Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

DEMENSIA − ALZHEIMER

LUCKY PESTA ULI DAMANIK


18010045

MURNI TEGUH MEMORIAL HOSPITAL


DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-
negara maju,dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di
negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh peningkatan
faktor predisposisi penyakit-penyakit degeneratif serta usia harapan hidup di
hampir seluruh belahan dunia. Studi prevalensi menunjukkan bahwa di Amerika
Serikat, pada populasi di atas umur 65 tahun, persentase orang dengan penyakit
Alzheimer (penyebab terbesar demensia) meningkat dua kali lipat setiap
pertambahan umur lima tahun. Tanpa pencegahan dan pengobatan yang
memadai,jumlah pasien dengan penyakit Alzheimer di negara tersebut meningkat
dari 4,5 juta pada tahun 2000 menjadi 13,2 juta orang pada tahun 2050.
Secara klinis munculnya demensia pada seorang usia lanjut sering tidak disadari
karena awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif
namun perlahan. Selain itu pasien dan keluarga juga sering menganggap bahwa
penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada awal demensia (biasanya ditandai
dengan berkurangnya fungsi memori) merupakan suatu hal yang wajar pada
seorang yang sudah menua. Akibatnya,penurunan fungsi kognitif terus akan
berlanjut sampai akhirnya mulai mempengaruhi status fungsional pasien dan pasien
akan jatuh pada ketergantungan kepada lingkungan sekitarnya. Saat ini telah
disadari bahwa diperlukan deteksi dini terhadap munculnya demensia,karena
ternyata berbagai penelitian telah menunjukkan bila gejala-gejala peurunan fungsi
kognitif dikenali sejak awal maka dapat dilakukan upaya-upaya meningkatkan atau
paling tidak mempertahankan fungsi kognitif agar tidak jatuh pada keadaan
demensia.
Selain peran pasien dan keluarga dalam pengenalan gejala-gejala penurunan
fungsi kognitif dan demensia awal,dokter dan tenaga kesehatan lain juga
mempunyai peran yang besar dalam deteksi dini dan terutama dalam pengelolaan
pasien dengan penurunan fungsi kognitif ringan. Dengan diketahuinya berbagai
faktor risiko (seperti hipertensi,diabetes melitus,strok,riwayat keluarga,dan lain-
lain) berhubungan dnegan penurunan fungsi kognitif yang lebih cepat pada
sebagian orang usia lanjut,maka diharapkan dokter dan tenaga kesehatan lain dapat
melakukan upaya-upaya pencegahan timbulnya demensia pada pasien-pasiennya.
Selain itu,bila ditemukan gejala awal penurunan fungsi kognitif pasien yang disertai
beberapa faktor yang mungkin dapat memperburuk fungsi kognitif pasien maka
seprah dokter dapat merencanakan berbagai upaya untuk memodifikasinya,baik
secara farmakologis maupun non-farmakologis.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50-60%)
dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%). Diperkirakan penderita demensia terutama
penderita alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya
sehingga akan mungkin menjadi epidemi seperti di Amerika dengan insidensi
demensia 187 populasi/100.000/tahun dan penderita Alzheimer 123/100.000/tahun
serta penyebab kematian keempat atau kelima.
Penyakit alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli
Psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi
seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan
memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu
tidak mengalami gangguan anggota gerak, koordinasi dan reflek. Pada autopsi
tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara
mikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi
neurofibrillary.
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada
berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat.
Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang sosial ekonomi dan
kesehatan, sehingga aka semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang
neurolog karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan
kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Demensia
Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai
latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya daya ingat jangka pendek
(recent memory) dan gangguan global fungsi mental termasuk fungsi bahasa,
mundurnya kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan
perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya
gangguan tingkat kesadaran atau situasi stress, sehingga menimbulkan gangguan
pekerjaan, aktivitas harian dan sosial.

2.2. Epidemiologi
Demensia merupakan penyakit geriatri dimana 5% sampai 8% dari semua
orang di atas usia 65 tahun memiliki beberapa bentuk demensia, dan jumlah ini
meningkat dua kali lipat setiap lima tahun di atas usia itu. Diperkirakan bahwa
sebanyak setengah daripada orang berusia 80-an menderita demensia.
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada
kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai
5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai
20 hingga 40 persen.
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen
diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia
tipe Alzheimer (Alzheimer’s diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer
meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun
prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia 90
tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer
membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home bed).
2.3. Klasifikasi Demensia
Demensia berdasarkan hubungannya dengan penyakit lain terbagi menjdi:
a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik:
Hal ini meliputi hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi, kompleks
demensia AIDS, dan sebagainya.
b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi:
Kelompok ini meliputi korea Huntington, penyakit Schilder, dan proses demielinasi
lainnya; penyakit Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma otak; infeksi otak dan
meningeal; dan sejenisnya.
c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang mencolok
yaitu penyakit Alzheimer dan penyakit Pick
Demensia berdasarkan aspek anatomi dibedakan menjadi demensia kortikal
dan demensia subkortikal.

Tabel 2.1. Perbedaan Demensia Kortikal dan Subkortikal


Demensia Kortikal Demensia Subkortikal
Penampilan Siaga, sehat Abnormal, lemah
Aktivitas Normal Lamban
Sikap Lurus, tegak Bongkok, distonik
Cara berjalan Normal Ataksia, festinasi, seolah
berdansa
Gerakan Normal Tremor, khorea,
diskinesia
Output verbal Normal Disatria, hipofonik,
volum suara lemah
Berbahasa Abnormal, parafasia, Normal
anomia
Kognisi Abnormal (tidak mampu Tak terpelihara
memanipulasi (dilapidated)
pengetahuan)
Memori Abnormal (gangguan Pelupa (gangguan
belajar) retrieval)
Kemampuan visuo- Abnormal (gangguan Tidak cekatan
spasial konstruksi) (gangguan gerakan)
Keadaan emosi Abnormal (tak Abnormal (kurang
memperdulikan, tak dorongan drive)
menyadari)
Contoh Penyakit Alzheimer, Pick Progressive
Supranuclear Palsy,
Parkinson, Penyakit
Wilson, Huntington.
Berdasarkan etiologi dan perjalanan penyakit demensia dibedakan menjadi
demensia irreversible dan demensia reversible.

Tabel 2.2. Demensia Irreversible

Primer degenerative
- Penyakit Alzheimer
- Penyakit Pick
- Penyakit Huntington
- Penyakit Parkinson
- Degenerasi olivopontocerebellar
- Progressive Supranuclear Palsy
- Degenerasi cortical-basal ganglionic
Infeksi
- Penyakit Creutzfeldt-Jakob
- Sub-acute sclerosing panencephalitis
- Progressive multifocal leukoencephalopathy
Metabolik
- Metachromatic leukodyntrophy
- Penyakit Kuf
- Gangliosidoses

Tabel 2.3. Demensia Reversible

Drug-induced demensia Anti-kolinergik (mis. Atropin dan sejenisnya); anti-


konvulsan (mis. Phenytoin, Barbiturat); anti-
hipertensi (Clonidine, Methyldopa, Propanolol);
psikotropik (Haloperidol, Phenothiazine); dll (mis.
Quinidine, Bromide, Disulfiram).
Metabolik-gangguan Gangguan elektrolit atau asam-basa; hipo-
sistemik hiperglikemia; anemia berat; polisitemia vera;
hiperlipidemia; gagal hepar; uremia; insufisiensi
pulmonal; hypopituitarism; disfungsi tiroid, adrenal,
atau paratiroid; disfungsi kardiak; degenerasi
hepatolenticular.
Gangguan intrakranial Insufisiensi cerebrovaskular; meningitis atau
encephalitis chronic, neurosyphilis, epilepsy, tumor,
abses, hematoma subdural, multiple sclerosis,
normal pressure hydrocephalus.
Keadaan defisiensi vitamin B12, defisiensi folat, pellagra (niacin).
Gangguan collagen- systemic lupus erythematosus, temporal arteritis,
vascular sarcoidosis, syndrome Behcet.
Intoksikasi eksogen alcohol, carbon monoxide, organophosphates,
toluene, trichloroethylene, carbon disulfide, timbal,
mercury, arsenic, thallium, manganese,
nitrobenzene, anilines, bromide, hydrocarbons.

Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan


gangguan mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut:
 F00 Demensia pada penyakit Alzheimer
 F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
 F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat
 F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe
campuran F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak
Tergolongkan)
 F 01 Demensia Vaskular
 F01.0 Demensia Vaskular Onset akut
 F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark
 F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal
 F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
 F01.8 Demensia Vaskular lainnya
 F01.9 Demensia Vaskular YTT
 F02 Demensia pada penyakit lain
 F02.0 Demensia pada penyakit PICK
 F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob
 F02.2 Demensia pada penyakit Huntington
 F02.3 Demensia pada penyakit parkinson
 F02.4 Demensia pada penyakit HIV
 F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT –YDK (Yang Di -Tentukan-Yang Di-
Klasifikasikan ditempat lain)
 F03 Demensia YTT

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00-F03


sebagai berikut :
1. .X0 Tanpa gejala tambahan
2. .X1 Gejala lain, terutama waham
3. X2 Halusinasi
4. .X3 Depresi
5. X4 Campuran lain

2.4. Penyakit Alzheimer (AD)


Alzheimer adalah gangguan degeneratif yang menyerang sel-sel otak atau
neuron secara progresif yang mengakibatkan hilangnya memori, kemampuan
berpikir dan berbahasa, serta perubahan perilaku. Penyakit Alzheimer merupakan
penyakit neurodegeneratif yang secara epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu
kelompok yang menderita pada usia kurang 65 tahun disebut sebagai early onset
sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih dari 65 tahun disebut sebagai
late onset.
2.5. Etiologi Alzheimer
Meskipun penyebab Alzheimer disease belum diketahui, sejumlah faktor
yang saat ini berhasil diidentiifikasi yang tampaknya berperan besar dalam
timbulnya penyakit ini.
a. Faktor Genetik
Genetik berperan dalam timbulnya AD pada beberapa kasus, seperti
dibuktikan adanya kasus familial. Penelitian terhadap kasus familial telah
memberikan pemahaman signifikan tentang patogenesis alzheimer disease familial,
dan mungkin sporadik. Mutasi pada paling sedikit empat lokus genetik dilaporkan
berkaitan secara eksklusif dengan AD familial. Berdasarkan keterkaitan antara
trisomi 21 dan kelainan mirip AP di otak yang sudah lama diketahui, mungkin
tidaklah mengherankan bahwa mutasi pertama yang berhasil diidentifikasi adalah
suatu lokus di kromosom 21 yang sekarang diketahui mengkode sebuah protein
yang dikenal sebagai protein prekursor amiloid (APP). APP merupakan sumber
endapan amiloid yang ditemukan di berbagai tempat di dalam otak pasien yang
menderita Alzheimer disease. Mutasi dari dua gen lain, yang disebut presenilin 1
dan presenilin 2, yang masing- masing terletak di kromosom 14 dan 1 tampaknya
lebih berperan pada AD familial terutama kasus dengan onset dini

b. Pengendapan Suatu Bentuk Amiloid


Pengendapan amiloid yang berasal dari penguraian APP merupakan
gambaran yang konsisten pada Alzheimer disease. Produk penguraian tersebut yang
dikenal sebagai β- amiloid (Aβ) adalah komponen utama plak senilis yang
ditemukan pada otak pasien Alzheimer disease, dan biasanya juga terdapat di dalam
pembuluh darah otak.

c. Hiperfosforilisasi Protein
Tau adalah suatu protein intra sel yang terlibat dalam pembentukan
mikrotubulus intra akson. Selain pengendapan amiloid, kelainan sitoskeleton
merupakan gambaran yang selalu ditemukan pada AD. Kelainan ini berkaitan
dengan penimbunan bentuk hiperfosforilasi tau, yang keberadaanya mungkin
menggaggu pemeliharaan mikrotubulus normal.

d. Ekspresi alel spesifik apoprotein E (ApoE)


Ekspresi gen ApoE dapat dibuktikan pada AD sporadik dan familial.
Diperkirakan ApoE mungkin berperan dalam penyaluran dan pengolahan molekul
APP. ApoE yang mengandung alel ε4 dilaporkan mengikat Aβ lebih baik daripada
bentuk lain ApoE, dan oleh karena itu, bentuk ini mungkin ikut meningkatkan
pembentukan fibril amiloid.

2.6. Faktor Risiko Terkena Alzheimer


Faktor risiko Alzheimer antara lain:
 Faktor Usia
Penderita Alzhaimer biasanya diderita oleh orang yang berusia lebih dari 65
tahun, tetapi juga dapat menyerang orang yang berusia dibawah 40. Sedikitnya 5
persen orang berusia di antara 65 dan 74 memiliki Alzheimer. Pada orang berusia
85 keatas jumlahnya meningkat menjadi 50 persen.

 Keturunan
Risiko Alzheimer yang muncul sedikit lebih tinggi jika hubungan keluarga
tingkat pertama – orangtua dan saudara sekandung - memiliki Alzheimer.

 Jenis kelamin
Wanita lebih mudah terkena daripada laki-laki, hal ini karena umumnya
wanita hidup lebih lama daripada laki-laki.

 Penurunan kognitif ringan


Orang yang memiliki penurunan kognitif ringan memiliki masalah ingatan
yang memburuk daripada apa yang mungkin diekspektasikan pada usianya dan
belum cukup buruk untuk mengklasifikasikan sebagai dementia. Banyak dari
mereka yang berada pada kondisi ini berlanjut memiliki penyakit Alzheimer.
 Gaya hidup
Faktor sama yang membuat Anda berada pada risiko yang sama dengan
penyakit jantung juga meningkatkan kemungkinan anda akan terkena penyakit
Alzheimer. Contohnya stress, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, gula darah
tidak terkontrol, dan tingkat pendidikan. Studi menemukan hubungan antara
rendahnya pendidikan dan risiko Alzheimer. Tetapi alasan tepat yang mendasarinya
tidak diketahui. Beberapa ilmuwan berteori, makin sering anda menggunakan otak
akan lebih banyak sinapsis yang anda buat dimana akan tersedia banyak cadangan
di hari tua. Akan sulit untuk menemukan Alzheimer pada orang yang melatih
otaknya secara rutin, atau mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih
tinggi

2.7. Klasifikasi Alzheimer


Berdasarkan hereditas, penyakit Alzheimer dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu:
1. Familial Autosomal Dominant adalah Alzheimer yang muncul karena keturunan.
Jumlahnya 5-10 % dari penderita Alzheimer. Alzheimer yang bersifat keturunan
diasosiasikan dengan onset yang cepat, progresi yang lebih cepat, sejarah gangguan
kejiwaan dalam keluarga dan kesulitan dalam berbicara.
2. Sporadic Alzheimer’s Disease adalah penyakit Alzheimer yang muncul karena usia
tua. Jumlahnya 90-95 % dari penderita Alzheimer.

Berdasarkan waktu munculnya penyakit, Alzheimer juga dapat


diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Penyakit Alzheimer onset dini, yang terjadi pada orang dengan usia di bawah 65
tahun, disebut juga dementia pre-senile. Jenis ini sekitar 5-10 % dari kasus yang
terjadi, dan terjadi pada usia antara 30-65 tahun.
2. Penyakit Alzheimer onset lambat (Late Onset Alzheimer’s Disease, LOAD), yang
merupakan jenis paling umum dari penyakit ini, biasanya terjadi pada orang usia di
atas 65 tahun, disebut juga Senile Dementia Alzheimer’s Type, SDAT.
2.8. Patofisiologi
a) Perubahan struktural
Secara neuropatologi, Alzheimer merusak neuron dalam struktur kortex dan
limbic di otak, khususnya pada basal otak depan, amigdala, hippocampus, dan
korteks serebral yang bertanggung jawab dalam kontrol memori, proses belajar
(learning), kewarasan (reasoning), tingkah laku (behaviour), dan emosional. Secara
anatomi, terlihat 4 gangguan utama yaitu atropi kortikal, degenerasi kolinergik dan
neuron lain, munculnya kekacauan neurofibrilasi (NFTs), dan akumulasi plak
neuritis. NFTs dan plak neuritis dianggap sebagai lesi penanda Alzheimer, tanpa
keduanya Alzheimer tidak terjadi. Tapi kedua hal tersebut juga dapat terjadi pada
penyakit lain dan bahkan pada proses penuaan yang normal.(5)
NFTs adalah pasangan filament heliks yang berkumpul dalam bungkusan
padat. Secara mikroskop terlihat sebagai kilauan kecil yang mengisi badan sel saraf.
Pasangan filament heliks dibentuk dari protein tau yang merupakan struktur
penyokong mikrotubulus, transport sel, dan sistem skelet. Jika posforilasi filament
tau abnormal pada sisi spesifiknya, mereka tidak dapat berikatan secara efektif
dengan mikrotubulus, menyebabkan kollaps mikrotubul, sehingga sel tidak dapat
berfungsi dan akhirnya mati. Over aktivitas kinase seperti microtubule affinity-
regulating kinase (MARK) atau penurunan aktivitas fosfat secara teoritis
mengakibatkan (mencegah pemecahan) fosforilasi abnormal protein tau. NFTs juga
ditemukan pada penyakit dementia lain dan merupakan pemicu umum kematian sel.
Plak neuritis (amiloid/plak senile) adalah lesi ekstrasel yang ditemukan di otak
dan vascular serebral (amiloid angiopati). Plak ini berisi βAP dan sebuah massa
anyaman dari neuritis yang pecah (akson dan dendrit). Beberapa neurit yang pecah
ini berisi filament neutrofil yang mengakibatkan fosforilasi abnormal protein tau
yang disintesis di NFTs. 2 jenis sel glial, astrosit dan mikroglia juga ditemukan pada
plak. Sel glial mensekresi mediator inflamasi dan bertindak sebagai sel scavenger
yang penting dalam proses inflamasi pada Alzheimer. Inti dari plak neuritis
terbentuk dari agregasi 39-43 asam amino dari protein yang disebut βAP.
Amiloidosis adalah penyakit yang ditandai dengan deposisi protein amiloid dalam
beberapa organ target . βAP yang terakumulasi di otak dan pembuluh darah otak
pada Alzheimer berbeda dengan penyakit lain yang juga meangakumulasi protein
amiloid. Protein βAP terpisah dari protein APA (protein transmembran) oleh
protease melalui berbagai cara. Pada jalur sekretori normal, APA dipisah melalui
daerah βAP, pertama dengan menggunakan enzim α sekkretase, kemudian dengan
enzim φ sekretase, menghasilkan produk yang terlarut dan tidak merugikan (P3).
Dalam jalur patologik, jalur endosomal memecah di kedua sisi βAP, pertama
dengan β-sekretase dan kemudian dengan φ-sekretase membentuk βAP (Cpp-
bAPP) yang dilepaskan ke ruang ekstra sel. Kebanyakan βAP terdiri dari 40 asam
amino tetapi penelitian baru-baru ini menemukan βAP yang terdiri dari 42 asam
amino. Asam amino ini merusak saraf pusat, meskipun mekanisme belum jelas.
Selain itu juga menyebabkan disregulasi kalsium dan kerusakan mitokondria yang
bisa saja menstimulasi mediator inflamasi. Hal ini membuktikan bahwa deposisi
βAP terjadi pada tahap awal proses penyakit, bukan merupakan produk akhir dari
kematian neuronal dan sepertinya menginisiasi pembentukan plak dan perusakan
sel saraf.

Beta Amiloid pada sel Beta amiloid dipotong Plak beta amiloid
yang sehat oleh alfa dan gama terbentuk di luar sel
sekretase

Dari PPA ke beta amiloid.


Pictures courtesy of the Alzheimer's Disease Education and Referral Center, a
service of the National Institute on Aging.
b) Mediator Inflamasi
Mediator inflamasi dan komponen sistem imun lain ditemukan pada area di
sekitar pembentukan plak. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa sistem imun
memegang peranan penting dalam patogenesis Alzheimer. Meski mungkin bukan
yang menginisiasi penyakit, respon imun yang timbul untuk melawan kerusakan
otak akan memfasilitasi destruksi neuron. Kejadian yang mendorong keterlibatan
sistem imun adalah keberadaan protein fase akut seperti α1-antikromotripsin (ACT)
dan α2-makroglobulin di dalam serum dan plak amiloid pada Alzheimer. Sel glial
(astrosit dan mikroglial), sitokin (interleukin 1 dan 6), dan komponen komplemen
dari jalur klasik juga meningkat dalam daerah yang ada plaknya. Mediator inflamasi
ini meningkatkan toksisitas dan agregasi βAP. Produk kronik agen sitotoksik dan
radikal bebas yang diaktivasi oleh mikroglia juga dapat mempercepat degenerasi
neuron.

c) Sistem kolinergik
Berbagai jalur neuronal dirusak pada Alzheimer. Kerusakan terjadi di beberapa
sel saraf yang terletak di dalam/ dilewati oleh plak. Kerusakan sel menyebabkan
penurunan berbagai neurotransmitter. Mayoritas kerusakan paling parah terjadi di
jalur kolinergik, khususnya di sistem neuron yang terletak di dasar otak depan pada
basal nucleus Mynert, yakni bagian otak yang dipercaya terlibat dalam integrasi
berpikir. Akson neuron kolinergik ini terarah ke korteks depan dan hippocampus,
yaitu area yang berhubungan erat dengan memori dan kognisi.
Fakta adanya kehilangan saraf kolinergik besar-besaran ini, menimbulkan
hipotesis kolinergik yang menyatakan bahwa kehilangan sel kolinergik adalah
sumber kerusakan memori dan kognisi pada Alzheimer, sehingga diduga bahwa
peningkatan fungsi kolinergik akan memperbaiki simptom kehilangan memori.

d) Abnormalitas neurotransmitter lain


Sistem neuron serotonergik dari nucleus Raphe dan sel noradrenergik dari
locus ceruleus juga hilang pada Alzheimer. Sementara itu aktivitas monoamine
oksidase B juga meningkat. MAO B ditemukan sebagian besar di otak dan platelet,
dan bertanggung jawab untuk metabolisme dopamine. Abnormalitas lain muncul
pada jalur glutamate dalam struktur korteks dan limbic. Glutamate adalah
neurotransmitter eksitatorik utama pada korteks dan hippocampus. Banyak jalur
neuronal yang penting untuk proses belajar dan memori menggunakan glutamate
sebagai meurotransmiter, meliputi neuron pyramidal (lapisan neuron dengan akson
panjang yang membawa informasi keluar dari korteks), hippocampus, dan korteks
entorhinal. Glutamate dan neurotransmitter asam amino eksitatori lain
diimplikasikan sebagai neurotoksin potensial pada Alzheimer. Jika glutamate
dibiarkan dalam sinaps pada waktu yang lama, dapat menjadi racun dan merusak
sel saraf. Efek toksin ini diduga dimediasi melalui peningkatan kalsium intrasel dan
akumulasi radikal bebas. Kehadiran βAP akan membuat sel lebih rentan pada
glutamate. Disregulasi glutamate diduga sebagai satu dari mediator primer
kerusakan neuronal setelah stroke/cedera otak akut. Meskipun terlibat dalam
kerusakan sel, peranan asam amino eksitatori dalam Alzheimer belum jelas.

2.9. Manifestasi Klinis


Seseorang dengan AD akan mengalami gangguan progresif daya ingat dan
fungsi kognitif lainnya. Gangguan mula-mula mungkin samar dan mudah disalah-
sangka sebagai depresi. Gangguan kognitif berlanjut terus, biasanya dalam waktu 5
hingga 15 tahun, yang menyebabkan disorientasi total dan hilangnya fungsi bahasa
dan fungsi luhur korteks lainnya. Pada sebagian kecil pasien, dapat muncul kelainan
gerakan khas parkinsonisme, biasanya berkaitan dengan adanya pembentukan
badan Lewy.

Tabel 2.4. Manifestasi Demensia Jenis Alzheimer

 Gangguan memori Muncul pada tahap awal, gangguan memori hal-


hal yang baru lebih berat dari yang lama, memori
verbal dan visual juga terganggu, memori
procedural relatif masih baik
 Gangguan perhatian Muncul pada tahap awal, sulit untuk mengubah
mental set, sulit untuk mendorong perhatian dan
perservasi, gangguan untuk mempertahankan
gerakan yang terus menerus
 Gangguan fungsi visuo-spasial Muncul pada tahap awal, gangguan dalam hal
menggambar ,mencari dan menemukan alur
 Gangguan dalam pemecahan masalah Muncul pada tahap awal, gangguan hal abstraksi
dan menyatakan pendapat
 Gangguan dalam kemampuan Muncul pada tahap awal
berhitung
 Gangguan kepribadian Kehilangan rem, agitasi, mudah tersinggung
 Gangguan isi pikiran Waham
 Gangguan afek Depresi
 Gangguan berbahasa Sulit menemukan kata yang tepat, artikulasi dan
komprehensi relative masih baik
 Gangguan persepsi Gangguan visual, penghiduan, dan pendengaran:
halusinasi, ilusi
 Gangguan praksis Apraksia ideasional dan ideomotor
 Gangguan kesadaran dari penyakit Menolak pendapat bahwa dia sakit, mungkin
diikuti waham, konfabulasi, dan indifference
 Gangguan kemampuan sosial Muncul dikemudian hari
 Defisit motoric Muncul dikemudian hari, relatif ringan
 Inkontinensia urin dan alvi Muncul dikemudian hari
 Kejang/epilepsi Muncul dikemudian hari
Bagian yang Peran/Fungsi Perubahan
Dipengaruhi

Sistem Daya ingat, emosi kontrol Kesulitan menemukan objek dan


Limbik kebutuhan dasar tempat berada
 Mudah tersinggung, depresi
 Curiga barangnya hilang
Hipocampus Tempat proses ingatan  Lupa jangka pendek
verbal dan visual  Lupa ingatan masa lalu
 Hidup hanya pada saat itu saja
Lobus  Kehilangan kosakata
Kontrol pelajaran baru dan
Temporal memori jangka pendek  Tidak bisa membedakan wajah
seseorang benda atau tempat
Lobus “Sequence activities”  Penggunaan kata tidak tepat
Parietal Pemahaman informasi  Sulit mengerti perkataan orang
ruang lain
 Bicara terus menerus
 Tidak mampu mengekspresikan
ide dalam tulisan yang jelas
 Mudah tersesat
 Sulit memakai pakaian
 Sulit berjalan dengan seimbang
Lobus Inisiasi aktivitas dan  Tidak punya
Frontal perencanaan kepedulian/ketertarikan
 Menghentikan hobi
Mengatur kebiasaan sosial
 Cepat bosan

 Kemunduran dalam bersosialisasi


 Mengulang-ngulang aktivitas
Lobus Kontrol penglihatan,  Kesulitan persepsi pandangan,
Occipital mengkombinasikan tidak mampu melihat gerakan
warna, bentuk, sudut, dan
gerakan

Onset dari perubahan mental penderita Alzheimer sangat perlahan - lahan,


sehingga pasien dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini
mulai muncul. Terdapat beberapa stadium perkembangan penyakit Alzheimer
yaitu:

Tabel 2.5 Stadium Perkembangan Penyakit Alzheimer


Stadium I Stadium II
Lama 1 – 3 tahun 3 – 10 tahun
Penyakit
Memori New learning defective, remote Recent and remote recall more
recall mildly impaired severely impaired
Visuospatial Topographic disorientation, Spatial disorientation, poor
skills poor complex constructions construction
Language Poor wordlist generation, Fluent aphasia
anomia
Personality Indifference, occasionaly Indifference, irritability
irritability
Psychiatry Sadness, or delusion in some Delusion in some
feature
Motor Normal Restlessness, pacing
system
EEG Normal Slow background rhythm
CT/MRI Normal Normal or ventricular and sulcal
enlargement
PET/SPECT Bilateral posterior Bilateral parietal and frontal
hypometabolism/hyperfusion hypometablism/hyperperfusion
Stadium III
Lama penyakit 8 – 12 tahun
Intelectual function Severely deteriorated
Motor system Limb rigidity and flexion posture
Sphincter control Urinary and fecal
EEG Diffusely slow
CT/MRI Ventriculr and sulcal enlargement
PET/SPECT Bilateral parietal and frontal
hypometabolism/hyperperfusion

Gambar 2.1 Penyakit Alzheimer

\
2.10. Penegakan Diagnosa
Demensia – Alzheimer dapat didiagnosa dengan menggunakan kritera DSM
IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fourth edition).
Menegakkan penyakit Alzheimer dengan menggunakan kriteria oleh the National
Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke (NINCDS) dan
the Alzheimer’s Disease and Related Disorders Association (ADRDA) dengan
menggunakan klasifikasi definite (diagnosis klinis dengan gambaran histologic),
probable (sindrom klinik tipikal tanpa gambaran histologic) dan possible (
gambaran klinis atipikal tetapi tidak ada diagnosis alternatif dan tidak ada gambaran
histologi)

Tabel 2.6 Kriteria untuk Diagnosis Klinis Penyakit Alzheimer


Kriteria untuk Diagnosis Klinis Penyakit Alzheimer
Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup:
- Demensia yang ditegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan
pemeriksaan the mini-mental test, Blessed Dementia Scale, atau pemeriksaan
sejenis, dan dikonfirmasi oleh tes neuropsikologis
- Defisit pada dua atau lebih area kognitif
- Tidak ada gangguan kesadaran
- Awitan antara umur 40 dan 90, umumnya setelah umur 65 tahun
- Tidak adanya kelinan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat menyebabkan
defisit progresif pada memori dan kognitif

Diagnosis probable penyakit Alzheimer didukung oleh:


- Penurunan progresif fungsi kognitif spesifik seperti afasia, apraksia, dan agnosia
- Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku
- Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama, terutama bila sudah dikonfirmasi
secara neuropatologi
- Hasil laboratorium yang menunjukkan
- Pungsi lumbal yang normal yang dievaluasi dengan teknik standar. Pola normal
atau perubahan yang nonspesifik pada EEG, seperti peningkatan atktivitas slow-
wave
- Bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan terdokumentasi
oleh pemeriksaan serial

Gambaran klinis lain yang konsisten dengan diagnosis probable penyakit


Alzheimer, setelah mengeksklusi penyebab demensia selain penyakit Alzheimer:
- Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat (plateau)
- Gejala-gejala yang berhubungan seperti depresi, insomnia, inkontinensia, delusi,
halusinasi, verbal katastrofik, emosional, gangguan seksual, dan penurunan berat
badan
- Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien, terutama pada penyakit tahap
lanjut, seperti peningkatan tonus otot, mioklunus, dan gangguan melangkah
- Kejang pada penyakit yang lanjut
- Pemeriksaan CT normal untuk usianya
Gambaran yang membuat diagnosis probable penyakit Alzheimer menjadi tidak
cocok adalah:
- Onset yang mendadak dan apolectic
- Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, gangguan sensorik, defisit
lapang pandang, dan inkoordinasi pada tahap awal penyakit; dan kehang atau
gangguan melangkah pada saat awitan atau tahap awal perjalanan penyakit

Diagnosis possible penyakit Alzheimer:


- Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia, tanpa adanya gangguan neurologis
psikiatrik, atau sistemik alin yang dapat menyebabkan demensia, dan adandya
variasi pada awitan, gejala klinis, atau perjalanan penyakit
- Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup
untuk menyebabkan demensia, namun penyebab primernya bukan merupakan
penyebab demensia
-
Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah:
- Kriteria klinis untuk probable penyakit Alzheimer
- Bukti histopatologi yang didapat dari biopsi atau atutopsi
Klasifikasi penyakit Alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila terdapat
gambaran khusus yang mungkin merupakan subtipe penyakit Alzheimer, seperti:
- Banyak anggota keluarga yang mengalami hal yang sama
- Awitan sebelum usia 65 tahun
- Adanya trisomi-21
- Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan seperti penyakit Parkinson

Pemeriksaan Neuropsikologik
Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi
pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang
terjadi. Tes psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan
oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan
ekspresi, kalkulasi, perhatian, dan pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis
yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena:
a. Adanya defisit kognisi yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat
diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan defisit selektif yang
diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri.
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh
demensia karena berbagai penyebab.

1. Mini Mental Status Examination


MMSE dapat mengukur orientasi nyata seseorang, kemampuan registrasi,
perhatian dan kemampuan berhitung, mengingat, bahasa, dan kemampuan
visuokonstruksi (melihat dan membuat kopi design). Nilai tertinggi adalah 30.
seseorang dengan nilai kurang dari 24 memerlukan evaluasi lebih jauh untuk
kemungkinan terkena Alzheimer atau dementia yang lain, depresi, delirium atau
schizoprenia. Seseorang dengan nilai kurang dari 20 secara umum memiliki salah
satu dari gangguan tersebut.

The Mini-Mental Status Exam (from Folstein, MF, Folstein, S and McHugh, PR:
Mini-mental state: a practical method for grading the cognitive state of patients
for the clinincian, J Psychiatr Res 12:189, 1975.)

Indikasi
 Penilaian kemampuan kognitif
 Dokumentasi penurunan kemampuan kognitif

Pertanyaan (Total 30 poin)

Kategori Poin Pertanyaan

Orientasi 10  Tahun, Musim, tanggal, hari, dan bulan


 Negara bagian, negara, kota
 Rumah sakit atau klinik, lantai

Registrasi 3  Nama tiga objek: Apel, Meja, uang


 Setiap benda diucapkan perlahan dan dengan jeda
waktu
 Pasien mengulangi setiap benda yang diucapkan)
 Ulangi proses hingga ketiga objek dapat diingat
 Catat waktu yang dibutuhkan untuk mengingat ketiga
benda

Perhatian dan 5 Eja WORLD dari arah belakang: DLROW


hitungan  Poin diberikan pada setiap huruf yang salah
meletakkan
 Contoh: DLORW dihitung sebagai 2 poin saja

Menyebutkan 3 Ulangi proses no.2 dengan ketiga objek yang telah


kembali (recall) diingat.

Bahasa 9  Pasien memberi nama 2 benda


 Contoh: Pensil dan Jam ( masing-masing 1 poin)
 Ulangi kalimat: 'No ifs ands or buts'
 Mengikuti tiga petunjuk berikut:
 Ambil kertas dengan tangan kanan
 Lipat menjadi dua
 Simpan di lantai
 Membaca dan mengikuti petunjuk:
 Tutup matamu
 Tulis sebuah kalimat
 Mengkopi design

Diagnosa lain bisa dengan menggunakan skala seperti Global


Deterioritation Scale (GDS), seperti berikut:
Tahap Kondisi Keterangan
Tidak ada perubahan subjektif atau
1 Normal
objektif dalam fungsi intelektual
Keluhan kelupaan sesuatu atau lupa nama
kenalan, tetapi tidak sampai mengganggu
2 Forgetfullness
pekerjaan dan fungsi sosial. Secara umum
merupakan kondisi penuaan normal
Penurunan kognitif yang mempengaruhi
pekerjaan dan fungsi sosial. Anomia,
3 Early confusion
kesulitan mengingat kata yang tepat
dalam percakapan, dan kesulitan
mengingat yang sampai menarik
perhatian keluarga. Kehilangan memori
dapat menyebabkan kecemasan pada
pasien
Pasien tidak dapat menangani keuangan
dan pekerjaan rumah sehari-hari.
Kesulitan mengingat kejadian yang baru
4 Late confusion (early AD)
saja berlangsung. Mulai mundur dari
tugas yang sulit dan hobi. Pasien mungkin
mengingkari masalah memori ini.
Pasien tidak dapat bertahan lama tanpa
bantuan. Sering disorientasi waktu
(tanggal, tahun, musim). Kesulitan
memilih baju. Kerusakan parah dalam
mengingat kejadian yang baru
Early dementia (moderate berlangsung, dapat melupakan beberapa
5
AD) detail kehidupan masa lalu (seperti
sekolah). Fungsi dapat berfluktuasi dari
hari ke hari. Pasien secara umum
memungkiri masalah ini. Dapat menjadi
sangat curiga atau sedih. Kehilangan
kemampuan untuk hidup aman.
Pasien membutuhkan pertolongan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari (mandi,
berpakaian, ke toilet), kesulitan
Middle dementia
6 menginterpretasikan sekelilingnya, lupa
(moderately severe AD)
nama anggota keluarga dan pengasuhnya,
lupa hampir semua detail kehidupan masa
lalunya, sulit menghitung mundur dari
angka 10, agitasi, paranoid, dan delusi
(berkhayal)

Kehilangan kemampuan berbicara (hanya


dapat menjerit dan bersungut-sungut),
7 Late dementia jalan-jalan dan makan sendiri, buang air
kecil dan besar sembarangan, tidak sadar
sampai koma.

Tujuh poin tersebut sangat umum digunakan dan telah divalidasi dengan
mengkorelasikan dengan pengukuran psikometrik dan perubahan dalam CT/PET
scan dan berguna untuk memonitor perubahan menyeluruh pada pasien Alzheimer.
Penentuan tipe gen pada penderita tidak signifikan dalam memperbaiki akurasi
diagnosa dibanding dengan diagnosa klinik berdasarkan kriteria yang ada, sehingga
tidak direkomendasikan sebagai alat skrining.
Sejalan dengan perkembangan penyakit Alzheimer, gangguan kognisi tiba-
tiba dapat terjadi. Evaluasi diagnosa dengan delirium harus dipertimbangkan karena
gejalanya sama. Delirium adalah gangguan kesadaran yang disertai oleh perubahan
kognisi dan dapat timbul bersamaan dengan demensia sehingga dapat mengacaukan
gambaran klinik pasien. Gejala-gejala yang terjadi pada delirium sama dengan
demensia. Satu-satunya gambaran yang dapat menolong membedakan delirium dari
demensia Alzheimer adalah penurunan kesadaran akan lingkungan, kejadian yang
berfluktuasi, dan keberadaan onset yang perlahan. Delirium delirium berkembang
dalam waktu yang sangat singkat yaitu dari jam sampai hari, dan melibatkan
perubahan akut dalam tingkat kesadaran di samping penurunan kognisi. Delirium
biasanya tidak permanen, tetapi gejala biasanya bisa bertahan sampai beberapa hari
bahkan minggu. Faktor penyebabnya antara lain gangguan metabolik
(ketidakseimbangan elektrolit dan fluktuasi glukosa), infeksi, dan alkohol.
Pemeriksaan Penunjang
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi
neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali
berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan
atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan
korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap.
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri dari:
a. Neurofibrillary Tangles (NFT)
NFT Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen
abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga
terdapat pada neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus,
dorsal raphe dari inti batang otak.

Gambar 2.2 Neurofibrillary tangles pada penyakit Alzheimer

NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan pada otak
manula, down syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear
palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.

b. Senile Plaque (SP)


SP Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve
ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit,
mikroglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan
dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks,
amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks
motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile
plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer.
Densitas senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua
gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran
karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.

c. Degenerasi Neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada
penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama
didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan
pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe
nukleus dan substanasia nigra.
Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert,
dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada
nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis.
Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang
berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam
pengobatan penyakit Alzheimer.

d. Perubahan Vakuoler
Vakuoler adalah suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat
menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan
jumlah NFT dan SP, perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial,
amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal,
oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.
e. Lewy Body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada
enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada
korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama
dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran
histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan
variant dari penyakit Alzheimer.

2. Radiologi
 CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
kuantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.
Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab
demensia lainnya selain Alzheimer seperti multi infark dan tumor serebri. Atropi
kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran
marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga
didapatkan pada demensia lainnya seperti multi infark, parkinson, binswanger
sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit Alzheimer.
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi
dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI
ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler
(Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi
untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga
terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta
pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. MRI lebih sensitif untuk
membedakan demensia dari penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan
memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
 EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang
pada penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus
frontalis yang non spesifik.(8)
 PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah,
metabolisme O2, dan glukosa di daerah serebral. Uptake I. 123 sangat menurun pada
regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan
selalu sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.(9)
 SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
SPECT dapat digunakan untuk membedakan DA, DV dan DFT bila diagnosis
meragukan. PECT imaging, iodine-123-radiolabelled 2β-carbomethoxy-3β-(4-
iodophenyl)-N-(3-flluorophyl) nortropane (FP-CIT) SPECT dapat berguna bila
diagnosis masih meragukan antara DPP dan DLB.Aktivitas I.123 terendah pada
regio parietal penderita Alzheimer. Kelainan ini berkorelasi dengan tingkat
kerusakan fungsional dan defisit kognitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan
PET) tidak digunakan secara rutin.

2.11. Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab
dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan
hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Tidak ada pengobatan
spesifik untuk penyakit Alzheimer. Pengobatan secara simptomatik, sosial, terapi
psikiatri dan dukungan keluarga menjadi pilihan terapi yang digunakan saat ini.
Acetylcholinesterase inhibitors atau N-methyl-D-aspartate (NMDA) inhibitor
(Memantin) dapat meningkatkan fungsi kognitif pada penyakit Alzheimer stadium
awal.
1. Kolinesterase inhibitor
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk
pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana pada penderita Alzheimer

didapatkan penurunan kadar asetilkolin.
 Cholinesterase inhibitor telah diakui

untuk pengobatan penyakit Alzheimer ringan sampai sedang yang juga dapat
dijadikan standar perawatan untuk pasien dengan penyakit Alzheimer. Kerja
farmakologis dari Donepezil, rivastigmine, dan galantamine adalah menghambat
cholinesterase, dengan menghasilkan peningkatan kadar asetilkolin di otak .Untuk
mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase.
Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama
pemberian berlangsung. 4 jenis kolinesterase inhibitor yang paling sering
digunakan adalah:
a. Donepezil (merk dagang ARICEPT®) disetujui untuk pengobatan semua tahap
Alzheimer disease.
b. Galantamine (merk dagang RAZADYNE®) disetujui untuk tahap ringan sampai
sedang.
c. Rivastigmine (merk dagang EXELON®) untuk tahap ringan sampai sedang.
d. Tacrine (COGNEX®) merupakan kolinesterase inhibitor pertama yang disetujui
untuk digunakan sejak tahun 1993, namun sudah jarang digunakan saat ini karena
faktor resiko efek sampingnya, salah satunya adalah kerusakan hati.
Pemberian dosis dari ketiga cholinesterase inhibitor yang umum digunakan adalah
sebagai berikut:
a. Donepezil dimulai dengan dosis 5 mg per hari, kemudian dosis ditingkatkan
menjadi 10 mg per hari setelah satu bulan.
b. Dosis rivastigmine ditingkatkan dari 1,5 mg dua kali sehari sampai 3 mg dua kali
sehari, kemudian menjadi 4,5 mg dua kali sehari, dan untuk maksimal dosis 6 mg
dua kali sehari.
c. Galantamine dimulai dengan dosis 4 mg dua kali sehari. Pertama-tama, dosis
ditingkatkan menjadi 8 mg dua kali sehari dan akhirnya sampai 12 mg dua kali
sehari. Seperti rivastigmine, waktu yang lebih lama antara peningkatan dosis
berhubungan dengan penurunan efek samping.
Pengobatan sehari-hari dengan donepezil memberikan hasil yang efektif dalam
kisaran dosis 5 sampai 10 mg; Rivastigmine, dalam kisaran 6 sampai 12 mg; serta
galantamine , dalam kisaran dari 16 sampai 24 mg.
2. Memantin
Memantin merupakan obat yang telah diakui oleh Food and Drug Administration
(FDA) untuk pengobatan penyakit Alzheimer sedang sampai berat. Dosis awal
untuk penggunaan Memantin adalah 5 mg perhari, kemudian dosis ditingkatkan
berdasarkan penelitian, hingga 10 mg dua kali sehari. Memantine tampaknya
bekerja dengan cara memblok saluran N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang
berlebihan. Memantine yang dikombinasikan dengan cholinesterase inhibitor
maupun yang tidak, tampaknya dapat memperlambat kerusakan kognitif pada
pasien dengan AD yang moderat.

3. Thiamin 


Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan


penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%)
dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus
basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan
peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan
placebo selama periode yang sama.
4. Haloperidol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi)
dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan
memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya
diberikan tricyclic anti depresant (Amitryptiline 25-100 mg/hari)
5. Acetyl L-Carnitine (ALC)
ALC merupakan suatu subtrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan
bantuan enzim ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat
meningkatkan aktivitas asetilkolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian
dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa
dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.(7)
6. Antioksidan
Pada pasien dengan AD sedang-berat, penggunaan antioksidan selegiline, α-
tokoferol (vitamin E), atau keduanya, memperlambat proses kematian. Karena
vitamin E memiliki potensi yang rendah untuk toksisitas dari selegiline, dan juga
lebih murah, dosis yang digunakan dalam penelitian untuk diberikan kepada pasien
AD adalah 1000 IU dua kali sehari. Namun, efek yang menguntungkan dari vitamin
E tetap kontroversial, dan sebagian peneliti tidak lagi memberikan dalam dosis
tinggi.

Non Farmakologi
Terapi nonfarmakologi merupakan kunci utama dalam menangani
Alzheimer, diantaranya:
 Buatlah permintaan dan perintah pada pasien Alzheimer sesederhana mungkin, dan
hindari tugas yang rumit yang dapat menyebabkan frustasi
 Hindari konfrontasi dan penolakan yang bias menyebabkan frustasi
 Tetap tenang, dan selalu mendukung jika pasien menjadi sangat membingungkan
 Jagalah kondisi lingkungan tempat tinggal tetap konsisten dan hindari perubahan
yang tidak perlu
 Sediakan alat bantu untuk mengingatkan, menjeklaskan, dan menunjuk arah pada
pasien Alzheimer
 Sadarilah penurunan kapasitas dan tingkatkan harapan untuk performans pasien
yang lebih baik
 Jika terjadi penurunan fungsi yang tiba-tiba dan gejala yang darurat, segera bawa
ke tenaga profesional
Algoritma Penanganan AD

Diagnosa AD

Evaluasi faktor risiko dan


penyakit komorbid

Tidak ada gangguan psikiatrik

Moderate-Severe
Mild
ChE inhibitor, memantin, atau
ChE inhibitor atau memantin +
kombinasi ChEI dan memantin +
Vit. E
Vit. E

Memburuk
Stabil
Berikan alternative ChE inhibitor
Teruskan regimen pengobatan
atau memantin + Vit E
2.12. Pencegahan
Pencegahan penyakit demensia Alzheimer dapat dilakukan dengan sering
melakukan kegiatan yang melibatkan kemampuan kognitif. Penyakit Demensia –
Alzheimer menyerang bagian otak yang mengatur fungsi kognitif. Dengan lebih
sering melakukan kegiatan yang melibatkan kemampuan kognitif, akan semakin
mengurangi risiko terjadinya degenerasi bagian ini. Kemudian, lakukan olah raga
ringan sebagai salah satu pola hidup sehat.

2.13. Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi yang akan muncul seperti pneumonia dan infeksi saluran napas
bagian atas, septicemia, ulkus dekubitus, fraktur, dan berbagai masalah nutrisi.
Prognosis demensia – Alzheimer tergantung pada 3 faktor yaitu:
1. Derajat beratnya penyakit
2. Variabilitas gambaran klinis
3. Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin
Pasien dengan penyakit Alzheimer mempunyai angka harapan hidup rata-
rata 4-10 tahun sesudah diagnosis dan biasanya meninggal dunia akibat infeksi
sekunder.
BAB 3
KESIMPULAN
 Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai latar
belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya daya ingat jangka pendek
(recent memory) dan gangguan global fungsi mental termasuk fungsi bahasa,
mundurnya kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri,
perubahan perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat,
tanpa adanya gangguan tingkat kesadaran atau situasi stress, sehingga
menimbulkan gangguan pekerjaan, aktivitas harian dan sosial.
 Alzheimer adalah gangguan degeneratif yang menyerang sel-sel otak atau
neuron secara progresif yang mengakibatkan hilangnya memori, kemampuan
berpikir dan berbahasa, serta perubahan perilaku. Penyakit Alzheimer
merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara epidemiologi terbagi 2
kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 65 tahun disebut
sebagai early onset sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih dari
65 tahun disebut sebagai late onset.
 Pengobatan secara simptomatik, sosial, terapi psikiatri dan dukungan keluarga
menjadi pilihan terapi yang digunakan saat ini. Acetylcholinesterase inhibitors
atau N-methyl-D-aspartate (NMDA) inhibitor (Memantin) dapat meningkatkan
fungsi kognitif pada penyakit Alzheimer stadium awal.
 Komplikasi yang akan muncul seperti pneumonia dan infeksi saluran napas
bagian atas, septicemia, ulkus dekubitus, fraktur, dan berbagai masalah nutrisi.
Prognosis demensia – Alzheimer tergantung pada 3 faktor yaitu derajat
beratnya penyakit, variabilitas gambaran klinis, perbedaan individual seperti
usia, keluarga demensia dan jenis kelamin.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai