Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demensia ialah suatu sindroma yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan memori sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari.
Kasus demensia di Inggris terdapat kurang lebih 18.000 penderita
demensia dengan usia di bawah 65 tahun. Data menunjukan adanya
peningkatan angka demensia pada usia muda. Laporan dari World
Alzheimer’s Report (2009) menyebutkan bahwa satu pertiga dari total
penyebab demensia ini adalah penyakit Alzheimer. Demensia tipe
Alzheimer dilaporkan bertumbuh dua kali lipat setiap pertambahan usia
lima tahun, yaitu bila prevalensi demensia pada usia 65 tahun 3% maka
menjadi 6% pada usia 70 tahun (Akter et al., 2012).
Prevalensi demensia di Indonesia pada tahun 2006, dari 20 juta
orang lansia diperkirakan satu juta orang mengalami demensia. Selain itu,
berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali
dibandingkan laki laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup
wanita lebih lama dibandingkan laki-laki. Meskipun demikian, angka
insidensi dan prevalensi demensia tersebut belum diketahui dengan pasti,
termasuk di kota Malang (Tantomi et al., 2014).
Jumlah penduduk yang banyak tingkat mobilitas tinggi dan gaya
hidup yang kurang baik menjadi salah faktor kejadian demensia di kota
Malang. Berdasarkan fenomena tersebut, maka diperlukan studi
epidemiologi tentang Tren Fenomena “PisiDi”(Pikun Usia Dini) sebagai
Dugaan Awal Gejala Penyakit Demensia di Kota Malang. Studi ini
mengidentifikasi gejala awal demensia dengan Clock Drawing Test
(CDT), sehingga dapat mengetahui distribusi dan prevalensi epidemiologi
demensia di kota Malang (Tantomi et al., 2014).

1
B. Tujuan
1. Mahasiswa mengerti definisi, etiologi, epidemiologi serta faktor risiko
dari demensia.
2. Mahasiswa mengerti patogenesis dan patofisiologi demensia.
3. Mahasiswa mengerti tanda dan gejala, pemeriksaan penunjang serta
penegakan diagnosis demensia.
4. Mahasiswa mengerti terapi lama dan terapi baru dari demensia.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Definisi demensia menurut Cummings et al (2008) adalah sindrom
neurodegeneratif yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis
dan progesifitas disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti
kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran
pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya
disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi.

B. Etiologi
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi
3 golongan
besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak
dikenal. Seringpada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri,
mungkin kelainan terdapat padatingkat subseluler atau secara
biokimiawi pada sistem enzim, atau padametabolisme seperti yang
ditemukan pada penyakit alzheimer dan demensiasenilis.
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat
diobati,
Penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
a) Penyakit degenerasi spino-serebelar.
b) Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
c) Khorea Huntington
d) penyakit jacob-creutzfeld dll

3
3. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golonganini diantaranya :
a) Penyakit cerebro kardiovaskuler
b) penyakit- penyakit metabolik
c) Gangguan nutrisi
d) Akibat intoksikasi menahun
e) Hidrosefalus komunikans

C. Epidemiologi
Umumnya 40% penderita demensia berada di atas 65 tahun dengan
angka insidens 187/100.000/tahunnya. Untuk demensia tidak ada
perbedaan antara pria dan wanita sedangkan untuk demensia Alzheimer
lebih banyak wanita dengan rasio 1,6. Insiden demensia Alzheimer
sangatlah berkaitan dengan umur, 5% dari populasi berusia di atas 65
tahun di Amerika dan Eropa merupakan penderita Alzheimer, dan ini
sesuai dengan makin banyak populasi orang tua di Amerika Serikat dan
Eropa, maka makin tua populasinya makin banyak kasus AD, dimana pada
populasi umur 80 tahun didapati 50% penderita AD (Sjahrir, 2010).
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga
kalidibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan
hidup wanitalebih lama dibandingkan laki-laki. Dari beberapa penelitian
tidak ada perbedaan terhadap jenis kelamin (Sjahrir, 2010) .Prevalensi
demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi
demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia.
Kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat
mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun
prevalensinya mencapai 20 hingga 40 %.Dari seluruh pasien yang
menderita demensia, 50 hingga 60 % diantaranya menderita jenis
demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer
(Alzheimer’s diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat
seiring bertambahnya usia (Sjahrir, 2010) .

4
Untuk seseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6
persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia 90 tahun,
prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe
Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing
home bed). Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah
demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit
serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang
untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga
30persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering
ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih
sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien
menderita kedua jenis demensia tersebut. Penyebab demensia paling
sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5 persen kasus
adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan
berbagai jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan,
misalnya penyakit Huntington dan penyakit Parkinson (Sjahrir, 2010).

D. Faktor Risiko
Faktor- faktor yangmempengaruhi demensia (William, 2009):
1. Umur
2. Genetik atau keturunan
3. Jenis kelamin
4. Pendidikan
5. Keluarga dengan Down Syndrome
6. Fertilitas yang kurang
7. Kandungan alumunium pada air minum
8. Defisiensi kalsium

5
E. Tanda dan Gejala
Gambaran Klinis Perubahan Psikiatrik dan Neurologis Kepribadian
Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya
akan mengganggu bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit
mungkin dapat menonjol selama perkembangan demensia. Pasien dengan
demensia juga menjadi tertutup serta menjadi kurang perhatian
dibandingkan sebelumnya. Seseorang dengan demensia yang memiliki
waham paranoid umumnya lebih cenderung memusuhi anggota
keluarganya dan pengasuhnya. Pasien yang mengalami kelainan pada
lobus fraontalis dan temporalis biasanya mengalami perubahan
kepribadian dan mungkin lebih iritabel dan eksplosif (William, 2009).
1. Halusinasi dan Waham
Sekitar 20 hingga 30 % dengan demensia (terutama pasien dengan
demensia tipe Alzheimer) memiliki halusinasi, dan 30 hingga 40 %
memiliki waham, terutama waham paranoid yang bersifat tidak
sistematis, meskipun waham yang sistematis juga dilaporkan pada
pasien tersebut. Agresi fisik dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya
lazim ditemukan pada pasien dengan demensia yang juga memiliki
gejala-gejala psikotik. Mood Pada pasien dengan gejala psikosis dan
perubahan kepribadian, depresi dan kecemasan merupakan gejala
utama yang ditemukan pada 40 hingga 50 % pasien dengan demensia,
meskipun sindrom depresif secara utuh hanya tampak pada 10 hingga
20 % pasien. Pasien dengan demensia juga dapat menujukkan
perubahan emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang nyata (misalnya
tertawa dan menangis yang patologis) (William, 2009).

2. Perubahan Kognitif
Pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya
apraksia dan agnosia dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam
kriteria DSM IV. Tanda-tanda neurologis lainnya yang dikaitkan
dengan demensia adalah bangkitan yaitu ditemukan kira-kira pada 10
% pasien dengan demensia tipe Alzheimer serta 20 % pada pasien
dengan demensia vaskuler. Refleks primitif seperti refleks

6
menggenggam, refleks moncong (snout), refleks mengisap, refleks
tonus kaki serta refleks palmomental dapat ditemukan melalui
pemeriksaan neurologis pada 5 hingga 10 % pasien. Penilaian fugsi
kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The Mini Mental State
Exam (MMSE) (William, 2009).
3. Sindrom Sundowner Sindrom Sundowner
Keadaan khas pada sindrom ini ialah mengantuk, bingung, ataksia
dan terjatuh secara tiba-tiba. Gejala-gejala tersebut muncul pada pasien
yang berumur lebih tua yang mengalami sedasi yang berlebihan dan
penderita demensia yang bereaksi secara berlebihan terhadap obat-obat
psikoaktif bahkan dengan dosis yang kecli sekalipun. Sindrom tersebut
juga muncul pada pasien demensia saat sitmulus eksternal seperti
cahaya dan isyarat interpersonal dihilangkan (William, 2009).

F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
a) Riwayat medik umum
Perlu ditanyakan apakah penyandang mengalami gangguan
medik yang dapat menyebabkan demensia seperti hipotiroidism,
neoplasma, infeksi kronik. Penyakit jantung koroner, gangguan
katup jantung, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan
arteriosklerosis perifer mengarah ke demensia vaskular. Pada saat
wawancara biasanya pada penderita demensia sering menoleh yang
disebut head turning sign (Katzman, 2007).
b) Riwayat neurologi umum
Tujuan anamnesis riwayat neurologi adalah untuk
mengetahui kondisi-kondisi khusus penyebab demensia seperti
riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat,
riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor atauhidrosefalus.
Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik, sensorik,
gangguan berjalan, nyeri kepala saat awitan demesia lebih

7
mengindikasikan kelainan struktural dari pada sebab
degeneratif(Katzman, 2007).
c) Riwayat neurobehavioral
Anamnesa kelainan neurobehavioral penting untuk
diagnosis demensia atau tidaknya seseorang. Ini meliputi
komponen memori. (memori jangka pendek dan memori jangka
panjang) orientasi ruang dan waktu, kesulitan bahasa, fungsi
eksekutif, kemampuan mengenal wajah orang, bepergian,
mengurus uang dan membuat keputusan (Katzman, 2007).
d) Riwayat psikiatrik
Riwayat psikiatrik berguna untuk menentukan apakah
penyandang pernah mengalami gangguan psikiatrik sebelumnya.
Perlu ditekankan ada tidaknya riwayat depresi, psikosis, perubahan
kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, dan pikiran
paranoid. Gangguan depresi juga dapat menurunkan fungsi
kognitif, hal ini disebut pseudodemensia (Katzman, 2007).
e) Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan
Intoksikasi aluminium telah lama dikaitkan dengan
ensefalopati toksik dan gangguan kognitif walaupun laporan yang
ada masih inkonsisten. Defisiensi nutrisi, alkoholism kronik perlu
menjadi pertimbangan walau tidak spesifik untuk demensia
Alzheimer. Perlu diketahui bahwa anti depresan golongan trisiklik
dan anti kolinergik dapat menurunkan fungsi kognitif (Katzman,
2007).
f) Riwayat keluarga
Pemeriksaan harus menggali kemungkinan insiden
demensia di keluarga, terutama hubungan keluarga langsung, atau
penyakit neurologik, psikiatrik (Katzman, 2007).
g) Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan untuk deteksi demensia harus meliputi
pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan

8
neuropsikologis, pemeriksaan status fungsional dan pemeriksaan
psikiatrik(Katzman, 2007).

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis pasien termasuk pada informasi dari anggota
keluarga, teman-teman, dan perusahaan, kemudian mencari faktor
penyebab atau faktor pencetusnya.Kriteria diagnostik
demensia(William, 2009):
a) adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang
sampai mengganggu kegiatan harian seseorang, seperti: mandi,
berpakaian, makan dan kebersihan diri.
b) tidak ada gangguan kesadaran
c) gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.

3. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu
diagnosis klinis demensia ditegakkan untuk membantu pencarian
etiologi demensia khususnya pada demensia reversible, walaupun
50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan
hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin
sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin
dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis,
elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone
tiroid, kadar asam folat (William, 2009).

b) Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam
pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan
(William, 2009)
c) Pemeriksaan EEG

9
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran
spesifik dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada
Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan
difus dan kompleks periodik (William, 2009)
d) Pungsi lumbal
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan
demensia akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai
rangsangan meningen dan panas,demensia presentasi atipikal,
hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal
pada CT scan (William, 2009).
e) Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut
lipid polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3,
dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda.
Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia
Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan
pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin
meningkat (William, 2009).

G. Patogenesis
Penyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya dua per tiga kasus
demensia. Penyebab spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui,
meskipun tampaknya genetika berperan dalam hal itu. Teori-teori lain
yang pernah popular, tetapi saat ini kurang mendukung, antara lain adalah
efek toksik dari aluminium, virus yang berkembang perlahan sehingga
menimbulkan respon atau imun, atau defisiensi biokimia. Dr. Alois
Alzheimer pertama kali mendeskripsikan dua jenis struktur abnormal yang
ditemukan pada otak mayat yang menderita penyakit Alzheimer:plak
amiloid dan kekusutan neurofibril trdapat juga penurunan neurotransmitter
tertentu, terutama asetilkolin. Area otak yang terkena penyakit Alzheimer
terutama adalah korteks serebri dan hipokampus, keduanya merupakan
bagian penting dalam fungsi kognitif dan memori(Mickey Stanley, 2006).

10
Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak amiloid
berasal dari protein yang lebih besar, protein prekursor amiloid (amyloid
precursor protein (APP)). Keluarga dengan awitan dini penyakit
Alzheimer yang tampak sebagaisesuatu yang diturunkan telah menjalani
penelitian, dan beberapa diantaranya mengalami mutasi pada gen APP-
nya. Mutasi genAPP lainnya yang berkaitan dengan awitan lambat AD dan
penyakit serebrovaskular juga telah diidentifikasi(Mickey Stanley, 2006).
Terdapat peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer
dengan menurunnya alel apo E4 pada kromosom 19. Simpul neurofibriler
adalah sekumpulan serat-serat sel saraf yang saling berpilin,yang disebut
pasangan filamen heliks. Peran spesifik dari simpul tersebut pada penyakit
ini sedang diteliti(Mickey Stanley, 2006).
Asetilkolin dan neurotransmiter merupakan zat kimia yang
diperlukan untuk mengirim pesan melewati system saraf. Deficit
neurotransmiter menyebabkan pemecahan proses komunikasi yang
kompleks di antara sel-sel pada system saraf. Tau dalah protein dalam
cairan srebrospinal yang jumlahnya sudah meningkat sekalipun pada
penyakit Alzheimer tahap awal. Temuan-temuan yang ada menunjukan
bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula di tingkat selular, dengan atau
menjadi penanda molecular di sel-sel tersebut(Mickey Stanley, 2006).
Demensia multi-infark adalah penyebab demensia kedua yang
paling banyak terjadi. Pasien yang menderita penyakit serebrovaskular
yang seperti namanya, berkembang menjadi infark multiple di otak. Tidak
semua orang yang menderita infark serebral multiple mengalami
demensia. Perbandingannya dengan penderita penyakit Alzheimer, orang-
orang dengan demensia multi infark mengalami awitan penyakit yang tiba-
tiba, lebih dari sekedar deteriorasi linear pada kognisi dan fungsi, dan
dapat menunjukan beberapa perbaikan di antara peristiwa-peristiwa
serebrovaskular(Mickey Stanley, 2006).

Sebagian besar pasien dengan penyakit Parkinson yang menderita


perjalanan penyakiy yang lama dan parah akan mengalami demensia. Pada

11
satu studi, pasien-pasien diamati selama 15 sampai 18 tahun setelah
memasuki program pengobatan levodopa, dan 80% di antaranya menderita
demensia sedang atau [parah sebelum akhirnya meninggal dunia. (Mickey
Stanley, 2006).

H. Patofisiologi

Gambar II.1. Bagan patofisiologi demensia (Jellinger, 2013).

Demensiavaskularpatologi yang
dominanadalahadanyainfarkmultipeldanabnormalitassubstansia alba.
Infarkjaringanotak yang terjadisetelahserangan stroke
dapatmenyebabkandemensiatergangtungpada volume total korteks yang
rusakdanhemisfermana yang terkena. Umumnyademesiamunculpada
stroke yang
mengenaibeberapabagianotakatauhemisferkiri.Abnormalitaspadasubstansi
aalbabiasanyaberkaitandenganinfarklakunar (Hidayaty, 2012).

Pertandaanatomispadademensiafrontotemporaladalahterjadinyaatrofi yang
jelaspadalobus temporal danatau frontal yang dapatdilihatpadapencitraan
MRI atau CT scan.Atrofi yang
terjaditerkadangsangattidaksimetrisdansecaramikroskopisditemukan

12
gliosis danhilangnyaneuron yang
berisiinklusisitoplasma.PadademensiadenganbadanLewymenunjukkanadan
yagambaranbadanLewypadapemeriksaanhistopatologi yang
dapatditemukanpadaseluruhkorteks, amigdala, kortekssingulata,
dansubstansianigra (Hidayaty, 2012).

Pasiendemensiadatangdengankeluhankemampuanintelektual yang
menurunsehinggamengganggupekerjaandanlingkungannya,
penurunanfungsimemori yang terkaitdefisitkognitif,
gangguanberpikirabstrak, penurunankemampuananalisamasalah,
gangguanpertimbangan, afasia, apraksia, sampaiperubahankepribadian
yang disebabkanolehrusaknya neuron di sistemsarafpusat yang
melibatkansistemlimbikdandaerahsekitarnya (Hidayaty, 2012).

I. Gambaran Histopatologis
Badan Pick
padagirusdentatapadapasiendenganpenyakitfrontotemporalvaskulerterdiria
tasheliksberpasanganlonggardanfilamenlurusdenganpewarnaansensitifuntu
khiperfosforilasi tau.Penyakitklasik Pick dapatditemukanpada 10-20%
pasiendengandemensiafrontotemporal (Longo, 2012).

Gambar II.2. Pick body subtipedegenerasilobustemporal-tau (Longo, 2012).

13
Gambar II.3. Lewy’s bodypadasubstansianigra(Brunnstrӧm, 2011).

J. Penatalaksanaan
1. Terapi Lama
Beberapaobatuntukdemensiadigunakanuntukmeredakangejalapada
penyakit Alzheimer.Satukelasobatpenghambatkolinesterase, yakni
donepezil, rivastigmin,
dangalantamindapatmeredakangejalauntuksementaradanmenstabilkan
memoridankemampuanberpikirpadabeberapa orang
denganmeningkatkanaktivitasjaringankolinergikotak.Memantinmerupa
kanobatdarikelasagonisreseptor NMDA yang
menanganikemampuanbelajardanmemori.Agonisreseptor NMDA
bekerjadenganmengaturaktivitas neurotransmitter
glutamat.Memantindapatdikombinasikandengan inhibitor kolinesterase
(The National Institute of Neurological Disorders and Stroke, 2013).
2. Terapi Baru
Tidakadaterapi yang efektif untuk demensia vaskuler.
Terapipadademensiavaskularberfokuspadapencegahandanterapipadape
nyakit yang sudahadasebelumnya yang
dapatmenginduksidemensia.Pencegahanterbentuknyaiskemi yang
barudenganmengatasimasalah-masalah yang
sudahadasebelumnyasepertihipertensi, diabetes, rokok,
ataukurangnyaaktivitasfisik.Bagipasiendenganhipotiroiddiberikanpeng
gantitiroid, terapi vitamin

14
bagipasiendengandefisiensitiaminataupasiendengankenaikanhomosiste
inserum.Padapasieninfeksioportunistikdiberikanantimikroba,
pasiendengan HIV diberikanantiretroviral,
danterapiinvasifpembedahanbagidemensiadenganneoplasma.Bantuanp
sikiatridiperlukanbagipasiendenganpenurunanfungsikognitifdanganggu
anpsikologis (Longo, 2012).

K. Komplikasi
Stadium terminal demensiapasienmengalamidisorientasi,
inkoheren, amnestik, inkontinensiaurindaninkontinensiaalvi (Julianti,
2008).

L. Prognosis
Penderitademensiadenganawitan yang
diniataudenganriwayatkeluargamenderitademensiamemilikikemungkinanp
erjalananpenyakit yang lebihcepat.Sekalidemensiadidiagnosis,
pasienharusmenjalanipemeriksaanmedisdanneurologislengkap, karena 10
hingga 15 persenpasiendengandemensiapotensialmengalamiperbaikan
(reversibel) jikaterapi yang diberikantelahdimulaisebelumkerusakanotak
yang permanenterjadi (Julianti, 2008).
Pasiendengandemensia primer
mempunyaipeluangmenurunnyaangkaharapanhidupbergantungpadapenyebab
demensiadanperkembangandemensia yang progresif (Gerstein, 2016).

15
III. KESIMPULAN

1. Definisi dari demensia yaitu keadaan penurunan fungsi kognitif karena


degenerasi neuron-neuron.
2. Patomekanisme yaitu dimulai dari beberapa penyebab seperti Alzheimer
disease dan cerebrovascular dementia.
3. Tanda dan gejala utama bisa didapatkan dari anamnesis serta pemeriksaan
fisik yang disempurnakan dengan pemeriksaan penunjang.
4. Penatalaksanaan konjungtivitis terbagi atas terapi lama dan terapi baru.

16
DAFTAR PUSTAKA

Akter, F.U., Rani, M.F.A., Nordin, M.S., Rahman, J.A., Aris, M.A.B.M., Rathor,
M.Y. 2012. Dementia: Prevalence and Risk Factors. International Review
of Social Science and Humanities, 2 (21): 78- 184.
Brunnstrӧm,H. 2011. Neuropathological Findings and Staging in Dementia.
Sweden: Lund University.
Cummings, MD Jeffrey L. 2010. Dementia a clinical approach.2nd ed. Butter
worth: 43-93 Aging and alzheimer disease: alteredd cortical serotogenic
binding. Arch.Neurology, 46: 138-145.

Gerstein, PS, et al.. 2016. Delirium, Dementia, and Amnesia in Emergency


Medicine. Tersedia: http://emedicine.medscape.com/article/793247-
overview (Diakses 1 April 2016).
Hidayaty, DF. 2012.
HubunganAktivitasFisikdanAktivitasKognitifterhadapKejadianDemensiap
adaLansia di KelurahanSukabumi Selatan Tahun 2012. Jakarta: UIN
SyarifHidayatullah.
Jellinger, KA. 2013. Pathology and Pathogenesis of Vascular Cognitive
Impairment-A Critical Update. Frontier Aging Neuroscience.Tersedia:
http://journal.frontiersin.org/article/10.3389/fnagi.2013.00017/full(Diakses
1 April 2016).
Julianti, R, Budiono, A. 2008. Demensia.Pekanbaru: RSJ Tampan,
FakultasKedokteranUniversitas Riau

Katzman RMD. Principle of geriatric neurology. Philadelphia : FA Davis,


2007:207-243.

Longo, DL, et al. 2012. Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th edition.
New York: McGraw-Hill.
Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik & GeriatrikEdisi-3. Jakarta: EGC.

Sjahrir H, 2010. PengenalanDemensia. Dalam: Sjahrir H, Nasution D, Rambe HH,


editor. Demensia, Hal 59-96. USU Press. Medan.
Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett Beare. (2006). Buku Ajar Keperawatan
Gerontik, Edisi 2. Jakarta: EGC.

The National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2013. The


Dementias: Hope Through Research. National Institute of Health

17
Tontomi, A.I., Baabdullah, A.O., dan Sagita, A. 2013. Tren Fenomena ‘PisiDi’
(Pikun Usia Dini) Sebagai Dugaan Awal Gejala Demensia Di Kota
Malang. PKM-P.

William J. 2009. Their use in diagnosis dementia. Geriatrica, 49(2): 28-35

18

Anda mungkin juga menyukai