Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Istilah sakit perut berulang atau recurent abdominal pain (RAP) pertama kali
diperkenalkan oleh Apley dan Nais pada akhir tahun 1950. Penyebab sakit perut
berulang dikelompokkan menjadi dua yaitu kelainan organik dan non-organik
(fungsional). Akut abdomen merupakan istilah yang digunakan untuk gejala-
gejala dan tanda-tanda dari nyeri abdomen dan nyeri tekan yang tidak spesifik
tetapi sering terdapat pada penderita dengan keadaan intra abdominal akut yang
berbahaya (catastrophe) (Erlin Hesti, 2019). Pasien dengan akut abdomen datang
dengan keluhan nyeri abdomen yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung
kurang dari 24 jam (Riska, 2019).
Abdomen pain akan direspon oleh tubuh dengan meningkatkan pelepasan
subtansi kimia yang dapat menstimulus reseptor-reseptor nyeri seperti histamin,
prostaglandine ,bradikinin dan substansi P yang akan menimbulkan persepsi nyeri
merupakan perasaan atau pengalaman yang tidak nyaman baik secara sensori
maupun emosional yang dapat ditandai dengan kerusakan jaringan ataupun tidak
(Asociation for the study pain). Asosiasi Nyeri Internasionan (Dova Maryana,
2021) menggambarkan nyeri sebagai perasaan yang tidak menyenangkan dan
pengalaman emosional yang dihubungkan dengan actual atau potensial
kerusakan jaringan tubuh.
Menurut data dari WHO (World Health Organitation) tahun 2017 ±7 miliar jiwa,
Amerika Serikat berada diposisi pertama dengan penderita abdomen pain
terbanyak 47% dari 810.000 orang penduduk, insiden abdomen pain di dunia
sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahunnya, di Inggris (22%), China
(31%), Jepang (14,5%), Kanada (35%), dan Perancis (29,5%). Di Asia Tenggara
sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya. (Dova Maryana, 2021).
Prevalensi abdomen di diketahui 20-40% orang dewasa dari jumlah pasien
yang datang ke klinik gastroenterologi. Beragamnya angka prevalensi ini
disebabkan oleh perbedaan persepsi dari definisi dispepsia. Data survei yang
dilakukan oleh (Andriyanto, 2019) pada populasi umum ditemukan bahwa
kasus abdominal pain lebih tinggi dibandingkan dengan data di rumah sakit
atau pelayanan kesehatan, karena hanya 20-25% yang akan mencari
pertolongan medis. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika dan
Eropa dilaporkan bahwa faktor psikologis, status sosio ekonomi rendah, adanya
keluhan gangguan saluran cerna pada orang tua, dan orang tua tunggal
dihubungkan dengan kejadian sakit perut kronis (Salatin, 2018).
Sembilan dari 10 orang Amerika berusia 18 tahun atau lebih, menderita nyeri
minimal sebulan sekali, dan 42% merasakannya setiap hari. Insiden nyeri
abdomen akut dilaporkan sekitar 5-10% pada kunjungan pasien ke unit gawat
darurat. Kegawatan abdomen yang datang ke rumah sakit dapat berupa
kegawatan bedah maupun non bedah (Erlin Hesti, 2019). Berdasarkan penelitian
(Salatin, 2018), pada populasi umum didapatkan prevalensi abdomen pain
berkisar antara 12-45% dengan estimasi rerata adalah 25%.
Nyeri abdomen merupakan gejala dari suatu penyakit, penyebab paling umum
nyeri abdomen akut di Departemen Darurat adalah nyeri perut non- spesifik
(35%), radang usus buntu (17%), obstruksi usus (15%), penyebab urologi (6%),
gangguan empedu (5%), penyakit divertikular (4%) dan pankreatitis (2%) (Ro’is
Fathoni, 2019). Mekanisme terjadinya nyeri ini adalah karena sumbatan baik
parsial ataupun total dari organ tubuh berongga atau organ yang terlibat tersebut
dipengaruhi peristaltic (Darsini, 2019). Insiden nyeri abdomen akut dilaporkan
berkisar 5-10% pada kunjungan pasien ke unit gawat darurat. Kegawatan
abdomen yang datang ke rumah sakit dapat berupa kegawatan bedah ataupun
kegawatan non bedah. Penyebab tersering dari akut abdomen antara lain
apindiksitis , kolik billier, obstruksi usus. Di unit gawat darurat RSUD karawang
pasien yang berkunjung dengan keluhan nyeri abdomen akut dengan berbagai
penyebab mencapai 405 kasus (3,9%) dari total 10.453 kunjungan selama tahun
2012 (Padillah, 2022).
Dilaporkan sebanyak 9-25% keluhan sakit perut berulang disebabkan oleh
adanya suatu kelainan organik. Kelainan organik tersebut dapat berupa infeksi,
inflamasi, obstruksi, sindrom malabsorbsi, kelainan ginekologi, gangguan saraf,
dan lainnya seperti keracunan makanan (Dova Maryana, 2021). Data mengenai
prevalensi dan faktor risiko sakit perut berulang pada anak hingga saat ini tidak
banyak dilaporkan terutama di Kota Padang. Menurut hasil penelitian Vina 63,2%
siswa SMA Akselerasi di Kota Padang mengalami sakit perut berulang dimana
gambaran klinis yang banyak ditemukan yaitu dispepsia fungsional sebanyak
45,8% (Murjuanto, 2019).
Insidens abdomen pain di Indonesia per tahun diperkirakan antara 1-11,5%,
meskipun belum didapatkan data epidemiologi di Indonesia (Dova Maryana,
2021). Prevelensi abadomen pain di Indonesia tercatat 40,85% dari 800.000
orang penduduk. Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian yang dilakukan
oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI, 2021). Data
mengenai prevalensi dan faktor risiko sakit perut berulang pada anak hingga saat
ini tidak banyak dilaporkan terutama di Kota Padang. Menurut hasil penelitian
Vina 63,2% siswa SMA Akselerasi di Kota Padang mengalami sakit perut
berulang dimana gambaran klinis yang banyak ditemukan yaitu dispepsia
fungsional sebanyak 45,8%.(Murjuanto, 2019).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Selatan menunjukkan bahwa abdomen pain berada di 10 besar penyakit yang
paling sering dirawat di rumah sakit, dan penyakit ini paling sering mengakibatkan
tindakan operatif yang paling banyak di rumah sakit. Banyaknya faktor risiko yang
diperkirakan sebagai penyebab terjadinya sakit perut berulang pada orang
dewasa bahkan orang tua dan berdasarkan lokasi rumah sakit yang memiliki
keluhan sakit perut terbanyak yaitu di Sulawesi Selatan terutama pada orang tua
usia 40-48 tahun dan pada rentang usia tersebut keluhan sakit perut berulang
sering ditemukan (Novia, 2020).
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri secara non
farmakologi antara lain, massage, posisi kaki ditinggikan dari badan, olah raga,
pengaturan diet dan pemberian kompres hangat (Padillah, 2022). Nyeri abdomen
pain jika tidak segera diatasi akan mempengaruhi fungsi mental dan fisik individu
sehingga mendesak untuk segera mengmbil tindakan atau terapi baik
farmakologis maupun non farmakologis. Terapi farmakologis salah satunya
dengan pemberian obat-obat analgetik (Dahlan, 2016 & Wulandari, 2017). Namun
cara yang mudah dilakukan yaitu dengan kompres hangat (Wahyu, 2019).
Mengkompres hangat area perut yang nyeri selama perjalanan hingga sampai
di tempat tujuan diharapkan dapat mengurangi nyeri perut si penderita (Wahyu,
2019). Pemberian kompres hangat merupakan salah satu tindakan mandiri. Efek
hangat dari kompres dapat menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah
yang nantinya akan meningkatkan aliran darah ke jaringan penyaluran zat asam
dan makanan ke sel-sel di perbesar dan pembuangan dari zat–zat di perbaiki
yang dapat mengurangi rasa nyeri abdomen (Abdurakman, 2020). Kompres air
hangat ini dengan menggunakan metode Water Warm Zack (WWZ) yang sangat
efektif dalam menurunkan nyeri spasme otot hubungan sebab akibat, dimana
penelitian ini dilakukan pada satu kelompok subjek yang diobservasi sebelum
dilakukan perlakuan, kemudian di observasi lagi setelah diberi perlakuan (Ghifari,
2020). Sedangkan menurut (Emi P. 2020) kompres hangat menggunakan botol
kaca atau air botol plastik diharapkan dapat meningkatkan relaksasi beberapa
otot dan mengurangi nyeri akibat spasme atau kekakuan serta memberikan rasa
hangat lokal.
Menurut Darsini (2019) kompres hangat botol lebih sangat efektif untuk
menurunkan nyeri pada klien karena hanya dilakukan pada bagian tubuh tertentu
dengan menempelkan botol tersebut di bungkus dengan kain atau handuk
sebelum mengoleskan ke area yang akan terkena, agar lebih efektif maka
kompres hangat dilakukan maka pembuluh darah didalam jaringan dengan cara
menyalurkan zat asam dan bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan
pembuangan dari zat yang dibuang akan diperbaiki maka terjadi proses
pertukaran zat yang lebih baik. Sehinggah aktivitas sel yang meningkat akan
mengurangi rasa sakit dan beberapa radang pada otot-otot perut maka kompres
air hangat memiliki efek menghilangkan rasa nyeri.
Pada bulan Januari-Maret tahun 2022 sebanyak 89% yang mengeluh nyeri
abdomen pada jumlah pasien 6.333 yang dating ke IGD RS Bhayangkara
Makassar (Rekam Medis RSBM, 2022). Jika ada pasien mengalami sakit perut
hal pertama yang dilakukan adalah melaporkan kepada petugas kesehatan untuk
diberikan tindak lanjut atau di saran untuk mengompres pada area yang nyeri.
Dari latar belakang masalah di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian studi kasus tentang Asuhan Keperawatan “Pengaruh Kompres Hangat
Abdomen Pada Pasien Abdomen Pain.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pengaruh kompres hangat abdomen pada
pasien abdomen pain di Ruang Kolibri Rumah Sakit Bhayangkara Makassar?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pengaruh kompres hangat
abdomen pada pasien abdomen pain di Ruang Kolibri Rumah Sakit
Bhayangkara Makassar.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui abdomen pain pada pasien abdomen pain di Ruang
Kolibri sebelum diberikan kompres hangat
b. Untuk mengetahui abdomen pain pada pasien abdomen pain di Ruang
Kolibri setelah diberikan kompres hangat.

D. Originalitas Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan botol untuk melakukan kompres
hangat pada pasien Abdomen Pain untuk menurunkan nyeri pada perut karena
penelitian ini belum pernah ada yang melakukan dengan menggunakan botol,
peneliti-peneliti sebelumnya menggunakan dengan kantong kompres hangat atau
Warm Water Zak (WWZ).

E. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
a. Memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu keperawatan yang berkaitan
dengan pengaruh kompres hangat abdomen pada pasien abdomen pain
dengan masalah nyeri akut.
b. Menambah informasi dan referensi ilmiah untuk peneliti serta memberikan
solusi untuk memberika kompres hangat pada penderita abdomen pain.
c. Menambah pengetahuan, wawasan dan sebagai bahan perkembangan ilmu
pegetahuan, dibidang kesehatan khususnya dibidang ilmu keperawatan
dalam melakukan perawatan terhadap penderita abdomen pain.
2. Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan menambah wawasan pengetahuan tentang
kompres hangat pada penderita abdomen pain.
b. Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sebagai referensi dalam
meningkatkan pelayanan keperawatan dalam memberikan terapi pada
penderita abdomen pain.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan bahan informasi untuk menambahkan wawasan
pembelajaran terutama yang berkaitan dengan kompres hangat abdomen
pada penderita abdomen pain dengan masalah nyeri akut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Nyeri Akut


1. Definisi Nyeri Akut
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan yang
bersifat sangat subyektif, karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal sekala atau tingkatannya dan hanya orang tersebut yang bisa
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialami (Amalia, 2018). Nyeri
muncul atau datangnya sangat berkaitan erat dengan reseptor dan
rangsangan.
Menurut PPNI (2016) Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional,
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan (Wahyuni, 2019).
Reseptor nyeri adalah nociceptor yang merupakan ujung-ujung saraf
(sinaps) sangat bebas yang memiliki sedikit mielin yang tersebar pada kulit dan
mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati dan kantong
empedu. (Dahlan, 2017). Nyeri menurut IASP (International Association for the
Study of Pain) yaitu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan karena kerusakan jaringan secara aktual dan potensial
(Darsini, 2019). Nyeri dirasakan saat lutut semifleksi, naik turun tangga,
beraktivitas berat seperti mengangkat beban atau barang, berjalan jauh
(Nadia, 2019).
Nyeri tersebut dihasilkan oleh kompresi dari osteofit. osteofit tersebut dan
membuat seseorang membatasi gerakan pada sendi lutut sehingga terjadi
penurunan fungsi kekuatan otot, terutama kekuatan otot quadriceps yang
terhubung dengan sendi lutut (Ghifari, 2020). Nyeri merupakan perasaan yang
tidak menyenangkan yang terkadang dialami individu. Kebutuhan terbebas dari
rasa nyeri itu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang merupakan tujuan
diberikannya asuhan keperawatan pada seorang pasien di rumah sakit
(Ningsih, 2018). Nyeri akut biasanya berlangsung singkat. Pasien yang
mengalami nyeri akut biasanya menunjukkan gejala perspirasi meningkat,
denyut jantung dan tekanan darah meningkat serta pallor (Kurniyasari, 2020).
Nyeri akut dapat disimpulkan bahwa sebagai nyeri yang terjadi setelah
cedera akut, penyakit atau intervensi bedah, dan memiliki awitan yang cepat,
dengsn intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) serta berlangsung
singkat (kurang dari enam bulan) dan menghilang dengan atau tanpa
pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak.

2. Klasifikasi Nyeri Akut


Menurut (Andriyanto, 2019) dan (Amalia, 2018) klasifikasi nyeri akut
berbagai sumber yaitu:

a. Nyeri somatik luar

Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan membran
mukosa. Nyeri biasanya dirasakan seperti terbakar, jatam dan terlokalisasi

b. Nyeri somatik dalam

Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan baik akibat


rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat
c. Nyeri visceral
Nyeri karena perangsangan organ viseral atau membran yang
menutupinya (pleura parietalis, perikardium, peritoneum). Nyeri tipe ini
dibagi lagi menjadi nyeri viseral terlokalisasi, nyeri parietal terlokalisasi,
nyeri alih viseral dan nyeri alih parietal.
Klasifikasi yang dikembangkan oleh IASP didasarkan pada lima aksis yaitu
(Amalia, 2018):
a. Aksis I: regio atau lokasi anatomi nyeri
b. Aksis II: sistem organ primer di tubuh yang berhubungan dengan timbulnya
nyeri
c. Aksis III: karekteristik nyeri atau pola timbulnya nyeri (tunggal, reguler,
kontinyu) Aksis IV : awitan terjadinya nyeri
d. Aksis V : etiologi nyeri
Berdasarkan jenisnya nyeri juga dapat diklasifikasikan menjadi (Andriyanto,
2019):

a. Nyeri nosiseptif

Karena kerusakan jaringan baik somatik maupun viseral. Stimulasi


nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung akan
mengakibatkan pengeluaran mediator inflamasi dari jaringan, sel imun dan
ujung saraf sensoris dan simpatik.
b. Nyeri neurogenic
Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada
sistem saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh cedera pada jalur serat saraf
perifer, infiltrasi sel kanker pada serabut saraf, dan terpotongnya saraf
perifer. Sensasi yang dirasakan adalah rasa panas dan seperti ditusuk-tusuk
dan kadang disertai hilangnya rasa atau adanya sara tidak enak pada
perabaan. Nyeri neurogenik dapat menyebakan terjadinya allodynia. Hal ini
mungkin terjadi secara mekanik atau peningkatan sensitivitas dari
noradrenalin yang kemudian menghasilkan sympathetically maintained pain
(SMP). SMP merupakan komponen pada nyeri kronik. Nyeri tipe ini sering
menunjukkan respon yang buruk pada pemberian analgetik konvensional.
c. Nyeri psikogenik
Nyeri ini berhubungan dengan adanya gangguan jiwa misalnya cemas
dan depresi. Nyeri akan hilang apabila keadaan kejiwaan pasien tenang.
Berdasarkan timbulnya nyeri dapat diklasifikasikan menjadI (Andriyanto,
2019):

a. Nyeri akut

Nyeri yang timbul mendadak dan berlangsung sementara. Nyeri ini


ditandai dengan adanya aktivitas saraf otonom seperti : takikardi, hipertensi,
hiperhidrosis, pucat dan midriasis dan perubahan wajah : menyeringai atau
menangis.

b. Nyeri kronik

Nyeri berkepanjangan dapat berbulan-bulan tanpa tanda2 aktivitas


otonom kecuali serangan akut. Nyeri tersebut dapat berupa nyeri yang tetap
bertahan sesudah penyembuhan luka (penyakit/operasi) atau awalnya
berupa nyeri akut lalu menetap sampai melebihi 3 bulan.

Berdasarkan penyebabnya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi (Amalia, 2018):


a. Nyeri onkologik
b. Nyeri non onkologik
Berdasakan derajat nyeri dikelompokan menjadi (Amalia, 2018):

a. Nyeri ringan adalah nyeri hilang timbul, terutama saat beraktivitas sehari
hari dan menjelang tidur.

b. Nyeri sedang nyeri terus menerus, aktivitas terganggu yang hanya hilan
gbila penderita tidur.

c. Nyeri berat adalah nyeri terus menerus sepanjang hari, penderita tidak
dapat tidur dan dering terjaga akibat nyeri.

3. Etiologi Nyeri Akut


Menurut Amalia, (2018) factor penyebab terjadinya Nyeri Akut yaitu :
a. Agen pencedera fisiologis
b. Agen pencedera kimiawi
c. Agen pencedera fisik

4. Patofisiologi Nyeri Akut


Bila terjadi kerusakan jaringan/ancaman kerusakan jaringan tubuh, seperti
pembedahan akan menghasilkan sel-sel rusak dengan konsekuensi akan
mengeluarkan zat- zat kimia bersifat algesik yang berkumpul sekitarnya dan
dapat menimbulkan nyeri. akan terjadi pelepasan beberapa jenis mediator
seperti zat-zat algesik, sitokin serta produk- produk seluler yang lain, seperti
metabolit eicosinoid, radikal bebas dan lain-lain. Mediator-mediator ini dapat
menimbulkan efek melalui mekanisme spesifik. (Asli, 2019).

5. Manifestasi Klinis Nyeri Akut


Menurut Asli (2019) manifestasi klinis sebagai berikut:
a. Gangguam tidur
b. Posisi menghindari nyeri
c. Gerakan meng hindari nyeri
d. Raut wajah kesakitan (menangis,merintih)
e. Perubahan nafsu makan
f. Tekanan darah meningkat
g. Nadi meningkat
h. Pernafasan meningkat
i. Depresi,frustasi

6. Penatalaksanaan Medis Nyeri Akut


Menurut Asli Asli (2019) penatalaksanaan medis nyeri akut sebagai berikut:
a. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyer, misalnya keridakpercayaan,
kesalah pahaman, ketakutan, dan kelelahan
b. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan tekhnik– tekhnik berikut
ini
1) Teknik latihan pengalihan :
a) Menonton televisi
b) Berbincang–bincang dengan orang lain
c) Mendegarkan musik
2) Teknik relaksasi
Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru–
paru dengan udara, menghembuskannya secara perlahan, melemaskan
otot–otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang
sama sambil terus berkonsentrasi hingga didapat rasa nyaman, tenang
dan rileks.
3) Stimulasi kulit
a) Menggosok dengan halus pada daerah nyeri
b) Menggosok punggung
c) Menggompres dengan air hangat atau dingin
d) Memijat dengan air mengalir
c. Pemberian obat analgesic
Merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri karena obat
ini memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara
mengurangi kortikal terhadap nyeri. Walaupun analgesic dapat
menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat dan dokter masih cenderung
tidak melakukan upaya analgesic dalam penanganan nyeri karena informasi
obat yang tidak benar, karena adanya kekhawatiran klien akan mengalami
ketagihan obat, cemas akan melakukan kesalahan dalam menggunakan
analgetik narkotik, dan pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan.
Ada 3 jenis analgetik, yakni:
1) Non Narkotik dan obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID)
2) Analgesik narkotik atau opiate
3) Obat tambahan (adjuvant) atau koanalgesik
d. Pemberian stimulator listrik
Yaitu dengan memblok atau mengubah stimulus nyeri dengan stimulus
yang dirasakan. Bentuk stimulator metode stimulus listrik meliputi :
1) Transcutaneus electrical stimulator (TENS), digunakan
untuk ,engendalikan stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan
menempatkan beberapa electrode diluar.
2) Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator merupakan alat
stimulator sumsum tulang belakang dan epidural yang diimplan dibawah
kulit dengantransistor timah penerima yang dimasukkan kedalam kulit
pada daerah epidural dan columna vertebrae.
3) Stimulator columna vertebrae, sebuah stimulator dengan stimulus alat
penerimatransistor dicangkok melalui kantung kulit intraclavicula atau
abdomen, yaitu electrode ditanam melalui pembedahan pada dorsum
sumsum tulang belakan.

7. Pemeriksaan Penunjang Nyeri Akut


Menurut Novia Indah (2020) pemeriksaan penunjang nyeri akut ada 4
pemeriksaan yang harus di lakukan yaitu:
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di
abdomen.
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ  dalam yang abnormal.
c. Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya.
d. Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang
pecah di otak.

8. Mekanisme Nyeri Akut


Antara suatu rangsang sampai dirasakannya sebagai persepsi nyeri
terdapat 5 proses elektrofisiologik yang jelas, dimulai dengan proses
transduksi, konduksi, modulasi, transmisi dan persepsi. Keseluruhan proses ini
disebut nosisepsi (nociception) (Andriyanto.2019). Mekanisme Nyeri Akut
melalui proses nosisepsis adalah sebagai berikut :
a. Transduksi adalah proses di mana suatu stimulus kuat dubah menjadi
aktivitas listrik yang biasa disebut potensial aksi. Dalam hal nyeri akut yang
disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan akan melepaskan mediator
kimia, seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin, substasi P, dan histamin.
Zat-zat kimia inilah yang mengsensitasi dan mengaktivasi nosiseptor
mengasilkan suatu potensial aksi (impuls listrik). Perubahan zat-zat kimia
menjadi impuls listrik inilah yang disebut proses transduksi.
b. Konduksi adalah proses perambatan dan amplifikasi dari potensial aksi
atau impuls listrik tersebut dari nosiseptor sampai pada kornu posterior
medula spinalis pada tulang belakang.
c. Modulasi adalah proses inhibisi terhadap impuls listrik yang masuk ke
dalam kornu posterior, yang terjadi secara spontan yang kekuatanya
berbeda- beda setiap orang, (dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan,
kepercayaan atau budaya). Kekuatan modulasi inilah yang membedakan
persepsi nyeri orang per orang terhadap suatu stimlus yang sama.
d. Transmisi adalah proses perpindahan impuls listrik dari neuron pertama ke
neuron kedua terjadi dikornu posterior medula spinalis, dari mana ia naik
melalui traktus spinotalamikus ke talamus dan otak tengah. Akhirnya, dari
talamus, impuls mengirim pesan nosiseptif ke korteks somatosensoris, dan
sistem limbik.
e. Persepsi adalah proses yang sangat kompleks yang sampai saat ini belum
diketahui secara jelas. Namun, yang dapat disimpulkan di sini bahwa
persepsi nyeri merupakan pengalaman sadar dari penggabungan antara
aktivitas sensoris di korteks somatosensoris dengan aktivitas emosional
dari sistim limbik, yang akhirnya dirasakan sebagai persepsi nyeri berupa
“unpleasant sensory and emotional experience”

