PENDAHULUAN
1
farmakologis antara lain: terapi teka teki silang; brain gym; puzzle; dan lain-lain.
Terapi non farmakologis ini tidak memiliki efek samping.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Demensia
A. Definsi Demensia
Definisi demensia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa edisi ke III (PPDGJ –III) menyatakan bahwa demensia merupakan suatu
sindrom yang diakibatkan oleh penyakit atau gangguan otak yang biasanya
bersifat kronikprogresif dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang
multipel (multiple higher cortical function) termasuk di dalamnya daya ingat,
daya pikir, orientasi, daya tangkap (comprehension), berhitung, kemampuan
belajar, berbahasa, dan daya nilai (judgement). Demensia umumnya disertai dan
ada kalanya diawali dengan kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian
emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup.2
B. Epidemiologi
Demensia sebenarnya penyakit penuaan. Di antara orang Amerika yang
berusia 60 tahun, kira-kira 5% mengalami demensia berat dan 15% mengalami
demensia ringan. Pada usia > 80 tahun sekitar 20% mengalami demensia berat.
50-60% pasien demensia mengalami demensia tipe Alzheimer yang merupakan
demensia tipe tersering. Lebih dari 2 juta orang dengan demensia dirwat di rumah.
Faktor resiko terjadinya demensia tipe Alzheimer meliputi wanita, memiliki “first
degree relative” dengan penyakit tersebut, dan memiliki riwayat trauma kepala.
Sindrom Down juga berhubungan dengan terjadinya demensia tipe Alzheimer.
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia.
Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat
mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya
mencapai 20 hingga 40 persen. Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50
hingga 60 persen diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering
dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s diseases). Prevalensi
demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang
yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen
3
pada 21 persen. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih dari
50 persen perawatan rumah (nursing home bed).
C. Etiologi
Demensia memiliki banyak penyebab namun demensia tipe Alzheimer dan
vaskular mencakup 75% kasus.
1. Demensia Alzheimer
Diagnosis pasti demensia Alzheimer ini diperoleh dengan pemeriksaan
neuropatologi, namun umumnya didiagnosis setelah penyebab-penyebab
demensia lain yang tersingkirkan dengan pemeriksaan klinis.
2. Demensia Vaskular
Demensia vaskular diduga akibat penyakit vaskular serebral yang bersifat
multipel. Demensia vaskular umumnya terjadi pada pria, khususnya mereka yang
memiliki hipertensi atau faktor resiko penyakit kardiovaskular.
3. Penyakit Pick.
Pada penyakit Pick ditemukan adanya atrofi pada regio frontotemporal yang
luas. Penyebab penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini terjadi sebanyak 5%
dari total jumlah demensia ireversibel dan banyak terjadi pada pria.
4. Penyakit Creutzfeldt-Jakob.
Merupakan penyakit degeneratif otak yang jarang. Disebabkan oleh agen yang
progresif secara lambat dan ditransmisikan, paling mungkin suatu prion, yang
merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung DNA atau RNA.
5. Penyakit Huntington.
Demensia pada penyakit Huntington memperlihatkan gerakan motorik yang
lambat, namun memori dan bahasa relatif intak pada stadium awal penyakit.
Demensia pada penyakit huntington yang berat didapatka depresi dan psikosis
yang tinggi serta didapatkan gerakan koreoartetoid yang klasik.
6. Penyakit Parkinson.
4
Terjadi akibat adanya gangguan pada ganglia basalis dan umumnya
berhubungan dengan demensia dan depresi. Gerakan motorik yang lambat pada
penyakit parkinson disertai juga dengan kemampuan berpikir yang lambat.
Lewy’s Body merupakan demensia yang menyerupai alzheimer dan ditandai
halusinasi. Manifestasinya biasanya selain halusinasi ada perbincangan selama
masa pertumbuhan.
7. Demensia yang berhubungan dengan Trauma Kepala.
Demensia dapat merupakan suatu penyakit dari trauma kepala, demikian juga
berbagai sindrom neuropsikiatrik.
D. Patogenesis Demensia
Porsi tertentu dari suatu fungsi intelektual dikontrol oleh batasan region dari
cerebrum. Penurunan memori adalah gejala utama dari demensia dan mungkin
terjadi bersamaan dengan penyakit yang luas pada beberapa bagian yang berbeda
di cerebrum. Keutuhan bagian-bagian tertentu dari diencephalon dan bagian
inferomedial dari globus temporal adalah dasar dari kuatnya suatu memori. Pada
hal yang sama, penurunan fungsi bahasa diasosiasikan secara spesifik dengan
penyakit yang menyerang hemisfer cerebrum khsusunya bagian perisylvian dari
frontal, temporal dan globus parietal. Kemampuan dalam membaca dan
menghitung yang menurun atau bahkan menghilang dihubungkan dengan lesi
pada bagian posterior dari hemisfer serebral bagian kiri (dominan). Kemampuan
dalam menggunakan alat atau apraxia yang menurun atau bahkan menghilang
berhubungan dengan menghilangnya jaringan pada bagian parietal yang dominan.
Penurunan dalam menggambar ataupun konstruksi figur yang simpel dan
kompleks dapat dilihat dengan lesi pada globus parietal dengan bagian kanan
yang lebih sering dibandingkan bagian kiri. Masalah mengenai tingkah laku dan
stabilitas personality umumnya berhubungan dengan degenerasi lobus frontal.
Hasil gambaran klinis dari penyakit cerebral bergantung pada tingkat lesi,
banyaknya jaringan cerebral yang rusak dan bagian-bagian dari otak yang
menanggung beban dari perubahan patologis.
E. Gambaran Klinik
5
Demensia memiliki beberapa gambaran klinis antara lain sebagai berikut:
1. Gangguan Memori
2. Orientasi
3. Afasia
4. Apraksia
5.Agnosia
6. Gejala psikotik
7. Perubahan kepribadian
8. Gangguan lainya
F. Klasifikasi
Klasifikasi demensia menurut PPDGJ II sebagai berikut:
1. Demensia pada penyakit Alzheimer
a) Demensia pada penyakit Alzheimer onset dini
b) Demensia pada penyakit Alzheimer onset lambat
c) Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran
d) Demensia pada penyakit Alzheimer YTT
2. Demensia vaskuler
a) Demensia vaskuler onset akut
b) Demensia multi-infark
c) Demensia vaskuler subkortikal
d) Demensia vaskuler campuran kortikal dan subkortikal
e) Demensia vaskuler lainnya
f) Demensia vaskuler YTT
3. Demensia Pada Penyakit Lain YDK
a) Demensia pada penyakit Pick
b) Demensia pada penyakit Cruetzfeldt-Jakob
c) Demensia pada penyakit Huntington
d) Demensia pada penyakit parkinson
e) Demensia pada penyakit HIV
f) Demensia pada penyakit lainnya YDT YDK
4. Demensia YTT
6
G. Penegakan diagnosis
Penegakan diagnosis menurut PPDG III:
DEMENSIA
Pedoman Diagnostik
Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang sampai
menganggu kegiatan harian seseorang ( personal activites of daily living )
seperti : mandi, berpakaian , makan kebersihan diri ,buang air besar dan
kecil.
Tidak ada gangguan kesadaran ( clear consciousness)
Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan .
Pedoman Diagnostik
7
2. Demensia Pada Penyakit Alzheimer Onset Dini
Pedoman Diagnostik
3. Demensia Vaskular
Pedoman Diagnostik
Pedoman Diagnostik
8
b. Demensia Pada Penyakit Creustzfeldt – Jacob
Pedoman Diagnostik
Pedoman Diagnostik
5. Demensia YTT
Pedoman Diagnistik
9
2. Satu atau lebih gangguan kognitif berikut:
a. Afasia atau gangguan bahasa
b. Apraksia atau gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik adalah utuh
c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengindentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik adalah utuh
d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (seperti perencanaan, perorganisasian,
berpikir abstrak)
B. Gangguan fungsi kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masingmasing
menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan
menunjukan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap dan penurunan kognitif
yang terus-menerus
D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 bukan karena salah satu dari berikut:
a. Kondisi sistem saraf pusat lain yang menyebabkan defisit progesif dalam
daya ingat dan kognisi (misalnya penyakit cerebrovaskular, parkinson,
huntington, hematosubdural, hidrocephalus tekanan normal, tumor otak)
b. Penyakit sistemik yang diketahui menyebabkan demensia (misalnya
hipotiroidisme, def. Vit. B12, asam folat, def. Niacin, hiperkalsemia,
neurosiphilis, infeksi HIV)
c. Kondisi akibat zat.
E. Defisit tidak terjadi semata-mata selama suatu perjalanan delirium.
F. Gangguan tidak lebih baik diperankan oleh gangguan aksis 1 lainnya (misalnya
gangguan depresif berat, skizofrenia)
Kriteria diagnosis demensia vaskular
A. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya peninggian refleks tendon dalam,
respon ekstensor plantar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalanan, kelemahan
pada satu ekstremitas) atau tanda-tanda laboratorium indikatif untuk
cerebrovaskular (misalnya infark multipel yang mengenai korteks dan substansia
putih dibawahnya) yang dianggap berhubungan secara etiologi dengan gangguan.
B. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium.
10
Kriteria diagnosis demensia karena kondisi medis umum lain
Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi medis.
11
Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek dan jangka panjang yang
meliputi:
- Gangguan orientasi orang, waktu dan tempat
- Gangguan berbahasa/komunikasi (kelancaran, menyebut maupun gangguan
komprehensif)
- Gangguan fungsi eksekutif (pengorganisasian, perencanaan dan pelaksanaan
suatu aktifitas)
- Gangguan praksis dan visuospasial.
d. Riwayat gangguan perilaku dan kepribadian
e. Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan
f. Riwayat keluarga
g. Pemeriksaan objektif
2 Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum
b. Pemeriksaan neurologis
c. Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa,
kalkulasi, praksis, visuospasial dan visuoperceptual. Mini Mental State
Examination (MMSE) dan Clock Drawing Test (CDT) adalah pemeriksaan awal
yang berguna untuk mengetahui adanya disfungsi kognisi, menilai efektivitas
pengobatan dan untuk menentukan progresivitas penyakit. Nilai normal MMSE
adalah 24-30. Gejala awal demensia perlu dipertimbangkan pada penderita dengan
nilai MMSE kurang atau dibawah dari 27 terutama pada golongan berpendidikan
tinggi. Pemeriksaan aktifitas harian dengan pemeriksaan Activity of Daily Living
(ADL) dan instrumental Activity of Daily Living (IADL) dapat pula dilakukan.
Hasil pemeriksaan tersebut dipengaruhi olehtingkat pendidikan, sosial dan budaya
(Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003).
Contoh tabel peneliaian MMSE
Nama Pasien:………………..(Lk/ r )
Umur:………………Pendidikan……...........……Pekerjaan:........…………
12
Riwayat Penyakit: Stroke( ) DM( ) Hipertensi( ) Peny.Jantung( ) Peny.
Lain…................…………………..
Orientasi
2. 5 --
Kita berada dimana? (negara), (provinsi), (kota), (rumah sakit), (lantai/kamar)
Registrasi
3.
Sebutkan 3 buah nama benda (jeruk,uang,mawar), tiap benda 1 detik, pasien disuruh
mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi 3 --
sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan.
Kurang 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5
4. 5 --
jawaban. Atau disuruh mengeja terballik kata “WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang
benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw=2 niali)
Bahasa
6. Pasien diminta menyebutkan nama benda yang di tunjukkan (pensil dan arloji) 2 --
7. Pasien diminta mengulang rangkaian kata “tanpa, kalau, dan, atau, tetapi” 1 --
Pasien diminta melakukan perintah “ambil kertas ini dengan tangan kanan, lipatlah
13
8. menjadi dua dan letakkan di lantai” 3 --
Pasien diminta membaca dan melakukan perintah “angkatlah tangan kiri anda”
9. 1 --
10. 1 --
11.
1 --
Skor total 30
Penilaian MMSE;
14
< 16 (definitif)
Atau
25-30 (normal)
< 9 (gangguan berat)
21-24 (gangguan ringan)
10-20 (gangguan sedang)
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
b. Pemeriksaan pencitraan otak
c. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)
d. Pemeriksaan Genetika Apolipoprotein E (APOE)
H. Diagnosa Banding
a. Delirium
b. Depresi
c. Gangguan Buatan
d. Skizofrenia
I. Tatalaksana
Perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarga dan
pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik. Selain itu diperlukan
pemeliharaan kesehatan fisik seperti kebersihan pasien, lingkungan yang
mendukung. Untuk demensia vaskuler, faktor resiko yang berperan pada penyakit
kardiovaskular harus diidentifikasi dan terapi. Contohnya faktor hipertensi,
obesitas, diabetes. Kebiasaan merokok juga harus dihentikan.
1. DONEPEZIL
Donepezil bermanfaat dalam terapi penurunan kognisi pada pasien demensia
alzaimer. Donepezil 10 mg lebih efektif dibandingkan dengan Donepezil 5 mg
15
dan plasebo dalam hal perubahan dari dasar pada Alzheimer disease Assessment
Scale-Cognition (ADAS-Cog).
Indikasi
Farmakodinamik
Donepezil adalah inhibitor asetil kolinesterase yang bertindak terbalik secara
terpusat. Penggunaan utamanya adalah dalam pengobatan penyakit Alzheimer di
mana ia digunakan untuk meningkatkan asetilkolin kortikal. Sebuah fitur
patofisiologi awal penyakit Alzheimer yang berhubungan dengan kehilangan
memori dan defisit kognitif adalah kekurangan asetilkolin sebagai akibat dari
hilangnya selektif neuron kolinergik di korteks serebral, basalis nukleus, dan
hipokampus.
Donepezil dipostulasikan untuk mengerahkan efek terapeutiknya dengan
meningkatkan fungsi kolinergik. Ini dicapai dengan meningkatkan konsentrasi
asetilkolin melalui penghambatan reversibel hidrolisisnya oleh asetilkolinesterase.
Jika mekanisme tindakan yang diusulkan ini benar, efek donepezil dapat
berkurang seiring berkembangnya penyakit dan lebih sedikit neuron kolinergik
yang secara fungsional masih utuh.
Mekanisme
Donepezil adalah turunan piperidin yang merupakan inhibitor
acetylcholinesterase yang aktif dan aktif di pusat. Obat ini secara struktural tidak
berhubungan dengan agen antikolinesterase lainnya. Mekanisme aksi yang
diusulkan Donepezil melibatkan penghambatan cholinesterases yang reversibel
(mis. Asetilkolinesterase), yang mencegah hidrolisis asetilkolin, dan mengarah
pada peningkatan konsentrasi asetilkolin pada sinapsis kolinergik. Bukti
menunjukkan bahwa aktivitas antikolinesterase dari donepezil relatif spesifik
untuk acetylcholinesterase di otak.
Absobsi
Donepezil diserap dengan baik, bioavailabilitas oral relatif dari 100% dan
mencapai konsentrasi plasma puncak dalam 3 sampai 4 jam.
16
Metabolisme Dihati
Rute Eliminasi di eksresikan di urin
2. RIVASTIGMIN
Rivistagmin adalah inhibitor kolinesterase yang menghambat
butyrylcholinesterase dan acetylcholinesterase. Rivastigmine bermanfaat untuk
demensia alzaimer pada dosis lebih tinggi (6–12 mg/hari). Meta analisis dari 2
buah RCT (durasi 26 minggu) menunjukkan perbedaan signifikan untuk
rivastigmine 6-12 mg/hari dibandingkan plasebo dengan menggunakan ADAS-
cog.
17
The Investigation of transdermal Exelon in Alzheimers disease (IDEAL) study
menemukan bahwa rivastigmine patch 17.4 mg (20cm2 /24 jam) dan 9.5 mg (10
cm2 /24jam) menunjukan efikasi yang sama dengan kapsul (6 mg dua kali sehari).
Meski demikian target dosis tidak tercapai pada sebagian besar pasien dan
perbandingan dosis yang efektif adalah 9 mg/hari (kapsul). Pada studi ini semua
grup rivastigmine bila dibandingkan dengan plasebo menunjukkan perbaikan
signifikan secara statistik pada ADAS-cog setelah 24 minggu. Bila dibandingkan
dengan kapsul, Patch 9.5 mg hanya menghasilkan efek samping 2/3 lebih sedikit
berupa mual dan muntah. Meski demikian patch 17.4 mg menunjukkan
tolerabilitas yang sama dengan kapsul. Tolerabilitas kulit baik (>90% tidak
mengalami atau hanya iritasi kulit ringan).
Indikasi
Untuk demensia ringan sampai berat, demensia tipe alzaimer, dan semensia
dengan parkinson.
Farmakodinamik
Rivastigmine adalah parasympathomimetic dan inhibitor cholinesterase
reversibel. Sebuah ciri patofisiologi awal penyakit Alzheimer yang berhubungan
dengan kehilangan memori dan defisit kognitif adalah kekurangan asetilkolin
sebagai akibat dari hilangnya selektif neuron kolinergik di korteks serebral,
basalis nukleus, dan hipokampus. Tacrine didalilkan untuk mengerahkan efek
terapeutiknya dengan meningkatkan fungsi kolinergik. Sementara mekanisme
yang tepat dari tindakan rivastigmine tidak diketahui, itu dipostulasikan untuk
mengerahkan efek terapeutiknya dengan meningkatkan fungsi kolinergik. Ini
dicapai dengan meningkatkan konsentrasi asetilkolin melalui penghambatan
reversibel hidrolisisnya oleh cholinesterase. Jika mekanisme yang diusulkan ini
benar, efek rivastigmine dapat berkurang seiring berkembangnya penyakit dan
lebih sedikit neuron kolinergik yang tetap berfungsi secara utuh.
Mekanismeaksi
18
Rivastigmine adalah turunan karbamat yang secara struktural terkait dengan
physostigmine, tetapi tidak untuk donepezil dan tacrine. Mekanisme yang tepat
dari rivastigmine belum sepenuhnya ditentukan, tetapi disarankan bahwa
rivastigmine mengikat secara reversibel dengan dan menginaktivasi
chlolinesterase (misalnya. Acetylcholinesterase, butyrylcholinesterase), mencegah
hidrolisis acetycholine, dan dengan demikian mengarah ke peningkatan
konsentrasi asetilkolin pada sinapsis kolinergik. Aktivitas antikolinesterase
rivastigmine relatif spesifik untuk otak acetylcholinesterase dan
butyrylcholinesterase dibandingkan dengan mereka di jaringan perifer.
3. GALANTAMIN
Berdasarkan review sistematik terhadap 7 buah RCT, galantamine memberi
manfaat namun hanya sedikit perbaikan. Galantamine (24 mg) dibandingkan
dengan plasebo memberikan perbaikan pada ADAS-Cog.
19
Indikasi Galantamine
Demensia ringan, demensia type alzaimer, demensia dengan penyakit pic,
Farmakodinamik
Mekanisme
Galantamine adalah alkaloid fenantren dan inhibitor asetilkolinesterase yang
reversibel dan kompetitif. Ini tidak secara struktural terkait dengan inhibitor
acetylcholinesterase lainnya. Mekanisme aksi yang diusulkan Galantamine
melibatkan penghambatan reversibel asetilkolinesterase, yang mencegah hidrolisis
asetilkolin, yang menyebabkan peningkatan konsentrasi asetilkolin pada sinapsis
kolinergik. Galantamine juga mengikat alosterik dengan reseptor nicotinic
acetylcholine dan mungkin dapat mempotensiasi aksi agonis (seperti asetilkolin)
pada reseptor ini.
Eliminasi Dihati
20
4. MEMANTIN
Berdasarkan 3 RCT menunjukkan bahwa memantine (20 mg / hari)
memberikan sedikit perbaikan pada clinical impression of change (CIBIC-Plus).
Untuk pasien dengan DA ringan – sedang setelah 24 minggu. Tidak ada
perbedaan signifikan dalam jumlah pasien yang mengalami efek samping.
Farmakodinamik
21
tradisional yang digunakan dalam penyakit Alzheimer dengan bertindak pada
neurotransmission glutamatergic, daripada kolinergik. Ada beberapa bukti bahwa
disfungsi neurotransmisi glutamatergik, yang dimanifestasikan sebagai
excitotoxicity neuronal, terlibat dalam etiologi penyakit Alzheimer (Cacabelos et
al., 1999). Dengan demikian, penargetan sistem glutamatergik, khususnya
reseptor NMDA, adalah pendekatan baru untuk pengobatan mengingat
terbatasnya kemanjuran obat yang ada yang menargetkan sistem kolinergik.
Tinjauan sistematis dari uji coba terkontrol secara acak menemukan bahwa
memantine memiliki efek positif pada kognisi, suasana hati, perilaku, dan
kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Tidak ada bukti bahwa
memantine mencegah atau memperlambat neurodegenerasi pada pasien dengan
penyakit Alzheimer.
Mekanisme kerja
22
benzodiazepine, dopamine, adrenergic, histamine, atau reseptor glisin atau untuk
saluran kalsium, natrium, atau kalium yang tergantung voltase.
Absobsi
Diserap dengan baik secara oral dengan bioavailabilitas sekitar 100%. Konsentrasi
plasma puncak tercapai dalam 3-7 jam.
Metabolisme Dihati
23
24
BAB III
KESIMPULAN
Perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarga dan
pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik. Selain itu diperlukan
pemeliharaan kesehatan fisik seperti kebersihan pasien, lingkungan yang
mendukung. Untuk demensia vaskuler, faktor resiko yang berperan pada penyakit
kardiovaskular harus diidentifikasi dan terapi. Contohnya faktor hipertensi,
obesitas, diabetes. Kebiasaan merokok juga harus dihentikan.
Penatalaksanaan farmakologi: Donepezil, Rivastigmin, Galantamin dan
Memantin.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Benjamin, Virginia Saddock (2010). Kaplan and Sadock Buku ajar Psikiatri
Klinis. Edisi 2.
2. Maslim Rusdi (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan PPDGJ-
III dan DSM-5. Jakarta.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Repunlik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/73/2015 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Jiwa.
4. Panduan Praktik Klinik Diagnosa dan Penatalaksanaa Demensia Perhimpunan
Spesialis Saraf Indonesia 2015.
5. Drug Created on June 13, 2005 07:24 / Updated on March 20, 2018 21:17
diakses 25 maret 2018.
6. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12177686
26