuk

19
menyebut kehilangna sensori atau  beberapa bentuk didalamnya seperti
isolasi kurungan informasi terbatas kehilangan persepsi dan
pembatasan sensori. Kehilangan sensori seharusnya tidak perlu ada
dalam sehari atau  berminggu-minggu pada reaksi psikopatologi yang
terjadi. Sebagai contoh, baik untuk dicatat bahwa dewasa muda yang
mengalami kekurangan sensori selama 8  jam dapat mengalami reaksi
psikotik akut diikuti oleh delusi yang berkepanjangan selama beberapa
hari dan depresi yang berat serta ansietas selama beberapa minggu.
Derajat kemungkinan kekurangan sesori dalam situasi laboraturium
adalah lebih besar kemungkinan yang terjadi pada unit keperawatan
kritis. Bagaimanapun subjek laboraturium adalah kewaspadaan
terhadap waktu yang digunakan dalam percobaan dan mampu
menghentikan kapan saja mereka mau. Mereka juga memilki
mekanisme pertahanan normal secara klinik dan mampu
mengendalikan situasi. Pasien yang dirawat tidak memiliki
keuntungan-keuntungan.
2. Kelebihan sensori
Daerah kelebihan sensori belum dianggap sebagai kekurangan
sensori,namun efeknya pada manusia telah diketahui.penurunan
pendengaran setelah pemajanan lama pada tingkat kebisingan yang
tinggi telah dengan baik didokumentasikan. Juga diketahui bahwa
ketegangan dan ansietas meningkat bila orang terpajan pada
kebisingan yang terus menerus tanpa adanya periode.Florence 
Nightingale dalam notes on nursingnya, mengingatkan perawat dalam
”bunyi yang tidak perlu adalah paling kasar saat tidak ada perawatan
yang dapat ditimbulkan pada keadaan sakit atau sehat”. Karenanya,
mempertimbangkan kelebihan sensori dari lingkungan sebagai
kemungkinan penyebab pasien ansietas dan lelah.
Stimulus yang berlebihan dilingkungan menyebabkan masalah
psikologis  pada pasien di unit perawatan kritis. Jumlah dan kualitas
kebisingan menjadi faktor penyembuhan pasien.sebagai contoh tingkat

20
kebisingan yang tinggi meningkatkan kebutuhan akan obat penurun
nyeri, suara tawa yang keras diantara  petugas kesehatan menyebabkan
rasa marah pasien. Egosentris normal pasien kritis menyebabkan
mereka menginterpretasikan semua percakapan dilingkungan dan
tindakan tertuju padanya. Karenanya semua pembicaraan dan tawa
sebaiknya  jangan terdengar oleh pasien dan dilakukan jauh dari
pasien. Jika stimulus lingkungan melebihi batas dimana manusia dapat
beradaptasi, sistem koping gagal mengatasinya. Jika hal ini terjadi,
perilaku seperti ansietas,  panik, bingung, delusi, ilusi atau halusinasi.
Gejala-gejala sehubungan sehubungan dengan tingkat kebisingan
tinggi :

 Peningkatan kebutuhan obat penurun nyeri


 Tidak bisa tidur
 Meras takut, tak berdayam merasa dilupakan, menarik diri
 Reaksi bahwa pembicaraan, tawa, ditujukan pada pasien
 Kekacauan mental, delusi, ilusi, halusinasi
 Tak ada proses informasi
 Tidak tepat memproses informasi
 Proses seleksi informasi
 Keluar dari alur informasi
3. Fenomena rumah sakit
Lingkungan rumah sakit seringkali menurunkan stimulus sensori
normal  pasien sementara memberi mereka stimulus sensori asing yang
tidak ditemui dilingkungan rumah.situasi ini ,suatu kombinasi
daripenurunan sensori dan kelebihan sensori,disebut sebagai fenomena
rumah sakit . Bunyi unit perawatan kritis meliputi suara-suara asing
dalam jumlah  besar, gerakan pagar tempat tidur,alarm,pemonitor
jantung, sistem pemanggil yang memanggil nama asing, alat penghisap
lendir, bunyi telefon sepanjang hari,suara berbisik-bisik, tertawa,

21
mengomel. Hal ini ditambah lampu yang terus menyala, pemandangan
dari alat-alat asing, rasa takut dan nyeri.suara abnormal dan tanda-
tanda menambah stres pada pasien di perawatan kritis. Karenanya
lingkungan pasien harus dikendalikan sebanyak mungkin sehingga
lingkungan  penyebab stres dapat diturunkan. Mungkin perawat di
perawatan kritis menyukai kebisingan, lingkungan yang ribut dan
dorongan yang kurang hati-hati lebih menggangu daripada
mengendalikannya. Kombinasi hilangnya stimulus yang dikenal dan
pemajanan terus menerus dengan stimulus asing menimbulkan tipe
yang berbeda tentang respon pertahanan dari pasien.menarik diri
adalah mekanisme yang umum dan menyebabkan pasien di label salah
sebagai mengalami kekacauan mental atau disorientasi kecuali
dilakukan pengkajian lengkap beberapa derajat menarik diri dari
situasi nyata yang menankutkan adalah umum.
b. Tidur dan priodisitas
Tidur merupakan bagian penting pada siklus 24 jam dimana organisme
manusia harus berfungsi.terdapat 24 jam periodisitas dalam jenis periode
tidur dimana periode waktu tidur yang khas berulang sekali sehari. Kita
menghabiskan waktu hidup untuk tidur, dan tidur penting untuk
kesejahteraan fisik dan mental. Tujuan tidur untuk mencegah kelelahan
fisik dan psikis dan/atau penyakit; kurang tidur memperpanjang waktu dari
sakit. Tahap pertama menggunakan waktu antara mencoba tidur dan jatuh
tertidur secara aktual. Tahap I dan tahap II bersama-sama membentuk tidur
Non-REM atau (NREM). Tahap III dan IV adalah fase REM. Orang
secara normal mengalami sedikitnya 4-6 siklus tidur setiap 24 jam. Waktu
rata-rata untuk siklus tidur normal selama 90 menit, tetapi bervariasi 120
menit. Tidur Rem penting untuk pemulihan mental. Tahap REM
memanjang dan lama pada siklus tidur selanjutnya, terjadi terutama pada
akhir siklus tidur malam tak tertanggu. Karena pentingnya tidur REM, hal
ini kemungkinan bahwa kekurangan tidur paling bermakna ketika terjadi
pada REM. Pada unit perawatan kritis, kekurangan tidur pada fase REM

22
mengakibatkan sering terputusnya siklus tidur. Hal ini lebih mengancam
kesejahteraan psikis pasien diunit perawatan kritis.
Terdapat sejumlah efek yang menguntungkan pada orang yang mengalami
kekurangan SWS (Slow Wave Sleep) dan tidur REM selama beberapa
hari. Seperti efek kegelisahan dan ansietas, kelelahan fisik dan keletihan,
dan serta gangguan fungsi metabolik termasuk produksi hormon adrenal.
Meskipun ditress  pernapasan dihubungkan dengan gangguan tidur,
dengan terjadinya periode henti napas dan hipoknea. Peningkatan usia dan
penyakit akut tertentu dapat lebih lanjut meningkatkan tidur henti napas
dan hiponea. Konsep umum tentang periodisitas merupakan area lain dari
pengetahuan yang diperlukan bagi perawat pada unit keperawatan
kritis.istilah lain yang  berhubungan adalah irama sirkaadian,jam
biologis,jam internal,dan jam fisiologis.hal ini telah dikenal selama
bertahun-tahun pada semua makhluk hidup yang tidak hanya mempunyai
siklus yang dapat di identifikasi tetapi juga siklus  jangka pendek dimana
irama adalah alamiah.terputusnya irama-irama tersebut dapat
menyebabkan penyimpangan dari norma kehidupan. Saat kondisi pasien
dikaji, pertimbangkanlah apakah tidak terdapat gangguan periode waktu
adekuat untuk semua tahap tidur. Perencanaan harus memberikan periode
sesegera mungkin setelah pasien masuk ke unit. Perlunya mengukur tanda-
tanda vital setiap 1 atau 2 jam pada malam hari harus dipertimbangkan
terhadap kerusakan yang dialami organisme manusia ketika terjadi
kekurangan tidur. Karena siklus tidur diukur dari fase REM dan fase REM
membutuhkan 70 sampai 120 menit, penting untuk memberikan minimal
jam tidur yang tidak diganggu pada malam hari. Waktu kunjungan harus
diatur dengan memberikan waktu istirahat yang lama. Keluarga biasanya
mengetahui kebutuhan tidur bagi anggota keluarganya yang sakit dan
dapat memahami pengaturan untuk berbagi waktu dengan pasien.
Tindakan asuhan keperawatan hendaknya tidak selalu memprioritaskan
waktu bagi keluarga atau orang terdekat pasien. Melibatkan keluarga
dalam  perencanaan pada jadwal beberapa asuhan keperawatan dapat

23
menurunkan rasa tidak keberdayaan mereka. Periode istrahat bagi pasien
hendaknya diberkan dengan penekanan sama yang diberikan saat mengkaji
status jantung dan tindakan fisikal agresif dari asuhan keperawatan yang
lain. Beberapa pasien diberikan penutup mata dan penutup telinga untuk
menghindari cahaya dan bunyi yang dapat meningkatkan istirahat.

c. Kekacauan mental akut (delirium)


Pasien diterima di unit perawatan kritis juga mengalami trauma yang
cukup serius atau penyakit yang dialami secara tiba-tiba dimana secara
otomatis menempatkan mereka pada risiko untuk berkembangnya
kekacauan mental akut. Kekacauan mental yang bersifat akut ini
merupakan kondisi umum yang dapat dilihat pada semua umur tetapi lebih
banyak pada lansia. Hal ini mempunyai onset cepat dan secara umum
dapat kembali normal., membedakannya dari demensia, yang berkembang
dengan lambat dan tidak dapat kembali normal. Status kekacauan mental
akut ini mempengaruhi fungsi kognitif, perhatian, dan siklus tidur bangun.
Gejala yang mungkin terjadi :
 Fluktuasi tingkat kesadaran 
 Halusinasi penglihatan
 Keselahan mengidentifikasi orang (biasanya dalam bentuk berfikir 
bahwa perawat adalah keluarga dekatnya)
 Kegelisahan berat.
 Gangguan memori
Selain itu dalam mengkaji status pasien saat ini, kumpulkan
sebanyak mungkin informasi tentang fungi yang ada. Berbicara
pada orang yang  berhubungan dekat dengan pasien sebelum
masuk rumah sakit. Jika fungsi pasien memahami untuk mandiri
sebelum di kirim ke unit perawatan kritis, hal ini diasumsikan
bahwa kekacauan mental atau malfungsi mental sedapat mungkin
dapat kembali. Stres lingkungan unit disertai dengan dampak fisik
dan psikologikal entang penyakit dapat mencetuskan gangguan

24
mental atau malfungsi mental yang disebut kekacauan mental akut.
Perubahan yang tiba-tiba pada kehidupan seseorang, seperti pindah
dari lingkungan yang dikenalnya, situasi traumatis atau pemberian
obat sedatif, dapat mencetuskan gejala kekacauan mental akut.

2.7 Aspek legal praktik keperawatan ICU


Kode etik merupakan persyaratan profesi yang memberikan penentuan
dalam mempertahankan dan meningkatkan standar profesi. Kode etik
menunjukan bahwa tanggung jawab terhadap kepercayaan masyarakat
telah diterima oleh profesi (Kelly, 1987). Jika anggota profesi melakukan
suatu pelanggaran terhadap kode etik tersebut, maka pihak organisasi
berhak memberikan sanksi bahkan bisa mengeluarkan pihak tersebut dari
organisasi tersebut. Dalam keperawatan kode etik tersebut bertujuan
sebagai penghubung antara perawat dengan tenaga medis, klien, dan
tenaga kesehatan lainnya, sehingga tercipta kolaborasi yang maksimal.
Perawat professional tentu saja memahami kode etik atau aturan yang
harus dilakukan, sehingga dalam melakukan suatu tindakan keperawatan
mampu berpikir kritis untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan
sesuai prosedur yang benar tanpa ada kelalaian. Namun mengapa masih
banyak terjadi berbagai bentuk kelalaian tanpa tanggung jawab dan
tanggung gugat? Hal ini dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan perawat
dalam memahami kode etik itu sendiri. Sehingga tindakan yang dilakukan
adakalanya akan berdampak pada keselamatan pasien. Oleh sebab itu,
banyak perawat dimata masyarakat di anggap kurang berpotensi dalam
melakukan asuhan keperawatan yang pada akhirnya berdampak pada
persepsi masyarakat pada seluruh tenaga keperawatan. Oleh karena itu,
sebagai calon perawat maupun para perawat harus mampu memahami
dengan baik dan benar tentang kode etik dan salah satu kuncinya yaitu
banyak membaca dan memahami pentingnya keselamatan pasien sehingga
keinginan untuk mempelajari kode etik sebagai landasan tindakan bisa
lebih bermanfaat.

25
1. Pengertian Legal
Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan
pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-
undang keperawatan. Keterkaitan dengan legal formal dalam memberikan
pelayanan keperawatan kritis Keterkaitan dengan kebijakan yang
memberikan jaminan hukum terhadap pelayanan keperawatan kritis,
seperti: UU Kes, PERMENKES dan peraturan lainnya.
2. Maksud dan Tujuan
a. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana
yang sesuai dengan hukum
b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain
c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan
mandiri
d. Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan
meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.
e. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang, perawat
berwenang melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang
ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
3. Penerapan legal dalam area critical care
Aspek legal Keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin yang
memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik
profesi perawat yaitu Surat Tanda Registrasi (STR) bila bekerja di dalam
suatu institusi. Kewenangan itu, hanya diberikan kepada mereka yang
memiliki kemampuan, namun memiliki kemampuan tidak berarti memiliki
kewenangan. Seperti juga kemampuan yang didapat secara berjenjang,
kewenangan yang diberikan juga berjenjang. Kompetensi dalam
keperawatan berarti kemampuan khusus perawat dalam bidang tertentu
yang memiliki tingkat minimal yang harus dilampaui. Dalam profesi
kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh

26
Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang
kesehatan dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan yang bersifat
khusus dalam arti tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan
kepada profesi masing-masing.
a. Fungsi Hukum dalm Praktik Perawat
 Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan
keperawatan mana yang sesuai dengan hukum
 Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain
 Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan
keperawatan mandiri
 Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan
dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas
dibawah hukum.
b. Kepmenkes 1239/2001 Tentang Praktik Keperawatan pasal 15 dan 16
 Melakukan asuhan keperawatan meliputi Pengkajian,
penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan
tindakan dan evaluasi.
 Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan atas
permintaan tertulis dokter
 Dalam melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban :
 Menghormati hak pasien
 Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
 Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
 Memberikan informasi
 Meminta persetujuan tindakan yang dilakukan
 Melakukan catatan perawatan dengan baik
c. Larangan
Perawat dilarang menjalankan praktik selain yang tercantum dalam
izin dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar
profesi

27
d. Sanksi: sesuai dengan kebijakan pimpinan rumah sakit
e. Hak dan Kewajiban Perawat
Aspek Legal Keperawatan juga meliputu Kewajiban dan hak Perawat :
1. Kewajiban:
 Setiap perawat wajib mempunyai:
- Sertifikat kompetensi
- Surat Tanda Registrasi
- Surat ijin Praktek (SIP)
- Memperbaharui sertifikat kompetensi
 Menghormati hak pasien
 Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
 Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan aturan undang-undang
keperawatan
 Wajib memberikan informasi kepada pasien sesuai dengan
kewenangan
 Meminta persetujuan setiap tindakan yg akan dilakukan perawat
sesuai dgn kondisi pasien baik secara tertulis.
 Mencatat semua tindakan keperawatan secara akurat sesuai
peraturan dan SOP yang berlaku
 Memakai standar profesi dan kode etik perawat Indonesia dalam
melaksanakan praktik
 Meningkatkan pengetahuan berdasarkan IPTEK
 Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa sesuai
dengan kewenangan
 Melaksanakan program pemerintah dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat
 Mentaati semua peraturan perundang-undangan
 Menjaga hubungan kerja yang baik antara sesama perawat
maupun dgn anggota tim kesehatan lainnya.
2. Hak-Hak Perawat

28
 Hak mengendalikan praktik keperawatan sesuai yang diatur
oleh hukum.
 Hak mendapat upah yang layak.
 Hak bekerja di lingkungan yang baik
 Hak terhadap pengembangan profesional.
 Hak menyusun standar praktik dan pendidikan
keperawatan

4. Beberapa issue keperawatan pada saat ini :


a. EUTHANASIA
Membunuh bisa dilakukan secara legal. Itulah euthanasia,
pembuhuhan legal yang sampai kini masih jadi kontroversi.
Pembunuhan legal ini pun ada beragam jenisnya.
Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu secara
tidak menyakitkan, ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai
bantuan untuk meringankan penderitaan dari individu yang akan
mengakhiri hidupnya.
Ada empat metode euthanasia:
 Euthanasia sukarela: ini dilakukan oleh individu yang secara sadar
menginginkan kematian.
 Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu
untuk menyetujui karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan
mental

 Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang


sekarat dapat ditanyakan persetujuan,.

 Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu


bentuk euthanasia.

Euthanasia dapat menjadi aktif atau pasif:

29
 Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan
dengan tujuan untuk menimbulkan kematian
 Euthanasia pasif menjabarkan kasus ketika kematian diakibatkan oleh
penghentian tindakan medis.

b. ABORSI
Aborsi berasal dari bahasa latin abortus yaitu berhentinya kehamilan
sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian
janin.
Aborsi yaitu tindakan pemusnahan yang melanggar hukum ,
menyebabkan lahir prematur fetus manusia sebelum masa lahir secara
alami.
Aborsi telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi
selama itu belum ada undang-undang yang mengatur mengenai
tindakan aborsi.

Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam hukum abortus


pada umumnya mengemukakan salah satu alasan/tujuan seperti yang
tersebut di bawah ini:
a) Untuk memberikan perlindungan hukum pada para medisi yang
melakukan abortus atas indikasi medik.
b) Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya abortus provocatus
criminalis.
c) Untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk.
d) Untuk melindungi hal wanita dalam menentukan sendiri nasib
kandungannnya.
e) Untuk memenuhi desakan masyarakat.

c. CONFIDENTIALITY

30
Yang dimaksud confidentiality adalah menjaga privasi atau rahasia
klien, segala sesuatu mengenai klien boleh diketahui jika digunakan
untuk pengobatan klien atau mendapat izin dari klien. Sebagai perawat
kita hendaknya menjaga rahasia pasien itu tanpa memberitahukanya
kepada orang lain maupun perawat lain.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya
mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik
keperawatan. Beberapa hal terkait isu ini yang secara fundamental
mesti dilakuakan dalam merawat pasien adalah:
- Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi
kesehatan yang diberikan harus tetap terjaga
- Individu yang menyalahgunakan kerahsiaan, keamanan,
peraturan dan informasi dapat dikenakan hukuman/ legal
aspek
d. INFORMED CONSENT
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi
yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan
dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan
bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi
dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang
ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat.
Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat
menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral
dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics
Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang
kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori
terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut
hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian.
Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban
atas pertanyaan pasien.

31
2.8 Peran dan fungsi perawat
a. peran perawat
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan
bersifat stabil (Kusnanto, 2009). Jadi peran perawat adalah suatu cara
untuk menyatakan aktivitas perawat dalam praktik, yang telah
menyelesaikan pendidikan formalnya, diakui dan diberikan
kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung
jawab keperawatan secara profesional sesuai dengan kode etik
profesinya. Peran yang dimiliki oleh seorang perawat antara lain peran
sebagai pelaksana, peran sebagai pendidik, peran sebagai pengelola,
dan peran sebagai peneliti (Asmadi, 2008).
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat mempunyai peran
dan fungsi sebagai perawat diantaranya pemberi perawatan, sebagai
advokat keluarga, pencegahan penyakit, pendidikan, konseling,
kolaborasi, pengambil keputusan etik dan peneliti (Hidayat,2012).
b. Macam-macam peran perawat
Dalam melaksanakan keperawatan, menurut Hidayat (2012) perawat
mempunyai peran dan fungsi sebagai perawat sebagai berikut:
1) Pemberi Perawatan (Care Giver)
Peran utama perawat adalah memberikan pelayanan
keperawatan, sebagai perawat, pemberian pelayanan
keperawatan dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan
asah, asih dan asuh. Contoh pemberian asuhan keperawatan
meliputi tindakan yang membantu klien secara fisik maupun
psikologis sambil tetap memelihara martabat klien. Tindakan
keperawatan yang dibutuhkan dapat berupa asuhan total,
asuhan parsial bagi pasien dengan tingkat ketergantungan

32
sebagian dan perawatan suportif-edukatif untuk membantu
klien mencapai kemungkinan tingkat kesehatan dan
kesejahteraan tertinggi (Berman, 2010). Perencanaan
keperawatan yang efektif pada pasien yang dirawat haruslah
berdasarkan pada identifikasi kebutuhan pasien dan keluarga.
2) Advocat Keluarga
Selain melakukan tugas utama dalam merawat, perawat juga
mampu sebagai advocat keluarga sebagai pembela keluarga
dalam beberapa hal seperti dalam menentukan haknya sebagai
klien. Dalam peran ini, perawat dapat mewakili kebutuhan dan
harapan klien kepada profesional kesehatan lain, seperti
menyampaikan keinginan klien mengenai informasi tentang
penyakitnya yang diketahu oleh dokter. Perawat juga
membantu klien mendapatkan hak-haknya dan membantu
pasien menyampaikan keinginan (Berman, 2010).
3) Pencegahan Penyakit
Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan
keperawatan sehingga setiap dalam melakukan asuhan
keperawatan harus selalu mengutamakan tindakan pencegahan
terhadap timbulnya masalah baru sebagai dampak dari
penyakit atau masalah yang diderita. Salah satu contoh yang
paling signifikan yaitu keamanan, karena setiap kelompok usia
beresiko mengalami tipe cedera tertentu, penyuluhan preventif
dapat membantu pencegahan banyak cedera, sehingga secara
bermakna menurunkan tingkat kecacatan permanen dan
mortalitas akibat cidera pada pasien (Wong, 2009).
4) Pendidik
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, perawat
harus mampu berperan sebagai pendidik, sebab beberapa pesan
dan cara mengubah perilaku pada pasien atau keluarga harus
selalu dilakukan dengan pendidikan kesehatan khususnya

33
dalam keperawatan. Melalui pendidikan ini diupayakan pasien
tidak lagi mengalami gangguan yang sama dan dapat
mengubah perilaku yang tidak sehat. Contoh dari peran
perawat sebagai pendidik yaitu keseluruhan tujuan penyuluhan
pasien dan keluaraga adalah untuk meminimalkan stres pasien
dan keluarga, mengajarkan mereka tentang terapi dan asuhan
keperawatan di rumah sakit, dan memastikan keluarga dapat
memberikan asuhan yang sesuai di rumah saat pulang (Kyle &
Carman,2015).
5) Konseling
Konseling merupakan upaya perawat dalam melaksanakan
peranya dengan memberikan waktu untuk berkonsultasi
terhadap masalah yang dialami oleh pasien maupun keluarga,
berbagai masalah tersebut diharapkan mampu diatasi dengan
cepat dan diharapkan pula tidak terjadi kesenjangan antara
perawat, keluarga maupun pasien itu sendiri. Konseling
melibatkan pemberian dukungan emosi, intelektual dan
psikologis. Dalam hal ini perawat memberikan konsultasi
terutama kepada individu sehat dengan kesulitan penyesuaian
diri yang normal dan fokus dalam membuat individu tersebut
untuk mengembangkan sikap, perasaan dan perilaku baru
dengan cara mendorong klien untuk mencari perilaku alternatif,
mengenai pilihan-pilihan yang tersedia dan mengembangkan
rasa pengendalian diri (Berman,2010).
6) Kolaborasi
Kolaborasi merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan
tindakan yang akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim
kesehatan lain. Pelayanan keperawatan pasien tidak
dilaksanakan secara mandiri oleh tim perawat tetapi harus
melibatkan tim kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, psikolog
dan lain-lain, mengingat pasien merupakan individu yang

34
kompleks/yang membutuhkan perhatian dalam perkembangan
(Hidayat,2012).
7) Pengambilan Keputusan Etik
Dalam mengambil keputusan, perawat mempunyai peran yang
sangat penting sebab perawat selalu berhubungan dengan
pasien kurang lebih 24 jam selalu disamping pasien, maka
peran perawatan sebagai pengambil keputusan etik dapat
dilakukan oleh perawat, seperti akan melakukan tindakan
pelayanan keperawatan (Wong, 2009).
8) Peneliti
Adalah Peran perawat ini sangat penting yang harus dimiliki
oleh semua perawat pasien. Sebagai peneliti perawat harus
melakukan kajian-kajian keperawatan pasien, yang dapat
dikembangkan untuk perkembangan teknologi keperawatan.
Peran perawat sebagai peneliti dapat dilakukan dalam
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pasien
(Hidayat,2012)

Menurut Puspita (2014), peran perawat dalam memberikan


asuhan keperawatan secara komprehensif sebagai upaya
memberikan kenyamanan dan kepuasan pada pasien, meliputi:
Caring, merupakan suatu sikap rasa peduli, hormat, menghargai
orang lain, artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-
kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berpikir dan
bertindak.
1) Sharing artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan
ilmu atau berdiskusi dengan pasiennya.
2) Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang
perawat untuk meningkatkan rasa nyamanpasien.
3) Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional baik
dari pasien maupun perawat lain sebagai suatu hal yang biasa

35
disaat senang ataupunduka.
4) Touching artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun
psikologis merupakan komunikasi simpatis yang memiliki
makna.
5) Helping artinya perawat siap membantu dengan asuhan
keperawatannya.
6) Believing in others artinya perawat meyakini bahwa orang lain
memiliki hasrat dan kemampuan untuk selalu meningkatkan
derajat kesehatannya.
7) Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan
diri danketerampilannya.
8) Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan
penghargaan terhadap orang lain dengan menjaga kerahasiaan
pasien kepada yang tidak berhak mengetahuinya.
9) Listening artinya mau mendengar keluhanpasiennya.
10) Feeling artinya perawat dapat menerima, merasakan, dan
memahami perasaan duka , senang, frustasi dan rasa
puaspasien.

c. Fungsi Perawat
Fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada individu
sehat maupun sakit dimana segala aktifitas yang di lakukan berguna
untuk pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang di miliki,
aktifitas ini di lakukan dengan berbagai cara untuk mengembalikan
kemandirian pasien secepat mungkin dalam bentuk proses
keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, identifikasi masalah
(diagnosa keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi
(Aisiah, 2004).
Fungsi perawat dapat dijelaskan sebagai berikut ini:
1) Fungsi independen, merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung
pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya

36
dilaksanakan sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan
tindakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.
2) Fungsi dependen, merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan
kegiatan atas pesan atau instruksi dari perawat lain.
3) Fungsi interdependen, fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim
yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan
lainnya.
d. Perbedaan Perawat di Ruangan Khusus dan Umum
Jika dilihat dari segi pengertian dan tugas pelaksanaannya ada
perbedaan antara perawat yang jaga di ruangan khusus dan umum,
yaitu sebagai berikut ini:
1) Perawat di Ruang Khusus, yaitu seorang tenaga kesehatan yang
memiliki kemampuan dan ketrampilan khusus dalam menangani
pasien yang memerlukan penanganan khusus ataupun darurat,
seperti perawat di ruangan hemodialisa, ICU, IGD danHCU.
2) Perawat di Ruang Umum, yaitu seorang tenaga kesehatan yang
memiliki kemampuan dan ketrampilan secara umum atau belum
memiliki ketrampilan secara khusus dalam menangani pasien sakit
yang tidak memerlukan penanganan khusus dengan tujuan
memulihkan seperti keadaan semula, perawat tersebut berada di
ruangan rawatinap.

e. Tujuan Keperawatan Intensif


Tujuan keperawatan intensif sesuai Standar Pelayanan
Keperawatan di ICU (Dep. Kes. RI , 2006) adalah :
1. Menyelamatkan nyawa
2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui
observasi dan monitoring yang ketat, disertai kemampuan
menginterpretasikan setiap data yang didapat dan melakukan tindak
lanjut

37
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan
kehidupan
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien
5. Mengurangi angka kematian dan kecacatan pasien kritis dan
mempercepat proses penyembuhan pasien
Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat di unit perawatan
intensif perlu bekal ilmu dan pengalaman yang cukup, sehingga
kompeten dalam penanganan pasien kritis. Kompetensi teknikal
perawat merupakan kompetensi tidak terbatas pada kemampuan
melakukan tindakan keperawatan namun lebih penting adalah
keterampilan mendapatkan data yang valid dan terpercaya serta
keterampilan melakukan pengkajian fisik secara akurat, keterampilan
mendiagnostik masalah menjadi diagnosis keperawatan, keterampilan
memilih dan menentukan intervensi yang tepat (Rosjidi & Harun,
2011).
Selain mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien
kritis, perawat di unit perawatan intensif juga dituntut untuk mampu
menjaga mutu pelayanan yang berkulitas. Dalam menjaga mutu
pelayanan di unit perawatan intensif, fungsi dan peran perawat sangat
besar, karena proses perawatan pasien diantaranya dengan observasi
kondisi pasien secara ketat yang dilakukan oleh perawat. Beberapa
peran perawat dalam menjaga mutu pelayanan intensif yaitu : mencuci
tangan setiap five moment berinteraksi dengan pasien, mampu
mengatasi pasien dalam keadaan gawat secara cepat, menjaga
kesterilan setiap alat invasive yang terpasang pada pasien, memonitor
pasien yang terpasang alat invasif, mengubah posisi pasien yang tirah
baring lama, menjaga keamanan pasien yang beresiko jatuh, merawat
pasien dengan luka post operatif, menjaga kesterilan saat
melakukan suctioning pada pasien dengan ventilasi mekanik serta
memelihara kesterilan selang pada mesin ventilator.

38
Apabila semua staf perawat dapat melaksanakan perannya
dengan, mutu pelayanan unit perawatan intensif seperti dibawah ini
dapat terjamin :
1. Memberikan respon time yang cepat dalam penanganan kegawatan
2. Mencegah terjadinya dekubitus
3. Menurunkan resiko jatuh
4. Mencegah terjadinya infeksi akibat kateter vena perifer
5. Mencegah terjadinya infeksi akibat kateter vena sentral
6. Mencegah terjadinya infeksi atau reaksi alergi akibat transfusi
7. Mencegah terjadinya infeksi luka operasi
8. Mencegah terjadinya infeksi saluran kencing akibat pemasangan
catheter urin
9. Mencegah terjadiya ventilator acquired pneumonia
Kompetensi perawat dalam penanganan pasien kritis dan
menjaga mutu pelayanan ini tidak hanya membutuhkan ilmu dan
pengalaman yang cukup, namun juga tingkat kepedulian dalam
merawat pasien dengan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang
dimaksud adalah komunikasi perawat dengan pasien, keluarga pasien
serta profesi atau unit lain. Perawat wajib berkomunikasi dengan
pasien sadar maupun yang tidak sadar pada saat melakukan tindakan
keperawatan dan komunikasi penting dilakukan dalam penentuan
tingkat kesadaran pasien. Kepada pihak keluarga, perawat perlu
mengorientasikan ruangan, kondisi pasien yang berubah-ubah setiap
saat dan hal-hal penting lainnya agar informasi tentang pasien
diterima dengan baik dan kepuasan keluarga pasien dapat tercapai.
Hubungan perawat dengan unit lain atau profesi kesehatan lain juga
memerlukan komunikasi dan kerjasama yang baik agar pengelolaan
pasien kritis bisa optimal serta sasaran keselamatan pasien dapat
tercapai (Yulianingsih, 2015).

39
2.9 Fungsi advokasi pada kasus keperawatan kritis terkait berbagai
sistem
Arti advodkasi menurut ANA adalah melindungi klien atau masyarakat
terhadapa pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang
tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapa pun.
Sebagai advokat klien perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien
dengan tim tenaga kesehatan yang lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan
klien,membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua
informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan
pendekatan tradisional maupun profesional.peran advokasi sekaligus
mengharuskan perawat bertindak sebagai narasumber dan fasilitator
dalam tahap pengembalian keputusan terhadap upaya kesehatan yang
harus di jalani oleh klien. Dalam menjalankan tugas sebagai advocat
(pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi
keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.
Selain itu perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi hak
hak klien, hak hak klien tersebut antara lain :
a. Hak atas informasi, pasien berhak memperoleh informasi mengenai
tata tertib dan peraturan yang ada di rumah sakit hak mendapat
informasi yang meliputi sebagai berikut:
- Penyakit yang diderit
- Tindakan medis apa yang hendak dilakukan
- Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan
tindakan untuk mengatasinya
- Alternatif terapi lain dan beserta resikonya
- Prognosis penyakit
- Perkiraan biaya pengobatan
b. Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
c. Hak untuk memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang
bermutu sesuai dengan standar sesuai dengan profesi keperawatan
tanpa deskriminasi

40
d. Hak menyetuju memberi izin persetujuan atas tindakan yang akan
dilakukan oleh perawat atau tindakan medik sehubungan dengan
penyakit yang dideritanya.
e. Hak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya
dan mengakhiri pengobatan serta perawaan atas tanggung jawab
sesudah memperoleh infomasi yang jeas tentang penyakitnya.

BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Perawat yang berada di area keperawatan kritis memberikan pelayanan
secara langsung dan intensif kepada pasien yang berada pada kondisi kritis
atau mengancam jiwa yang berada pada ruang perawatan khusus (ruang
intensif).  Selain memiliki keterampilan untuk melakukan kaji cepat

41
terhadap perubahan kondisi yang dapat berisiko mengancam jiwa pasien
dan kemampuan untuk menggunakan peralatan yang spesifik di ruangan
kritis, perawat kritis juga diharapkan mampu untuk bekerja sama dengan
dokter dan anggota tim kesehatan lainnya maupun keluarga pasien.
Perawat kritis diharapkan harus kompeten secara fisik, mental, dan
emosional dalam bekerja menangani pasien yang berada dalam berada
pada kondisi yang tidak stabil sehingga membutuhkan peralatan untuk
memonitor jantung dan paru begitu juga dengan pengobatan lainnya.
Perawat kritis yang ideal mempunyai komunikasi interpersonal, jiwa
kepemimpinan, perencanaan strategis, berpikir kritis, dan pengambilan
keputusan yang baik.

3.2. SARAN
Perawat kritis diharapkan mampu berperan sebagai mediator, fasilitator
yang baik antara pasien, keluarga, maupun tim kesehatan lain. Perawat
kritis bisa membela hak dan nilai pasien dan keluarganya,
mengkomunikasikan harapan dan keinginan pasien dan keluarganya
kepada anggota tim kesehatan lainnya begitu pula sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA
Anita. (2018). Studi Deskriptif: Respon Psikologis Kehilangan Keluarga Menurut
Kubbler Ross Ketika Klien Stroke Terkena Serangan Pertama Kali di RS
Tugurejo Semarang ( Lansia). Pengaruh Akupresur Lo4 (He Kuk) Dan Thai Cong
Terhadap Tingkat Nyeri Persalinan Kala I Pada Ibu Bersalin., 9, 34–42.

42
Swardianto, H. (2018). Managemen Pencegahan Kerusakan Fungsi Fisik,
Kognitif Dan Kecemasan Pada Pasien Kritis. Chakra Brahmanda Lentera.

Swardianto, H., & Sari, D. A. K. W. (2019). Sleep Hygiene Strategi Mengurangi


Nyeri Pada Pasien Kritis. Chakra Brahmanda Lentera.

Talbot, L. A., & Marquard, M. M. (1995). Pengkajian Keperawatan Kritis. EGC.

Yeni, B., & Ukur, S. (n.d.). Pola Pikir Perawat sebagai Profesi Terdidik Latar
Belakang Metode Tujuan Hasil.

https://www.scribd.com/document/385838209/BAB-II-PERAN-DAN-FUNGSI-
KEPERAWATAN-KRITIS

https://dokumen.tips/download/link/03aspek-legal-dan-etik-keperawatan-kritispdf

file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/dokumen.tips_03aspek-legal-dan-etik-
keperawatan-kritispdf.pdf

http://rohanawijiastuti.blogspot.com/2015/09/konsep-psikososial-dan-
pengalaman.html

43

Anda mungkin juga menyukai