Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN DEMENSIA


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan
Gerontik
Semester IV

Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.

Eva Fakhrunnisa
Ichtiarfi Waryanuarita
Nia Handayani
Winda Arfian Sari

(P07120213017)
(P07120213020)
(P07120213027)
(P07120213038)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN D-IV KEPERAWATAN
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan dengan jumlah orang yang mencapai usia tua telah
menjadi masalah besar bagi pelayanan psikiatri. Lebih banyak orang hidup
sampai tua, dimana mereka berisiko untuk demensia serta lebih sedikit
orang muda ada untuk merawatnya. Proses penuaan secara normal
membawa perubahan mental maupun fisik. Penurunan intelektual mulai
terlihat pada dewasa muda, dan semakin jelas pada usia tua. Kesulitan
mengingat berbentuk lambatnya dan buruknya daya ingat, lupa senilis
yang ringan biasanya lupa nama atau hal lain yang relative tidak penting.
Penuaan juga melibatkan perubahan sosial dan psikologi.
Penuaan fisik dan pensiun dari pekerjaan menimbulkan penarikan
diri bertahap dari masyarakat sejalan dengan itu terjadi penyempitan minat
dan pandangan ketakmampuan menerima pemikiran baru, kecenderungan
memikirkan

hal

yang

lampau

dan

mempunyai

pandangan

konservatif.peruabahan ini semakin cepat pada orang tua yang menderita


penyakit mental. Penyakit mental pada orang tua sangat bervariasi, maka
terjadilah masalah besar, seperti masalah social dan ekonomi maupun
medis yang muncul akibat demensia senilis dan demensia multi
infark.penyakit ini sering terjadi bahkan meningkat karena populasi orang
tua bertambah dan tidak tersedianya tindakan pencegahan atau
pengobatan. Banyak orang tua yang menderita demensia juga menderita
penyakit fisik penyerta lain.
Lanjut usia atau lansia identik dengan demensia atau pikun dan
perlu diketahui bahwa pikun bukanlah hal yang normal pada proses
penuaan. Lansia dapat hidup normal tanpa mengalami berbagai gangguan
memori dan perubahan tingkah laku seperti yang dialami oleh lansia
dengan demensia. Sebagian besar orang mengira orang bahwa demensia
adalah penyakit yang hanya diderita oleh para lansia, kenyataannya

demensia dapat diderita oleh siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis
kelamin (Harvey, R.J. et al. 2003).
Hal ini akan menitikberatkan pada demensia yang diderita oleh
lansia dan perawatan yang dapat dilakukan keluarga sebagai support
system yang penting untuk penderita demensia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu penyakit demensia
2. Apa saja klasifikasi demensia
3. Bagaimana etiologi dan gejala klinis penyakit demensia
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada demensia
C. Tujuan
1. Mampu menjelaskan definisi tentang penyakit demensia
2. Mampu menyebutkan klasifikasi penyakit demensia
3. Mampu menjelaskan etiologi penyakit demensia
4. Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit
demensia.

BAB II
KONSEP DASAR
A. Definisi Demensia
Definisi dementia menurut International Classification of Disease,
10Th revision (ICD-10) adalah suatu keadaan perburukan fungsi intelektual
meliputi memori dan proses berpikir, sehingga mengganggu aktivitas
kehidupan sehari-hari. Gangguan memori khas mempengaruhi registrasi,
penyimpanan dan pengambilan kembali informasi. Dalam hal ini harus
terdapat gangguan proses berpikir dan reasoning di samping memori.
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak
yang biasanya bersifat kronis-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi
kognitif yang multipel tanpa gangguan kesadaran.
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, pikiran,
penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi
kemunduran kepribadian (Medicastore.com).
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang
dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali
menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian
(behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak
menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E.1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar
penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa
penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan
tingkah laku (Kusumawati, 2007).
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat
menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima.
Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat
disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti
dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah
penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy

body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan


oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah
penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak
mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan
sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami
gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan
proses berpikir.
B. Epidemiologi
Insiden dan prevalensi demensia vaskuler berbeda-beda di tiap-tiap
negara. Hal ini disebabkan karena belum adanya kriteria diagnostik yang
baku untuk menentukan adanya demensia. Di samping itu, kultur dan budaya
suatu negara juga berpengaruh dalam menentukan insiden dan prevalensi
demensia vaskuler.
9,10 Tatemichi dan kawan-kawan (1990) melaporkan prevalensi
demensia pasca stroke di Jepang mencapai angka 26,3%. Pohjasvaara (1997)
melaporkan prevalensi demensia di India mencapai 31,8%. Roman (2002)
melaporkan prevalensi demensia pasca stroke di berbagai negara sebesar
21%-45%.
Angka prevalensi demensia vaskuler, khususnya demensia pasca
stroke di Indonesia belum ada. Namun laporan Lamsudin (1995) untuk
Daerah Istimewa Yogyakarta didapatkan angka prevalensi demensia pasca
stroke 23,3%.
C. Klasifikasi
1. Menurut Umur :
a) Demensia senilis (>65th)
b) Demensia prasenilis (<65th)
2. Menurut perjalanan penyakit :
a) Reversibel
b) Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.

3. Menurut kerusakan struktur otak :


a) Tipe Alzheimer
b) Tipe non-Alzheimer
c) Demensia vaskular
d) Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
e) Demensia Lobus frontal-temporal
f) Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
g) Morbus Parkinson
h) Morbus Huntington
i) Morbus Pick
j) Morbus Jakob-Creutzfeldt
k) Sindrom Gerstmann-Strussler-Scheinker
l) Prion disease
m)Palsi Supranuklear progresif
n) Multiple sklerosis
o) Neurosifilis
4. Menurut sifat klinis:
a) Demensia proprius
b) Pseudo-demensia
D. Etiologi
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat
menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima.
Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat
disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti
dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah
penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy
body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan
oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah
penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak
mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan
sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami
gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan
proses berpikir.
Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer,
yang penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga

penyakit Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau


adanya kelainan gen tertentu. Pada penyakit alzheimer, beberapa bagian otak
mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya
respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di
dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut
saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturutturut. Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan
yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini
secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang
mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan
infark. Demensia yang disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia multiinfark. Sebagian penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing
manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan
menjadi 3 golongan besar :
a.

Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal


kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi

b.

pada sistem enzim, atau pada metabolisme


Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat

c.

diobati, penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :


1) Penyakit degenerasi spino-serebelar.
2) Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
3) Khorea Huntington
Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya :
1) Penyakit cerebro kardiofaskuler
2) Penyakit- penyakit metabolik
3) Gangguan nutrisi
4) Akibat intoksikasi menahun

E. Patofisiologi

Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun)
adalah

adanya

perubahan

kepribadian

dan

tingkah

laku

sehingga

mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Lansia penderita demensia tidak


memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana
Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif.
Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit untuk
mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka sering kali
menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa
pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang
terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka merasa khawatir terhadap
penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga
merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat.
Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan
daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi
pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif.
Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan
biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia
menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga
membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit dimana demensia
bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput
dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga
kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala
demensia.

Faktor Psikososial
Derajat

keparahan

dan

perjalanan

penyakit

demensia

dapat

dipengaruhi oleh faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan


pendidikan pasien sebelum sakit maka semakin tinggi juga kemampuan untuk
mengkompensasi defisit intelektual. Pasien dengan awitan demensia yang
cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang lebih sedikit daripada
pasien yang mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan depresi dapat

memperkuat dan memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada


individu yang mengalami depresi dan mengeluhkan gangguan memori, akan
tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan depresi. Ketika depresinya
berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang.
F. Gejala Klinis
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer
dan Vaskuler.
1. Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala
demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang
berlangsung

progresif

lambat,

dimana

akibat

proses

degenaratif

menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini
baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya
ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita
tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan
mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang
sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif
sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai
menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau
penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu
makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
a) Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala
gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi
memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang
dialami
b) Stadium II

Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia.


Gejalanya antara lain,
1)

Disorientasi

2)

Gangguan bahasa (afasia)

3)

Cenderita mudah bingung

4)

Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat


melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota
keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga
mengulanginya lagi.

5)

Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah


tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,

c) Stadium III
Stadium

ini

dicapai

setelah

penyakit

berlangsung

6-12

tahun.Gejala klinisnya antara lain:


1) Penderita menjadi vegetatif
2) tidak bergerak dan membisu
3) daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal
keluarganya sendiri
4) tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
5) kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain
6) kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
2. Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh
gangguan sirkulasi darah di otak. Dan setiap penyebab atau faktor resiko
stroke dapat berakibat terjadinya demensia,. Depresi bisa disebabkan
karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga
depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih
sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini
disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos
emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.

Dibawah ini merupakan klasifikasi penyebab demensia vaskuker,


diantaranya:
a. Kelainan sebagai penyebab Demensia :
1)

penyakit degenaratif

2)

penyakit serebrovaskuler

3)

keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO

4)

trauma otak

5)

infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis)

6)

Hidrosefaulus normotensif

7)

Tumor primer atau metastasis

8)

Autoimun, vaskulitif

9)

Multiple sclerosis

10)

Toksik

11)

kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease

b. Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensi


1)

2)

3)

Gangguan psiatrik :

Depresi

Anxietas

Psikosis

Obat-obatan :

Psikofarmaka

Antiaritmia

Antihipertensi

Antikonvulsan

4)

5)

Digitalis

Gangguan nutrisi :

Defisiensi B6 (Pelagra)

Defisiensi B12

Defisiensi asam folat

Marchiava-bignami disease

Gangguan metabolisme :

Hiper/hipotiroidi

Hiperkalsemia

Hiper/hiponatremia

Hiopoglikemia

Hiperlipidemia

Hipercapnia

Gagal ginjal

Sindromk Cushing

Addisons disesse

Hippotituitaria

Efek remote penyakit kanker

G. Tanda dan Gejala Demensia


Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya
perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas
sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia
dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak
memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana
Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif.
Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit
mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri
sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan
berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama,
mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin
menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan
dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah
masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua
mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi
pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif.

Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan
biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja
Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah
keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana
demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim
kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat
mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa
demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang
sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada
lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian
latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian
status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku
yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga
memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia
penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia
dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota
keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku
(Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di
antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas,
disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah,
agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C.,
Mahoney, E. 1998).
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sebagai berikut:
1.

Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif

2.

Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia,


lupa menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas

3.

Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,


bulan, tahun, tempat penderita demensia berada

4.

Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang


benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali

5.

Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat


sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia
kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul

6.

Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah

7.

Defisit neurologi dan fokal

8.

Inkontinensia urine

9.

Keterbatasan ADL (Activities Daily Living)

10. Gangguan psikotik (halusinasi, ilusi, waham dan paranoid


11. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings)
12. Gangguan keseimbangan (mudah terjatuh)
H. Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia
penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita
demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara
mental maupun lingkungan sekitar. Peran tersebut seperti :
1.

Melibatkan lansia dengan demensia dalam proses perawatan dirinya.


Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur
untuk membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan

2.

dialami penderita demensia.


Seluruh anggota keluarga diharapkan aktif dalam membantu lansia agar
dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara

3.

mandiri dengan aman.


Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang

4.

menderita demensia, saling menguatkan sesama anggota keluarga.


Bila sedang kebingungan, buatlah lansia merasa rileks dan aman.
Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam tangan lansia,

tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan serta berikan minuman hangat


5.

untuk menenangkan.
Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam
sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak
diketahui oleh lansia, memberikan pengaman tambahan pada pintu dan
jendela untuk menghindari lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan
keluarga yang merawat lansia dengan demensia di rumahnya.

I. Pencegahan Demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya
demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif.
d. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
e. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi.
f. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
PASIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA

A. Pengkajian
Tanda dan Gejala
1. Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
2. Pelupa
3. Sering mengulang kata-kata
4. Tidak mengenal dimensi waktu, misalnya tidur di ruang makan
5. Cepat marah dan sulit di atur.
6. Kehilangan daya ingat
7. kesulitan belajar dan mengingat informasi baru
8. kurang konsentrasi
9. kurang kebersihan diri
10. Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
11. Mudah terangsang

12. Tremor
13. Kurang koordinasi gerakan.
Cara melakukan pengkajian
1. Membina hubunga saling percaya dengan klien lansia
2. Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan demensia, pertama-tama
saudara harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
Untuk dapat membina hubungan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal
sebagai berikut:
3. Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi / siang /
sore / malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.
4. Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara,

termasuk

menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.


5. Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
6. Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
7. Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas
tersebut.
8. Bersikap empati dengan cara:
a. Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan
b.

menunjukkan perhatian
Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan

c.
d.

menjawab
Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada

klien.
9. Gunakan kalimat yang singkat, jelas, sederhana dan mudah dimengerti
(hindari penggunaan kata atau kalimat jargon)
10. Bicara lambat , ucapkan kata atau kalimat yang jelas dan jika betranya
tunggu respon pasien
11. Tanya satu pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang pertanyaan dengan
kata-kata yang sama.
12. Volume suara ditingkatkan jika ada gangguan pendengaran, jika volume
ditingkatkan, nada harus direndahkan.
13. Sikap komunikasi verbal disertai dengan non verbal yang baik
14. Sikap berkomunikasi harus berhadapan, pertahankan kontak mata, relaks
dan terbuka
15. Ciptakan lingkungan yang terapeutik pada saat berkomunikasi dengan
klien:

a.
b.
c.

Tidak berisik atau ribut


Ruangan nyaman, cahaya dan ventilasi cukup
Jarak disesuaikan, untuk meminalkan gangguan.

Mengkaji pasien lansia dengan demensia Untuk mengkaji pasien lansia dengan
demensia, saudara dapat menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien
dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang
saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objective demensia. Ketika
mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kurang konsentrasi
Kurang kebersihan diri
Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
Tidak mengenal waktu, tempat dan orang
Tremor
Kurang kordinasi gerak
Aktiftas terbatas
Sering mengulang kata-kata.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah,
tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan
mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis
(degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau
memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi
dan menilai realitas dengan akurat.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,
transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu
berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis,
gelisah, halusinasi.
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai
dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak
mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.

5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas,


menurunnya daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan
kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
6. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan,
kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
7. Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahan sensori.


C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Tujuan
Dx
1.

dan

kriteria Intervensi

hasil
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
diharapkan klien dapat
beradaptasi dengan
perubahan aktivitas
sehari- hari dan
lingkungan dengan
KH :
a. mengidentifikasi
perubahan
b. mampu beradaptasi
pada perubahan
lingkungan dan
aktivitas kehidupan
sehari-hari
c. cemas dan takut
berkurang
d. membuat pernyataan
yang positif tentang
lingkungan yang
baru.

a. Jalin hubungan saling


mendukung dengan
klien.
b. Orientasikan pada
lingkungan dan rutinitas
baru.
c. Kaji tingkat stressor
(penyesuaian diri,
perkembangan, peran
keluarga, akibat
perubahan status
kesehatan)
d. Tentukan jadwal
aktivitas yang wajar
dan masukkan dalam
kegiatan rutin.
e. Berikan penjelasan dan
informasi yang
menyenangkan
mengenai kegiatan/
peristiwa.

Rasional
a. Untuk membangan
kepercayaan dan rasa
nyaman.
b. Menurunkan kecemasan
dan perasaan terganggu.
c. Untuk menentukan persepsi
klien tentang kejadian dan
tingkat serangan.
d. Konsistensi mengurangi
kebingungan dan
meningkatkan rasa
kebersamaan.
e. Menurunkan ketegangan,
mempertahankan rasa
saling percaya, dan
orientasi.

Setelah diberikan

a. Kembangkan

tindakan keperawatan

lingkungan yang

diharapkan klien

mendukung dan

mampu mengenali

hubungan klien-

perubahan dalam

perawat yang

berpikir dengan KH:


a. Mampu
memperlihatkan
kemampuan kognitif
untuk menjalani
konsekuensi
kejadian yang
menegangkan
terhadap emosi dan
pikiran tentang diri.
b. Mampu

terapeutik.
b. Pertahankan
lingkungan yang
menyenangkan dan
tenang.
c. Tatap wajah ketika
berbicara dengan
klien.
d. Panggil klien dengan
namanya.
e. Gunakan suara yang

a. Mengurangi kecemasan dan


emosional.
b. Kebisingan merupakan
sensori berlebihan yang
meningkatkan gangguan
neuron.
c. Menimbulkan perhatian,
terutama pada klien dengan
gangguan perceptual.
d. Nama adalah bentuk
identitas diri dan
menimbulkan pengenalan
terhadap realita dan klien.
e. Meningkatkan pemahaman.
Ucapan tinggi dan keras
menimbulkan stress yg

agak rendah dan

mencetuskan konfrontasi

mengembangkan

berbicara dengan

dan respon marah.

strategi untuk

perlahan pada klien.

mengatasi anggapan
diri yang negatif.
c. Mampu mengenali
tingkah laku dan
3

faktor penyebab.
Setelah diberikan

a. Kembangkan

tindakan keperawatan

lingkungan yang

diharapkan perubahan

suportif dan hubungan

persepsi sensori klien

perawat-klien yang

dapat berkurang atau


terkontrol dengan KH:
a. Mengalami
penurunan
halusinasi.

terapeutik.
b. Bantu klien untuk
memahami halusinasi.
c. Kaji derajat sensori

a. Meningkatkan kenyamanan
dan menurunkan kecemasan
pada klien.
b. Meningkatkan koping dan
menurunkan halusinasi.
c. Keterlibatan otak
memperlihatkan masalah
yang bersifat asimetris

atau gangguan persepsi

menyebabkan klien

dan bagaiman hal

kehilangan kemampuan

b. Mengembangkan
strategi psikososial

klien termasuk

untuk mengurangi

penurunan penglihatan

stress.
c. Mendemonstrasikan

atau pendengaran.
d. Ajarkan strategi untuk

respons yang sesuai

mengurangi stress.
e. Ajak piknik sederhana,

stimulasi.

tersebut mempengaruhi

Setelah dilakukan

pada salah satu sisi tubuh.


d. Untuk menurunkan
kebutuhan akan halusinasi.
e. Piknik menunjukkan realita
dan memberikan stimulasi
sensori yang menurunkan
perasaan curiga dan

jalan-jalan keliling

halusinasi yang disebabkan

rumah sakit. Pantau

perasaan terkekang.

aktivitas.
a. Jangan menganjurkan

a. Irama sirkadian (irama

tindakan keperawatan

klien tidur siang

tidur-bangun) yang

diharapkan tidak terjadi

apabila berakibat efek

tersinkronisasi disebabkan

gangguan pola tidur

negative terhadap tidur

oleh tidur siang yang

pada klien dengan KH :


a. Memahami faktor
penyebab gangguan
pola tidur.
b. Mampu menentukan
penyebab tidur
inadekuat.
c. Melaporkan dapat
beristirahat yang
cukup.
d. Mampu

pada malam hari.


b. Evaluasi efek obat

singkat.
b. Deragement psikis terjadi

klien (steroid, diuretik)

bila terdapat panggunaan

yang mengganggu

kortikosteroid, termasuk

tidur.
c. Tentukan kebiasaan

perubahan mood, insomnia.


c. Mengubah pola yang sudah

dan rutinitas waktu

terbiasa dari asupan makan

tidur malam dengan

klien pada malam hari

kebiasaan klien
(memberi susu hangat).
d. Memberikan

terbukti mengganggu tidur.


d. Hambatan kortikal pada
formasi reticular akan

menciptakan pola

lingkungan yang

berkurang selama tidur,

tidur yang adekuat.

nyaman untuk

meningkatkan respon

meningkatkan

otomatik, karenanya respon

tidur(mematikan

kardiovakular terhadap

lampu, ventilasi ruang

suara meningkat selama

adekuat, suhu yang


sesuai, menghindari
kebisingan).

tidur.
e. Penguatan bahwa saatnya
tidur dan mempertahankan

e. Buat jadwal tidur

kesetabilan lingkungan.

secara teratur. Katakan


pada klien bahwa saat
ini adalah waktu untuk
5

Setelah diberikan

tidur.
a. Identifikasi kesulitan

a. Memahami penyebab yang

tindakan keperawatan

dalam berpakaian/

mempengaruhi intervensi.

diharapkan klien dapat

perawatan diri, seperti:

Masalah dapat

merawat dirinya sesuai

keterbatasan gerak

diminimalkan dengan

dengan kemampuannya

fisik, apatis/ depresi,

menyesuaikan atau

dengan KH :

penurunan kognitif

memerlukan konsultasi dari

a. Mampu melakukan
aktivitas perawatan
diri sesuai dengan
tingkat kemampuan.
b. Mampu

seperti apraksia.
b. Identifikasi kebutuhan

ahli lain.
b. Seiring perkembangan

kebersihan diri dan

penyakit, kebutuhan

berikan bantuan sesuai

kebersihan dasar mungkin

kebutuhan dengan

mengidentifikasi

perawatan

dan menggunakan

rambut/kuku/ kulit,

sumber pribadi/

bersihkan kaca mata,

komunitas yang
dapat memberikan
bantuan.

