Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DEMENSIA

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom)
yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer,
L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia
bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan
beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan
tingkah laku.
Dementia Senilis adalah suatu bentuk penyakit degenerasi neuronal di oyak
manusia pada masa lanjut usia (lansia) dan biasanya terjadi pada usia 65 tahun ke atas
tetapi dapat juga terjadi pada usia yang lebih dini.
Proses degenerasi sel saraf otak pada dementia senilis terjadi pada lapisan ketiga
Kortex serebri bagian luar dan gejalanya adalah ditandai oleh adanya proliferasi sel
astrocytes, meningkatnya proses gliosis dan menyusutnya sejumlah dendrite sel
sarafnya. Di sisi yang lain dijumpai perubahan-perubahan fisiologis yang berupa
gagalnya fungsi-fungsi sinaptik dan perubahan-perubahan biokimianya yaitu
berkurangnya kholinasetil Transferase (CAT) pada ujung-ujung saraf axonalnya dan
berkurangnya aktivitas biosontesa neurotransmitternya. Dengan kata lain bahwa di
dalam otak terjadi kegagalan fungsional jalur kolinergik, khususnya pada jalur yang
memelihara fungsi memori.

2. Etiologi
a. Proses menua,
b. Trauma Kapitis,
c. Tumor otak,
d. Multiple infarct pembuluh darah otak,
e. Uremla,
f. Penuaan lebih dari 60 tahun – kehadiran Lewy bodies iaitu struktur protin yang
abnormal di dalam otak yang ada pada penyakit Alzheimer
g. Penyakit seperti CVA yang merosakan salur darah dan struktur saraf
h. Penyakit sementara – hidrosefalus yang mempunyai tekanan normal, tumor otak,
keadaan tiroid, paras vitamin B12 yang rendah, infeksi
i. Keracunan : Alkohol, timah, arsen, thalium dan kekurangan vitamin B1, B6, B12
j. Dan adanya anoxia karena kegagalan proses pernapasan dan kelainan genetik
(Alzheimer DNA).

3. Tanda dan Gejala


Gejala dementia senilis biasanya sesudah umur60 tahun baru timbul gejala-
gejala yang jelas untuk membuat diagnose dementia senilis. Penyakit jasmaniah atau
gangguan emosi yang hebat dapat mempercepat kemunduran mental.
Gejala jasmaniah: kulit menjadi tipis, atrofis dan keriput; berat badan
mengurang, atrofi pada otot-otot, jalannya menjadi tidak stabil;  suara kasar dan
bicaranya menjadi pelan; tremor pada tangan dan kepala.
Gejala psikologik: sering hanya terdapat tanda kemunduran mental umum
(demensia simplex). Tetapi tidak jarang juga terjadi kebingungan dan  delirium, atau
depresi serta agitasi. Ada yang menjadi paranoid. Pada presbiofrenia terutama
terdapat gangguan ingatan serta konfabulasi, dan dapat dianggap sebagai suatu jenis
dementia senilis dengan beberapa gejala yang menonjol yang timbul sedikit lebih
cepat.
Gejala utamanya adalah hilangnya kemampuan mengingat (memori) dan
dengan disertai gejala lainnya seperti gangguan perilaku dan tingkah laku, emosi dan
afeknya seperti misalnya:
o Timbul kegelisahan rasa hati (rasa cemas),
o Gangguan mood (gampang tersinggung),
o Terjadi Depresi,
o Halusinasi,
o Seluruh jajaran fungsi kognitif rusak.
o Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
o Gangguan kepribadian dan perilaku, mood swings
o Defisit neurologik motor & fokal
o Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang
o Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waham & paranoia
o Agnosia, apraxia, afasia
o ADL (Activities of Daily Living)susah
o Kesulitan mengatur penggunaan keuangan
o Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian
o Lupa meletakkan barang penting
o Sulit mandi, makan, berpakaian, toileting
o Pasien bisa berjalan jauh dari rumah dan tak bisa pulang
o Mudah terjatuh, keseimbangan buruk
o Akhirnya lumpuh, inkontinensia urine & alvi
o Tak dapat makan dan menelan
o Koma dan kematian
o Delusi,
o Insight menurun dan kadang-kadang dijumpai berperilaku anti sosial dan jika
terdapat gangguan proses berfikir yang menyebabkan yang bersangkutan sukar
belajar dan menjadi pelupa atas hal-hal yang dipelajarinya.

4. Patofisiologi
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun) adalah adanya
perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-
hari. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada
tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan
dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit
untuk mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka sering kali
menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa pada
usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang
tinggal bersama mereka, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat
yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia
kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah
masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat
saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi
Lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai
berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah
sakit dimana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali
demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua
tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji ddan mengenali gejala
demensia.

Faktor Psikososial

Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh


faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit
maka semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual.
Pasien dengan awitan demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan
diri yang lebih sedikit daripada pasien yang mengalami awitan yang bertahap.
Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan memperburuk gejala. Pseudodemensia
dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan mengeluhkan gangguan
memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan depresi. Ketika
depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis
demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya
pada demensia reversible, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah
lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone
tiroid, kadar asam folat.

b. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah
menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya
masih dipertanyakan.
c. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada
sebagian besar EEG adalah normal.
d. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas,
demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan
meningeal pada CT scan.
e. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang
memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode
bentuk APOE yang berbeda.

6. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
1) Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan
antikoliesterase seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine , Memantine
2) Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet
seperti Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke
otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
3) Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
4) Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi
seperti Sertraline dan Citalopram.
5) Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik
(misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone). Tetapi obat ini kurang
efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat anti-psikotik efektif
diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoid.

b. Dukungan atau Peran Keluarga


1) Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding
dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap
memiliki orientasi.
2) Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa
membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang
berjalan-jalan.
3) Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin,
bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
4) Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan
memperburuk keadaan.
5) Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan
perawatan, akan sangat membantu.

c. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
1) Diet
2) Latihan fisik yang sesuai
3) Terapi rekreasional dan aktifitas
4) Penanganan terhadap masalah-masalah
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
b. Riwayat Kesehatan
c. Status Kesehatan
d. Status kesehatan mental
e. Aspek kognitif, pembelajaran dan memori
f. Perubahan sistem tubuh
- Perubahan kardiovaskuler
- Perubahan sistem pernafasan
- Perubahan integlumen
- Perubahan sistem reproduksi
- Perubahan genitourinaria
- Perubahan gastrointestinal
- Perubahan kebutuhan nutrisi
- Perubahan musculoskeletal
- Perubahan sensorik                       (Brunner & Suddarth, 2001)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan memori berhubungan dengan proses penuaan.
b. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi
neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang
konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas
dengan akurat.
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi
atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi,
gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
d. Perubahan pola tidur  berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai dengan
keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu
menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya
daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
f. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan,
otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
g. Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.

3.      INTERVENSI KEPERAWATAN
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
1
Setelah dilakukan asuhan Latihan memori (1.06188) Observasi
keperawatan selama 3x90 (SIKI, 2018)
1. Agar dapat
menit diharapkan
Observasi mengetahui orientasi
kemampuan mengingat
klien.
pada klien meningkat 1. Identifikasi
dengan kriteria hasil : kesalahan terhadap Terapiutik
orientasi.
1. Klien 2. Agar dapat melatih
mengungkapkan Terapiutik klien mengingat.
kemampuan
mempelajari hal 2. Stimulasi Edukasi

baru. menggunakan
3. Agar Teknik yang
memori pada
digunakan efisien.
2. Klien peristiwa yang baru
mengungkapkan terjadi (seperti
kemampuan menanyakan
mengingat informasi Kembali nama
factual. petugas)

3. Klien Edukasi
mengungkapkan
3. Ajarkan Teknik
kemampuan
memori yang
mengingat perilaku
tepat.
tertentu yang pernah
dilakukan.

4. Klien
mengungkapkan
kemampuan
mengingat peristiwa.

5. Klien dapat
melakukan
kemampuan yang
dipelajari.
2 Setelah diberikan tindakan a.    Kembangkan a.    Mengurangi
keperawatan diharapkan lingkungan yang kecemasan dan emosional.
klien mampu mengenali mendukung dan
perubahan dalam berpikir hubungan klien-perawat
dengan KH: yang terapeutik.
a.     Mampu b.    Pertahankan
memperlihatkan lingkungan yang b.    Kebisingan
kemampuan kognitif untuk menyenangkan dan merupakan sensori
menjalani konsekuensi tenang. berlebihan yang
kejadian yang meningkatkan gangguan
menegangkan terhadap neuron.
emosi dan pikiran tentang c.    Tatap wajah ketika c.    Menimbulkan
diri. berbicara dengan klien. perhatian, terutama pada
klien dengan gangguan
perceptual.
d.   Panggil klien dengan d.   Nama adalah bentuk
namanya. identitas diri dan
menimbulkan pengenalan
terhadap realita dan klien.
b.     Mampu e.    Gunakan suara yang e.    Meningkatkan
mengembangkan strategi agak rendah dan pemahaman. Ucapan
untuk mengatasi anggapan berbicara dengan tinggi dan keras
diri yang negative. perlahan pada klien. menimbulkan stress yg
c.     Mampu mengenali mencetuskan konfrontasi
tingkah laku dan faktor dan respon marah.
3 penyebab.
Setelah diberikan tindakan a.    Kembangkan a.    Meningkatkan
keperawatan diharapkan lingkungan yang suportif kenyamanan dan
perubahan persepsi sensori dan hubungan perawat- menurunkan kecemasan
klien dapat berkurang atau klien yang terapeutik. pada klien.
terkontrol dengan KH: b.    Bantu klien untuk b.    Meningkatkan koping
a.     Mengalami memahami halusinasi. dan menurunkan
penurunan halusinasi. halusinasi.
b.     Mengembangkan c.    Kaji derajat sensori c.    Keterlibatan otak
strategi psikososial untuk atau gangguan persepsi memperlihatkan masalah
mengurangi stress. dan bagaiman hal yang bersifat asimetris
c.     Mendemonstrasikan tersebut mempengaruhi menyebabkan klien
respons yang sesuai klien termasuk kehilangan kemampuan
stimulasi. penurunan penglihatan pada salah satu sisi tubuh.
atau pendengaran.
d.   Ajarkan strategi d.    Untuk menurunkan
untuk mengurangi stress. kebutuhan akan halusinasi
e.    Ajak piknik e.    Piknik menunjukkan
realita dan memberikan
stimulasi sensori yang
menurunkan perasaan
curiga dan halusinasi yang
disebabkan perasaan
terkekang.
sederhana, jalan-jalan
keliling rumah sakit.
Pantau aktivitas.
4 Setelah dilakukan tindakan a.     Jangan a.     Irama sirkadian
keperawatan diharapkan menganjurkan klien tidur (irama tidur-bangun) yang
tidak terjadi gangguan pola siang apabila berakibat tersinkronisasi disebabkan
tidur pada klien dengan efek negative terhadap oleh tidur siang yang
KH : tidur pada malam hari. singkat.
a.    Memahami faktor b.     Evaluasi efek obat b.     Deragement psikis
penyebab gangguan pola klien (steroid, diuretik) terjadi bila terdapat
tidur. yang mengganggu tidur. panggunaan
b.    Mampu menentukan kortikosteroid, termasuk
penyebab tidur inadekuat. perubahan mood,
c.    Melaporkan dapat insomnia.
beristirahat yang cukup. c.     Tentukan kebiasaan  c.     Mengubah pola yang
d.   Mampu menciptakan dan rutinitas waktu tidur sudah terbiasa dari asupan
pola tidur yang adekuat. malam dengan kebiasaan makan klien pada malam
klien(memberi susu hari terbukti mengganggu
hangat). tidur.
d.    Memberikan d.    Hambatan kortikal
lingkungan yang nyaman pada formasi reticular
untuk meningkatkan akan berkurang selama
tidur(mematikan lampu, tidur, meningkatkan
ventilasi ruang adekuat, respon otomatik,
suhu yang sesuai, karenanya respon
menghindari kebisingan). kardiovakular terhadap
suara meningkat selama
tidur.
e.     Buat jadwal tidur e.     Penguatan bahwa
secara teratur. Katakan saatnya tidur dan
pada klien bahwa saat ini mempertahankan
adalah waktu untuk tidur. kesetabilan lingkungan.
5 Setelah diberikan tindakan a.    Identifikasi kesulitan a.    Memahami penyebab
keperawatan diharapkan dalam berpakaian/ yang mempengaruhi
klien dapat merawat perawatan diri, seperti: intervensi. Masalah dapat
dirinya sesuai dengan keterbatasan gerak fisik, diminimalkan dengan
kemampuannya dengan apatis/ depresi, menyesuaikan atau
KH : penurunan kognitif memerlukan konsultasi
a.     Mampu melakukan seperti apraksia. dari ahli lain.
aktivitas perawatan diri b.    Identifikasi b.    Seiring perkembangan
sesuai dengan tingkat kebutuhan kebersihan penyakit, kebutuhan
kemampuan. diri dan berikan bantuan kebersihan dasar mungkin
b.     Mampu sesuai kebutuhan dengan dilupakan.
mengidentifikasi dan perawatan rambut/kuku/
menggunakan sumber kulit, bersihkan kaca
pribadi/ komunitas yang mata, dan gosok gigi.
dapat memberikan c.    Perhatikan adanya c.    Kehilangan sensori
bantuan. tanda-tanda nonverbal dan penurunan fungsi
yang fisiologis. bahasa menyebabkan klien
mengungkapkan
kebutuhan perawatan diri
dengan cara nonverbal,
seperti terengah-engah,
ingin berkemih dengan
memegang dirinya.
d.   Beri banyak waktu d.   Pekerjaan yang tadinya
untuk melakukan tugas. mudah sekarang menjadi
terhambat karena
penurunan motorik dan
perubahan kognitif.
e.    Bantu mengenakan e.    Meningkatkan
pakaian yang rapi dan kepercayaan untuk hidup.
indah.
6 Setelah dilakukan tindakan a.    Kaji derajat a.    Mengidentifikasi
keperawatan diharapkan gangguan kemampuan, risiko di lingkungan dan
Risiko cedera tidak terjadi tingkah laku impulsive mempertinggi kesadaran
dengan KH : dan penurunan persepsi perawat akan bahaya.
a.    Meningkatkan tingkat visual. Bantu keluarga Klien dengan tingkah laku
aktivitas. mengidentifikasi risiko impulsi berisiko trauma
b.     Dapat beradaptasi terjadinya bahaya yang karena kurang mampu
dengan lingkungan untuk mungkin timbul. mengendalikan perilaku.
mengurangi risiko trauma/ Penurunan persepsi visual
cedera. berisiko terjatuh.
c.    Tidak mengalami b.    Hilangkan sumber b.    Klien dengan
cedera. bahaya lingkungan. gangguan kognitif,
gangguan persepsi adalah
awal terjadi trauma akibat
tidak bertanggung jawab
terhadap kebutuhan
keamanan dasar.
c.    Alihkan perhatian c.    Mempertahankan
saat perilaku teragitasi/ keamanan dengan
berbahaya, memenjat menghindari konfrontasi
pagar tempat tidur. yang meningkatkan  risiko
terjadinya trauma.
d.   Kaji efek samping d.   Klien yang tidak dapat
obat, tanda keracunan melaporkan tanda/gejala
(tanda ekstrapiramidal, obat dapat menimbulkan
hipotensi ortostatik, kadar toksisitas pada
gangguan penglihatan, lansia. Ukuran dosis/
gangguan penggantian obat
gastrointestinal). diperlukan untuk
mengurangi gangguan.
e.    Hindari penggunaan e.    Membahayakan klien,
restrain terus-menerus. meningkatkan agitasi dan
Berikan kesempatan timbul risiko fraktur pada
keluarga tinggal bersama klien lansia (berhubungan
klien selama periode dengan penurunan kalsium
agitasi akut. tulang).
7 Setelah dilakukan tindakan a.     Beri dukungan a.     Motivasi terjadi saat
keperawatan diharapkan untuk penurunan berat klien mengidentifikasi
klien mendapat nutrisi badan. kebutuhan berarti.
yang seimbang dengan b.     Awasi berat badan b.     Memberikan umpan
KH: setiap minggu. balik/ penghargaan.
a.     Mengubah pola c.     Kaji pengetahuan c.     Identifikasi kebutuhan
asuhan yang benar keluarga/ klien mengenai membantu  perencanaan
b.     Mendapat diet nutrisi kebutuhan makanan. pendidikan.
yang seimbang. d.    Usahakan/ beri d.    Klien tidak mampu
c.     Mendapat kembali bantuan dalam memilih menentukan pilihan
berat badan yang sesuai. menu. kebutuhan nutrisi.

e.     Beri Privasi saat e.     Ketidakmampuan


kebiasaan makan menerima dan hambatan
menjadi masalah. sosial dari kebiasaan
makan berkembang seiring
berkembangnya penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah .Vol 1 & 2. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati. EGC : Jakarta.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku :  Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta
Nugroho, Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.
Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.2006
Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.
Sumber : http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-pada-lansia-3/

Anda mungkin juga menyukai