Pendahuluan
Demensia adalah suatu kondisi penurunan fungsi mental-intelektual
(kognitif) yang progresif, yang dapat disebabkan oleh penyakit penyakit
organis difus pada hemisfer serebri (penyakit Alzheimer) atau kelainan
struktur kortikal (Penyakit Parkinson dan Huntington)
Hendaya berbahasa :
• Seringkali samar dan tidak begitu persis, kadang-kadang hampir
mutisme. Adakah peerseverasi, blocking, atau afasia?
Pemeriksaan Fisik :
• Ujilah kemampuan pasien menghidu bau-bauan.
• Lakukan tes pendengaran juga
• Pada demensia stadium lanjut, lihat adanya ataksia, wajah
menyeringai, agnosia, apraksia, impersisten motoric, dan atau
prseverasi dan reflex patologik (menggenggam, mengisap, kaki kaku)
E. Diagnosis dan kriteria diagnostik
• Biasanya demensia berkembang perlahan-lahan dan dapat dengan
mudah dipahami oleh orang disekitarnya.
• Wawancara terhadap keluaarga harus selalu dilakukan-karena
umumnya keluarga memperhatikan perubahan-perubahan pada
individu itu sendiri.
• Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan klinnis berpedoman pada
ICD 10 atau PPDGJ III.
• Umumnya diagnosis dibuat atas dasar riwayat penyakit, pemeriksaan
dan observasi langsung, tes psikometrik, pemeriksaan lab, dan radio
imaging bila perlu.
Pemeriksaan Lab :
• Pemilihan tes berdasarkan etiologi yang dicurigai.
• Pertimbangkan skrining dengan ESR, CBC, STS, SMA 12, T3%T4,
vitamin B12 dan kadar folat, UA, Rontgen dada, dan CT scan.
• Tes lainnya dilakukan sesuai dengan kebutuhan seperti kadar obat,
EEG, LP (jarang), arteriografi.
Tes Psikologis
• Membantu mengidentifikasi lesi fokal
• Memberikan gambaran data dasar
• Membantu diagnosis
• Mengidentifikasi kekuatan/kelebihan pasien untuk dipakai
perencanaan terapi
• Tes yang bermaanfaat adalah WAIS, tes Bender Gestalt, tes Luria, dan
tes baterai Halstead & Reitan.
• Tes skrining yang singkat dan bermanfaat adalah MMSE dari Folstein,
dilengkapi dengan tes menggambar jam.
Diagnosis Diferensial
Proses menua normal dapat menyerupai demensia ringan, terutama jika
pasien terkekan oleh lingkungannya, isolasi social, kelelahan, atau gangguan
penglihatan dan pendengaran.
Terapi simtomatik :
• Ansietas akut, kegelisahan, aagresi, agitasi : Haloperidol 0,5mg per
oral 3 kali sehari. Risperidon 1mg peroral sehari. Hentikan setelah 4-6
minggu.
• Ansietas non psikotik, agitasi : diazepam 2mg peroral 2 kali sehari,
venlafaxine XR, hentikan setelah 4-6 minggu.
• Agitasi kronik : SSRI (missal fluoxetine 10-20mg perhari) dan atau
buspiron (15mg 2 kali sehari) ; juga pertimbangkan beta bloker dosis
rendah
• Depresi : perimbangkan SSRI dan anti depresan baru lainnya dahulu :
dengan trisiklik mulai perlahan lahan dan tingkatkan sampai ada efek-
missal desipramine 75-150mg peoral sehari.
• Insomnia : hanya untuk penggunaan jangka pendek
Terapi khusus
• Identifikasi dan koreksi semua kondisi yang dapat diterapi.
• Tidak ada terapi obat khusu untuk demensia yang ditemukan bermanfaat
secara konsisten, walaupun banyak yang sedang diteliti (misal vasodilator
serebri, anti koagulan, stimulant metabolic serebri, oksigen hiperbarik).
Vitamin E (antioksidan) sedan diselidiki sebagai zat yang mungkin dapat
memperlambat progresifitas penyakit Alzheimer. Peningkatan aktifitas
kolinergik sentral dapat memberikan perbaikan smentara dari beberapa
gejala pada pasien dengan penyakit Alzheimer, misalnnya pemberian
asetilkolin esterase inhibitor yaitu :
1. Donepezil (Aricept 5-10mg, 1 kali sehari malam hari)
2. Rifastigmine (Exelon 6-12mg, 2 kali sehari)
3. Galantamine (Reminyl 8-16mg 2 kali sehari)
BPSD (behavior and Psicological Syndrome of
Dementia)
Perubahan perilaku dan berbagai aspek psikologis padaa orang dengan
demensia merupakan problem tersendiri bagi keluarga. Tidak jarang
hal ini membuat suasana kacau dan mengakibatkan stress bagi pelaku
rawat (caregiver).
Untuk itu perlu adanya strategi penanganan yang tepat agar gangguan
perilaku pada demensia seperti agitasi, wandering, depresi, delusi
paranoid,, apatis,, halusinasi, dan agesifitas (verbal/sifik) dapat diatasi.
Strategi tatalaksana meliputi pengembanngan program aktivitas dan
pemberian obat bila perlu. Program aktivitas meliputi stimulasi kogtinif,
mental dan afektif yang dikemas dalam bentuk yang ssuai untuk pasien
tersebut.