9. Sifat Nyeri Akut


Nyeri bersifat sangat individual dan subjektif, nyeri merupakan segala
sesuatu yang dikatakan individu mengenai nyeri itu sendiri dan terjadi kapan
saja orang tersebut menyatakan dirinya sedang merasa nyeri. menyatakan
bahwa terdapat empat atribut pasti dalam pengalaman nyeri antara lain
(Amalia, 2018).
a. Nyeri bersifat individu
b. Tidak menyenangkan
c. Merupakan suatu kekuatan yang dominan
d. Bersifat tidak berkesudahan.

10. Dampak Nyeri Akut


Nyeri yang dirasakan pasien akan berdampak pada fisik, perilaku, dan
aktifitas sehari-hari Amalia (2018) :
a. Dampak fisik
Nyeri yang tidak ditangani dengan adekuat akan mempengaruhi sistem
pulmonary, kardiovaskuler, edokrin, dan imunologik. Nyeri yang tidak diatasi
juga memicu stress yang akan berdampak secara fisiologis yaitu timbulnya
infark miokard, infeksi paru, tromboembolisme, dan ileus paralitik. Dampak
ini tentunya akan memperlambat kesembuhan pasien
b. Dampak perilaku
Seseorang yang sedang mengalami nyeri cenderung menunjukkan
respon perilaku yang abnormal. Respon vokal individu yang mengalami
nyeri biasanya mengaduh, mendengkur, sesak napas hingga menangis.
Ekspresi wajah meringis, menggigit jari, membuka mata dan mulut dengan
lebar, menutup mata dan mulut, dan gigi yang bergemeletuk. Gerakan tubuh
menunjukkan perasaan gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan
gerakan jari dan tangan, gerakan menggosok dan gerakan melindungi tubuh
yang nyeri. Dalam melakukan interaksi sosial individu dengan nyeri
menunjukkan karakteristik menghindari percakapan, menghindari kontak
sosial, perhatian menurun, dan fokus hanya pada aktifitas untuk
menghilangkan nyeri
c. Pengaruh terhadap aktifitas sehari-hari
Aktivitas sehari-hari akan terganggu apabila nyeri yang dirasakan sangat
hebat. Nyeri dapat mengganggu mobilitas pasien pada tingkat tertentu.
Nyeri yang dirasakan mengganggu akan mempengaruhi pergerakan pasien.

11. Pengukuran Nyeri


Penanganan nyeri yang efektif tergantung pada penilaian penilaian nyeri
yang seksama berdasarkan informasi subjektif maupun objektif. Untuk
memperoleh informasi masalah pasien lebih baik menggunakan kombinasi
pertanyaan terbuka dan tertutup serta tidak menghakimi. Ada beberapa cara
untuk mengetahui akibat nyeri menggunakan skala berikut ini antara lain (Asli,
2019).
a. Numeric Rating Scale (NRS)
Skala yang menggunakan angka 0-10 untuk mengukur tingkat nyeri dan
salah satu skala yang dianggap mudah dimengerti, sensitif terhadap dosis,
jenis kelamin dan beda etnis. Berikut klasifikasi nyeri numeric rating scale
(NRS), meliputi:
0 : Tidak nyeri
1-3: Nyeri ringan = Secara statis pasien dapat berkomunikasi dengan baik
4-6: Nyeri sedang = Secara statis pasien meringis, menunjukan tempat
nyeri, dapat menjelaskan bentuk nyeri dan paham terhadap perintah
7-10 : Nyeri berat = Secara statis pasien kadang tidak mengikuti perintah,
dapat menunjukkan tempat nyeri, tidak dapat menjelaskan bentuk nyeri
b. Visual analog scale (VAS)
Vas adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri,
dimana rentang nyeri diwakili garis sepanjang 10 cm dengan atau tanpa
tanda pada tiap sentimeter. Tandanya dapat berupa angka atau pernyataan
deskriptif dan manfaat utama vas adalah penggunaanya sangat mudah dan
sederhana, pasien dipersilahkan memilih angka nyeri yang dirasakan.
c. Verbal rating scale (VRS)
VRS adalah skala yang menggunakan angka 0 sampai 10 untuk
menggambarkan tingkat nyeri sama seperti VAS, manfaat utamanya yaitu
pada periode pascabedah dengan hanya menggambarkan nyeri dengan
kata-kata antara lain: tidak ada nyeri atau nyeri hilang, sedang, parah,
sedikit berkurang, cukup berkurang, baik atau nyeri hilang sama sekali.
Skala ini membatasi pilihan kata pasien dan tidak dapat membedakan
berbagai tipe nyeri.
d. Faces Scale (Skala Wajah)
Pasien disuruh melihat skala gambar wajah.Gambar pertama tidak nyeri
(anak tenang) kedua sedikit nyeri dan selanjutnya lebih nyeri dan gambar
paling akhir, adalah orang dengan ekpresi nyeri yang sangat berat.Setelah
itu, pasien disuruh menunjuk gambar yang cocok dengan nyerinya.Metode
ini digunakan untuk pediatri, tetapi juga dapat digunakan pada geriatri
dengan gangguan kognitif.

12. Faktor Yang Mepmpengaruhi Nyeri Akut


Nyeri merupakan suatu keadaan yang kompleks yang dipengaruhi oleh
fisiologi, spiritual, psikologis, dan budaya.Setiap individu mempunyai
pengalaman yang berbeda tentang nyeri. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi nyeri adalah sebagai berikut (Asli, 2019):

a. Tahap perkembangan

Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan variable penting


yang akan memengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. Dalam hal ini,
anak – anak cenderung kurang mampu mengugkapkan nyeri yang mereka
rasakan dibandingkan orang dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat
penanganan nyeri untuk mereka. Di sisi lain, prevalensi nyeri ada individu
lansia lebih tinggi karena penyakit akut atau kronis dan degenerative yang
diderita. Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah karena penuaan, efek
analgesik yang diberikan menurun karena perubahan fisiologis yang terjadi.
b. Jenis kelamin
Beberapa kebudayaan yang memengaruhi jenis kelamin misalnya
menganggap bahwa seorang anak laki – laki harus berani dan tidak boleh
menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang
sama. Namun, secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespon terhadap nyeri.
c. Keletihan
Keletihan atau kelelahan dapat meningkatkan persepsi nyeri.Rasa
kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap
individu yang menderita penyakit dalam jangka waktu lama. Apabila
keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa
lebih berat lagi. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami
suatu periode tidur yang lelap diabandingkan pada akhir hari yang
melelahkan.
d. Lingkungan dan dukungan keluarga
Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan dan
aktivitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat memerberat nyeri.Selain
itu, dukungan dari keluarga dan orang terdekat menjadi salah satu faktor
penting yang memengaruhi persepsi nyeri individu. Sebagai contoh, individu
yang sendiriaan, tanpa keluarga atau teman–teman yang mendukungnya,
cenderung merasakan nyeri yang lebih berat dibandingkan mereka yang
mendapat dukungan dari keluarga dan orang–orang terdekat.
e. Gaya koping
Koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperlakukan
nyeri..Seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus internal merasa
bahwa diri mereka sendiri mempunyai kemampuan untuk mengatasi
nyeri.Sebaliknya, seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus eksternal
lebih merasa bahwa faktor-faktor lain di dalam hidupnya seperti perawat
merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap nyeri yang
dirasakanya. Oleh karena itu, koping pasien sangat penting untuk
diperhatikan.
f. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi
pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini
juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut.
Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila
nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan
tantangan. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan pasien
berhubungan dengan makna nyeri.
g. Ansietas
Individu yang sehat secara emosional, biasanya lebih mampu
mentoleransi nyeri sedang hingga berat daripada individu yang memiliki
status emosional yang kurang stabil.Pasien yang mengalami cedera atau
menderita penyakit kritis, seringkali mengalami kesulitan mengontrol
lingkungan perawatan diri dapat menimbulkan tingkat ansietas yang tinggi.
Nyeri yang tidak kunjung hilang sering kali menyebabkan psikosis dan
gangguan kepribadian.
h. Etnik dan nilai budaya
Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu
yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang
tertutup. Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang.
Dengan demikian, hal ini dapat memngaruhi pengeluaran fisiologis opial
endogen sehingga terjadilah persepsi nyeri.Latar belakang etnik dan budaya
merupakan factor yang memengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi
nyeri. Sebagai contoh, individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif
dalam mengunngkapkan nyeri, sedangkan indiviidu dari budaya lain justru
lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang
lain.

B. Tinjauan Umum Tentang Abdomen Pain


1. Definisi Abdomen Pain
Nyeri abdomen merupakan sensasi subjektif tidak menyenangkan yang
terasa di abdomen. Nyeri di perut adalah gejala paling penting dari proses
patologis perut akut. Nyeri abdomen ada dua yaitu, nyeri abdomen akut dan
nyeri abdomen kronis (Dova Maryana, 2021). Nyeri abdomen akut biasanya
digunakan untuk menggambarkan nyeri dengan onset mendadak, dan/durasi
pendek. Nyeri alih (referred pain) adalah persepsi nyeri pada suatu daerah
yang letaknya jauh dari tempat asal nyeri. Keluhan yang menonjol dari pasien
dengan abdomen akut adalah nyeri perut. Rasa nyeri perut dapat disebabkan
oleh kelainan-kelainan di abdomen atau di luar abdomen seperti organ-organ di
rongga toraks (Andriyanto, 2019).
Nyeri abdomen kronis biasanya digunakan untuk menggambarkan nyeri
berlanjut,baik yang berjalan dalam waktu lama atau berulang/hilang timbul.
Nyeri kronis dapat berhubungan dengan ekserbasi akut (Soeparno, 2020).
Nyeri abdomen merupakan rasa sakit yang sangat hebat yang bersumber
didaerah abdomen dan memerlukan penangan segera (Murjuanto, 2019).
Nyeri akut abdomen atau acute abdoment adalah suatu kegawatan
abdomen yang dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Pasien
dengan akut abdomen datang dengan keluhan nyeri abdomen yang terjadi
secara tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 24 jam (Apriyati, 2019).
Nyeri abdomen merupakan sensasi subjektif tidak menyenangkan yang
terasa di abdomen. Nyeri di perut adalah gejala paling penting dari proses
patologis perut akut. Nyeri abdomen ada dua yaitu, nyeri abdomen akut dan
nyeri abdomen kronis (Novia Indah, 2020).
Berdasarkan dari beberapa definisi di atas, abdomen pain atau nyeri
abdomen merupakan gejala umum yang kerap dialami banyak orang.
2. Klasifikasi Abdomen Pain
Menurut Dova Maryana (2021) dan Murjuanto (2019) klasifikasi abdomen
pain dibagi 2 yaitu:
a. Nyeri abdomen akut
Nyeri abdomen akut biasanya digunakan untuk menggambarkan nyeri
dengan durasi pendek. Nyeri alih adalah persepsi nyeri pada suatu daerah
yang letaknya jauh dari tempat asal nyeri.
Keluhan yang menonjol dari pasien dengan abdominal akut adalah nyeri
perut. Rasanya nyeri perut dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan di
abdomen atau di luar abdomen seperti organ-organ di rongga toraks.nyeri
abdomen dibedakan menjadi dua yaitu nyeri visceral dan nyeri somatic Dova
Maryana (2021).
c. Nyeri visceral
Nyeri visceral terjadi karena rangsangan pada peritoneum yang
meliputi organ intraperitoneal yang dipersarafi oleh susunan saraf
otonom. Peritoneum viseral tidak sensitif terhadap rabaan, pemotongan
atau radang. Kita dapat melakukan sayatan atau jahitan pada usus tanpa
dirasakan oleh pasien, akan tetapi bila dilakukan tarikan, regangan atau
kontraksi yang berlebihan dari otot (spasme) akan memberi rasa nyeri
yang tumpul disertai rasa sakit. Pasien biasanya tidak dapat
menunjukkan secara tepat lokalisasi nyeri, digambarkan pada daerah
yang luas dengan memakai seluruh telapak tangan. Karena nyeri ini tidak
pengaruhi oleh gerakan, pasien biasanya bergerak aktif tanpa
menyebabkan bertambahnya rasa nyeri (Murjuanto (2019).
Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur
dalam rongga perut, misalnya cedera atau radang. Peritoneum viserale
yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan
tidak peka terhadap perabaan, atau pemotongan. terjadi karena
rangsangan pada perenium yang meliputi organ intrapiretoneal yang
mellui saraf otonom. organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan
tidak peka terhadap perabaan, atau pemotongan. Dengan demikian
sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa rasa nyeri pada
pasien. Akan tetapi bila dilakukan penarikan atau peregangan organ atau
terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot sehingga menimbulkan
iskemik, misalnya pada kolik atau radang pada appendisitis maka akan
timbul nyeri. Pasien yang mengalami nyeri viseral biasanya tidak dapat
menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan
seluruh telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang nyeri. Nyeri
viseral kadang disebut juga nyeri sentral.
Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan
embrional organ yang terlibat. Saluran cerna berasal dari foregut yaitu
lambung, duodenum, sistem hepatobilier dan pankreas yang
menyebabkan nyeri di ulu hati atau epigastrium. Bagian saluran cerna
yang berasal dari midgut yaitu usus halus usus besar sampai
pertengahan kolon transversum yang menyebabkan nyeri di sekitar
umbilikus. Bagian saluran cerna yang lainnya adalah hindgut yaitu
pertengahan kolon transversum sampai dengan kolon sigmoid yang
menimbulkan nyeri pada bagian perut bawah. Jika tidak disertai dengan
rangsangan peritoneum nyeri tidak dipengaruhi oleh gerakan sehingga
penderita biasanya dapat aktif bergerak.
d. Nyeri somatic
Terjadi karena rangsangan pada peritoneum parietale yang dipersarafi
oleh saraf tepi diteruskan ke susunan saraf pusat. Rasa nyeri seperti
ditusuk-tusuk atau disayat dengan pisau yang dapat ditunjukkan secara
tepat oleh pasien dengan menunjukkannya memakai jari. Rangsanagn
dapat berupa rabaan, tekanan, perubahan suhu, kimiawi atau proses
peradangan.
Pergeseran antara organ viseral yang meradang dengan peritoneum
parietal akan menimbulkan rangsangan yang menyebabkan rasa nyeri.
Baik akibat peradangannya sendiri maupun gesekan antara kedua
peritoneum dapat menyebabkan rasa nyeri atau perubahan intensitas
rasa nyeri. Keadaan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pasien
dengan apendisitis akut. Setiap gerakan dari pasien juga akan menambah
rasa nyeri, baik itu berupa gerakan tubuh maupun gerakan pernafasan
yang dalam atau batuk. Hal inilah yng menerangkan mengapa pasien
dengan abdomen akut biasanya berusaha untuk tidak bergerak, bernafas
dangkal dan menahan batuk. Lokalisasi nyeri, sifat nyeri serta
hubungannya dengan gejala lain memungkinkan kita dapat lebih
mendekati diagnosis kemungkinan.
Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi
saraf tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada
dinding perut. Nyeri dirasakan seperti disayat atau ditusuk, dan pasien
dapat menunjuk dengan tepat dengan jari lokasi nyeri. Rangsang yang
menimbulkan nyeri dapat berupa tekanan, rangsang kimiawi atau proses
radang
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsang
peritoneum dan dapat menimbulkan nyeri. Perdangannya sendiri maupun
gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan
intensitas nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral
pada appendisitis akut. Setiap gerakan penderita, baik gerakan tubuh
maupun gerakan nafas yang dalam atau batuk, juga akan menambah
intensitas nyeri sehingga penderita pada akut abdomen berusaha untuk
tidak bergerak, bernafas dangkal dan menahan batuk. (Dova Maryana,
2021)
b. Nyeri abdomen kronis
Nyeri abdomen kronis biasanya digunakan untuk menggambarkan neyri
berlanjut, baik yang berjalan dalam waktu lama atau berulang hilang timbul.
Nyeri kronik dapat berhubungan dengan eksterbasi akut (Dova Maryana,
2021).

3. Etiologi Abdomen Pain


Nyeri abdomen dapat disebabkan oleh masalah disepanjang saluran
pencernaan atau diberbagai bagian abdomen, yang bisa berupa :
b. ulkus yang mengalami perforasi
c. irritable bowel syndrome
d. apendisitis
e. pankreasitis
f. batu empedu.
Beberapa kelainan tersebut bersifat relative ringan ; yang lain mungkin bisa
berakibat fatal (Novia Indah, 2020). Berikut adalah daftar beberapa kondisi
yang mendasari akut abdomen yang sering terlihat dalam komunitas (Novia
Indah, 2020):
a. Acute cholecystitis.
b. Acute appendicitis atau Meckel‟s diverticulitis.
c. Acute pancreatitis.
d. Ectopic pregnancy.
e. Diverticulitis.
f. Peptic ulcer disease.
g. Pelvic inflammatory disease.
h. Intestinal obstruction, including paralytic ileus (adynamic obstruction).
i. Gastroenteritis.
j. Acute intestinal ischaemia/infarction or vasculitis.
k. Gastrointestinal (GI) haemorrhage.
l. Renal colic or renal tract pain.
m.Acute urinary retention
n. Abdominal aortic aneurysm (AAA).
o. Testicular torsion.

4. Manifestasi Klinis Abdomen Pain


Beberapa tanda-tanda dan gejala yang timbul pada penderita abdomen pain
Novia Indah (2020) dan Dova Maryana (2021):
a. Nyeri abdomen
b. Mual, muntah
c. Tidak nafsu makan
d. Lidah dan mukosa bibir kering
e. Turgor kulit tidak elastics
f. Urine sedikit dan pekat
g. Lemah dan kelelahan

5. Patofisiologi Abdomen Pain


Rasa nyeri pada abdominal baik mendadak maupun berulang, biasanya
selalu bersumber pada: visera abdomen (organ yang ada di abdomen), organ
lain di luar abdomen, lesi pada susunan saraf spinal, gangguan metabolik, dan
psikosomatik. Rasa nyeri pada abdomen berasal dari suatu proses penyakit
yang menyebar ke seluruh peritoneum ke ujung saraf, yang lebih dapat
meneruskan rasa nyerinya dan lebih dapat melokalisasi rasa nyeri daripada
saraf otonom. Telah diketahui pula bahwa gangguan pada visera pada
mulanya akan menyebabkan rasa nyeri visera, tetapi kemudian akan diikuti
oleh rasa nyeri somatik pula, setelah peritoneum terlibat. (Murjuanto, 2019).
Rasa nyeri somatik yang dalam akan disertai oleh tegangan otot dan rasa mual
yang merupakan gejala khas peritonitis. Reflek rasa nyeri abdomen dapat
timbul karena adanya rangsangan nervus frenikus (syaraf diafragma), misalnya
pada pneumonia. Rasa nyeri yang berasal dari usus halus akan timbul
didaerah abdomen bagian atas epigastrium, sedangkan rasa nyeri dari usus
besar akan timbul dibagian bawah abdomen. Reseptor rasa nyeri didalam
traktus digestivus terletak pada saraf yang tidak bermielin yang berasal dari
sistem saraf otonom pada mukosa usus. Jarak syaraf ini disebut sebagai
serabut saraf C yang dapat meneruskan rasa nyeri lebih menyebar dan lebih
lama dari rasa nyeri yang dihantarkan dari kulit oleh serabut saraf A. Nyeri ini
khas bersifat tumpul, pegal, dan berbatas tak jelas serta sulit dilokalisasi.
Impuls nyeri dari visera abdomen atas (lambung, duodenum, pankreas, hati,
dan sistem empedu), mencapai medula spinalis pada segmen torakalis 6,7,8
serta dirasakan didaerah epigastrium. Impuls nyeri yang timbul dari segmen
usus yang meluas dari ligamentum Treitz sampai fleksura hepatika memasuki
segmen torakalis 9 dan 10, dirasakan di sekitar umbilikus. Dari kolon distalis,
ureter, kandung kemih, dan traktus genetalia perempuan, impuls nyeri
mencapai segmen torakal 11 dan 12 serta segmen lumbalis pertama. Nyeri
dirasakan pada daerah suprapubik dan kadang-kadang menjalar ke labium
atau skrotum. Jika proses penyakit meluas ke peritorium maka impuls nyeri
dihantarkan oleh serabut aferen somatis ke radiks spinal segmentalis 1,3. nyeri
yang disebabkan oleh kelainan metabolik seperti pada keracunan timah, dan
porfirin belum jelas patofisiologi dan patogenesisnya. Jadi permasalahan
keperawatannya adalah nyeri dan ketika nyeri muncul akan mengakibatkan
pola tidur pasien terganggu (Murjuanto, 2019).

6. Komplikasi Abdomen Pain


Komplikasi abdomen pain untuk penderita abdomen pain ada 4, yaitu:
(Novia indah, 2020) dan (Murjuanto, 2019).
a. Porporasi gastrointestinal
b. Obstruksi gastro intestina
c. Gangguan pola istirahat tidur
d. Syok neurogenic

7. Pemeriksaan Penunjang Abdomen Pain


Pemeriksaan penunjang untuk penderita Abdomen pain ada beberapa yang
harus dilakukan, yaitu: (Dova Maryana, 2021).
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan DL
c. Amilase :Kadar serum >3x batas atas kisaran normal merupakan diagnostik
pankreatitis.
d. β-HCG(serum) : Kehamilan ektopik (kadar β-HCG dalam serum lebih akurat
daripada dalam urine)
e. Gas darah arteri : Asidosis metabolik (iskemia usus, peritonitis, pankreatitis)
f. Urin porsi tengah (MSU): infeksi saluran kemih
g. EKG: Infark miokard
h. Rotgen thorak: Viskus perforasi (udara bebas), Pneumonia
i. Rotgen abdomen: Usus iskemik (dilatasi, usus yang edema dan menebal),
Pankreatitis (pelebaran jejunum bagian atas ’sentimel), Kolangitis (udara
dalam cabang bilier), Kolitis akut (Kolon mengalami dilatasi, edema dan
gambaran menghilang), obstruksi akut (Usus mengalami dilatasi, tanda
’string of pearl’) Batu Ginjal (Radioopak dalam saluran ginjal )
j. Ultrasonografi
k. CT scan: Merupakan pemeriksaan penunjang pilihan untuk inflamasi
peritonium yang tidak terdiagnosis (terutama pada orang tua yang
didiagnosis bandingnya luas, pada pasien yang dipertimbangkan untuk
dilakukan laparotomi dan diagnosis belum pasti, pankreatitis, trauma
hati/limpa/mesenterium, divertikulitis, aneurisma.
l. IVU (Urografi intraven): Batu ginjal, obtruksi saluran ginjal
Setelah data-data pemeriksaan fisik terkumpul diperlukan juga
pemeriksaan tambahan berupa Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan
darah rutin Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak terutama pada
kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan
kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan
transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pads hepar. Pemeriksaan
urine rutin menunjukkan adanya trauma pads saluran kemih bila dijumpai
hematuria. Urin yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada
saluran urogenital. Pemeriksaan radiologi foto thorak Selalu harus
diusahakan pembuatan foto thorak dalam posisi tegak untuk menyingkirkan
adanya kelainan pada thoraks atau trauma pads thoraks. Harus juga
diperhatikan adanya udara bebas di bawah diafragma atau adanya
gambaran usus dalam rongga thoraks pada hernia diafragmatika.
Plain abdomen akan memperlihatkan udara bebas dalam rongga
peritoneum, udara bebas retroperitoneal dekat duodenum, corpus alienum,
perubahan gambaran usus. Intravenous Pyelogram karena alasan biaya
biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
Pemeriksaan Ultrasonografi dan CT-scan Bereuna sebagai pemeriksaan
tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya
trauma pada hepar dan retroperitoneum. Pemeriksaan khusus abdominal
paracentesis Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna
untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari
100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum
setelah dimasukkan 100-200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit,
merupakan indikasi untuk laparotomi. Pemeriksaan laparoskopi.
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan
rektosigmoidoskopi. Pemasangan nasogastric tube (NGT) untuk memeriksa
cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen. Dari data yang
diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan dan
pemeriksaan khusus dapat diadakan analisis data untuk memperoleh
diagnosis kerja dan masalah-masalah sampingan yang perlu diperhatikan.
Dengan demikian dapat ditentukan tujuan pengobatan bagi penderita dan
langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan pengobatan (Novia
Indah, 2020).
Setelah data-data pemeriksaan fisik terkumpul diperlukan juga
pemeriksaan tambahan berupa (Dova, 2021) dan (Murjuanto, 2019) sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan
hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa
terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
terutama pada kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang
meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau
perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan
kemungkinan trauma pads hepar.
2. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma
pada saluran urogenital.

b. Pemeriksaan radiologi
1. Foto thoraks
Selalu harus diusahakan pembuatan foto thoraks dalam posisi tegak
untuk menyingkirkan adanya kelainan pada thoraks atau trauma pads
thoraks. Harus juga diperhatikan adanya udara bebas di bawah
diafragma atau adanya gambaran usus dalam rongga thoraks pada
hernia diafragmatika.
2. Plain abdomen
Foto tegak Akan memperlihatkan udara bebas dalam rongga
peritoneum, udara bebas retroperitoneal dekat duodenum, corpus
alienum, perubahan gambaran usus.
3. IVP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada
persangkaan trauma pada ginjal.
4. Pemeriksaan Ultrasonografi dan CT-Scan Bereuna
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum
dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan
retroperitoneum.

c. Pemeriksaan khusus
1. Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari
100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100--200 ml larutan NaCl 0.9% selama
5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung
sumber penyebabnya. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu
dilakukan rektosigmoidoskopi.
3. Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Untuk memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma
abdomen. Dari data yang diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan tambahan dan pemeriksaan khusus dapat diadakan
analisis data untuk memperoleh diagnosis kerja dan masalah-masalah
sampingan yang perlu diperhatikan. Dengan demikian dapat ditentukan
tujuan pengobatan bagi penderita dan langkah-langkah yang
diperlukan untuk mencapai tujuan pengobatan.

9. Penatalaksanaan Abdomen Pain

Menurut Novia Indah, 2020, penatalaksanaan Abdomen pain ada 2 sebagai


berikut:
a. Farmakologis
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis dilakukan secara
berkolaborasi denga tenaga medis lain dala pepmberian Obat golongan
analgesik akan merubah persepsi dan interprestasi nyeri dengan jalan
mendpresi sistem saraf  pusat pada thalamus dan korteks serebri. Analgesik
akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyeri yang berat
dibandingkan setelah mengeluh nyeri. Contoh obat analgesik yani asam
salisilat (non narkotik), morphin (narkotik), dll.
b. Non farmakologis
Penatalaksanan nyeri non farmakologis dengan cara terapi distraksi dan
relaksasi. Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan
cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga pasien akan
lupa terhadap nyeri yang lainnya sedangkan teknik relasksasi adalah
metode paling efektif untuk mengurangi nyeri kronik ada 3 hal yang perlu
diperhatikan dalam teknik relaksasi yaitu posisinya yang tepat,pikiran
beristirahat serta lingkungan yang tennag dan posisi pasien diatur senyaman
mungkin dengan semua bagian tubuh disokong,persendian dlurukan sera
otot-otot tidak tertarik.

C. Tinjauan Umum Tentang Kompres Hangat


1. Definisi Kompres Hangat
Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat
setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis (Padilah, 2022).
Kompres panas dan dingin pada tubuh bertujuan untuk meningkatkan
perbaikan dan pemulihan jaringan. Bentuk kompres termal biasanya
bergantung pada tujuannya (Wulandari, 2017). Kompres panas atau dingin
menghasilkan perubahan fisiologis suhu jaringan, ukuran pembuluh darah,
tekanan darah kapiler, area permukaan kapiler untuk pertukaran cairan dan
elektrolit, dan metabolisme jaringan (Wahyu, 2019).
Durasi kompres juga mempengaruhi respons. Kompres panas dan dingin
pada tubuh dapat berbentuk kering dan basah. Kompres panas kering dapat
digunakan secara lokal, untuk konduksi panas, dengan menggunakan botol air
panas, bantalan pemanas elektrik, bantalan akuatermia, atau kemasan
pemanas disposable (Abdurakhman, 2020). Kompres panas basah dapat
diberikan, melalui konduksi, dengan cara kompres kasa, kemasan pemanas,
berendam atau mandi. Kompres kering dingin diberikan untuk mendapat efek
lokal dengan menggunakan kantong es, kolar es, sarung tangan es, dan
kemasan pendingin disposable (Wahyuni, 2019).
Kompres hangat dapat disimpulkan bahwa memberikan kompres hangat
pada daerah tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yang
menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukan lalu kompres
hangat diberikan selama satu jam atau lebih.

2. Jenis-Jenis Kompres Hangat


Menurut Salsabila (2021) jenis kompres hangat ada 2 yaitu:
a. Kompres hangat kering yaitu dapat digunakan secara lokal, untuk konduksi
panas dengan menggunakan botol air panas, bantalan pemanas elektrik,
bantalan akuatermia, atau kemasan pemanas disposable.
b. Kompres hangat basah yaitu dapat diberikan melalui konduksi, dengan cara
kompres kasa, kemasan pemanas, berendam atau mandi.

3. Penggunaan Kompres Hangat :


a. Penanganan demam bukanlah dengan dikompres air dingin seperti yang
biasa dilakukan dahulu kala karena orang demam jika dikompres dingin
akan lebih demam lagi saat kompres dihentikan (Dahlan, 2017).
Karena pada saat dikompres dingin, pusat pengatur suhu menerima
sinyal bahwa suhu tubuh sedang dingin maka tubuh harus segera
dihangatkan. Jadi justru akan bertentangan dengan hasil yang diharapkan.
Lain halnya bila dilakukan kompres hangat (Darsini, 2019). Pusat suhu akan
menerima informasi bahwa suhu tubuh sedang hangat, maka suhu tubuh
harus segera diturunkan. Inilah pengaruh yang diharapkan. Ketika demam
kita memang merasa kedinginan meskipun tubuh kita sebenarnya panas.
Kompres hangat membantu mengurangi rasa dingin & menjadikan tubuh
terasa lebih nyaman (Wahyuni, 2019).
b. Untuk cedera lama/kondisi kronis, yang mana bisa membantu membuat
rileks, mengurangi tekanan pada jaringan serta merangsang aliran darah ke
daerah (Kurniyasari, 2020).
c. Untuk pengobatan nyeri dan merelaksasi otot-otot yang tegang tetapi tidak
boleh digunakan untuk yang cedera akut atau ketika masih ada bengkak,
karena panas dapat memperparah bengkak yang sudah ada (Triwinarti,
2021).
Cara Menggunakan Kompres panas menurut (Suwaryo, 2020):
a. Tempelkan ke bagian tubuh yang nyeri kantong karet/ botol yang berisi air
hangat atau handuk yang telah dicelupkan ke dalam air hangat dengan
temperatur 40-50 derajat Celcius atau bila sulit mengukurnya, coba pada
dahi terlebih dahulu, jangan sampai terlalu panas atau sesuaikan panasnya
dengan kenyamanan yang akan dikompres.
b. Peras kain yang digunakan untuk mengkompres, jangan terlalu basah.
c. Lama kompres sekitar 15-20 menit dan dapat diperpanjang.
d. Sebaiknya diikuti dengan latihan pergerakan atau pemijatan.
e. Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa,
membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan atau menghilangkan rasa
nyeri, dan memperlancar aliran darah.
Efek terapeutik pemberian kompres hangat menurut (Soeparno, 2020):
a. Mengurangi nyeri.
b. Meningkatkan aliran darah.
c. Mengurangi kejang otot.
d. Menurunkan kekakuan tulang sendi .

4. Tujuan Kompres Hangat


Tujuan pemberian kompres hangat menurut (Ghifari, 2020) sebagai berikut:

a. Memperlancar sirkulasi darah.

b. Mengurangi rasa sakit.

c. Memberi rasa hangat, nyaman, dan tenang pada klien.

d. Merangsang peristatik usus.

e. Memperlancar pengeluaran eksudat.

5. Efek Terapeutik Pemberian Kompres Hangat

Menurut Zurimi (2019) efek terapeutik pemberian kompres hangat yaitu:


a. Mengurangi nyeri

b. Meningkatkan aliran darah

c. Mengurangi kejang otot

d. Menurunkan kekakuan tulang sendi.

6. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan


Menurut Salsabila (2021) hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat
melakukan kompres hangat sebagai berikut:

a. Kompres panas basah

1) Kain kasa harus diganti pada waktunya dan suhu kompres di pertahankan
tetap hangat.
2) Cairan jangan terlalu panas, agar kulit jangan sampai kulit terbakar.

3) Kain kompres harus lebih besar dari pada area yang akan dikompres
untuk kompres hangat pada luka terbuka, peralatan harus steril.

4) Pada luka memar atau bengkak, peralatan tidak perlu steril yang penting
bersih.
b. Kompres panas kering menggunakan buli-buli panas

1) Buli-buli panas tidak boleh diberikan pada klien pendarahan

2) Pemakaian buli-buli panas ada bagian abdomen, tutup buli-buli mengarah


ke atas atau samping

3) Bagian kaki, tutup buli-buli mengarah ke bawah atau samping

4) Buli-buli harus diperiksa dulu/cincin karet pada penutupnya.


BAB III
METODE STUDI KASUS

A. Jenis dan Desain Metode Kasus

Desain yang digunakan adalah studi kasus berupa pendekatan asuhan

keperawatan fokus asuhan keperawatan yang bertujuan untuk menggambarkan

asuhan keperawatan dengan tindakan untuk mengetahui pengaruh kompres hangat

abdomen dalam dalam penanganan nyeri pada pasien abdomen pain.

Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan dan menelah secara mendalam

mengenai kegiatan atau proses-proses dengan desain studi kasus yang dilakukan

pada pasien abdomen pain dalam penanganan nyeri.

B. Subyek Studi Kasus


Studi kasus ini berjumlah 5 orang pasien abdomen pain yang harus di lakukan

dalam penanganan nyeri di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.

1. Kriteria inklusi :

a. Pasien Abdomen pain yang berumur ≥ 40 tahun.

b. Pasien perempuan atau laki-laki yang di diagnosis Abdomen pain.

2. Kriteria eksklusi:

Fokus studi pada kasus ini berfokus pada pasien yang tidak kooperatif, tidak

bersedia berpartisipasi dalam penelitian.


C. Fokus Studi Kasus

Peneliti studi kasus ini berfokus pada orang dewasa yang mengalami nyeri

dengan memerlukan teknik relaksasi dalam penanganan nyeri, klien di observasi

selama 3x24 jam dengan perlakuan yang sama.

D. Defenisi Operasional

1. Pemberian kompres hangat merupakan salah satu tindakan mandiri. Efek hangat

dari kompres dapat menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah yang

nantinya akan meningkatkan aliran darah ke jaringan penyaluran zat asam dan

makanan ke sel-sel di perbesar dan pembuangan dari zat–zat di perbaiki yang

dapat mengurangi rasa nyeri abdomen.

2. Abdomen Pain merupakan gejala utama dari acute abdomen yang terjadi secara

tiba-tiba dan tidak spesifik. Akut abdomen merupakan istilah yang digunakan

untuk gejala-gejala dan tanda-tanda dari nyeri abdomen dan nyeri tekanan yang

tidak spesifik tetapi sering terdapat pada penderita dengan keadaan intra

abdomen akut yang berbahaya.

E. Instrument Studi Kasus

Instrument studi kasus ini yang digunakan adalah format pengkajian asuhan

keperawatan yang meliputi pengkajian nyeri.

Metode pengumpulan data pada studi kasus ini dengan cara wawancara dan

pemeriksaan fisik melalui pendekatan proses keperawatan meliputi:

a. Pengkajian

b. Diagnosis
c. Perencanaan

d. Implementasi atau pelaksanaan

e. Evaluasi

F. Lokasi danWaktu Studi Kasus

1. Studi kasus ini dilakukan di ruang perawatan interna DI Rumah Sakit Bhayangkara

Makassar.

2. Waktu studi kasus

Studi Kasus ini dilakukan pada bulan Studi kasus ini dilakukan pada bulan April-

Mei 2022

G. Analisis Data dan Penyajian Data

Dalam penelitian ini analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis data reduction (reduksi data), data display (pengkajian data), data coclusion

draing atau ferification (penarikan kesimpulan). Ketiga proses ini terjadi terus

menerus selama pelaksanaan penelitian, baik pada periode pengumpulan maupun

setelah data terkumpul seluruhnya.

1. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan dan informasi verbal dari subyek studi kasus. Peneliti melakukan

reduksi data sejak proses pengumpulan data hingga menyisihkan data (informasi)

yang tidak relevan.

2. Penyajian data
Penyajian data merupakan pendeskripsian sekumpulan informasi yang

tersusun yang memberikan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan.

3. Penarikan kesimpulan

Dilakukan untuk mengorganisir data-data yang diperoleh dalam wawancara,

observasi, dokumentasi dan yang lain sehingga dihasilkan sesuatu yang

bermakna. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik kualitatif, yaitu data

analisis sesuai dengan tujuan studi yang sudah ditentukan sesuai prosedur

tindakan hingga tujuan tindakan yang direncanakan selesai dilakukan.

H. Etika studi kasus

Etik yang mendasari penyusunan studi kasus, terdiri dari :

1. Informend Consent

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan partisipasi dengan

memberikan lembar persetujuan yang diberikan sebelum penelitian dilaksanakan.

Tujuan informend consent adalah agar partisipasi mengerti maksud dan tujuan

penelitian, mengetahui dampaknya, jika partisipan tidak bersedia maka peneliti

harus menghormati hak pasien.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama respon dan
pada format pengumpulan data (kuisioner) yang di isi oleh responden, tapi
lembar tersebut hanya diberi kode tertentu.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subjek di jamin oleh
peneliti.

Anda mungkin juga menyukai