dan gosok gigi.


c. Perhatikan adanya
tanda-tanda nonverbal
yang fisiologis.
d. Beri banyak waktu
untuk melakukan tugas.
e. Bantu mengenakan
pakaian yang rapi dan
indah.

dilupakan.
c. Kehilangan sensori dan
penurunan fungsi bahasa
menyebabkan klien
mengungkapkan kebutuhan
perawatan diri dengan cara
nonverbal, seperti terengahengah, ingin berkemih
dengan memegang dirinya.
d. Pekerjaan yang tadinya
mudah sekarang menjadi
terhambat karena penurunan
motorik dan perubahan
kognitif.
e. Meningkatkan kepercayaan

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan

a. Kaji derajat gangguan


kemampuan, tingkah

untuk hidup.
a. Mengidentifikasi risiko di
lingkungan dan

diharapkan Risiko

laku impulsive dan

mempertinggi kesadaran

cedera tidak terjadi

penurunan persepsi

perawat akan bahaya. Klien

dengan KH :

visual. Bantu keluarga

dengan tingkah laku impulsi

a. Meningkatkan

mengidentifikasi risiko

berisiko trauma karena

tingkat aktivitas.
b. Dapat beradaptasi

terjadinya bahaya yang

kurang mampu

dengan lingkungan
untuk mengurangi
risiko trauma/
cedera.
c. Tidak mengalami
cedera.

mungkin timbul.
b. Hilangkan sumber
bahaya lingkungan.
c. Alihkan perhatian saat
perilaku teragitasi/
berbahaya, memenjat
pagar tempat tidur.
d. Kaji efek samping obat,
tanda keracunan (tanda
ekstrapiramidal,
hipotensi ortostatik,
gangguan penglihatan,
gangguan
gastrointestinal).
e. Hindari penggunaan
restrain terus-menerus.
Berikan kesempatan
keluarga tinggal
bersama klien selama
periode agitasi akut.

mengendalikan perilaku.
Penurunan persepsi visual
berisiko terjatuh.
b. Klien dengan gangguan
kognitif, gangguan persepsi
adalah awal terjadi trauma
akibat tidak bertanggung
jawab terhadap kebutuhan
keamanan dasar.
c. Mempertahankan keamanan
dengan menghindari
konfrontasi yang
meningkatkan risiko
terjadinya trauma.
d. Klien yang tidak dapat
melaporkan tanda/gejala
obat dapat menimbulkan
kadar toksisitas pada lansia.
Ukuran dosis/ penggantian
obat diperlukan untuk
mengurangi gangguan.
e. Membahayakan klien,
meningkatkan agitasi dan
timbul risiko fraktur pada
klien lansia (berhubungan
dengan penurunan kalsium
tulang).

Setelah dilakukan

a. Beri dukungan untuk

tindakan keperawatan

penurunan berat badan.


b. Awasi berat badan

diharapkan klien
mendapat nutrisi yang
seimbang dengan KH:
a. Mengubah pola
asuhan yang benar
b. Mendapat diet
nutrisi yang
seimbang.
c. Mendapat kembali
berat badan yang

setiap minggu.
c. Kaji pengetahuan
keluarga/ klien
mengenai kebutuhan
makanan.
d. Usahakan/ beri bantuan
dalam memilih menu.
e. Beri Privasi saat

a. Motivasi terjadi saat klien


mengidentifikasi kebutuhan
berarti.
b. Memberikan umpan balik/
penghargaan.
c. Identifikasi kebutuhan
membantu perencanaan
pendidikan.
d. Klien tidak mampu
menentukan pilihan

kebiasaan makan

kebutuhan nutrisi.
e. Ketidakmampuan menerima

menjadi masalah.

dan hambatan sosial dari

sesuai.

kebiasaan makan
berkembang seiring
berkembangnya penyakit.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Status kesehatan pada lansia yang dikaji secara komprehensif,
akurat, dan sistematis untuk menentukan kemampuan klien dalam
memelihara diri sendiri, melengkapi data dasar untuk membuat rencana
keperawatan, serta memberi waktu pada klien untuk berkomunikasi.
Pengkajian ini meliputi askep fisik, psikis, sosial dan spiritual dengan
melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan.
Salah satu penyakit degneratif adalah demensia yaitu yang
mempunyai awitan tersembunyi dan membahayakan serta secara umum
progresif, menjadi semakin memburuk. Gambaran khusus meliputi
kehilangan berbagai segi kemampuan intelektual, seperti memori, penilaian,
pikiran abstrak, dan fungsi kortikal lebih tinggi lainnya, serta perubahan

pada keperibadian dan perilaku. Diagnosa keperawatan demensia antara lain


:
a. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis
( degenerasi neuron irevesibel )
b. Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunya kemampuan
merawat diri
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan tidak adekuat
d. Resiko cidera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan.
Intervensi yang dilakukan untuk menjaga kesehatan pasien adalah
a. Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri, seperti:
keterbatasan gerak fisik, apatis/ depresi dan kebutuhan kebersihan
diri & berikan bantuan sesuai kebutuhan dg perawatan rambut
/kuku/kulit, bersihkan kaca mata, & gosok gigi.
b. Perhatikan adanya tanda-tanda nonverbal yg fisiologis.
c. Kembangkan lingkungan yg mendukung & hubungan klien perawat
yg terapeutik.
d. Pertahankan lingkungan yg menyenangkan dan tenang.
e. Tatap wajah ketika berbicara dengan klien dan Panggil klien dengan
namanya.
f. Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara dengan perlahan
pada klien.
g. Gunakan kata-kata pendek, kalimat, dan instruksi sederhana (tahap
demi tahap).
h. Ciptakan aktivitas sederhana, bermanfaat, dan tidak bersifat
kompetitif sesuai kemampuan klien.
i. Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah laku impulsive dan
penurunan persepsi visual. Bantu keluarga mengidentifikasi risiko
terjadinya bahaya yang mungkin timbul.
j. Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi/ berbahaya, memenjat
pagar tempat tidur.
k. Kaji efek samping obat, tanda keracunan (tanda ekstrapiramidal,
hipotensi

ortostatik,

gangguan

penglihatan,

gastrointestinal).
l. Usahakan atau beri bantuan dalam memilih menu.

gangguan

m. Beri makanan kecil sesuai kebutuhan.


n. Hindari makanan yang terlalu panas.
Perawat harus mengevaluasi secara terus-menerus, respon klien dan
keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Secara
cermat lansia mempunyai kemampuan yang maksimal dalam melaksanakan
dan dapat mempertahankan kegiatan sehari-hari secara optimal. Perbaiki
lingkungan tempat tinggal untuk menghindari kecelakaan yang tidak
diinginkan. Dan bantu daya pengenalan terhadap waktu, tempat, dan orang
dengan sering mengingat kembali hal-hal yang berhubungan dengan
kejadian dan hal yang pernah terjadi.
B. Saran
1. Institusi
Diharapkan kepada lembaga institusi kesehatan khususnya
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta dapat memberikan bimbingan secara
terus menerus kepada para Mahasiswa yang melakukan penulisan
ilmiah/karya tulis mengenai demensia, sehingga para mahasiswa dapat
lebih terarah/terfokus dalam mencapai sasaran penulisan yang di
inginkan.
2. Mahasiswa
Mahasiswa keperawatan hendaknya dapat menerapkan asuhan
keperawatan yang telah didapatkan secara teoritis yang telah disajikan
dalam penulisan kasus ini dan mampu memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai penyakit demensia dengan mengadakan suatu
penyuluhan atau pendidikan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo, (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Boedhi-Darmojo, (2009), Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta :
FKUI.
Brunner & Suddart, (1996). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah .Vol 1 & 2.
EGC : Jakarta.
Capernito, (2000). Diagnosa Keperawatan, edisi 8. Jakarta: EGC
Corwin, J. Elizabeth, (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I
Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC : Jakarta.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta :
Salemba Medika.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta
NN.

2012.

Demensia

(Makalah)

diakses

di

http://classc-

ums.blogspot.com
Nugroho, Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran. EGC :
Jakarta.

Nugroho,Wahjudi.

Keperawatan

Gerontik.Edisi2.Buku

Kedokteran

EGC.Jakarta;1999
Prince, Loraine M. Wilson, (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit,
edisi 4. Jakarta: EGC
Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.2006
Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi2. Jakarta : EGC.
Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.
Stanley,Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC. Jakarta;2002

Anda mungkin juga menyukai