Anda di halaman 1dari 22

Demensia

Pengertian Demensia
Demensia adalah sindrom yang disebabkan oleh penyakit otak, biasanya berlangsung
kronik atau progresif, dengan berbagai macam gangguan fungsi tubuh yang lebih umum, yaitu
daya ingat, daya pikir, orientasi, pemahaman, kalkulasi, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya
nilai. Menurut The National Institutes of Health Criteria untuk mendiagnosa Penyakit
Alzheimer, faktor stress dapat menyebabkan hilangnya fungsi kognitif termasuk hilangnya
memori yang tidak terbatas. Demensia adalah kerusakan umum fungsi intelektual yang
mengganggu fungsi sosial dan okupasi. Sindrom ini dicirikan oleh adanya disfungsi serebral
ireversibel dan progresif (Senile Dementia of The Alzheimer Type [SDAT]) atau yang biasa
disebut penyakit alzheimer. Demensia merupakan tahap ireversibel yang menimbulkan
penurunan fungsi daya ingat, kecerdasan, gerak, perubahan kepribadian, kerusakan penilaian,
dan sering kali perubahan yang menjadi efek metabolisme serebral secara permanen.
Menurut Brady (1993) penyakit Alzheimer atau demensia dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
tahap awal, dengan gejala utama kehilangan ingatan. Tahap pertengahan meliputi kerusakan
keterampilan bahasa, aktivitas motorik dan pengenalan benda. Sedangkan tahap terakhir atau
terminal memililki tanda inkontinensia urine dan fekal, ketidakmampuan ambulansi dan
hilangnya keterampilan bahasa secara lengkap.
Kejadian demensia secara umum akan semakin meningkat dengan pertambahan usia.
Peningkatan kejadian demensia adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

1,4% pada usia 65-69 tahun,


2,8% pada usia 70-74 tahun,
5,6% pada usia 75-79 tahun, dan
23,6% pada usia 85 tahun.

Sebagian kasus demensia adalah demensia Alzheimer. Semakin tua seseorang akan
semakin rentan untuk terkena demensia.
Sifat pelupa di kategorikan sebagai tahap awal demensia. Merupakan gejala awal yang
timbul dan sulit dideteksi. Pasien melupakan tentang kejadiankejadian yang baru terjadi.
Namun masih dapat mengingat kejadian yang sudah lama terjadi, misalnya masa kanakkanak.

Hal ini dikarenakan menurunnya kemampuan intelektual. Pada tahap kedua demensia, lansia
mengalami kemunduran keterampilan bahasa, aktivitas motorik dan pengenalan benda. Hal ini
ditandai dengan ketidakmampuan lansia untuk berpikir tentang hal yang rumit. Seringkali
mereka mengalami kesulitan untuk menyampaikan apa yang telah mereka pikirkan. Sedangkan
pada tahap terminal pada proses demensia, ditandai dengan ketidakmampuan lansia untuk
mengkoordinasikan kerja tubuh, salah satu contohnya terjadi inkontinensia urine.
2)

Penyebab Demensia
Ada beberapa penyebab dari demensia yang dapat dikelompokkan, sebagai berikut:

a) Demensia Idiopatik
Merupakan faktor utama yang menyebabkan keluhan demensia. Demensia idiopatik
dapat disebabkan karena gangguan degenerasi primer atau metabolik. Banyak pula penyakit
kronis yang dapat menyebabkan demensia, seperti: alzhaimer, stroke dll.
b) Demensia Vaskuler
Demensia vaskuler ialah sindrom demensia yang disebabkan oleh disfungsi otak yang
diakibatkan oleh penyakit serebrovaskuler (Stroke). Penyakit ini disebabkan oleh penyumbatan
pembuluh darah yang membuat kurangnya aliran oksigen dan nutrisi ke otak.
c) Demensia Sekunder
Demensia sekunder memiliki kriteria disebabkan oleh penyakit yang sebelumnya telah
diderita. Tiap penyakit yang berhubungan dengan otak dan pembuluh darah berpotensi
menyebabkan penyakit demensia, yang dikategorikan sebagai demensia sekunder. Bukan hanya
penyakit yang menyebabkan hal ini, namun masih banyak hal yang mempengaruhi, seperti
nutrisi dan vitamin yang diperoleh, Infeksi, Gangguan Metabolik dan endokrin, Lesi desak
ruang, Stress, Gangguan Nutrisi, Obat-obatan, Gangguan oto-imun, Intoksikasi, dan Trauma.
3) KLASIFIKASI
Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit.
a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik: Hal ini meliputi
hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi, kompleks demensia AIDS,
dan sebagainya.
b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi: Kelompok ini meliputi
korea Huntington, penyakit Schilder, dan proses demielinasi lainnya; penyakit

Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma otak; infeksi otak dan meningeal; dan
sejenisnya.
c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang mencolok:
Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick adalah termasuk dalam kategori ini.
Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia
subkortikal. Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia yang
reversibel dan irreversibel (tabel).
Tabel 1. Perbedaan demensia kortikal dan subkortikal
Ciri
Penampilan
Aktivitas
Sikap
Cara berjalan

Demensia Kortikal
Siaga, sehat
Normal
Lurus, tegak
Normal

Demensia Subkortikal
Abnormal, lemah
Lamban
Bongkok, distonik
Ataksia, festinasi, seolah

Gerakan
Output verbal

Normal
Normal

berdansa
Tremor, khorea, diskinesia
Disatria, hipofonik, volum

Berbahasa
Kognisi

Abnormal, parafasia, anomia


Abnormal (tidak mampu

suara lemah
Normal
Tak terpelihara (dilapidated)

Memori
Kemampuan visuo-spasial

memanipulasi pengetahuan)
Abnormal (gangguan belajar)
Abnormal (gangguan

Pelupa (gangguan retrieval)


Tidak cekatan (gangguan

Keadaan emosi

konstruksi)
Abnormal (tak

gerakan)
Abnormal (kurang dorongan

memperdulikan, tak

drive)

menyadari)
Penyakit Alzheimer, Pick

Progressive Supranuclear

Contoh

Palsy, Parkinson, Penyakit


Wilson, Huntington.
Dikutip dari Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston, 1994, 69.
Tabel 2. Beberapa penyebab demensia pada dewasa yang belum dapat diobati/ irreversibel.
Primer degeneratif

Penyakit Alzheimer

Penyakit Pick

Penyakit Huntington

Penyakit Parkinson

Degenerasi olivopontocerebellar

Progressive Supranuclear Palsy

- Degenerasi cortical-basal ganglionic


Infeksi
- Penyakit Creutzfeldt-Jakob
-

Sub-acute sclerosing panencephalitis

- Progressive multifocal leukoencephalopathy


Metabolik
- Metachromatic leukodyntrophy
-

Penyakit Kuf
Gangliosidoses
Dikutip dari Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston, 1994, 67.
Tabel 3. Beberapa penyebab demensia yang dapat diobati/ reversibel.

Obat-obatan

anti-kolinergik (mis. Atropin dan sejenisnya); anti-konvulsan


(mis. Phenytoin, Barbiturat); anti-hipertensi (Clonidine,
Methyldopa, Propanolol); psikotropik (Haloperidol,

Metabolik-gangguan

Phenothiazine); dll (mis. Quinidine, Bromide, Disulfiram).


gangguan elektrolit atau asam-basa; hipo-hiperglikemia; anemia

sistemik

berat; polisitemia vera; hiperlipidemia; gagal hepar; uremia;


insufisiensi pulmonal; hypopituitarism; disfungsi tiroid, adrenal,

Gangguan intrakranial

atau paratiroid; disfungsi kardiak; degenerasi hepatolenticular.


insufisiensi cerebrovascular; meningitis atau encephalitis
chronic, neurosyphilis, epilepsy, tumor, abscess, hematoma

Keadaan defisiensi
Gangguan collagen-vascular

subdural, multiple sclerosis, normal pressure hydrocephalus.


vitamin B12, defisiensi folat, pellagra (niacin).
systemic lupus erythematosus, temporal arteritis, sarcoidosis,

Intoksikasi eksogen

syndrome Behcet.
alcohol, carbon monoxide, organophosphates, toluene,
trichloroethylene, carbon disulfide, timbal, mercury, arsenic,

thallium, manganese, nitrobenzene, anilines, bromide,


hydrocarbons.
Dikutip dari Gilroy J. Basic Neurology. Pergamon press, New York, 1992, 195.

4) Patofisiologi
Factor factor gangguan regulasi DNA, neural reserve capacity untuk CNS performance yang
exhausted, dan gangguan supply energi untuk metabolisme CNS dapat menyebabkan penurunan
glycolitik yang kemudian berturut turut mengakibatkan penurunan sintesa Acetyl CO enzim A
yang penting untuk sintesa Acetil Choline, penurunan aktifitas Cholin Asetiltransferase di kortek
hipokampus, maka akibatnya terjadi penurunan kadar aktifitas kholinergik sehingga
menyebabkan demensia.

Skizofrenia
DEFINISI
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu Skizo; yang artinya retak atau pecah
(split), dan Frenia; yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita
skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian.
Dewasa ini ilmu kedokteran mengalami kemajuan yang pesat dengan ditemukannya
mekanisme terjadinya skizofrenia dan obat-obatan anti-skizofrenia, sehingga penderita
skizofrenia dapat pulih kembali dan dapat kembali menjalani kehidupan yang normal.
Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada
kepribadian, distorsi khas proses berpikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa
dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya. Waham yang kadang-kadang
aneh,

gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau

sebenarnya. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual


biasanya tidak terganggu.

Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada


dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Merupakan gangguan jiwa psikotik
paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik
diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang
salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Skizofrenia bisa
mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995
menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75% Penderita
skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda
memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita
sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian
dari tahap penyesuaian diri. Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial
sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin
sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat.

ETIOLOGI
Penyebab skizofrenia belum diketahui dengan pasti. Tetapi, dalam decade yang
lalu semakin banyak penelitian telah melibatkanperanan patofisiologis untuk daerah
tertentu di otak, termasuk sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis. Ketiga
daerah tersebut saling berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah mungkin
melibatkan patoligi primer di daerah lainnya. Dua jenis penelitian telah melibatkan sistem
limbik sebagai suatu tempat potensial untuk patologi primer pada sekurangnya satu
bagian, kemungkinan bahkan pada sebagian besar pasien skizofrenik.
Menurut pendapat lain. Skizofrenia merupakan aktifitas dopamine otak yang berlebihan.
Dilaporkan juga bahwa kadar 5-hydroxyindoleacetic acid (5 HIAA) menurun pada
skizofrenia kronik dan pada pasien skizofrenia dengan pelebaran vertikel. Faktor genetik
juga mempunyai peranan penting. Seseorang mempunyai kecenderungan skizofrenia bila
mempunyai keluarga seorang skizofrenia, demikian juga pada kembar monozigot.
Ditinjau dari aspek psikososial, disebutkan terdapat defek dan disintegrasi ego.

PATOFISIOLOGI
Hipotesis dopamine pada skizofrenia adalah yang paling berkembag dari berbagai
hipotesis, dan merupakan dasar dari banyak terapi obat yang rasional. Hipotesis ini
menyatakan

bahwa

skizofrenia

disebabkan

oleh

terlalu

banyaknya

aktivitas

dopaminergik. Beberapa bukti yang terkait hal tersebut yaitu: (1) kebanyakan obat-obat
antipsikosis menyekat reseptor D2 pascasinaps di dalam sistem saraf pusat, terutama di
sistem mesolimbik frontal; (2) obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik,
seperti levodopa (suatu precursor), amphetamine (perilis dopamine), atau apomorphine
(suatu agonis reseptor dopamine langsung), baik yang dapat mengakibatkan skizofrenia
atau psikosis pada beberapa pasien; (3) densitas reseptor dopamine telah terbukti,
postmortem, meningkat diotak pasien skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan
obat-obat antipsikosis; (4) positron emission tomography (PET) menunjukkan
peningkatan densitas reseptor dopamine pada pasien skizofrenia yang dirawat atau yang
tidak dirawat, saat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang yang tidak
menderita skizofrenia; dan (5) perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah
terbukti mengubah jumlah homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamine, di cairan
serebrospinal, plasma, dan urine. Namun teori dasar tidak menyebutkan hiperaktivitas
dopaminergik apakah karena terlalu banyaknya pelepasan dopaminergik, terlalu
banyaknya reseptor dopaminergik atau kombinasi mekanisme tersebut. Neuron
dopaminergik di dalam jalur mesokortikal dan mesolimbik berjalan dari badan selnya di
otak tengah ke neuron dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral.
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu primer dan sekunder.
GEJALA
Gejala-Gejala Primer
1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu
terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul
ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya tani tetapi
dikatakan sawah.

Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan merah bila dimaksudkan
berani. Atau terdapat clang association oleh karena pikiran sering tidak mempunyai
tujuan tertentu, umpamanya piring-miring, atau dulu waktu hari, jah memang
matahari, lalu saya lari. Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada skizofrenia sukar
atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran
mudah dibelokkan dan hal ini menambah inkoherensinya.
Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal, umpamanya
seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada disampingnya
juga dimarahi dan dipukuli.
Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan
blocking, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai
beberapa hari.
Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang
berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau pressure of
thoughts. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan
preseverasi atau stereotipi pikiran.
Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak
ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada
inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang
ide timbul sangat cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan.
2. Gangguan afek dan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :

Kedangkalan afek dan emosi (emotional blunting), misalnya penderita menjadi

acuh tak acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya
dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang.

Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada

penderita timbul rasa sedih atau marah.

Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis.

Parathimi dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan incongruity of


affect dalam bahasa Belanda hal ini dinamakan inadequat.

Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan,

umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi


mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk
skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah :

Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita

yang sedang bermain sandiwara.

Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk

melakukan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak
dapat merasakan perasaan penderita.

Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin

terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama ;
atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi pada
afek.
3. Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak
dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu
memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya bila ditanyai
mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran terus. Atau mereka
menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan.
Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan.
Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik.
Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu
permintaan.
Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama,
umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk berjabat
tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak masuk kedalam
ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur. Jadi sebelum suatu
perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.
Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga dari
luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
4. Gejala psikomotor

Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala ini
juga dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga
pada penyakit lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan
hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak
kaku. Penderita dalma keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor
ini dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang bertahun-tahun
lamanya pada skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat
disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena
sikapnya yang negativistik atau karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah
hilang sama sekali hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa, ia
terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita
menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.
Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi; umpamanya
menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok piring dulu
beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun.
Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat diulang-ulangi.
Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam
bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya.
Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama.
Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada
lilin.
Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang
disuruh. Otomatisme komando (command automatism) sebetulnya merupakan lawan
dari

negativisme

semua

perintah

dituruti

secara

otomatis,

bagaimana

ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini adalah echolalia (penderita meniru kata-kata


yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita meniru perbuatan atau pergerakan
orang lain).
Gejala-Gejala Sekunder

1. Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi
penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat
diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan,
umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air
ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar.

waham dibagi dalam dua

kelompok yaitu waham primer dan waham sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang
bersifat waham (delutional interpretations).
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar.
Hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya istrinya sedang berbuat
serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali, atau seorang
penderita berkata dunia akan kiamat sebab ia melihgat seekor anjing mengangkat kaki
terhadap sebatang pohin untuk kencing.
Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi
penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut
isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham
sindiran, waham dosa, dan sebagainya.
2. Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan
gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada keadaan
sskizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi
barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik),
halusinasi citrarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya
penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang menyinarinya
dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun dalammakanannya Halusinasi penglihatan
agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan
sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya pada stadium permulaan misalnya
penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang yang menakutkan.
Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan intelegensi tidak
menurun pada skizofrenia. Penderita sering dapat menceritakan dengan jelas
pengalamannya dan perasaannya. Kadang-kadang didapati depersonalisasi atau double

personality, misalnya penderita mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah meja dan


menganggap dirinya sudah tidak adalagi. Atau pada double personality seakan-akan
terdapat kekuatan lain yang bertindak sendiri didalamnya atau yang menguasai dan
menyuruh penderita melakukan sesuatu.
Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar
ia seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa yang terjadi di
sekitarnya.
Depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai gejala
primer. Tetapi juga ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat
terganggunya afek dan kemauan.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis skizofrenia
adalah:
(1). Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu skizofrenia. Artinya
tidak ada simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap simptom
skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf lainnya.
Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari pemeriksaan status mental
saat ini. Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang esensial untuk menegakkan
diagnosis skizofrenia.
(2). Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari perawatan
sebelumnya (yang lalu). Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis subtipe
mungkin berubah.
(3). Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang
sosial budaya pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya
tertentu mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain. Contohnya
memakai koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan dipandang aneh jika
dilakukan di Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya merupakan gangguan realitas
mungkin akibat keterbatasan intelektual dan pendidikan pasien.
KLASIFIKASI

Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam
PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai
spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi
tawa.
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lainlain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion
of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of passivity),
dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya.
Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan
social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid
cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik
paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon
emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah.
Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadangkadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social.
Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap
intak.

2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas
berikut ini memang benar bertahan :
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme;
ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa
tujuan dan hampa perasaan;
- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (selfabsorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces),

mannerisme,

mengibuli

secara

bersenda

gurau

(pranks),

keluhan

hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);


- Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta
inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting
and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang
bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita
memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty
of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap
agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan
pikiran pasien.
3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :

(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan
serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan
posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah
atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh
dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang
memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik
untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan
metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan
yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan
medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau
cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated)
Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam
salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci.
Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau


katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran
klinisnya); dan
(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria
untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :
(a) Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang
buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh,
perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi
gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan
telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis
atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.

Tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan skizofrenik,
tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe
lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran
yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe
residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan
tidak disertai afek yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
- gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan
- disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi
sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe
skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada
jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses
berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini
timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang
memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin
mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila
tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau
penjahat.
8. Skizofrenia lainnya
9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya antara lain :
Bouffe delirante (psikosis delusional akut).

Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala
yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan
skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kira-kira empat
puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya
diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.
Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat konseptualisasi
diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk
mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi diagnostik skizofrenia
yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis
skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis yang
digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut mungkin
kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan pikiran tetapi tidak terus
menerus memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia
ambang (borderline schizophrenia) di masa lalu.
Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien
sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat. Istilah
skizofrenik oneiroid telah digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya terlibat
didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan didalam dunia
nyata. Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa pasien
untuk adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala tersebut.
Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia paranoid. Dalam
pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara
progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini
menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi.

Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan,
fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan
psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia, panambivalensi dan
kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang menderita gangguan
kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang
sering sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi
psikotik secara jelas dan parah.
Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif yaitu
asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan.
Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang relatif baik terhadap
pengobatan.
Skizofrenia tipe II.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative yaitu
pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan,
penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia,
penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan kelainan otak
struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan.

1. Hipocampus
2. Ganglia basalis
Otak terdiri dari empat bagian besar, yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak
kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon.
Neuroanatomi yang berhubungan dengan memori :
1. Subcortical struktur

a. Hippocampus
Fungsi dari hipokampus :

Peta kognitif

Enkoding : berfungsi untuk encoding kenangan, kerusakan pada


hippocampus dan wilayah sekitarnya dapat menyebabkan amnesia
anterograde yaitu ketidakmampuan untuk membentuk kenangan baru.
Hippocampus juga telibat dalam konsolidasi memori yaitu proses yang
lambat dimana memori diubah dari pendek ke memori jangka panjang.

b. Cerebellum
Otak kecil berperan dalam pembelajaran memori prosedural, dan motor belajar,
seperti keterampilan yang memerlukan koordinasi dan pengendalian motorik
halus. Sebuah contoh dari suatu keterampilan yang memerlukan memori
prosedural yaitu bermain alat musik, atau mengendarai mobil atau naik sepeda.
c. Amygdala
Fungsi dari amigdala :
1. Memori ketakutan pengkondisian
Amigdala yang terkait dengan kedua pembelajaran emosional dan memori,
karena kuat untuk menanggapi rangsangan emosional, terutama rasa takut.
Neuron ini membantu dalam pengkodean ingatan emosional dan
meningkatkan mereka.

Nukleus yang sentral dihubungkan dengan

tanggapan perilaku yang bergantung pada reaksi basolateral ketakutan. Pusat


nukleus amigdala juga terhubung dengan emosi dan perilaku yang didorong
oleh makanan dan seks.
2. Memori konsolidasi
Pengalaman emosional dan peristiwa yang agak rapuh dan mengambil
waktu untuk benar-benar ditetapkan ke dalam memori. Ini proses yang
lambat,

disebut

sebagai

konsolidasi,

memungkinkan

emosi

untuk

mempengaruhi cara memori disimpan. Hal ini mungkin disebabkan oleh

amigdala meningkatkan aspek emosional informasi selama encoding,


menyebabkan memori untuk diproses pada tingkat yang lebih dalam dan
karenanya, lebih mungkin untuk menahan lupa.
d. Basal ganglia dan motor memori
Berhubungan dengan kognisi, seperti proses belajar, memori, dan proses
memori tak sadar, seperti keterampilan motorik dan memori implisit.
2. Cortical struktur
a. Lobus frontal
Bagian korteks berfungsi kemampuan kita untuk merencanakan hari, mengatur
pekerjaan, jenis surat, perhatian untuk rincian dan mengontrol gerakan lengan
dan kaki. Hal ini juga memberikan kontribusi terhadap kepribadian dan perilaku
. Lobus frontal juga terlibat dalam kemampuan untuk mengingat apa yang perlu
kita lakukan di masa depan; ini disebut memori prospektif. Lobus frontal
penting dalam memori kerja. karena berperan dalam koordinasi informasi.
presental gyrus merupakan area motor kontralateral dari wajah, lengan,
tungkai, batang.
area Brocca's merupakan pusat bicara motorik pada lobus dominan.
suplementari motor area untuk gerakan kontralateral kepala dan lirikan
mata.
area prefrontal merupakan area untuk kepribadian dan inisiatif.
lobulus parasental merupakan pusat kontrol inhibisi untuk miksi dan
defikasi.
b. Lobus occipital
Lobus ini dikenal sebagai pusat persepsi visual sistem, fungsi utama dari lobus
oksipital adalah penglihatan.
c. Lobus parietal
Berfungsi sebagai : (1) sensasi dan persepsi (2) membangun sistem koordinat
spasial untuk mewakili dunia di sekitar kita. Serta lobus parietal memberikan
kemampuan untuk memusatkan perhatian pada rangsangan yang berbeda pada
saat yang sama.

gyrus postcentral : merupakan kortek sensoris yang menerima jaras afferent


dari posisi, raba dan gerakan pasif.
gyrus angularis dan supramarginal : hemisfer dominan merupakan bagian
area bahwa Wernics, dimana masukkan auditori dan visual di integrasikan.
Lobus non dominan penting untuk konsep " body imge", dan sadar akan
lingkungan luar.
d. Lobus temporal
Lobus dalam korteks ini lebih erat berkaitan dengan memori dan khususnya
memori otobiografi. Berfungsi sebagai recognition memory yang terdiri dari
familitiary component dan recollective component
kortek auditori terletak pada permukaan gyrus temporal superior ( = gyrus
Heschl). Hemisfer dominan penting untuk pendengaran bahasa, sedang
hemisfer non - dominan untuk mendengar nada, ritme dan musik.
gyrus temporalis media & inferior berperan dalam fungsi belajar & memori.
lobus limbic : terletak pada bagian inferior medial lobus temporal, termasuk
hipokampus & gyrus parahipokampus. Sensasi olfaktoris melalui jaras ini,
juga emosi / sifat efektif. Serabut olfaktori berakhir di uncus.
jaras visual melalui bagian dalarn lobus temporal sekitar cornu posterior
ventrikel lateral

Anda mungkin juga menyukai