Anda di halaman 1dari 23

KARYA ILMIAH NERS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DEMAM TIFOID

DAN MASALAH KEPERAWATAN HIPERTERMIA DI RUANG ......

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN JAKARTA 2020

Karya Ilmiah Ners Ini Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Ners (Ns)

Disusu Oleh :

KURNIA FADILA

18190000042

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam

bidang kesehatan yang saat ini terjadi di Indonesia. Derajat kesehatan anak

mencerminkan derajat kesehatan bangsa, karena anak sebagai generasi penerus

bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan

pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak

diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Hidayat,

2012).

Demam merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan suhu tubuh

diatas normal. Rentang suhu tubuh seseorang dikatakan hipotermi terjadi <36,5,

normal 36,5-37,5, dan dikatakan hipertermi >37,5 (Dzulfaijah, 2017).

Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat

peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus Sebagian besar demam pada

pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus. Penyakit-penyakit yang ditandai

dengan adanya demam dapat menyerang sistem tubuh. Selain itu demam mungkin

berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan nonspesifik

dalam membantu pemulihan atau terhadap infeksi (Sodikin, 2012).

Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi sistemik yang

bersifat akut, yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi, dengan tanda gejala
demam lebih dari satu minggu, menggigil, sakit kepala atau pusing, dan terdapat

gangguan pada saluran cerna (Nurarif & Kusuma, 2015).

Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan

gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan dan

dapat menurunkan tingkat kesadaran. Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi

sistemik yang bersifat akut. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhi.

Salmonella typhi (S. typhi) merupakan kuman pathogen penyebab demam tifoid,

yaitu suatu penyakit infeksi sistemik dengan gambaran demam yang berlangsung

lama, adanya bacteremia disertai inflamasi yang dapat merusak usus dan organ-

organ hati. ( Martha Ardiaria, 2019).

Data dari World Health Organization (WHO) (2012) memperkirakan

jumlah kasus demam thypoid di dunia mencapai 16-33 juta kasus dengan 500-600

ribu kematian yang terjadi setiap tahunnya dan 70% dari kematian tersebut terjadi

di Asia (Wardiyah, Setiawan, & Romayati, 2016).

Angka kejadian demam thypoid masih menjadi masalah yang penting

dalam kesehatan terutama di berbagai negara yang masih berkembang. Di

Indonesia terdapat 800 penderita per 100.000 penduduk setiap tahun (Saputra,

Majid, & Bahar, 2017). Kasus demam thypoid di Indonesia lebih tinggi

dibandingkan dengan negara- negara berkembang lain khususnya di daerah tropis

yaitu sekitar 80-90%, 600.000-1,3 juta kasus dengan lebih dari 20 ribu kematian

setiap tahunnya (Setyowati, 2017).

Profil kesehatan Indonesia (2016) mengungkapkan bahwa kasus demam

thypoid masih menempati urutan yang ke 3 dari 10 penyakit terbanyak yang ada
di rumah sakit rawat inap yaitu sebesar 41.081 kasus dan sebanyak 276 kasus

meninggal dunia (Indrayanti, 2017). Diperkirakan dari angka kematian yang

terjadi sekitar 6-5% disebabkan karena keterlambatan mendapatkan pengobatan

serta kurang sempurnanya proses pengobatan yang dilakukan (Saputra, Majid, &

Bahar, 2017).

Dampak dari demam yang dapat membahayakan anak antara lain

dehidrasi, kekurangan oksigen, kerusakan neurologis, dan kejang demam/ febrile

convulsions. Demam harus ditangani dengan benar agar terjadinya dampak negatif

menjadi minimal (Arisandi, 2012).

Menurunkan atau mengendalikan dan mengontrol demam pada anak

dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dapat dilakukan dengan

pemberian antipiretik (farmakologik). Antipiretik bekerja secara sentral

menurunkan pusat pengatur suhu di hipotalamus, yang diikuti respon fisiologis

termasuk penurunan produksi panas, peningkatan aliran darah ke kulit, serta

peningkatan pelepasan panas melalui kulit dengan radiasi, konveksi, dan

penguapan. Namun penggunaan antipiretik memiliki efek samping yaitu

mengakibatkan spasme bronkus, peredaran saluran cerna, penurunan fungsi ginjal

dan dapat menghalangi supresi respons antibodi serum (Sumarmo, 2010).

Antipiretik (parasetamol dan ibuprofen) tidak harus secara rutin digunakan

dengan tujuan tunggal untuk mengurangi suhu tubuh pada anak dengan demam

(NICE Clinical Guidelines, 2007).


Selain penggunaan obat antipiretik, penurunan suhu tubuh dapat dilakukan

secara fisik (non farmakologik) yaitu dengan penggunaan energi panas melalui

metoda konduksi dan evaporasi. Dari hasil berbagai penelitian, obat tradisional

terbukti memiliki efek samping yang minim bahkan tanpa menimbulkan efek

samping, karena bahan kimia yang terkandung dalam tanaman obat tradisional

sebagian besar dapat dimetabolisme oleh tubuh (Tusilawati, 2010).

Salah satu tanaman obat yang dapat digunakan untuk mengendalikan

demam adalah bawang merah (Allium Cepa var. ascalonicum). Bawang Merah

Mengandung kandungan minyak atsiri, sikloaliin, metilaliin, kaemferol, kuersetin,

dan floroglusin. Kegunaan: mengobati demam pada anak Untuk menurunkan

demam, parut bawang merah secukupnya, balurkan di tubuh bayi/ anak. (Puji

Lestari, 2016).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk

melaksanakan asuhan keperawatan yang dituangkan dalam bentuk karya tulis

ilmiah Ners dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Anak yang Mengalami

Demam Typhoid dengan Hipertermia di Ruang ...... RSUP PERSAHABATAN

Jakarta.

1.2 Rumusan Masalah

Implementasi Kompres Bawang Merah pada pasien Demam Typhoid

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Menggambarakan asuhan keperawatan pada pasien Demam Tyhpoid.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada pasien Demam Tyhpoid
2. Mengidentifikasi masalah keperawatan pada saat melakukan pengkajian
pada pasien Demam Tyhpoid
3. Membuat intervensi keperawatan pada pasien demam tyhpoid dengan
tehnik kompres bawang merah
4. Mengaplikasikan tehnik kompres bawah merah pada pasien Demam
Tyhpoid
5. Mengevaluasi pengaruh kompres bawang merah pada pasien Demam
Tyhpoid

1.4 Manfaat Penulisan


1. Bagi ilmu keperawatan
a. Sebaagi masukan bagi bidang keperawatan khusunya keperawatan
anak dan keperawatan kritis dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien yang mengalami Demam Tyhpoid
b. Sebagai sumbangan ilmiah dan masukan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan khususnya tentang pengaruh kompres bawang merah
terhadap pasien Demam Tyhpoid
2. Bagi peneliti
Pengalaman yang berharga bagi peneliti dan menambah wawasan,
pengetahuan dan pengalaman serta mengembangkan diri khusunya dalam
bidang penelitian keperawatan anak
3. Bagi perawat
Pengetahuan yang bermanfaat bagi perawat untuk memberikan intervensi
berupa kompres bawang merah kepada pasien deman typhoid.
4. Bagi masyarakat
Pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat untuk melakukan latihan
kompres bawang merah pada pasien demam typhoid
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Demam Tyhpoid


2.1.1 Definisi Demam Tyhpoid
Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi

sistemik yang bersifat akut, yang disebabkan oleh bakteri Salmonella

thypi, dengan tanda gejala demam lebih dari satu minggu, menggigil,

sakit kepala atau pusing, dan terdapat gangguan pada saluran cerna

(Nurarif & Kusuma, 2015)

Demam tifoid adalah penyakit demam akut yang

disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella enterica khususnya

turunannya, Salmonella typhi (Alba, et al., 2016). Namun dapat pula

disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, Salmonella typhi B, dan

Salmonella paratyphi C.

Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus

halus dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan

gangguan pencernaan dan dapat menurunkan tingkat kesadaran.

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang bersifat

akut. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhi. Gejala klinis dari

demam tifoid yaitu demam berkepanjangan. (Martha Ardiaria, 2019).

2.1.2 Patofisiologi

Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut

melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh salmonella

(biasanya ˃10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan


oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika

respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil

salmonella akan menembus selsel epitel (sel m) dan selanjutnya

menuju lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak

peyeri di ileum distal dan kelenjar getah bening mesenterika. Jaringan

limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami

hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui

duktus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial

tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi

portal dari usus. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi

limfosit, zat plasma, dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis

fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini, kuman

salmonella thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,

sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua yang disertai tanda dan

gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit

perut, instabilitas vaskuler dan gangguan mental koagulasi).

Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di

sekitar plak peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia.

Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa

usus, dan mengakibatkan perforasi. Endotoksin basil menempel di

reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi,

seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernafasan, dan

gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit,


terjadi hiperplasia plak peyeri, di susul kembali, terjadi nekrosis pada

minggu ke dua dan ulserasi plak peyeri 10 pada mingu ke tiga.

selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan

ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut). Sedangkan

penularan salmonella thypi dapat di tularkan melalui berbagai cara,

yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari

tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses.

(Lestari Titik, 2016).

2.1.3 Manifestasi klinis

Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada

orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika

infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman

yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan

gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala,

pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang

biasanya di temukan, yaitu: (Lestari Titik, 2016)

1. Demam

Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat

febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama,

suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi

hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu

ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.

2. Gangguan pada saluran pencernaan


Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan

pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, ujung

dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat di temukan keadaan

perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan

peradangan.

3. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai

samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali

penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala

yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak

dapat ditemukan reseol, yaitu bintikbintik kemerahan karena

emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu

pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan

epistaksis.

4. Relaps Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam

thypoid, akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat.

Terjadinya pada minggu kedua setelah suhu badan normal

kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi

karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat

dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.

2.1.4 Etiologi

Etiologi Typus abdominalis adalah Salmonella Typhy,

Salmonella Paratyphi A, Salmonella Paratyphi B, Salmonella


Paratyphi C, penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella

Typhosa / Eberthella Typhosa yang merupakan kuman negative, motil

dan tidak menghasulkan spora. Kuman ini dapat hidup banyak sekali

pada suhu tubuh manusia maupun suhu tubuh yang lebih rendah

sedikit serta mati pada suhu 70̊ C maupun oleh antiseptic. Sampai saat

ini diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia. Salmonella

Typhosa mempunyai 3 macan antigen yaitu :

a) Antigen O = Ohne Hauch = Stomatik antigen (tidak menyerang)

b) Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat

termilabil.

c) Antigen V1 = Kapsul : merupakan kapsul yang meliputi tubuh

kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis.

(Wijaya,2013)

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah

pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :

1) Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam

typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi

kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada

kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada

sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan

kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada


komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan

jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

2) Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam

typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup

kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan

hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :

a) Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda

dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh

perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu

pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam

tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

b) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama

positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-

minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah

dapat positif kembali.

c) Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau

dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini

dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

d) Pengobatan dengan obat anti mikroba


Bila klien sebelum pembiakan darah sudah

mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam

media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

3) Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan

antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap

salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid

juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen

yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella

yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari

uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam

serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi

oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin

yaitu :

a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O

(berasal dari tubuh kuman).

b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H

(berasal dari flagel kuman).

c) Aglutinin V1, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi

(berasal dari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang

ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin

besar klien menderita typhoid.


Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody

terhadap kuman Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila

terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang

5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali

pemeriksaan) Gall kultur dengan media carr empedu merupakan

diagnosa pastidemam typhoid bila hasilnya positif, namun

demikian, bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan

kemungkinan typhoid, karena beberapa alasan, yaitu pengaruh

pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. maka

diagnosis klinis Demam Typhoid diklasifikasikan atas:

a) Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik

didapatkan gejala demam, gangguan saluran cerna, gangguan

pola buang air besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam

tifoid belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada

pelayanan kesehatan dasar.

b) Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau

hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran laboraorium

yang menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H >

1/160 satu kali pemeriksaan).

c) Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan Salmonella Thypi

pada pemeriksaan biakan atau positif Salmonella Thypi pada

pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat


(pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H

> 1/640 (pada pemeriksaan sekali) (Wijaya,2013).

2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Demam Typhoid

2.2.1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama di dalam

memberikan asuhan keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data tentang

status kesehatan pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan

berkesinambungan. Pengumpulan data ini juga harus dapat menggambarkan

status kesehatan klien dan kekuatan masalah-masalah yang dialami oleh

klien. (Hutahaean Serri, 2010).

Menurut sodikin 2012 pengkajian pada anak demam typhoid antara

lain:

1. Identifikasi, sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun

2. Keluhan utama

Berupa perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kapala, pusing

dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama

selama masa inkubasi). Pada kasus yang khas, demam berlangsung

selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhu tubuhnya tidak

tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-

angsur baik setiap harinya biasanya menurun pada pagi hari dan

meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua,

pasien terus berada dalam keadaan demam. Saat minggu ke tiga,


suhu beragsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ke tiga.

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada dalam

kedaaan yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi stupor, koma,

atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat

mendapatkan pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut

mungkin terdapat gejala lainnya. Kadang-kadang ditemukan pula

bradikardia dan epitaksis pada anak besar.

3. Pemeriksaan fisik

1) Kepala Melihat kebersihan kulit kepala, distribusi rambut merata

dan warna rambut.

2) Wajah, melihat ke semetrisan kiri dan kanan.

3) Mata, terlihat sklera putih, konjuntiva merah muda, dan reflek

pupil mengecil ketika terkena sinar.

4) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering,

dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor,

sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan dan jarang

disertai tremor.

5) Leher, tidak adanya distensi vena jugularis.

6) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa

terjadi konstipasi, atau mungkin diare atau normal.

7) Hati dan limfe membesar disertai dengan nyeri pada perabaan

8) Ektermitas, pergerakan baik antara kiri dan kanan.


9) Integumen, akral teraba hangat dan terdapat pada punggung dan

anggota gerak dapat ditemukan reseola (bintik-bintik kemerahan

karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan

pada minggu pertama demam).

2.2.2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data

subjektif dan objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian

untuk menegakkan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan

melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan

dari klien, keluarga, rekam medis, dan pemberi pelayanan kesehatan

yang lain. (Hutahaean Serri, 2010) Berdasarkan Nanda NIC NOC

2016 diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.

3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan

mengabsorbsi nutrisi.

4. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan

cairan.

5. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,

lingkungan yang asing, prosedur-prosedur tindakan.

6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake

yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.

2.2.3.Intervensi
Berdasarkan NANDA NIC NOC 2016, intervesi keperawatan antara

lain adalah:

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh

normal

Kriteria hasil :

a. Suhu tubuh dalam rentang normal, antara 36,5 - 37,5 derajat

celsius.

b. Nadi dan pernafasan dalam rentang normal.

c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.

Rencana Tindakan

a. Kaji warna kulit

b. Monitor suhu tubuh

c. Monitor TD, N dan RR

d. Identifikasi adanya penurunan tingkat kesadaran.

e. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

f. Beri kompres bawang merah pada sekitar axilla dan lipatan

paha.

g. Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat.

h. Kolaborasi pemberian oabt antiperetik.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat

teratasi

Kriteria hasil :

a. Mampu mengontrol nyeri

b. Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan menegemen

nyeri.

c. Mampu mengenali nyeri.

d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Rencana Tindakan:

a. Lakukakan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi.

b. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.

c. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

nyeri pasien.

d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti

suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.

e. Ajarkan tehnik non farmakologi

f. . Kolaborasi pemberin obat analgetik

3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan

mengabsorbsi nutrisi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat

teratasi
Kriteria hasil :

a. Adanya peningkatan berat badan.

b. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak ada tanda

malnutrisi.

c. Tidak terjadi penurunan berat badan berarti.

Rencana Tindakan:

a. Kaji adanya alergi makanan.

b. Monitor adanya penurunan berat badan.

c. Monitor interaksi anak dengan orang tua

d. Monitor kulit kering, turgor kulit.

e. Catat jika ada mual dan muntah.

f. Anjurkan makan sedikit tapi sering

g. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan

nutrisi yang dibutuhkan.

4. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan cairan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan asupan cairan

dapat terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Mempertahankan bentuk feses yang lunak 1-3 hari.

b. Bebas dari ketidaknyamanaan dari konstipasi.

c. Feses lunak dan berbentuk.

d. Mengidentifikasi indikator untuk mencegah konstipasi.

Rencana Tindakan:
a. Identfikasi faktor penyebab dari konstipasi.

b. Monitor bising usus.

c. Monitor feses, frekuensi, konsistensi dan volume.

d. Anjurkan klien/keluarga untuk mencatat warna, volume,

frekuensi dan konsistensi tinja.

e. Kolaborasi pemberian obat laktasif.

5. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,

lingkungan asing, prosedur-prosedur tindakan.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas dapat

teratasi

Kriteria hasil :

a. Anak istirahat dengan tenang

b. Anak mendiskusikan prosedur dan aktivitas tanpa adanya

kecemasan

Rencana Tindakan:

a. Gunakan pendekatan yang menenangkan.

b. Pertahankan sikap yang tenang dan menyakinkan

c. Jelaskan prosedur dan aktivitas kain sebelum memulai.

d. Jawab pertayaan dan jelaskan tujuan aktivitas

e. Anjurkan orang terdeekat bagi anak untuk tetap bersama anak

sebanyak mungkin.

f. Memenuhi kebutuhan bermain


6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake

yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan cairan dapat

terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Tekanan darah nadi, suhu tubuh dalam batas normal.

b. Tidak ada tandatanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,

membram mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang

berlebihan.

Rencana Tindakan:

a. Kaji status cairan termasuk intake dan output.

b. Monitor vital sign.

c. Monitor status dehidrasi (kelembaban membran mukosa).

d. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.

e. . Kolaborasi pemberian berikan cairan IV

2.2.4. Implementasi

Implementasi adalah proses membantu pasien untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Tahap ini dimulai setelah rencana tindakan

disusun. Perawat mengimplementasi tindakan yang telah diindentifikasi

dalam rencana asuhan keperawtan. Dimana tujuan implementasi

keperawatan adalah meningkatkan kesehatan klien, mencegah penyakit,

pemulihan dan memfasilitasi koping klien (Hutahaean Serri, 2010). Dalam

implementasi rencana tindakan keperawatan pada anak demam typhoid


adalah mengkaji keadaan klien, melibatkan keluarga dalam pemberian

kompres hangat, menganjurkan klien memakai pakaian tipis, mengobservasi

reaksi non verbal, mengkaji intake dan output klien, dan membantu keluarga

dalam memberikan asupan kepada klien.

2.2.5.Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan

tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang

menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan

pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat mengevaluasi kemajuan

pasien terhadap tindakan keperawtan dalam mencapai tujuan dan merevisi

data dasar dan perencanaan (Hutahaean Serri, 2010). Tujuan evaluasi adalah

untuk melihat kemampuan klien dalam mecapai tujuan.

2.3 Kompres Bawang Merah


Bawang Merah Mengandung kandungan minyak atsiri, sikloaliin,

metilaliin, kaemferol, kuersetin, dan floroglusin. Kegunaan: mengobati

demam pada anak Untuk menurunkan demam, parut bawang merah

secukupnya, balurkan di tubuh bayi/ anak . (Puji Lestari, 2016).

Anda mungkin juga menyukai