Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMENSIA

DI SUSUN OLEH

MUHAMAD YAMIN
18170100037

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMENSIA
1 Definisi
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi atau keadaan yang
terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan interpretasi atas
komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu.
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif
antara lain intelegensi,belajar dan daya ingat, bahasa,pemecahan masalah, orientasi,
persepsi,perhatian dan konsentrasi, penyesuaian dan kemampuan bersosialisasi (Corwin,
2009).
2 Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3 golongan
besar yaitu :
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal kelainan
yaitu: terdapat pada tingkat sub seluler atau secara biokimiawi pada system enzim,
atau pada metabolisme.
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya:
1 Penyakit degenerasi spino-serebelar
2 Subakut leuko-esefalitis sklerotik fan bogaert
3 Khorea Hungtington
c. Sindrome demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan ini
diantranya:
1 Penyakit cerrebro kardiovaskuler
2 Penyakit-penyakit metabolik
3 Gangguan nutrisi
4 Akibat intoksikasi menahun
3 Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan
menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi disusunan saraf pusat yaitu
berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10% pada penuaan antara umur 30 sampai 70
tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan diatas merupakan kondisi-kondisi
yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.
Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta gangguan
nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung dapat
menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark,
inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan mengganggu
fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.
Disamping itu, kadar neurotransmiter diotak yang diperlukan untuk proses konduksi
saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungs ikognitif (daya
ingat,daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi
pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi area yang
terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat
berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut
demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).
4 Manifestasi Klinik
Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :
1 Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.
2 Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
3 Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).
4 Defisit neurologi dan fokal.
5 Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
6 Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
7 Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)
8 Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
9 Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.
10 Lupa meletakkan barang penting.
11 Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.
12 Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.
13 Tidak dapat makan dan menelan.
14 Inkontinensia urine
15 Dapat berjalan jauh dari rumah dan tidak bisa pulang.
16 Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi
bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
17 Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun,
tempat penderita demensia berada
18 Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita
yang sama berkali-kali
19 Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama
televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan
gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa
perasaan-perasaan tersebut muncul.
20 Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
5 Komplikasi
Demensia dapat merusak fungsi sistem tubuh dan berpotensi mengakibatkan komplikasi
jika tidak diobati dengan tepat, seperti:
1 Pneumonia, disebabkan oleh tersedaknya makanan di saluran pernapasan dan paru
akibat kesulitan menelan.
2 Kekurangan nutrisi, disebabkan oleh kesulitan mengunyah dan menelan makanan.
3 Penurunan fungsi tubuh, mengakibatkan penderita bergantung pada orang lain untuk
aktivitas sehari-hari.
4 Kematian, khususnya pada penderita demensia progresif tahap akhir dikarenakan
infeksi yang dialaminya.
6 Penatalaksanaan
1 Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase
seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine , Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin ,
Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga
memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi seperti
Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik (misalnya
Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone). Tetapi obat ini kurang efektif dan
menimbulkan efek samping yang serius. Obat anti-psikotik efektif diberikan
kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoid.
2 Dukungan atau Peran Keluarga
a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan
angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki
orientasi.
b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa membantu
mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang berjalan-jalan.
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa
memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan
memperburuk keadaan.
e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan perawatan,
akan sangat membantu.
3 Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah-masalah
7 Pemeriksaan Penunjang
1 Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia
reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan
hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah
lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone
tiroid, kadar asam folat
2 Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah
menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih
dipertanyakan.
3 Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian
besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran
perlambatan difus dan kompleks periodik.
4 Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang
dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia
presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal
pada CT scan.
5 Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang
memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk
APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang
demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian
genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.
6 Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-hari
/ fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan
demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup
atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving.
Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan
untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya syarat pemeriksaan
neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
b. Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan demensia.
7 Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah test
yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003 ;Boustani,2003
;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif untuk mendeteksi gangguan memori
ringan. (Tang-Wei,2010) Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang
paling sering dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam
mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan
kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap abnormal dan
mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan
tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2010). Penyandang dengan pendidikan yang
rendah dengan nilai MMSE paling rendah 24 masih dianggap normal, namun nilai
yang rendah ini mengidentifikasikan resiko untuk demensia. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003). Pada penelitian Crum R.M 1993 didapatkan median skor MMSE
adalah 29 untuk usia 18-24 tahun, median skor 25 untuk yang > 80 tahun, dan median
skor 29 untuk yang lama pendidikannya >9 tahun, 26 untuk yang berpendidikan 5-8
tahun dan 22 untuk yang berpendidikan 0-4 tahun.Clinical Dementia Rating (CDR)
merupakan suatu pemeriksaan umum pada demensia dan sering digunakan dan ini
juga merupakan suatu metode yang dapat menilai derajat demensia ke dalam beberapa
tingkatan. (Burns,2002). Penilaian fungsi kognitif pada CDR berdasarkan 6 kategori
antara lain gangguan memori, orientasi, pengambilan keputusan, aktivitas
sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi, perawatan diri. Nilai yang dapat pada
pemeriksaan ini adalah merupakan suatu derajat penilaian fungsi kognitif yaitu; Nilai
0, untuk orang normal tanpa gangguan kognitif. Nilai 0,5, untuk Quenstionable
dementia. Nilai 1, menggambarkan derajat demensia ringan, Nilai 2, menggambarkan
suatu derajat demensia sedang dan nilai 3, menggambarkan suatu derajat demensia
yang berat. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003, Golomb,2009)
8 Asuhan Keperawatan
1 Pengkajian
Tanda dan Gejala yang ditemukan pada saat melakukan pengkajian pada pasien
dengan demensia adalah sebagai berikut :
a) Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
b) Pelupa
c) Sering mengulang kata-kata
d) Tidak mengenal dimensi waktu, misalnya tidur di ruang makan
e) Cepat marah dan sulit di atur.
f) Kehilangan daya ingat
g) Kesulitan belajar dan mengingat informasi baru
h) Kurang konsentrasi
i) Kurang kebersihan diri
j) Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
k) Tremor
l) Kurang koordinasi gerakan.
m)
2 Analisa Data
Data subyektif:
1. Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi.
2. Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu
Data obyektif:
1. Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah,tempat dan objek yang
sudah dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya.
2. Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya.
3. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara penderita menggunakan kata-kata
yang lebih sederhana, menggunakan kata- kata yang tidak tepat atau tidak mampu
menemukan kata-kata yang tepat.
3 Dignosa keperawatan
1 Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas,
mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga,
dan tingkah laku agresif.
2 Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi
neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi,
tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
3 Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau
integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan
tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
4 Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai dengan
keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu
menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
5 Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya daya
tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan aktivitas
sehari-hari.
6 Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan,
otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
7 Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.
4 Intervensi

No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Rasional
Dx NIC NOC
1 Setelah diberikan tindakan  Jalin hubungan saling mendukung dengan  Untuk membangan kepercayaan dan rasa nyaman.
keperawatan diharapkan klien klien.
dapat beradaptasi dengan  Orientasikan pada lingkungan dan rutinitas  Menurunkan kecemasan dan perasaan terganggu.
perubahan aktivitas sehari- hari baru.
dan lingkungan dengan KH :  Kaji tingkat stressor (penyesuaian diri,  Untuk menentukan persepsi klien tentang kejadian
 mengidentifikasi perubahan perkembangan, peran keluarga, akibat dan tingkat serangan.
 mampu beradaptasi pada perubahan status kesehatan)
 Konsistensi mengurangi kebingungan dan
perubahan lingkungan dan  Tentukan jadwal aktivitas yang wajar dan
aktivitas kehidupan sehari- meningkatkan rasa kebersamaan.
masukkan dalam kegiatan rutin.
hari  Berikan penjelasan dan informasi yang
 Menurunkan ketegangan, mempertahankan rasa saling
 cemas dan takut berkurang menyenangkan mengenai kegiatan/
percaya, dan orientasi.
 membuat pernyataan yang peristiwa.
positif tentang lingkungan
yang baru.
No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Rasional
Dx NIC NOC
2 Setelah diberikan tindakan  Kembangkan lingkungan yang mendukung  Mengurangi kecemasan dan emosional.
keperawatan diharapkan klien dan hubungan klien-perawat yang
mampu mengenali perubahan terapeutik.
dalam berpikir dengan KH:  Pertahankan lingkungan yang  Kebisingan merupakan sensori berlebihan yang
 Mampu memperlihatkan menyenangkan dan tenang. meningkatkan gangguan neuron.
kemampuan kognitif untuk  Tatap wajah ketika berbicara dengan klien.  Menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan
menjalani konsekuensi gangguan perceptual.
kejadian yang menegangkan  Panggil klien dengan namanya.  Nama adalah bentuk identitas diri dan menimbulkan
terhadap emosi dan pikiran pengenalan terhadap realita dan klien.
tentang diri.  Gunakan suara yang agak rendah dan  Meningkatkan pemahaman. Ucapan tinggi dan keras
 Mampu mengembangkan berbicara dengan perlahan pada klien. menimbulkan stress yg mencetuskan konfrontasi dan
strategi untuk mengatasi respon marah.
anggapan diri yang negative.
 Mampu mengenali tingkah
laku dan faktor penyebab.
No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Rasional
Dx NIC NOC
3 Setelah diberikan tindakan  Kembangkan lingkungan yang suportif dan  Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan
keperawatan diharapkan hubungan perawat-klien yang terapeutik. kecemasan pada klien.
perubahan persepsi sensori klien  Bantu klien untuk memahami halusinasi.  Meningkatkan koping dan menurunkan halusinasi.
dapat berkurang atau terkontrol  Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi  Keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang
dengan KH: dan bagaiman hal tersebut mempengaruhi bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan
 Mengalami penurunan klien termasuk penurunan penglihatan atau kemampuan pada salah satu sisi tubuh.
halusinasi. pendengaran.
 Mengembangkan strategi  Ajarkan strategi untuk mengurangi stress.  Untuk menurunkan kebutuhan akan halusinasi.
psikososial untuk  Ajak piknik sederhana, jalan-jalan keliling  Piknik menunjukkan realita dan memberikan stimulasi
mengurangi stress. rumah sakit. Pantau aktivitas. sensori yang menurunkan perasaan curiga dan
 Mendemonstrasikan respons halusinasi yang disebabkan perasaan terkekang.
yang sesuai stimulasi.
No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Rasional
Dx NIC NOC
4 Setelah dilakukan tindakan  Jangan menganjurkan klien tidur siang  Irama sirkadian (irama tidur-bangun) yang
keperawatan diharapkan tidak apabila berakibat efek negative terhadap tersinkronisasi disebabkan oleh tidur siang yang
terjadi gangguan pola tidur pada tidur pada malam hari. singkat.
klien dengan KH :  Evaluasi efek obat klien (steroid, diuretik)  Deragement psikis terjadi bila terdapat panggunaan
 Memahami faktor penyebab yang mengganggu tidur. kortikosteroid, termasuk perubahan mood, insomnia.
gangguan pola tidur.  Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu  Mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan
 Mampu menentukan tidur malam dengan kebiasaan klien pada malam hari terbukti mengganggu tidur.
penyebab tidur inadekuat. klien(memberi susu hangat).
 Melaporkan dapat  Memberikan lingkungan yang nyaman  Hambatan kortikal pada formasi reticular akan
beristirahat yang cukup. untuk meningkatkan tidur(mematikan berkurang selama tidur, meningkatkan respon otomatik,
 Mampu menciptakan pola lampu, ventilasi ruang adekuat, suhu yang karenanya respon kardiovakular terhadap suara
tidur yang adekuat. sesuai, menghindari kebisingan). meningkat selama tidur.
 Buat jadwal tidur secara teratur. Katakan  Penguatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan
pada klien bahwa saat ini adalah waktu kesetabilan lingkungan.
untuk tidur.
No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Rasional
Dx NIC NOC
5 Setelah diberikan tindakan  Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/  Memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi.
keperawatan diharapkan klien perawatan diri, seperti: keterbatasan gerak Masalah dapat diminimalkan dengan menyesuaikan
dapat merawat dirinya sesuai fisik, apatis/ depresi, penurunan kognitif atau memerlukan konsultasi dari ahli lain.
dengan kemampuannya dengan seperti apraksia.
KH :  Identifikasi kebutuhan kebersihan diri dan  Seiring perkembangan penyakit, kebutuhan kebersihan
 Mampu melakukan aktivitas berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan dasar mungkin dilupakan.
perawatan diri sesuai dengan perawatan rambut/kuku/ kulit, bersihkan
tingkat kemampuan. kaca mata, dan gosok gigi.
 Kehilangan sensori dan penurunan fungsi bahasa
 Mampu mengidentifikasi dan
menyebabkan klien mengungkapkan kebutuhan
menggunakan sumber
perawatan diri dengan cara nonverbal, seperti
pribadi/ komunitas yang
terengah-engah, ingin berkemih dengan memegang
dapat memberikan bantuan.
dirinya.
 Pekerjaan yang tadinya mudah sekarang menjadi
 Perhatikan adanya tanda-tanda nonverbal
terhambat karena penurunan motorik dan perubahan
yang fisiologis.
kognitif.
 Meningkatkan kepercayaan untuk hidup.
 Beri banyak waktu untuk melakukan tugas.
 Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan
indah.
No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Rasional
Dx NIC NOC
6 Setelah dilakukan tindakan  Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah  Mengidentifikasi risiko di lingkungan dan
keperawatan diharapkan Risiko laku impulsive dan penurunan persepsi mempertinggi kesadaran perawat akan bahaya. Klien
cedera tidak terjadi dengan KH : visual. Bantu keluarga mengidentifikasi dengan tingkah laku impulsi berisiko trauma karena
 Meningkatkan tingkat risiko terjadinya bahaya yang mungkin kurang mampu mengendalikan perilaku. Penurunan
aktivitas. timbul. persepsi visual berisiko terjatuh.
 Dapat beradaptasi dengan  Hilangkan sumber bahaya lingkungan.  Klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi
lingkungan untuk  Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi/ adalah awal terjadi trauma akibat tidak bertanggung
mengurangi risiko trauma/ berbahaya, memenjat pagar tempat tidur. jawab terhadap kebutuhan keamanan dasar.
cedera.  Kaji efek samping obat, tanda keracunan  Mempertahankan keamanan dengan menghindari
 Tidak mengalami cedera. (tanda ekstrapiramidal, hipotensi ortostatik, konfrontasi yang meningkatkan risiko terjadinya
gangguan penglihatan, gangguan trauma.
gastrointestinal).  Klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat
 Hindari penggunaan restrain terus-menerus. dapat menimbulkan kadar toksisitas pada lansia.
Berikan kesempatan keluarga tinggal Ukuran dosis/ penggantian obat diperlukan untuk
bersama klien selama periode agitasi akut. mengurangi gangguan.
 Membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan
timbul risiko fraktur pada klien lansia (berhubungan
dengan penurunan kalsium tulang).
No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Rasional
Dx NIC NOC
7 Setelah dilakukan tindakan  Beri dukungan untuk penurunan berat  Motivasi terjadi saat klien mengidentifikasi kebutuhan
keperawatan diharapkan klien badan. berarti
mendapat nutrisi yang seimbang  Awasi berat badan setiap minggu.  Memberikan umpan balik/ penghargaan.
dengan KH:  Kaji pengetahuan keluarga/ klien mengenai  Identifikasi kebutuhan membantu perencanaan
 Mengubah pola asuhan yang kebutuhan makanan pendidikan.
benar  Usahakan/ beri bantuan dalam memilih  Klien tidak mampu menentukan pilihan kebutuhan
 Mendapat diet nutrisi yang menu. nutrisi.
seimbang.  Beri Privasi saat kebiasaan makan menjadi  Ketidakmampuan menerima dan hambatan sosial dari
 Mendapat kembali berat masalah. kebiasaan makan berkembang seiring berkembangnya
badan yang sesuai. penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah .Vol 1 & 2. EGC :
Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati. EGC : Jakarta.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta
Nugroho, Wahjudi. 2010. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.
Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.2009
Stanley,Mickey. 2010. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.
Sumber : http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-pada-lansia-3/
Arjatmo, (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Brunner & Suddart, (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Capernito, (2010). Diagnosa Keperawatan, edisi 8. Jakarta: EGC
Doengoes, (210). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Prince, Loraine M. Wilson, (2010). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, edisi 4.
Jakarta: EGC
Corwin, J. Elizabeth, (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai