PRAKTIKUM II
(PENYAKIT ALZHEIMER)
Oleh :
I PUTU ROBIN HERMAWAN
18021090/A3C
Dosen Pengampu : Ida Ayu Manik Partha Sutema, S.Farm., M.Farm., APT
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi penyakit Alzheimer.
2. Mengetahui klasifikasi penyakit Alzheimer.
3. Mengatahui patofisiologi penyakit Alzheimer.
4. Mengetahui tatalaksana penyakit Alzheimer (Farmakologi & Non-
Farmakologi).
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit Alzheimer secara mandiri
dengan menggunakan metode SOAP.
B. DASAR TEORI
1. Definisi Alzheimer
Demensia merupakan hilangnya ingatan yang bisa timbul bersama
dengan gejala gangguan perilaku maupun psikologis pada seseorang
(Ikawati, 2009). Gambaran paling awal berupa hilangnya ingatan
mengenai peristiwa yang baru berlangsung. Terganggunya intelektual
seseorang dengan Demensia secara signifikan mempengaruhi aktivitas
normal dan hubungan. Mereka juga kehilangan kemampuan untuk
mengontrol emosi dan memecahkan sebuah masalah, sehingga bukan
tidak mungkin mereka mengalami perubahan kepribadian dan tingkah
laku. Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer
(50- 60%) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%) (Japardi, 2002)
Terapi yang dapat diberikan untuk pasien Alzheimer disease yaitu
terapi farmakologis dengan penggunaan obat-obatan dan terapi non
farmakologis. Terapi farmakologis pada pasien Alzheimer disease
difokuskan pada tiga domain : pempertahankan fungsi kognitif, prilaku
dan gejala kejiwaan (Dipiro et al, 2008).
Sedangkan terapi non farmakologi dilakukan untuk
mempertahankan fungsi kognitif yang masih ada dengan berbagai
macam program kegiatan yang dapat diberikan, antara lain terapi
relaksasi dan latihan fisik untuk menyehatkan kerja otak, serta senam
otak (Brice, 2003).
2. Etiologi dan Faktor Resiko
Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah
intoksidasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi
udara/industry, trauma, neurotrasnmiter, deficit formasi sel-sel filament,
prediposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri
dari degenaratif neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan fungsi dengan penurunan daya ingat secara
progresif. Adanya difisiensi factor pertumbuhan atau asam amino dapat
berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerative yang diakibatkan oleh adanya peningkatan
kalsiun intaseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi
radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non
spesifik (Alzheimers’s, 2011).
Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi
beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran factor non-genetika
(lingkungan) juga ikut terlibat, dimana factor lingkungan hanya sebagai
pencetus factor genetika (Alzheimers’s, 2011).
Sejumblah faktor yang saat ini berhasil diidentifikasi yang
tampaknya berperan besar dalam timbulnya penyakit ini yaitu :
Umur
Kemungkinan menderita Alzheimer meningkat dua kali lipat tiap
15 tahun setelah umur 65 tahun. Setelah umur 85 tahun, resiko
meningkat hingga 50%.
Cedera Kepala
Ada hubungan yang erat antara cedera kepala yang berat dan
peningkatan resiko terjadinya Alzheimer disease.
Riwayat Keluarga
Penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai
orangtua, saudara atau anak yang menderita Alzheimer disease,
lebih beresiko untuk terkena Alzheimer dibandingkan dengan
orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga.
Genetic
Abnormalitas pada gen ApolipopteinE (ApoE) terutama pada ras
Kaukasian.
Gaya Hidup
Gaya hidup yang baik biadanya akan menghasilkan otak yang
sehat dan memberikan perlindungan terhadap kemungkinan
berkembangnya Alzheimer.
3. Penggolongan Alzheimer
Tipe-tipe demensia dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:
a) Demensia tipe Alzheimer
Diagnosis akhir penyakit Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan
neuropatologi otak. Faktor genetik dianggap berperan sebagian dalam
perkembangan penyakit demensia ini. Observasi makroskopis
neuroanatomik klasik pada otak dari seorang pasien dengan penyakit
Alzheimer adalah antrofi difus dan pembesaran ventrikel serebal serta
timbulnya bercak-bercak senilis, kekusutan neurofibriler, hilangnya
neuronal, dan degenerasi granulovaskular pada neuron (Aisyah, 2016).
b) Demensia vaskuler
Penyebab pertama dari demensia vaskuler dianggap adalah
penyakit vaskuler serebral yang multiple, yang menyebabkan suatu pola
gejala demensia. Demensia vaskuler paling sering terjadi pada laki-laki,
khususnya mereka yang mengalami hipertensi yang telah ada
sebelumnya atau faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Penyakit pick
ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam darah frontotemporal.
Darah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, yang merupakan
massa elemen sitoskeletal. Penyakit pick berjumlah kira-kira 5 persen
dari semua demensia yang irreversibel. Penyakit pick sangat sulit
dibedakan dengan demensia tipe Alzheimers, walapun stadium awal
penyakit picklebih sering ditandai dengan perubahan kepribadian dan
prilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relative bertahan (Aisyah,
2016).
c) Demensia berhubungan dengan HIV
Infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) sering kali
menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik lainnya. Pasien yang
terinfeksi dengan HIV mengalami demensia dengan angka tahunan 14
persen. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV sering
disertai tampaknya kelainan parenkimal (Aisyah, 2016).
d) Demenisa yang berhubungan dengan trauma kepala
Demensia dapat dari trauma kepala, demikian juga berbagai
sindrom neuropsikiatrik (Aisyah, 2016).
4. Patofisiologi
Terdapat beberapa mekanisme yang dikatakan sebagai penyebab
tingginya kadar plak neuritik dan neurofibrilary tangles (NFTs) pada
area kortikal dan lobus temporal bagian tengah lain (Chislom-burns et
al,2008 ; dipiro, 2008),
a. Hipotensi Ambiloid Kaskade
Plak neuritik atau pikun adalah timbunan protein
ekstraelular dari fibril dan agregat amorf dan β-amiloid protein.
Protein ini merupakan pusat pathogenesis. Alzheimer. Protein β-
amiloid hadir dalam bentuk non-toksin yang larut dalam otak
manusia. Pada penyakit Alzheimer, perubahan konfirmasi yang
terjadi membuat bentuk tersebut larut dan menyebabkan untuk
tertimbun ke plak difus amorf yang terkait dengan dytrophi neuritis.
Seiring wakt, timbunan menjadi menjadi terpadatkan ke dalam plak
dan protein β-amiloid menjadi fibrillar dan neurotoksik. Peradangan
terjadi secara sekunder untuk kelompok astrosit dan microglia
sekitar plak tersebut. Peradangan yang terjadi akibat protein β-
amiloid disebut pula hipotensi Alzheimer berdasrkan mediator
peradangan.
b. Neurofibrillary Tangles
Neurofibrillary tangles termasuk instraseluler dan terdiri dari
protein atau abnormal terfosforilasi yang terlibat dalam perakitan
mikrotubulus. Tangles atau kekusutan mengganggu fungsi saraf
yang mengakibatkan kerusakan sel, dan kehadirannya telah
berkorelasi dengan keparahan dementia. Kekusutan ini tidak larut
bahkan setelah sel mati, dan tidak dapat dihilangkan. Neuron yang
dominan dipengaruhi adalah neuron yang menyediakan sebagian
besar pesarafan kolinergik ke korteks. Oleh karena itu, pencegahan
adalah kunci untuk terapi target kekusutan ini.
c. Hipotensis Kolinergik
Neurotransmitter asetilkolin (Ach) bertanggung jawab untuk
mentranmisikan pesan antara sel-sel saraf tertentu dalam otak. Pada
penyakit Alzheimer, plak dang tangles merusak jalur ini,
menyebabkan kekurangan asetilkolin, sehingga terjadi gangguan
dalam belajar dan mengingat. Hilangnya aktivitas asetilkolin
berkolerasi dengan keparahan penyakit Alzheimer.
Dasar dari pengobatan pengobatan farmakologis penyakit
Alzheimer adalah meningkatkan neurotransmisi kolinergik di otak.
Asetilkolinesterase adalah enzim yang mendegradasi asetikolin
dicelah sinaptik. Memblokir enzim ini mengarah ke peningkatan
kadar asetikolin dengan tujuan menstabilkan tranmisi neuro.
Inhibitor kolinesterase yang disetujui di Amerika Serikat untuk
pengobatan penyakit Alzheimer meliputi tacrine, donepezil,
rivastigmen, dan galantamine.
d. Abnormalitas Neurotransmitter Lain
Perubahan neurotransmitter lain pada jaringan otak
penderita Alzheimer mempunyai peranan penting,
Neurotransmitter tersebut antara lain seperti dopamine, serotonin,
monoamine, oksidase, dan glutamate. Glutamat adalah
neurotransmitter rangsang utama dalam system saraf pusat (SSP)
yang terlibat dalam memori, pembelajaran , dan plastisitas saraf.
Kerjanya dengan cara menyediakan informasi dari satu otak ke
daerah lain dan mempengaruhi kognisi melalui fasilitasi dari
koneksi dengan neuron kolinergik di kortesk selebral dan basal
forebrain. Pada penyakit Alzheimer, salah satu jenis reseptor
glutamat yang tak teregulasi. Hal ini menyebabkan kenaikan ion
kalsium yang menginduksi kaskade sekunder yang menyebabkan
kematian saraf dang peningkatan produksi APP. Peningkatan
prosukdi APP dpada tingkaitakan dengan pengembangan plak pada
tingkat yang lebih tinngi dan hiperfosforilasi dari protein atau
memantine merupakan antagonis NMDA non-kompetitif yang
bekerja berdasarkan patofisiologi ini. Memantine saat ini satu-
satunya agen di kelas ini yang disetujui untuk penyakitb
Alzheimer.
e. Kolesterol dan penyakit vascular otak
Disfungsi pembuluh dapat mengganggu distribusi nutrient
pada sel saraf dan mengurangi pengeluaran protein β-amyloid yang
dapat memicu pembentukan pla. Selain itu, apo E4 alel dianggap
terlibat dalam metabolism kolesterol dan berhubungan dengan
tingginya kolesterol.
f. Mekanisme Lain
Estrogen tenpaknya memiliki sifat yang melindungi
terhadap kehilangan memori yang berhubungan dengan penuaan
normal. Telah disarankan bahwa estrogen dapat menghalangi
produksi protein β-amiloid dan bahkan memicu pertumbuhan saraf
pada terminal saraf kolinergik. Estrogen juga merupakan antioksida
dan membantu mencegah sel oksidatif.
D. STUDI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn H
Usia : 69 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
TD : 180/90 mmHg
HR : 75x/menit
RR : 20x/menit
T : 36 ͦ c
Diagnosa :
Klinis : Alzheimer
Faktor Resiko : Hipertensi
PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE
Tn. / Ny. :H
Jenis Kelamin : Laki-laki Tgl. MRS :
Usia : 69 tahun Tgl. KRS : Tinggi badan : 168
cm
Berat badan : 65 kg
Presenting Complaint
Gangguan/penurunan fungsi kognitif dan cemas.
Drug Allergies: -
Tgl
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah 180/90 mmHg
HR 75x/menit
Suhu 36oC
RR 20x/menit
Medication
No. Nama Obat Indikasi Dosis yang Dosis Terapi (literatur)
digunakan
1 Donepezil Alzheimer 10 mg1 X sehari 5-10 mg PO/hari (Medscape)
Aisyah, B. 2016. Hubungan Zat Gizi Mikro, aktifitas fisik dan latihankecerdasan
dengan Kejadian Demensi pada Lansia di Kelurahan Depok Jaya Tahun
2009. dalam N. Wicitania, Faktor Resiko Gizi TerhadapKejadian
Demensia Pada Lanjut Usia Di Panti Werda Elim Semarang.(Skripsi)
Semarang : Fakultas Ilmu Keperawatan dan KesehatanUniversitas
Semarang.
Dipiro, J.T., R.L. Talbert, G.C. Yee, G.R Matzke, B.G. Wells, L.M. Posey. 2008.
PharmacotherapyA PatophisiologicApproachSeventhEdition. New York :
MC Graw-Hill Companies.
PENYAKIT ALZHEIMER
KELOMPOK 4
18021091
A3C
DENPASAR
2021
PRAKTIKUM II
PENYAKIT ALZHEIMER
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi penyakit Alzheimer
2. Mengetahui klasifikasi penyakit Alzheimer
3. Mengetahui patofisiologi penyakit Alzheimer
4. Mengetahui tatalaksana penyakit Alzheimer (Farmakologi & Non
Farmakologi)
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit Alzheimer secara
mandiri dengan menggunakan metode SOAP
Saat ini, satu dari sepuluh orang di dunia berusia di atas 65 tahun
dan mayoritas penderita Alzheimer merupakan kategori usia ini
(Alzheimer’s Association, 2015). Indonesia menduduki peringkat keempat
untuk jumlah lansia terbanyak di dunia setelah Republik Rakyat Cina,
India dan Amerika Serikat dengan peningkatan jumlah lansia jauh lebih
pesat dibanding negara lain, yakni dari 7,18% pada tahun 2000 menjadi
9,77% di tahun 2010. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi
11,34% (±28,8 juta jiwa) pada tahun 2020. Meskipun prevalensi
Alzheimer di Indonesia belum diketahui, dengan peningkatan ini,
diperkirakan jumlah penderita Alzheimer akan meningkat ± 3,4% - 4%
setiap tahun (Kemenkes RI, 2012).
ALAT :
1. Form SOAP.
2. Form Medication Record.
3. Catatan Minum Obat.
4. Kalkulator Scientific.
5. Laptop dan koneksi internet.
BAHAN :
Aguila JL, Koboldt DC, Black K, Chasse R, Norton J, Wilson RK, et al. 2015.
Alzheimer's disease: rare variants with large effect sizes. Curr Opin Genet Dev.
33:49–55
Robbins, Stanley. L et all. Buku Ajar Patologi edis 7.Buku Kedokteran ECG:2007
Schrijvers EM, Verhaaren BF, Koudstaal PJ, Hofman A, Ikram MA, Breteler
MM. 2012. Is dementia incidence declining? Trends in dementia
incidence since 1990 in the Rotterdam Study. Neurology. 78(19):1456–
63.
Shaffer JL, Petrella JR, Sheldon FC, Choudhury KR, Calhoun VD, Coleman RE,
et al. 2013 . Alzheimer’s Disease Neuroimaging Initiative. Predicting
Cognitive Decline in Subjects at Risk for Alzheimer Disease by Using
Combined Cerebrospinal Fluid, MR Imaging, and PET Biomarkers.
Radiology. Feb;266(2):583-91. doi: 10.1148/radiol.12120010.
Oleh :
Pande Kadek Sri Octaviani
KELOMPOK 4
18021092/A3C
A. TUJUAN
1. Mengetahui definisi penyakit alzheimer.
2. Mengetahui klasifikasi penyakit alzheimer.
3. Mengetahui patofisiologi penyakit alzheimer.
4. Mengetahui tatalaksana penyakit alzheimer (Farmakologi dan Non-
Farmakologi).
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit alzheimer secara mandiri
menggunakan metode SOAP.
B. DASAR TEORI
Demensia merupakan hilangnya ingatan yang bisa timbul bersama
dengan gejala gangguan perilaku maupun psikologis pada seseorang
(Ikawati, 2009). Gambaran paling awal berupa hilangnya ingatan
mengenai peristiwa yang baru berlangsung. Terganggunya intelektual
seseorang dengan Demensia secara signifikan mempengaruhi aktivitas
normal dan hubungan. Mereka juga kehilangan kemampuan untuk
mengontrol emosi dan memecahkan sebuah masalah, sehingga bukan tidak
mungkin mereka mengalami perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer
(50- 60%) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%) (Japardi, 2002).
Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak dan penyebab paling
umum dari demensia. Hal ini ditandai dengan penurunan memori, bahasa,
pemecahan masalah dan keterampilan kognitif lainnya yang
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-
hari. Penurunan ini terjadi karena sel-sel saraf (neuron) di bagian otak
yang terlibat dalam fungsi kognitif telah rusak dan tidak lagi berfungsi
normal.
Gambar 1 Perbandingan otak normal dan Alzheimer
Keterangan :
ChE Inhibitor merupakan terapi standaruntuk Alzheimer
Tetapi ada sebagian pasien yang tidak berespon baik terhadap suatu
ChE inhibitor atau mengalami masalah safety/tolerability sehingga
perlu switching medication dimana konsep ini sedang
dikembangkan
Ada beberapa kemungkinan untuk switching :
o Donezepil ke rivastigmine
o Donezepil ke galantamine
o Rivastigmine ke galantimine
Tetapi yang sudah banyak diteliti dan dipublikasikan guidelinenya
adalah switching ke rivastigmine. Sebuah studi dimana 50% pasien
yang tidak responsif terhadap donepenzil ternyata berespon baik
terhadap rivastigmine. (Dipiro et al, 2008)
KARAKTERISTIK ALZHEIMER
Penyakit Alzheimer merupakan sebagian besar penyebab umum
demensia, menyumbang sekitar 60 persen sampai 80 persen kasus.
Kesulitan mengingat percakapan terakhir, nama atau peristiwa sering kali
merupakan gejala klinis awal, apatis dan depresi juga gejala sering yang
terjadi diawal. Termasuk gangguan komunikasi, disorientasi, kebingungan,
penilaian buruk, perubahan perilaku, pada akhirnya kesulitan berbicara,
menelan dan berjalan. (Alzheimer’s Association, 2015)
KATEGORI ALZHEIMER
Kategori Alzheimer dapat dibagi menjadi:
1. Predementia: Pada Alzheimer tingkat ini terjadi gangguan kognitif
ringan, defisit memori, serta apatis, apatis.
2. Demensia onset awal Pada Alzheimer tingkat ini terjadi gangguan
bahasa, kosakata, bahasa oral & tulisan, gangguan persepsi,
gangguan gerakan, terlihat bodoh, kurang inisiatif untuk
melakukan aktivitas.
3. Dementia moderat Pada Alzheimer tingkat ini terjadi deteriorasi
progresif, tidak mampu membaca & menulis, gangguan long-term
memory, subtitusi penggunaan kata (parafasia), misidentifikasi,
labil, mudah marah, delusi, Inkontinen system urinaria.
4. Dementia tahap lanjut (advanced) Pada Alzheimer tingkat ini
terjadi tidak dapat mengurus diri secara mandiri, kehilangan
kemampuan verbal total, agresif, apatis ekstrim, deteriorasi massa
otot & mobilitas, kehilangan kemampuan untuk makan.
PATOFISIOLOGI
Terdapat beberapa mekanisme yang dikatakan sebagai penyebab
tingginya kadar plak neuritik dan neufibrilary tangles (NFTs) pada area
kortikal dan lobus temporal bagian tengah antara lain (Chisholm-burns et
al, 2008; Dipiro, 2008)
a. Hipotesis Amiloid Kaskade
Plak neuritik atau pikun adalah timbunan protein ekstraseluler dari
fibril dan agregat amorf dari β-aminoloid protein. Protein ini
merupakan pusat patogenesis Alzheimer. Protein β-aminoloid hadir
dalam bentuk non-toksin yang larut dalam otak manusia Pada penyakit
Alzheimer, perubahan konformasi yang terjadi membuat bentuk
tersebut larut dan menyebabkannya untuk tertimbun ke plak difus
amorf yang terkait dengan dystrophi neuritis.Seiring waktu, timbunan
menjadi terpadatkan ke dalam plak dan protein β-amiloid menjadi
fibrillar dan neurtoksik. Peradangan terjadi secara sekunder untuk
kelompok astrosit dan mikroglia sekitar palk tersebut. Peradangan
yang terjadi akibat protein β-amiloid disebut pula hipotesis Alzheimer
berdasarkan mediator peradangan.
b. Neorofibrillary Tangles
Neurofibrillary tangles termasuk intraseluler dan terdiri dari protein
atau abnormal terfosforilasi yang terlibat dalam perakitan
mikrotubulus. Tangles atau kekusutan mengganggu fungsi saraf yang
mengakibatkan kerusakan sel, dan kehadirannya telah berkorelasi
dengan keparahan dementia. Kekusutan ini tidak larut bahkan setelah
sel mati, dan tidak dapat dihilangkan. Neuron yang dominan
dipengaruhi adalah neuron yang menyediakan sebagian besar
persyarafan kolinergik ke korteks. Oleh karena itu pencegahan adalah
kunci untuk terapi target kekusutan ini.
c. Hipotesis Kolinergik
Neuro transmitter asetilkolin (Ach) bertanggung jawab untuk
mentransmisikan pesan antara sel-sel saraf tertentu dalam otak. Pada
penyakit Alzheimer, plak dan tangles merusak jalur ini menyebabkan
kekurangan asetilkolin, sehingga terjadi gangguan dalam belajar dan
mengingat. Hilangkan aktivitas asetilkolin berkorelasi dengan
keparahan penyakit Alzheimer. Dasar dari pengobatan terapi
Alzheimer adalah meningkatkan neurotransmisi kolinergik di otak.
Asetilkolinesterase adalah enzim yang mendegradasi asetilkolin di
celah sinaptik. Memblokir enzim ini mengarah ke peningkatan kadar
asetilkolin dengan tujuan menstabilkan transmisi neuron. Inhibitor
kolinerase yang ditujukan di Amerika Serikat untuk penyakit
Alzheimer meliputi tacrine, donepezil, rivastigmine, dan galantimine.
d. Abnormalitas Neurotransmiter Lain
Glutamat adalah neurotransmitter rangsang utama dalam sistem saraf
pusat (SSP) yang terlibat dalam memori, pembelajaran dan plastisitas
saraf. Kerjanya dengan cara menyediakan informasi dari satu daerah di
otak ke daerah lain dan mempengaruhi kognisi melalui fasilitas dari
koneksi dengan neuron kolinergik di korteks sereberaldan basal
forebrain.
e. Kolesterol dan Penyakit Vaskular Otak
Disfungsi pembuluh darah dapat mengganggu distribusi nutrien pada
sel saraf dan mengurangi pengeluaran protein β-amiloid dari otak.
Peningkatan kolesterol juga dikaitkan dengan penyakit Alzheimer.
Kolesterol meningkatkan sintesis protein β-amyloid yang dapat
memicu pembentukan plak. Selain itu apo E4 alel dianggap terlibat
dalam metabolisme kolesterol dan berhubungan dengan tingginya
kolesterol.
f. Mekanisme Lain
Estrogen tampaknya memiliki sifat yang melindungi terhadap
kehilangan memori yang berhubungan dengan penuaan normal. Telah
disarankan bahwa estrogen dapat menghalangiproduksi protein β-
amyloid dan bahkan memicu pertumbuhan sarafpada terminal saraf
kolinergik. Estrogen juga merupakan antioksidan dan membantu
mencegah kerusakan sel oksidatif.
TERAPI
a. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi melibatkan pasien, keluarga, atau pengasuh
untuk mensupport, menghadapi dan emahami kondisi pasien. Hidup
pasien dengan penyakit Alzheimer harus menjadi semakin sederhana,
terstruktur, dan keluarga pasien perlu disiapkan untuk menghadapai
perubahan dalam kehidupan yang akan terjadi sepanjang penyakit
menjadi lebih parah. Prinsip-prinsip dasar dalam pengobatan pasien
dengan Alzheimer meliputi,(Chisholm-buras et al, 2008)
a. Menggunakan pendekatan yang halus terhadap pasien
b. Menjamin rasa nyaman bila diperlukan
c. Berempati dengan masalah pasien
d. Menjalankan rutinitas sehari-hari secara tetap
e. Menyediakan lingkungan yang aman
f. Memberikan kegiatan di siang hari
g. menghindari overstimulasi
h. Menggunakan barang-barang dekoratif yang akrab di ruang tamu
i. Menanggapi penurunan mendadak dalam fungsi dan penampilan
dengan perhatian yang lebih professional.
b. Terapi Farmakologi
1. Farmakoterapi dari Gejala Kognitif
golongan inhibitor kolinase
cara menunda perkembangan penyakit adalah dengan
meningkatkan neurotransmisi kolinergik di otak. Inhibitor
kolinase memblok ensim asetilkolin esterase yang
menyebabkan peningkatan kadar asetilkolin dengan
menstabilkan transmisi neuron (Chisholm-buras et al, 2008;
Dipiro, 2008)
a) Donepezil
mengobati Alzheimer dengan taraf rendah hingga
medium. Obat ini diberukan dosis rendah pada awalnya
lalu ditingkatkan setelah 4 hingga 6 minggu. Efek
samping : sakit kepala, nyeri seluruh badan, lesu,
mengantuk, mual, muntah, diare, nafsu makan hilang,
berat badan turun, kram, nyeri sendi, insomnia, dan
meningkatkan frekuensi buang air kecil. (Chisholm-
buras et al, 2008)
b) Rivastigmine
mengobati Alzheimer dengan taraf rendah hingga
medium. Biasanya diberikan 2 kali sehari setelah makan
dengan dosis rendah biasanya 1,5mg dan secara
bertahap ditingkatkan tidak lebih dari 2 minggu. Dosis
maksimum diberikan hingga 6mg 2 kali sehari, jika
pasien mengalami gangguan pencernaan yang
bertambah parah karena efek samping obat seperti
mual, muntah, penurunan berat badab, penurunan nafsu
makansebaiknya minum obat dihentikan untuk
beberapa dosis lalu dilanjutkan dengan dosis yang sama
atau lebih rendah (Chisholm-buras et al, 2008; Dipiro,
2008)
c) Galantamine
diberikan 2 kali sehari setelah makan pagi atau makan
malam. Seringkali diberikan dosis rendah pada awalnya
yaitu 4mg 2 kali sehari dilanjutkan dengan 8mg dua kali
sehari untuk beberapa minggu pada pengobatan
berikutnya.
BAHAN :
1. Text Book (Dipiro, Koda Kimble, DIH)
2. Data nilai normal laboratorium.
3. Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis)
D. KASUS
Seorang pasien, Tn. H, 69 tahun, berdasarkan hasil anamnesa Dokter dan
pemeriksaan penunjang yang terkait, didiagnosa mengalami Alzheimer
tahap 3 dengan gejala gangguan/penurunan fungsi kognitif dan cemas.
Terapi yang diberikan adalah donepezil 10 mg, 1 X sehari dan ekstrak
gingko biloba 1 X sehari. RPD : Hipertensi terkendali dgn lisinopril 10 mg
1 X 1. Dengan tanda - tanda vital sebagai berikut.
o TD : 180/90 mmHg
o RR : 20x/menit
o HR : 75x/menit RR : 20x/menit
o T : 36
PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE
Tn. / Ny. :H
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl. MRS :
Usia : 69 tahun
Tgl. KRS : Tinggi badan : 168 cm
Berat badan : 65 kg
Presenting Complaint
Gangguan/penurunan fungsi kognitif dan cemas.
Drug Allergies: -
Medication
Nama Obat Indikasi Dosis yang Dosis Terapi (literatur)
digunakan
Donepezil Alzheimer 10 mg1 X sehari 5-10 mg PO/hari (Medscape)
Dipiro, TJ, Talbert, RL, Yee, GC, Matzke, GR, Wells, BG and Posey, LM, 2008.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th edition, New York:
McGraw-Hill Companies.
Oleh:
Ni Made Dewi Yanti Mulia Dimarta
KELOMPOK 4
18021093/A3C
Dosen Pengampu : Ida Ayu Manik Partha Sutema, S.Farm., M.Farm., Apt.
PRAKTIKUM II
PENYAKIT ALZHEIMER
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi penyakit alzheimer.
2. Mengetahui klasifikasi penyakit alzheimer.
3. Mengatahui patofisiologi penyakit alzheimer.
4. Mengetahui tatalaksana penyakit alzheimer (Farmakologi & Non-
Farmakologi).
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit alzheimer secara mandiri dengan
menggunakan metode SOAP.
B. DASAR TEORI
1. Pengertian Alzheimer
Demensia merupakan hilangnya ingatan yang bisa timbul bersama dengan
gejala gangguan perilaku maupun psikologis pada seseorang (Ikawati, 2011).
Gambaran paling awal berupa hilangnya ingatan mengenai peristiwa yang baru
berlangsung. Terganggunya intelektual seseorang dengan Demensia secara
signifikan mempengaruhi aktivitas normal dan hubungan. Mereka juga kehilangan
kemampuan untuk mengontrol emosi dan memecahkan sebuah masalah, sehingga
bukan tidak mungkin mereka mengalami perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50- 60%)
dan kedua oleh cerebrovaskuler (20%) (Japardi, 2002). Penyakit Alzheimer adalah
penyakit degeneratif otak dan penyebab paling umum dari demensia. Hal ini
ditandai dengan penurunan memori, bahasa, pemecahan masalah dan
keterampilan kognitif lainnya yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
melakukan kegiatan sehari-hari. Penurunan ini terjadi karena sel-sel saraf (neuron)
di bagian otak yang terlibat dalam fungsi kognitif telah rusak dan tidak lagi
berfungsi normal.
Pada penyakit Alzheimer, kerusakan saraf akhirnya mempengaruhi bagian
otak yang memungkinkan seseorang untuk melaksanakan fungsi tubuh dasar
seperti berjalan dan menelan (Alzheimer’s Association, 2015). Pada akhirnya
penderita dapat mengalami kematian setelah beberapa tahun karena kemampuan
motoriknya sudah tidak berfungsi.
2. Karakteristik Alzheimer
Penyakit Alzheimer merupakan sebagian besar penyebab umum demensia,
menyumbang sekitar 60 persen sampai 80 persen kasus. Kesulitan mengingat
percakapan terakhir, nama atau peristiwa sering kali merupakan gejala klinis awal,
apatis dan depresi juga gejala sering yang terjadi diawal. Termasuk gangguan
komunikasi, disorientasi, kebingungan, penilaian buruk, perubahan perilaku, pada
akhirnya kesulitan berbicara, menelan dan berjalan (Alzheimer’s Association,
2015).
3. Kategori Alzheimer
Kategori Alzheimer dapat dibagi menjadi :
1) Predementia
Pada Alzheimer tingkat ini terjadi gangguan kognitif ringan, defisit memori,
serta apatis, apatis.
2) Demensia onset awal
Pada Alzheimer tingkat ini terjadi gangguan bahasa, kosakata, bahasa oral
& tulisan, gangguan persepsi, gangguan gerakan, terlihat bodoh, kurang inisiatif
untuk melakukan aktivitas.
3) Dementia moderat
Pada Alzheimer tingkat ini terjadi deteriorasi progresif, tidak mampu
membaca & menulis, gangguan long-term memory, subtitusi penggunaan kata
(parafasia), misidentifikasi, labil, mudah marah, delusi, Inkontinen system
urinaria.
4) Dementia tahap lanjut (advanced)
Pada Alzheimer tingkat ini terjadi tidak dapat mengurus diri secara mandiri,
kehilangan kemampuan verbal total, agresif, apatis ekstrim, deteriorasi massa otot
& mobilitas, kehilangan kemampuan untuk makan.
4. Penyebab Alzheimer
Alzheimer merupakan manifestasi penyakit seperti dementia yang
berangsur-angsur dapat memburuk hingga menyebabkan kematian. Alzheimer
diduga terjadi karena penumpukan protein beta-amyloid yang menyebabkan plak
pada jaringan otak. Secara normal, beta-amyloid tidak akan membentuk plak yang
dapat menyebabkan gangguan sistem kerja saraf pada otak. Namun, karena terjadi
misfolding protein, plak dapat menstimulasi kematian sel saraf.
Para ahli percaya bahwa Alzheimer, seperti penyakit kronis umum lainnya,
berkembang sebagai akibat dari beberapa faktor. Penyebab ataupun faktor yang
menyebabkan seseorang menderita penyakit Alzheimer antara lain sebagai
berikut:
a. Usia
Faktor risiko terbesar untuk penyakit Alzheimer adalah usia. Kebanyakan
orang dengan penyakit Alzheimer didiagnosis pada usia 65 tahun atau lebih tua.
Orang muda kurang dari 65 tahun juga dapat terkena penyakit ini, meskipun hal
ini jauh lebih jarang. Sementara usia adalah faktor risiko terbesar.
b. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan keluarga yang memiliki orangtua, saudara atau
saudari dengan Alzheimer lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit
daripada mereka yang tidak memiliki kerabat dengan Alzheimer's. Faktor
keturunan (genetika), bersama faktor lingkungan dan gaya hidup, atau keduanya
dapat menjadi penyebabnya.
c. Pendidikan atau Pekerjaan
Beberapa ilmuwan percaya faktor lain dapat berkontribusi atau menjelaskan
peningkatan risiko demensia di antara mereka dengan pendidikan yang rendah.
Hal ini cenderung memiliki pekerjaan yang kurang melatih rangsangan otak.
Selain itu, pencapaian pendidikan yang lebih rendah dapat mencerminkan status
sosial ekonomi rendah, yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang
mengalami gizi buruk dan mengurangi kemampuan seseorang untuk membayar
biaya perawatan kesehatan atau mendapatkan perawatan yang disarankan.
d. Traumatic Brain Injury (TBI)
Trauma Cedera Otak sedang dan berat meningkatkan risiko perkembangan
penyakit Alzheimer. Trauma Cedera Otak adalah gangguan fungsi otak yang
normal yang disebabkan oleh pukulan atau tersentak ke kepala atau penetrasi
tengkorak oleh benda asing, juga dapat didefinisikan sebagai cedera kepala yang
mengakibatkan hilangnya kesadaran. Trauma Cedera Otak dikaitkan dengan dua
kali risiko mengembangkan Alzheimer dan demensia lainnya dibandingkan
dengan tidak ada cedera kepala.
(Alzheimer’s Association, 2015)
5. Gejala Alzheimer
Gejala penyakit Alzheimer bervariasi antara individu. Gejala awal yang
paling umum adalah kemampuan mengingat informasi baru secara bertahap
memburuk. Berikut ini adalah gejala umum dari Alzheimer:
a. Hilangnya ingatan yang mengganggu kehidupan sehari-hari.
b. Sulit dalam memecahkan masalah sederhana.
c. Kesulitan menyelesaikan tugas-tugas yang akrab di rumah, di tempat kerja
atau di waktu luang.
d. Kebingungan dengan waktu atau tempat.
e. Masalah pemahaman gambar visual dan hubungan spasial.
f. Masalah baru dengan kata-kata dalam berbicara atau menulis.
g. Lupa tempat menyimpan hal-hal dan kehilangan kemampuan untuk
menelusuri kembali langkah-langkah.
h. Penurunan atau penilaian buruk.
i. Penarikan dari pekerjaan atau kegiatan sosial.
j. Perubahan suasana hati dan kepribadian, termasuk apatis dan depresi.
(Alzheimer’s Association, 2015)
Selama tahap akhir penyakit, pasien mulai kehilangan kemampuan untuk
mengontrol fungsi motorik seperti menelan, atau kehilangan kontrol usus dan
kandung kemih. Mereka akhirnya kehilangan kemampuan untuk mengenali
anggota keluarga dan untuk berbicara. Sebagai penyakit berlangsung itu mulai
mempengaruhi emosi dan perilaku seseorang dan mereka mengembangkan gejala
seperti agresi, agitasi, depresi, sulit tidur.
6. Langkah Pemeriksaan Alzheimer
Berikut ini merupakan langkah ataupun tahap pemeriksaan yang dilakukan
bagi penderita Alzheimer, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
1) Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pemeriksaan
pasien, pemeriksaan secara langsung kepada pasien ataupun bersama dengan
keluarga atau dengan relasi terdekat. Tujuan anamnesis adalah untuk mendapatkan
informasi dan riwayat hidup secara menyeluruh dari dari pasien yang
bersangkutan.
Hal-hal yang bersangkutan dengan anamnesis yaitu :
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam rehabilitasi, nomor register dan
diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Penurunan daya ingat, perubahan emosi menjadi sebuah keluhan utama
dari pasien ataupun keluarga untuk diberikan sebuah pelayanan
kesehatan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada tahap ini, pasien mengeluhkan sering lupa dan hilang ingatan
dengan hal yang baru saja terjadi. Keluarga mengeluhkan perubahan
emosi dan tingkah laku pada pasien saat berada disekitarnya. Hingga
pada akhirnya perlu bantuan keluarga untuk melakukan aktifitas
keseharian pasien.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Pengkajian seperti riwayat kesehatan pasien. Seperti penggunaan obat-
obatan, penyakit jantung, hipertensi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Salah satu penyebab juga terdapat dari faktor genetika. Penyakit
tersebut dapat diwariskan atau diturunkan pada anggota keluarga dari
pasien yang mengidap Alzheimer. Pengkajian kesehatan generasi
terdahulu dari keluarga diperlukan untuk melihat komplikasi penyakit
dan hal yang mempercepat gerak dari penyakit tersebut.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian untuk menilai nilai emosi, dan perubahan perilaku pasien
dalam kehidupan sehari-hari dan perubahan peran pasien dikeluarga
serta respon ataupun pengaruhnya didalam keluarga.
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang meliputi berat badan dan tinggi badan. Selain itu
pemerikasaan juga dilakukan pada: suhu, denyut nadi, tekanan darah, tingkat
kesadaran
3) Pemeriksaan Kognitif dan Neuropsikiatrik
Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi
penurunan fungsi kognitif adalah the mini mental status examination
(MMSE),yang dapat pula digunakan untuk memantau perjalanan penyakit.
4) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang juga direkomendasikan adalah CT/MRI
kepala, yang mana pemeriksaan tersebut dapat sebagai pendukung lebih jelasnya
pemeriksaan pada pasien.
(Alzheimer’s Association, 2015)
7. Terapi Alzheimer
Penyakit Alzheimer hingga saat ini memang belum dapat disembuhkan,
selain itu belum adanya obat-obatan yang memiliki keefektivan hasil bagi pasien
Alzheimer. Obat-obatan tersebut hanya mengurangi progresifitas penyakit
Alzheimer sehingga hanya memberikan rasa tenang bagi pasien, sehingga
mengurangi perubahan emosi dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Terapi yang dapat diberikan untuk pasien Alzheimer yaitu terapi
farmakologis dengan penggunaan obat-obatan dan terapi non farmakologis.
Terapi farmakologis pada pasien Alzheimer difokuskan pada tiga domain:
mempertahankan fungsi kognitif, perilaku dan gejala kejiwaan. Sedangkan terapi
non farmakologi dilakukan untuk mempertahankan fungsi kognitif yang masih
ada dengan berbagai macam program kegiatan yang dapat diberikan, antara lain
terapi relaksasi dan latihan fisik untuk menyehatkan kerja otak, serta senam otak.
1) Terapi non-farmakologis
Merupakan cara terapi menggunakan pendekatan selain obatobatan. Terapi
non-farmakologis sering digunakan dengan tujuan mempertahankan atau
meningkatkan fungsi kognitif, kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari,
atau kualitas hidup secara keseluruhan. Mereka juga dapat digunakan dengan
tujuan mengurangi gejala perilaku seperti depresi, apatis, mengembara, gangguan
tidur. Terapi nonfarmakologis diperlukan untuk lebih mengevaluasi efektivitas
mereka dalam kehidupa sehari-hari (Alzheimer’s Association, 2015). Prinsip-
prinsip dasar dalam pengobatan pasien dengan Alzheimer meliputi:
Kegiatan yang mencakup mengenai kegiatan dan lingkungan pasien
rehabilitasi. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan keluarga dan
masyarakat serta lingkungan alam. Dalam konteks kegiatan pada pasien meliputi
kegiatan kreatif seperti olahraga, kegiatan keseharian secara konsisten. Dalam
konteks lingkungan yang mencakup keluarga dan masyarakat adalah
menggunakan pendekatan halus pada pasien, berempati pada pasien, serta dalam
konteks lingkungan alam adalah memberikan lingkungan yang aman dan nyaman.
2) Terapi Farmakologis
Perawatan farmakologis merupakan sebuah cara terapi dengan
menggunakan obat untuk memperlambat atau menghentikan suatu penyakit atau
mengobati gejalanya. Efektivitas obat ini bervariasi dari orang ke orang. Namun,
tidak ada perawatan yang tersedia saat ini untuk penyakit Alzheimer, hingga saat
ini obat hanya memperlambat atau menghentikan kerusakan neuron yang
menyebabkan gejala Alzheimer dan akhirnya membuat penyakit menjadi fatal.
Jenis obat-obatan yang biasanya diresepkan oleh dokter untuk penyakit
Alzheimer adalah rivastigmine, galantamine, donepezil, dan memantine. Keempat
obat ini mampu meredakan gejala demensia dengan cara meningkatkan kadar dan
aktivitas kimia di dalam otak.
Rivastigmine, galantamine, dan donepezil biasanya digunakan untuk
menangani penyakit Alzheimer dengan tingkat gejala awal hingga menengah.
Sedangkan memantine biasanya diresepkan bagi penderita Alzheimer dengan
gejala tahap menengah yang tidak dapat mengonsumsi obat-obatan lainnya.
Memantine juga dapat diresepkan pada penderita Alzheimer dengan gejala yang
sudah memasuki tahap akhir
8. Pencegahan Alzheimer
Setiap orang pastinya tidak ingin ataupun ingin jauh dari berbagai macam
penyakit yang membahayan kesehatan, Penyakit jantung sering dikaitkan dengan
risiko mengidap penyakit Alzheimer. Jika seseorang memiliki risiko tinggi
terkena penyakit jantung, maka dirinya pun lebih rentan terkena penyakit
Alzheimer. Karena itu lakukanlah beberapa langkah berikut ini agar jantung tetap
sehat dan terhindar dari risiko terkena penyakit Alzheimer.
a. Konsumsi makanan sehat yang kadar lemak dan kolesterolnya rendah.
Tingkatkan asupan serat, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.
b. Berhenti merokok dan batasi konsumsi minuman keras.
c. Penderita stroke, diabetes, hipertensi, atau kolesterol tinggi, diharapkan
teratur dalam mengonsumsi obat yang disarankan oleh dokter, serta menjalani
nasihat dari dokter mengenai pola hidup sehat.
d. Jika mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, berusahalah untuk
menurunkan berat badan secara aman.
e. Rutin memeriksakan tekanan darah, serta kadar kolesterol dan gula secara
teratur agar Anda selalu waspada.
f. Berolahraga secara rutin sedikitnya dua setengah jam tiap minggu, seperti
bersepeda atau berjalan kaki.
Umumnya, orang-orang yang aktif secara sosial, fisik, dan mental tidak
akan mudah terkena penyakit Alzheimer. Berdasarkan hal tersebut, melakukan
kegiatan yang menyenangkan dapat menstimulasi gerak tubuh dan pikiran.
BAHAN
1. Text Book (Dipiro, Koda Kimble, DIH)
2. Data nilai normal laboratorium
3. Evidance terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis)
D. STUDI KASUS
Seorang pasien, Tn. H, 69 tahun, berdasarkan hasil anamnesa Dokter dan
pemeriksaan penunjang yang terkait, didiagnosa mengalami Alzheimer tahap 3
dengan gejala gangguan/penurunan fungsi kognitif dan cemas. Terapi yang
diberikan adalah donepezil 10 mg, 1 X sehari dan ekstrak gingko biloba 1 X
sehari. RPD : Hipertensi terkendali dgn lisinopril 10 mg 1 X 1. Dengan tanda -
tanda vital sebagai berikut.
TD : 180/90 mmHg
T : 36 ͦ c
HR : 75x/menit
RR : 20x/meni
PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE
Tn. / Ny. : H
Jenis Kelamin : Laki-laki Tgl. MRS :
Usia : 69 tahun Tgl. KRS :
Tinggi badan : 168 cm
Berat badan : 65 kg
Presenting Complaint
Gangguan/penurunan fungsi kognitif dan cemas.
Diagnosa kerja : Alzheimer, Hipertensi
Diagnosa banding :
Drug Allergies:
1.
2.
3.
Medication
No. Nama Obat Indikasi Dosis yang Dosis Terapi
digunakan (literatur)
5-10 mg PO/hari
1 Donepezil Alzheimer 10 mg 1 x sehari
(Medscape)
120-600 mg bid
Ekstrak gingko Penurunan
2 1 x sehari PO/hari
biloba fungsi kognitif
(Medscape)
10 mg PO/hari
3 Lisinopril Hipertensi 10 mg 1 x 1
(Medscape)
Problem List (Actual Problem)
Medical Pharmaceutical
1 Hipertensi 1 Lisinopril
2 Alzheimer 2 Donepezil
3 Demensia 3 Gingko biloba
DAFTAR PUSTAKA
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi penyakit alzheimer.
2. Mengetahui klasifikasi penyakit alzheimer.
3. Mengetahui patofisiologi penyakit alzheimer.
4. Mengetahui tatalaksana penyakit alzheimer (Farmakologi dan Non-
Farmakologi).
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit alzheimer secara mandiri
menggunakan metode SOAP.
Gambar 1. (Perbedaan antara otak orang sehat yang sehat dengan otak
orang dengan penyakit Alzheimer)
Penderita penyakit Alzheimer akan mengalami beberapa perubahan
di otak yang akan menganggu aktivitas kehidupan sehari-hari. Gangguan
otak pada penyakit Alzheimer ditandai dengan penurunan pada perhatian,
memori, dan kepribadian. Perubahan kepribadian penderita Alzheimer
terjadi secara tiba-tiba dimana penderita menjadi kurang spontan dan
lebih menarik diri dari orang lain. Penderita penyakit Alzheimer juga
sering mengalami disorientasi dalam waktu, tempat, dan identitas mereka
(Sarafino, 2011)
Pada penyakit Alzheimer, kerusakan saraf akhirnya mempengaruhi
bagian otak yang memungkinkan seseorang untuk melaksanakan fungsi
tubuh dasar seperti berjalan dan menelan Pada akhirnya penderita dapat
mengalami kematian setelah beberapa tahun karena kemampuan
motoriknya sudah tidak berfungsi. (Alzheimer’s Associantion, 2015).
Tn. / Ny. :H
Jenis Kelamin : Laki-laki Tgl. MRS :
Usia : 69 tahun Tgl. KRS : Tinggi badan : 168
cm
Berat badan : 65 kg
Presenting Complaint
Gangguan/penurunan fungsi kognitif dan cemas.
Drug Allergies: -
Tgl
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah 180/90 mmHg
HR 75x/menit
Suhu 36oC
RR 20x/menit
Medication
No. Nama Obat Indikasi Dosis yang Dosis Terapi (literatur)
digunakan
1 Donepezil Alzheimer 10 mg1 X sehari 5-10 mg PO/hari (Medscape)
Oleh :
GITA SILVIA
KELOMPOK 4
18021095/A3C
Dosen Pengampu : Ida Ayu Manik Partha Sutema, S.Farm., M.Farm., APT
PENYAKIT ALZHEIMER
A. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Mengetahui definisi penyakit Alzheimer.
b. Mengetahui klasifikasi penyakit Alzheimer.
c. Mengatahui patofisiologi penyakit Alzheimer.
d. Mengetahui tatalaksana penyakit Alzheimer (Farmakologi & Non-
Farmakologi).
e. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit Alzheimer secara mandiri
dengan menggunakan metode SOAP.
B. DASAR TEORI
1. Definisi Alzheimer
Penyakit Alzheimer (Alzheimer Disease AD) adalah bentuk paling
umum dari penyakit demensia (pikun), dan prevalensi Alzheimer disease
meningkat dengan setiap dekase kehgidupan. Alzheimer adalah
demensia progresif secara bertahap mempengaruhi kognisi, prilaku, dan
status fungsional. Mekanisme patofisiologi yang mendasari Alzheimer
disease yang tepat tidak sepenuhnya diketahui, dan tidak ada pengobatan
yang dapat menyembuhkannya. Meskipun obat dapat mengurangi gejala
Alzheimer disease untuk smentara waktu, penyakit ini akhirnya
berakibat fatal. Alzheimer disease sangat mempengaruhi keluarga serta
pasien. Kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan dan bantuan
meningkat sampai tahap akhir dari penyakit, ketika pasien Alzheimer
disease menjadi sangat tergantung pada anggota keluarga, pasangan,
atau pengasuh lainnya untuk semuya kebutuhan dasar mereka. Ini adalah
pengalaman yang sangat umum terjadi dari jutaan orang di Amerika
Serikat yang merawat orang dengan Alzheimer disease (Dipiro et al,
2008).
Terapi yang dapat diberikabn untuk pasien Alzheimer disease yaitu
terapi farmakologis dengan penggunaan obat-obatan dan terapi non
farmakologis. Terapi farmakologis pada pasien Alzheimer disease
difokuskan pada tiga domain : pempertahankan fungsi kognitif, prilaku
dan gejala kejiwaan (Dipiro et al, 2008). Sedangkan terapi non
farmakologi dilakukan untuk mempertahankan fungsi kognitif yang
masih ada dengan berbagai macam program kegiatan yang dapat
diberikan, antara lain terapi relaksasi dan latihan fisik untuk
menyehatkan kerja otak, serta senam otak (Brice, 2003).
2. Etiologi dan Faktor Resiko
Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah
intoksidasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi
udara/industry, trauma, neurotrasnmiter, deficit formasi sel-sel filament,
prediposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri
dari degenaratif neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan fungsi dengan penurunan daya ingat secara
progresif. Adanya difisiensi factor pertumbuhan atau asam amino dapat
berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerative yang diakibatkan oleh adanya peningkatan
kalsiun intaseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi
radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non
spesifik (Alzheimers’s, 2011).
Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi
beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran factor non-genetika
(lingkungan) juga ikut terlibat, dimana factor lingkungan hanya sebagai
pencetus factor genetika (Alzheimers’s, 2011).
Sejumblah faktor yang saat ini berhasil diidentifikasi yang
tampaknya berperan besar dalam timbulnya penyakit ini yaitu :
Umur
Kemungkinan menderita Alzheimer meningkat dua kali
lipat tiap 15 tahun setelah umur 65 tahun. Setelah umur 85
tahun, resiko meningkat hingga 50%.
Riwayat Keluarga
Penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai
orangtua, saudara atau anak yang menderita Alzheimer
disease, lebih beresiko untuk terkena Alzheimer
dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai riwayat
keluarga.
Genetic
Abnormalitas pada gen ApolipopteinE (ApoE) terutama
pada ras Kaukasian.
Cedera Kepala
Ada hubungan yang erat antara cedera kepala yang berat
dan peningkatan resiko terjadinya Alzheimer disease.
Hubungan Jantung-Otak
Setiap kerusakan atau gangguan pada jantung dan
pembuluh darah akan meningkatkan resiko terjadinhya
Alzheimer disease.
Gaya Hidup
Gaya hidup yang baik biadanya akan menghasilkan otak
yang sehat dan memberikan perlindungan terhadap
kemungkinan berkembangnya Alzheimer.
3. Klasifikasi Alzheimer
Tipe-tipe demensia dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:
e) Demensia tipe Alzheimer
Diagnosis akhir penyakit Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan
neuropatologi otak. Faktor genetik dianggap berperan sebagian dalam
perkembangan penyakit demensia ini. Observasi makroskopis
neuroanatomik klasik pada otak dari seorang pasien dengan penyakit
Alzheimer adalah antrofi difus dan pembesaran ventrikel serebal serta
timbulnya bercak-bercak senilis, kekusutan neurofibriler, hilangnya
neuronal, dan degenerasi granulovaskular pada neuron (Aisyah, 2016).
f) Demensia vaskuler
Penyebab pertama dari demensia vaskuler dianggap adalah
penyakit vaskuler serebral yang multiple, yang menyebabkan suatu pola
gejala demensia. Demensia vaskuler paling sering terjadi pada laki-laki,
khususnya mereka yang mengalami hipertensi yang telah ada
sebelumnya atau faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Penyakit pick
ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam darah frontotemporal.
Darah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, yang merupakan
massa elemen sitoskeletal. Penyakit pick berjumlah kira-kira 5 persen
dari semua demensia yang irreversibel. Penyakit pick sangat sulit
dibedakan dengan demensia tipe Alzheimers, walapun stadium awal
penyakit picklebih sering ditandai dengan perubahan kepribadian dan
prilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relative bertahan (Aisyah,
2016).
g) Demensia berhubungan dengan HIV
Infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) sering kali
menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik lainnya. Pasien yang
terinfeksi dengan HIV mengalami demensia dengan angka tahunan 14
persen. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV sering
disertai tampaknya kelainan parenkimal (Aisyah, 2016).
h) Demenisa yang berhubungan dengan trauma kepala
Demensia dapat dari trauma kepala, demikian juga berbagai
sindrom neuropsikiatrik (Aisyah, 2016).
4. Patofisiologi
Terdapat beberapa mekanisme yang dikatakan sebagai penyebab
tingginya kadar plak neuritik dan neurofibrilary tangles (NFTs) pada
area kortikal dan lobus temporal bagian tengah lain (Chislom-burns et
al,2008 ; dipiro, 2008),
a. Hipotensi Ambiloid Kaskade
Plak neuritik atau pikun adalah timbunan protein
ekstraelular dari fibril dan agregat amorf dan β-amiloid protein.
Protein ini merupakan pusat pathogenesis. Alzheimer. Protein β-
amiloid hadir dalam bentuk non-toksin yang larut dalam otak
manusia. Pada penyakit Alzheimer, perubahan konfirmasi yang
terjadi membuat bentuk tersebut larut dan menyebabkan untuk
tertimbun ke plak difus amorf yang terkait dengan dytrophi neuritis.
Seiring wakt, timbunan menjadi menjadi terpadatkan ke dalam plak
dan protein β-amiloid menjadi fibrillar dan neurotoksik. Peradangan
terjadi secara sekunder untuk kelompok astrosit dan microglia
sekitar plak tersebut. Peradangan yang terjadi akibat protein β-
amiloid disebut pula hipotensi Alzheimer berdasrkan mediator
peradangan.
b. Neurofibrillary Tangles
Neurofibrillary tangles termasuk instraseluler dan terdiri dari
protein atau abnormal terfosforilasi yang terlibat dalam perakitan
mikrotubulus. Tangles atau kekusutan mengganggu fungsi saraf
yang mengakibatkan kerusakan sel, dan kehadirannya telah
berkorelasi dengan keparahan dementia. Kekusutan ini tidak larut
bahkan setelah sel mati, dan tidak dapat dihilangkan. Neuron yang
dominan dipengaruhi adalah neuron yang menyediakan sebagian
besar pesarafan kolinergik ke korteks. Oleh karena itu, pencegahan
adalah kunci untuk terapi target kekusutan ini.
c. Hipotensis Kolinergik
Neurotransmitter asetilkolin (Ach) bertanggung jawab untuk
mentranmisikan pesan antara sel-sel saraf tertentu dalam otak. Pada
penyakit Alzheimer, plak dang tangles merusak jalur ini,
menyebabkan kekurangan asetilkolin, sehingga terjadi gangguan
dalam belajar dan mengingat. Hilangnya aktivitas asetilkolin
berkolerasi dengan keparahan penyakit Alzheimer.
Dasar dari pengobatan pengobatan farmakologis penyakit
Alzheimer adalah meningkatkan neurotransmisi kolinergik di otak.
Asetilkolinesterase adalah enzim yang mendegradasi asetikolin
dicelah sinaptik. Memblokir enzim ini mengarah ke peningkatan
kadar asetikolin dengan tujuan menstabilkan tranmisi neuro.
Inhibitor kolinesterase yang disetujui di Amerika Serikat untuk
pengobatan penyakit Alzheimer meliputi tacrine, donepezil,
rivastigmen, dan galantamine.
d. Abnormalitas Neurotransmitter Lain
Perubahan neurotransmitter lain pada jaringan otak
penderita Alzheimer mempunyai peranan penting,
Neurotransmitter tersebut antara lain seperti dopamine, serotonin,
monoamine, oksidase, dan glutamate. Glutamat adalah
neurotransmitter rangsang utama dalam system saraf pusat (SSP)
yang terlibat dalam memori, pembelajaran , dan plastisitas saraf.
Kerjanya dengan cara menyediakan informasi dari satu otak ke
daerah lain dan mempengaruhi kognisi melalui fasilitasi dari
koneksi dengan neuron kolinergik di kortesk selebral dan basal
forebrain. Pada penyakit Alzheimer, salah satu jenis reseptor
glutamat yang tak teregulasi. Hal ini menyebabkan kenaikan ion
kalsium yang menginduksi kaskade sekunder yang menyebabkan
kematian saraf dang peningkatan produksi APP. Peningkatan
prosukdi APP dpada tingkaitakan dengan pengembangan plak pada
tingkat yang lebih tinngi dan hiperfosforilasi dari protein atau
memantine merupakan antagonis NMDA non-kompetitif yang
bekerja berdasarkan patofisiologi ini. Memantine saat ini satu-
satunya agen di kelas ini yang disetujui untuk penyakitb
Alzheimer.
e. Kolesterol dan penyakit vascular otak
Disfungsi pembuluh dapat mengganggu distribusi nutrient
pada sel saraf dan mengurangi pengeluaran protein β-amyloid yang
dapat memicu pembentukan pla. Selain itu, apo E4 alel dianggap
terlibat dalam metabolism kolesterol dan berhubungan dengan
tingginya kolesterol.
f. Mekanisme Lain
Estrogen tenpaknya memiliki sifat yang melindungi
terhadap kehilangan memori yang berhubungan dengan penuaan
normal. Telah disarankan bahwa estrogen dapat menghalangi
produksi protein β-amiloid dan bahkan memicu pertumbuhan saraf
pada terminal saraf kolinergik. Estrogen juga merupakan antioksida
dan membantu mencegah sel oksidatif.
D. STUDI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn H
Usia : 69 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Seorang pasien, Tn. H, 69 tahun, berdasarkan hasil anamnesa Dokter
dan pemeriksaan penunjang yang terkait, didiagnosa mengalami Alzheimer
tahap 3 dengan gejala gangguan/penurunan fungsi kognitif dan cemas. Terapi
yang diberikan adalah donepezil 10 mg, 1 X sehari dan ekstrak gingko biloba
1 X sehari. RPD : Hipertensi terkendali dgn lisinopril 10 mg 1 X 1. Dengan
tanda - tanda vital sebagai berikut.
TD : 180/90 mmHg
HR : 75x/menit
RR : 20x/menit
T : 36 ͦ c
Diagnosa :
Klinis : Alzheimer
Faktor Resiko : Hipertensi
PHARMACEUTICAL CARE
PATIENT PROFILE
Tn. / Ny. :H
Jenis Kelamin : Laki-laki Tgl. MRS :
Usia : 69 tahun Tgl. KRS : Tinggi badan : 168
cm
Berat badan : 65 kg
Presenting Complaint
Gangguan/penurunan fungsi kognitif dan cemas.
Drug Allergies: -
Tgl
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah 180/90 mmHg
HR 75x/menit
Suhu 36oC
RR 20x/menit
Medication
No. Nama Obat Indikasi Dosis yang Dosis Terapi (literatur)
digunakan
1 Donepezil Alzheimer 10 mg1 X sehari 5-10 mg PO/hari (Medscape)
Aisyah, B. 2016. Hubungan Zat Gizi Mikro, aktifitas fisik dan latihankecerdasan
dengan Kejadian Demensi pada Lansia di Kelurahan Depok Jaya Tahun
2009. dalam N. Wicitania, Faktor Resiko Gizi TerhadapKejadian
Demensia Pada Lanjut Usia Di Panti Werda Elim Semarang.(Skripsi)
Semarang : Fakultas Ilmu Keperawatan dan KesehatanUniversitas
Semarang.
Alzheimer's, A. 2011. Alzheimer's Fact and Figure 2011. dalam W. Nuria, Faktor
Resiko Gizi Terhadap Kejadian Demensia Pada Lanjut Usia D Panti
Werda Elim Semarang. (Skripsi) Semarang: Fakultas Ilmu Keperawatan
Dan Kesehatan Muhamadiyah Semarang.
Dipiro, J.T., R.L. Talbert, G.C. Yee, G.R Matzke, B.G. Wells, L.M. Posey. 2008.
PharmacotherapyA PatophisiologicApproachSeventhEdition. New York :
MC Graw-Hill Companies.