2016
FKIK Universitas Tadulako
Rumah Sakit Daerah Madani
REFERAT
“DEMENTIA ALZHEIMER”
PENDAHULUAN
Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-
negara maju, dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara-
negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin mengemukanya
pada populasi di atas umur 65 tahun, persentase orang dengan penyakit Alzheimer
(penyebab tersebar demensia) meningkat dua kali lipat setiap pertambahan umur 5
Secara klinis munculnya demensia pada seorang usia lanjut sering tidak
disadari karena awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif
namun perlahan. Selain itu, pasien dan keluarga juga sering menganggap bahwa
penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada awal demensia (biasanya ditandai dengan
berkurangnya fungsi memori) merupakan suatu hal yang wajar pada seorang yang
sudah menua. Akibatnya, penurunan fungsi kognitif terus akan berlanjut sampai
akhirnya mulai memengaruhi status fungsional pasien dan pasien akan jatuh pada
2
sejak awal maka dapat dilakukan upaya-upaya meningkatkan atau paling tidak
mempertahankan fungsi kognitif agar tidak jatuh pada keadaan demensia (Harimurti,
2014).
fungsi kognitif dan demensia awal, dokter dan tenaga kesehatan lain juga mempunyai
peran yang besar dalam deteksi dini dan terutama dalam pengelolaan pasien dengan
(seperti hipertensi, diabetes mellitus, stroke, riwayat keluarga, dan lain lain)
berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif yang lebih cepat pada sebagian orang
usia lanjut, maka diharapkan dokter dan tenaga kesehatan lain dapat melakukan
ditemukan gejala awal penurunan fungsi kognitif yang disertai beberapa faktor yang
mungkin dapat memperburuk fungsi kognitif pasien maka seseorang dokter dapat
defek kognitif multiple yang mencakup hendaya memori,” tanpa hendaya kesadaran.
pengetahuan dan memori, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi, atensi dan
konsentrasi, daya nilai, serta kemampuan sosial. Kepribadian seseorang dapat pula
3
mewajibkan bahwa gejalanya mengakibatkan hendaya yang signifikan dalam
kemampuan berfungsi secara sosial dan okupasional dan bahwa gejala tersebut
Dementia memiliki 4 tipe, 1). Demensia pada penyakit Alzheimer, 2). Demensia
vascular, 3). Demensia pada penyakit lain, dan 4). Demensia YTT.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
bermula dengan kehilangan daya ingat. Penyakit Alzheimer ditandai oleh dua
abnormal yang disebut beta amyloid. Belitan-belitan itu adalah kumpulan serat
yang berbelit-belit yang terdiri dari protein yang disebut tau. Plak dan serat yang
kurang 58 tahun disebut sebagai early onset sedangkan kelompok yang menderita
pada usia lebih dari 58 tahun disebut sebagai late onset. Penyakit alzheimer dapat
timbul pada semua umur, 96% kasus dijumpai setelah berusia 40 tahun keatas.
5
Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan insidensi berdasarkan umur:
4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000 pada usia > 80 tahun. Angka
prevalensi penyakit ini per 100.000 populasi sekitar 300 pada kelompok usia 60-
69 tahun, 3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan 10.800 pada usia 80 tahun.
juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi penyakit alzheimer belum
banyak tiga kali dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia
harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki. Dari beberapa penelitian
Meski kausa demensia tipe Alzheimer tetap ttidak diketahui, telah dicapai
kasus. Dukungan lain adanya pengaruh genetik adalah angka kejadian bersama
pada kembar monozigot , yang lebih tinggi daripada angka untuk kembar
6
dalam keluarga melalui gen autosom dominan. Demensia tipe Alzheimer telah
sebagai faktor resiko terjadi penyakit Demensia Alzheimer ini, melainkan peran
usia, infeksi virus, lingkungan, imunologi, dan trauma memiliki peran terhadap
penyakit ini.
dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa
kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein
beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP).
Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan
morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi
degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah
kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan
sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein tau sebagian besar
7
sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan
mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada
menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus
secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks
transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi
dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-
beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel
neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada
oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi
gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel –
sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat,
matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh.
8
karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara
9
V. Gambaran Klinis Dementia Alzheimer
Kepribadian
(Sadock, 2015).
10
Mood
utuh hanya tampak pada 10 hingga 20 persen pasien. Pasien dengan demensia
juga dapat menujukkan perubahan emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang
Perubahan Kognitif
apraksia dan agnosia dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM
(Sadock, 2015). Untuk menilai fugsi kognitif pada pasien demensia dapat
11
Gambar Test menggambar jam pada salah penilaian MMSE (Smith, 2007)
Reaksi Katastrofik
12
kesadaran subyektif dari defisit intelektual dalam kondisi yang penuh tekanan.
biasanya ditemukan pada demensia yang secara primer mengenai daerah lobus
frontalis. Contoh dari kelainan ini adalah penggunaan kata-kata yang kasar,
kebersihan diri, serta sikap acuh tak acuh dalam hubungan sosialnya (Sadock,
2015).
Sindrom Sundowner
pasien yang berumur lebih tua yang mengalami sedasi yang berlebihan dan
psikoaktif bahkan dengan dosis yang kecli sekalipun. Sindrom tersebut juga
muncul pada pasien demensia saat sitmulus eksternal seperti cahaya dan
13
F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau
tipe campuran
Tergolongkan)
menetap akibat zat, Demensia karena penyebab multipel, Dandemensia yang tidak
status mental,dan melalui informasi dari pasien, keluarga, teman dan teman sekerja.
Keluhan terhadappeerubahan sifat pasien dengan usia lebih tua dari 40 tahun
(Sadock, 2015).
14
berikut;
terus menerus
(1) Kondisi sistem saraf pusat lain yang menyebabkan defisit progresif dalam
tumor otak
15
(3) Kondisi yang berhubungan dengan zat
gangguandepresif berat,Skizofrenia)
VII.Diagnosis Banding
16
Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer
kemerosotan yang bertahap tersebut tidaksecara nyata ditemui pada seluruh kasus.
demensia tipe Alzheimer, dimana hal tersebut merupakan patokanadanya faktor risiko
Transient ischemic attacks (TIA) adalah suatu episode singkat dari disfungsi
neurologisfokal yang terjadi selama kurang dari 24 jam (biasanya 5 hingga 15 menit).
17
bedahreksonstruksi vaskuler ekstra dan intrakranial efektif untuk menurunkan risiko
Delirium
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang
dengan demensia olehawitan yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan
siklus tidur yang bermakna, dan gangguanperhatian dan persepsi yang menonjol
(Sadock, 2015).
18
Depresi
gejala yang mereka alami daripada pasien dengan demensia serta seringmemiliki
Skizofrenia
yang didapat(acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan
(Sadock, 2015).
kognitif yangsignifikan, akan tetapi masalah-masalah memori atau daya ingat yang
ringan dapat terjadi sebagaibagian yang normal dari proses penuaan. Gejala yang
normal ini terkadang dikaitkan dengangangguan memori terkait usia, yang dibedakan
19
dengan demensia oleh ringannya derajat gangguanmemori dan karena pada proses
VIII. Penatalaksanaan
penyakit dapat dihambatatau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat
darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada
dalambatas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif pada
demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensidalam hal ini adalah sangat penting
oleh efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak.
20
secara umum pada pasiendengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan
(Sadock, 2015).
Terapi Psikososial
hingga kecemasanyang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa
edukatifsehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit
psikodinamik terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsikognitif juga dapat
21
bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara“berdamai”
dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk pasien dengan
Farmakoterapi
akan tetapi dokter jugaharus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi
sedang yang memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik melalui penguatan
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang
22
gastrointestinal (GI) dan efeksamping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada
23
BAB III
KESIMPULAN
Simpulan
(Alzheimer’sdiseases)
7. Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang
dimulai pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5
24
8. Diagnosis Banding meliputi Demensia tipe Alzheimer lawan demensia
Dementia (BPSD)
Saran
bukan hanya farmakologi tetapi bersifat holistic yang jugamencakup psikososial dan
25
DAFTAR PUSTAKA
Kedua.Jakarta : FKUI.
Rochmah W, Harimurti K, 2014, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Penerbit
Sadock B J dan Sadock V A. 2014. Buku Ajar Psikiatri Klinis Kaplan & Sadock.
Smith, David S. Field Guide to Bedside Diagnosis, 2nd Edition. 2007 Lippincott
Williams &Wilkins.
26