Definisi
Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik /
progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu ;
daya ingat , daya fikir , daya orientasi, daya pemahaman , berhitung ,
kemampuan belajar, berbahasa , kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut
, Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif , dan ada kalanya diawali oleh
kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau
motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit
kardiovaskular, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder
mengenai otak.
Epidemiologi
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia.
Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat
mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun
prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen. Dari seluruh pasien yang
menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita jenis
demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer
(Alzheimers diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring
bertambahnya usia.
Untuk seseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen
pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya
mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan
lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home bed). Jenis demensia yang
paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara kausatif
dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler.
Etiologi
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas
65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3)
campuran antara keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen
diantaranya adalah demensia jisim Lewy (Lewy body dementia), penyakit Pick,
demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik,
demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis)
dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan
penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti
kelaianan metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya
defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat
depresi.
Gambaran Klinis
Perubahan Psikiatrik dan Neurologis
Kepribadian
Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia
biasanya akan mengganggu bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit
mungkin dapat menonjol selama perkembangan demensia. Pasien dengan
demensia juga menjadi tertutup serta menjadi kurang perhatian dibandingkan
sebelumnya. Seseorang dengan demensia yang memiliki waham paranoid
umumnya lebih cenderung memusuhi anggota keluarganya dan pengasuhnya.
Pasien yang mengalami kelainan pada lobus fraontalis dan temporalis biasanya
mengalami perubahan kepribadian dan mungkin lebih iritabel dan eksplosif.
Halusinasi dan Waham
Diperkirakan sekitar 20 hingga 30 persen dengan demensia (terutama
pasien dengan demensia tipe Alzheimer) memiliki halusinasi, dan 30 hingga 40
persen memiliki waham, terutama waham paranoid yang bersifat tidak
sistematis, meskipun waham yang sistematis juga dilaporkan pada pasien
tersebut. Agresi fisik dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya lazim ditemukan pada
pasien dengan demensia yang juga memiliki gejala-gejala psikotik.
Mood
Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian, depresi
dan kecemasan merupakan gejala utama yang ditemukan pada 40 hingga 50
persen pasien dengan demensia, meskipun sindrom depresif secara utuh hanya
tampak pada 10 hingga 20 persen pasien. Pasien dengan demensia juga dapat
menujukkan perubahan emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang nyata
(misalnya tertawa dan menangis yang patologis).
Perubahan Kognitif
Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya
apraksia dan agnosia dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM
IV. Tanda-tanda neurologis lainnya yang dikaitkan dengan demensia adalah
bangkitan yaitu ditemukan kira-kira pada 10 persen pasien dengan demensia
tipe Alzheimer serta 20 persen pada pasien dengan demensia vaskuler. Refleks
primitif seperti refleks menggenggam, refleks moncong (snout), refleks
mengisap, refleks tonus kaki serta refleks palmomental dapat ditemukan melalui
pemeriksaan neurologis pada 5 hingga 10 persen pasien.
Pasien dengan demensia vaskuler mungkin mempunyai gejala-gejala
neurologis tambahan seperti sakit kepala, pusing, kepala terasa ringan,
kelemahan, tanda defisit neurologis fokalterutama yang terkait dengan penyakit
serebro-vaskuler, pseudobulber palsy, disartria, dan disfagia yang lebih menonjol
dibandingkan dengan gejala-gejala diatas pada jenis-jenis demensia lainnya.
Reaksi Katastrofik
Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan yang
oleh Kurt Goldstein disebut perilaku abstrak. Pasien mengalami kesulitan untuk
memahami suatu konsep dan menjelaskan perbedaan konsep-konsep tersebut.
Lebih jauh lagi, kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah, berpikir
logis, dan kemampuan menilai suara juga terganggu. Goldstein juga
menggambarkan reaksi katastrofik berupa agitasi terhadap kesadaran subyektif
dari defisit intelektual dalam kondisi yang penuh tekanan. Pasien biasanya
mengkompensasi defek yang dialami dengan cara menghindari kegagalan dalam
kemampuan intelektualnya,misalnya dengan cara bercanda atau dengan
mengalihkan pembicaraannya dengan pemeriksa. Buruknya penilaian dan
kemampuan mengendalikan impuls adalah lazim, biasanya ditemukan pada
demensia yang secara primer mengenai daerah lobus frontalis. Contoh dari
kelainan ini adalah penggunaan kata-kata yang kasar, bercanda dengan tidak
wajar, ketidakpedulian terhadap penampilan dan kebersihan diri, serta sikap
acuh tak acuh dalam hubungan sosialnya.
Sindrom Sundowner
Sindrom sundowner ditandai dengan keadaan mengantuk, bingung,
ataksia dan terjatuh secara tiba-tiba. Gejala-gejala tersebut muncul pada pasien
yang berumur lebih tua yang mengalami sedasi yang berlebihan dan penderita
demensia yang bereaksi secara berlebihan terhadap obat-obat psikoaktif
bahkan dengan dosis yang kecli sekalipun. Sindrom tersebut juga muncul pada
pasien demensia saat sitmulus eksternal seperti cahaya dan isyarat
interpersonal dihilangkan.
Klasifikasi
Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit,
kerusakan struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III).
(a) Menurut Umur:
o Demensia senilis (>65th)
o Demensia prasenilis (<65th)
(b) Menurut perjalanan penyakit:
o Reversibel
o Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma,
Defisiensi vitamin B, Hipotiroidism, intoksikasi Pb)
(c) Menurut kerusakan struktur otak
o Tipe Alzheimer
o Tipe non-Alzheimer
o Demensia vaskular
o Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
o Demensia Lobus frontal-temporal
o Demensia terkait dengan HIV-AIDS
o Morbus Parkinson
o Morbus Huntington
o Morbus Pick
o Morbus Jakob-Creutzfeldt
o Sindrom Gerstmann-Strussler-Scheinker
o Prion disease
o Palsi Supranuklear progresif
o Multiple sklerosis
o Neurosifilis
o Tipe campuran
Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan
gangguan
mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ;