Disusun oleh :
Kelompok 2
Tingkat 4A
0
KATA PEGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha
Kuasa,shalawat beserta salam marilah kita panjatkan pada Nabi kita Nabi
Muhammad SAW , beserta keluarganya, para sahabatnya dan sampai kita
umatnya hingga akhir zaman . Alhamdulillah atas rahmat Allah SWT kami telah
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Teknik Komplementer pada Pasien
Gawat Darurat Bencana dan Evidence Based Practice Hypnotherapy”
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan 5
BAB II PEMBAHASAN 6
A. Terapi Komplementer 6
B. Tujuan Terapi Komplementer pada Gawat Darurat Bencana8
C. Jenis – Jenis Terapi Komplementer 9
D. Evidence Based Practice 10
BAB III PENUTUP 13
A. Kesimpulan 13
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh factor alam dan/atau faktor nonalam maupun
factor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
(Peraturan pemerintah no.21 th.2008). Data bencana dari BAKORNAS PB
menyebutkan bahwa antara tahun 2003-2005 telah terjadi 1.429 kejadian
bencana. Diperkirakan sekitar 30 hingga 50 persen warga kabupaten aceh
singkil mengalami gangguan jiwa akibat gempa dan tsunami 2004 (Pudji
Hastuti dalam Seumawe, 2008).
Korban mengalami masalah psikologis lebih banyak jumlahnya
dari pada jumlah korban yang menderita gangguan fisik. Salfrino (1994)
menyebutkan bahwa peristiwa katastropik (Peristiwa yang terjadi secara
tiba-tiba dalam suatu daerah yang luas) merupakan salah satu sumber
timbulnya stress.SPGDT yaitu Sistem Penanggulangan Kegawat
Daruratan Terpadu. SPGDT adalah suatu tatanan pelaksanaan pelayanan
kedaruratan medik baik trauma dan atau nontrauma untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas. Sistem Penanggulangan Kegawat Daruratan
Terpadu secara umum terbagi ke dalam beberapa fase yaitu : Fase Prevensi
dan Mitigasi, Fase Persiapan, Fase Respon, dan Fase Rehabilitasi.
Rehabilitasi pada wilayah pascabencana selain melakukan perbaikan pada
lingkungan bencana adalah juga pemulihan sosial psikologis korban
bencana (Peraturan pemerintah no.21 th.2008).
Terapi komplementer bisa dibilang belum cukup dikenal oleh
masyarakat karena terapi komplementer lebih dikenal dengan pengobatan
alternatif. Terapi komplementer bertujuan untuk mengurangi stres,
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, menghindari efek samping,
3
gejala-gejala dan mengontrol serta menyembuhkan penyakit. Pengobatan
komplementer juga dapat digunakan dalam penangan kasus-kasus
kegawatdaruratan di lapangan, baik rumah sakit maupun saat menangani
kasus bencana alam. Sebagai tenaga kesehatan, perawat mempunyai
peranan penting dalam Sistem Penanggulangan Kegawatdaruratan
Terpadu (SPGDT), baik pada fase pre Disaster, Disaster ataupun Pasca
Disaster. Maka, melalui body of knowledge-nya yakni dalam hal
keperawatan komplementer, perawat akan melakukan intervensi berupa
keperawatan komplementer. Salah satu contohnya adalah hipnoterapi yang
digunakan dalam menurunkan efek stress pacsa trauma. Terapi
keperawatan komplementer bisa dilakukan oleh perawat karena secara
legal etik sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
HK.02.02/MENKES/148/1/2010 Tahun 2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik perawat , maka terapi komplementer bisa
dilakukan di sarana pelayanan kesehatan. Terapi komplementer yang bisa
di aplikasikan di klinik diantaranya akupuntur kesehatan, aroma terapi,
terapi relaksasi, terapi herbal dan hipnoterapy.
Hipnoterapi adalah salah satu cabang ilmu psikologi yang
mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan
dan perilaku. Flammer and Bongartz dari Universitas Konstanze di
Jerman, melakukan meta analisis dari berhagai penelitian tentang
hipnoterapi pada tahun 2003. Hasilnya, dari 57 penelitian yang dianalisa,
angka kesuksesan mencapai 64%. Kesuksesan tersebut adalah hipnoterapi
dalam mengatasi gangguan psikosomatis yang sifatnya makro atau mikro
(misalnya kecemasan, stress, depresi, emosi tidak stabil, konflik, dll), tes
ansietas, membantu klien berhenti merokok, dan mengontrol nyeri pada
beberapa pasien dengan penyakit kronis (Prihantanto, 2009). Yang
menjadi sorotan pokok oleh penulis adalah fase rehabilitasi mental dalam
SPGDT. Dikarenakan semua korban bencana baik yang mengalami trauma
fisik atau tidak, pasti mengalami trauma psikis. Pada sebagian korban
selamat dapat terjadi gangguan mental akut yang timbul beberapa minggu
4
hingga berbulan-bulan sesudah bencana. Dan pada fase rehabillitasi inilah,
peran perawat sangat dibutuhkan untuk mengurangi efek trauma korban.
Berpegang pada tugas perawat yang harus memberikan perawatan dengan
menggunakan pendekatan secara holistik (bio, psiko, sosio,cultural,
spiritual), maka penanganan trauma psikis pada korban bencana juga
merupakan tanggung jawab perawat (Ehlers et al, 2010; Lynn et al, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud terapi komplementer?
2. Bagaimana Tujuan terapi komplementer pada gawat darurat
bencana ?
3. Bagaimana jenis-jenis terapi komplemeter?
4. Bagaimana Evidance Based Practice ?
C. Tujuan
1. Umum
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Bencana 2
2. Tujuan Khusus
Untuk Mengetahui Apa Itu Terapi Komplementer?
Untuk Mengetahui Tujuan Terapi Komplementer Pada Gawat
Darurat Bencana
Untuk Mengetahui Jenis-Jenis Terapi Komplemeter?
Evidance Based Practice
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Terapi Komplementer
1. Definisi
Denurut WHO (World Health Organization), pengobatan
komplementer adalah pengobatan non konvensional yang bukan
berasal dari Negara yang bersangkutan, sehingga untuk Indonesia jamu
misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan
pengobatan tradisional.
Terapi komplementer (complementary therapies) adalah semua
terapi yang digunakan sebagai tambahan untuk terapi konvensional
yang direkomendasikan oleh penyelenggaraan pelayanan kesehatan
individu (perry, poter, 2009).
Terapi komplementer masih dibilang belum cukup dikenal oleh
masyarakat karena terapi komplementer lebih dikenal dengan
pengobatan alternative. Berkaitan dengan keluarnya peraturan mentri
kesehatan RI Nomor HK.02.02/MENKES/148/1/2010 tahun 2010
tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat, maka terapi
komplementer bisa dilakukan di sarana pelayanan kesehatan.
Jadi, Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit
yang dilakukan sebagai pendukung kepada pengobatan medis
konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan
medis yang konvensional.
2. Kategori terapi komplementer
National center for complementary/ alternative medicine
(NCCAM) membuat klasifikasi dari berbagai terapi dan system
pelayanan dalam 5 kategori:
1) Mind-body-therapy
6
Yaitu memberikan intervensi dengan berbagai tehnik untuk
memfasilitasi kapasitas berfikir yang mempengaruhi gejala fisik,
dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan (imaginery), yoga, terapi
music, berdoa, journaling, bio feedback, humor, tai chi, dan terapi
seni.
2) Alternative system pelayanan
Yaitu system pelayanan kesehatan yang mengembangkan
pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari barat misalnya
pengobatan tradisional china, Ayurvedia, pengobatan asli amerika,
cundarismo, homeopathy, naturopathy.
3) Terapi biologis
Yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya misalnya
herbal, makanan.
4) Terapi manipulative dan system tubuh
Terapi ini didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh, misalnya
pengobatan kiropraksi, macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya
dan warna, serta hidroterapi.
5) Terapi energy
Yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energy dalam tubuh
(biofields) atau mendatangkan energy dari luar tubuh misalnya
terapeutik sentuhan, pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong,
magnet.
3. Peran perawat dalam terapi komplementer
Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang
terapi komplementer diantaranya sebagai konselor, pendidik
kesehatan, peneliti, pemberi pelayanan langsung, coordinator dan
sebagai advokat. Sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat
bertanya, konsultasi dan diskusi apabila klien membutuhkan informasi
apapun sebelum mengambil keputusan. Sebagai pendidik kesehatan,
perawat dapat menjadi pendidik bagi perawat di sekolah tinggi
keperawatan.
7
Peran perawat sebagai peneliti diantaranya dengan melakukan
berbagai penelitian yang dikembangkan dari hasil-hasil evidence based
practice. Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung
misalnya dalam praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi
terapi komplementer (Synder & Lindquis dalam Rajin, 2020).
8
Secara umum ditujukan untuk merawat dan mengobati anggota-
anggota keluarga, kelompok, dan masyarakat yang menderita penyakit
atau masalah kesehatan.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi pada wilayah pasca bencana selain melakukan perbaikan
pada lingkungan bencana adalah juga pemulihan social psikologis
korban bencana (Peraturan Pemerintah No 21, tahun 2008).
e. Resosiliasi
Resosiliasi adalah pengembalian identitas diri yang turun, proses
penggantian nilai dan cara hidup lama dengan nilai dan cara yang baru.
9
b) Pasif (kemampuan untuk menghentikan aktivitas analisis dan tujuan
yang tidak berguna).
c) Kesediaan (kemampuan untuk menoleransi dan menerima
pengalaman yang tidak pasti, tidak dikenal, atau berlawanan).Tujuan
dari relaksasi jangka panjang adalah agar individu memonitor dirinya
secara terusmenerus terhadap indikator ketegangan, serta untuk
membiarkan dan melepaskan dengan sadar ketegangan yang terdapat
di berbagai bagian tubuh.
b. Meditasi dan Pernapasan
Meditasi adalah segala kegiatan yang membatasi masukan
rangsangan dengan perhatian langsung pada suatu rangsangan yang
berulang atau tetap. Ini merupakan terminasi umum untuk jangkauan
luas dari praktik yang melibatkan relaksasi tubuh dan ketegangan
pikiran. Menurut Benson, komponen relaksasi sangat sederhana,
yaitu : a) ruangan yang tenang,
b) posisi yang nyaman,
c) sikap mau menerima, dan
d) fokus perhatian.
10
psikosomatis yang sifatnya makro atau mikro (misalnya kecemasan, stress,
depresi, emosi tidak stabil, dll) tes ansietas, membantu klien berhenti
merokok, dan mengontrol nyeri pada beberapa pasien dengan penyakit
kronis (Prihantanto, 2009 dalam rahmawati 2014).
Gunawan (2012) menyatakan bahwa hypnosis berasal dari kata
hypnosis atau hypnotism yang berarti suatu kondisi yang menyerupai tidur
yang dapat secara sengaja dilakukan kepada seseorang atau sekelompok
orang. Hypnosis dapat juga diartikan sebagai upaya untuk menembus
pikiran bawah sadar melalui RAS ( Raticular Activating System), atau
suatu kondisi dimana seseorang mudah untuk diberikan sugesti.
Dengan Hipnoterapi pikiran bawah sadar bisa ditembus dan
menemukan akar permasalahan yang tersimpan di pikiran bawah sadar.
Setelah menemukan akar permasalahannya dengan menggunakan teknik
tertentu, klien akan dibimbing untuk menyelesaikan akar permasalahannya
sehingga nantinya tidak berpengaruh negatif terhadap kehidupan mulai
saat ini dan seterusnya (Ehlers et al, 2010; Lynn et al, 2012)..
Penelitian yang dilakukan oleh Prihantanto (2009) menunjukkan hasil
yang sangat menakjubkan. Biasanya penyembuhan stress dibutuhkan
waktu sampai 6 bulan. Namun dengan hipnoterapi, hanya membutuhkan
waktu 2 jam stress bisa dihilangkan. Bahkan ada yang bisa disembuhkan
hanya dengan hitungan menit. Hipnoterapi dilakukan melalui 5 tahap,
yaitu :
1. pengkajian,
2. induksi,
3. deeping,
4. terapi piikiran,
5. terminasi.
11
Melalui tahap-tahap hipnoterapi, klien yang mengalami stress pasca
trauma tingkat sedang akan menurun dan klien dapat menjalani kehidupan
lanjutnya dengan lebih baik (Alladin & Alibhai, 2007; Ehlers et al, 2010;
Lynn et al, 2012 dalam rahmawati 2014).
Beberapa kaidah pokok yang bisa dipakai sebagai pertimbangan dalam
sesi hypnotherapy adalah: Menggunakan bahasa positif, sesi sesi yang
merujuk situasi informal, bahasa dan pengertian yang digunakan
menyesuaikan umur klien. Hipnoterapi bisa dilakukan lebih dari sekali,
tergantung dari seberapa berat masalahnya. Tapi biasanya untuk masalah
stres ringan dengan 1 atau 2 kali terapi, klien sudah bisa bebas dari stress.
Untuk masalah yang berat biasanya butuh 3x dan maksimal 4x terapi
(Bryant et al. 2005; Alladin & Alibhai, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan hipnoterapi adalah
kemampuan seseorang untuk dihipnosis atau tingkat hipnotisability nya,
harapan terhadap hipnoterapi, kerjasama dengan hipnoterapistnya.
Sehingga hipnoterapi tidak hanya bisa dilakukan kepada orang dewasa saja
ttetapi juga bisa dilakukan pada anakanak. Namun, hipnoterapi akan lebih
efektif bila diberikan di usia 7 tahun ke atas terutama karena anak pada
usia ini sudah memahami bahasa verbal dan non verbal. Tingkatan stress
yang sesuai untuk hipnoterapi ini adalah pada tingkat sedang karena pada
stress tingkat ini klien bisa bekerjasama dan keluhan yang dirasakan tidak
akan banyak mempengaruhi fokus klien saat dilakukan terapi sehingga
hipnoterapi yang dilakukan akan lebih efektif (Abramowitz et al. 2008;
Ponniah et al. 2009).
Dari beberapa kajian di atas yang sudah dijelaskan kita dapat
memahami dan mengerti bahwa teknik hipnoterapi sangat efektif dalam
mengatasi stress. Metode ini dapat dijadikan salah satu alternatif untuk
rehabilitasi psikologi klien akibat stress pasca trauma yang dialami.
12
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang
dilakukan sebagai pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau
sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis yang
konvensional. Terapi komplementer bertujuan untuk mengurangi stress,
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, menghindari efek samping,
gejala-gejala dan mengontrol serta menyembuhkan penyakit, Terapi
komplementer pengobatan yang non konvensional ditujukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif, rehabilitative, dan resosiliatif.
Hipnoterapi adalah salahsatu cabang ilmu psikologi yang
mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan
dan perilakua. Dengan Hipnoterapi pikiran bawah sadar bisa ditembus dan
menemukan akar permasalahan yang tersimpan di pikiran bawah sadar.
Setelah menemukan akar permasalahannya dengan menggunakan teknik
tertentu. Melalui tahap-tahap hipnoterapi, klien yang mengalami stress
pasca trauma tingkat sedang akan menurun dan klien dapat menjalani
kehidupan lanjutnya dengan lebih baik. Maka teknik hipnoterapi sangat
efektif dalam mengatasi stress. Metode ini dapat dijadikan salah satu
alternatif untuk rehabilitasi psikologi klien akibat stress pasca trauma yang
dialami.
B. Saran
13
Dengan adanya makalan ini diharapkan mahasiswa keperawatan
dapat menjadikan acuan Teknik terapi komplementer sebagai tidakan yang
diberikan kepada para korban bencana namun tetap mempertahankan
tingkat kegawat daruratan pada pasien atau korban itu sendiri
Daftar pustaka
Rakhmawati, R., Putra, R. K., Perdana, R. F., & Hardiyanto. (2014). Metode
Keperawatan Komplementer Hipnoterapi Untuk Menurunkan Efek Stress
Pasca Trauma Tingkat Sedang Pada Fase Rehabilitasi Sistem
Penanggulangan Kegawatdaruratan Terpadu (SPGDT). Jurnal
Keperawatan Volume 5 No 2 Juli 178-184
14