Anda di halaman 1dari 36

Perbandingan Pengaruh Terapi Melantonin dan

donepezil Terhadap gambaran histopatologis dan


kadar Malondialdehid (MDA) pada otak tikus
(Rattus norvegicus) Model Alzheimer Disease dengan
Induksi Trimethyltin Chloride (TMT)

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:
DENI AULIA HADI
155090200111002

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
Evaluasi
1.induksi tmt dg dosis tersebut mengakibatkan apoptosis
hingga masuk kedalam Alzheimer fase apa?dan bagaimana
marker apoptosisnya.
2.pada latar belakang kurang pencantuman perbandingan antara
donepezil ama melantonin
3.tipus yang kurang : histopat,donepezil
4.kemajuan ngetik Cuma sampai kadar mda
A. PENDAHULUAN

Demensia salah satu bentuknya yakni Alzheimer disease (AD)


menjadi trendsetter dalam bidang kesehatan dan menjadi salah satu
permasalahan terbesar untuk saat ini maupun beberapa dekade ke
depan. AD merupakan bentuk paling umum yang dijumpai dari
demensia, berkisar 60-70% dari total demensia [1]. Selain itu,
Alzheimer disease berada di enam besar penyakit paling mematikan
dunia [23]. Penyakit Alzheimer pada umumnya diawali dengan
penurunan fungsi kognitif meliputi penurunan daya ingat, kemampuan
mengenali sesuatu yang bersifat progesif atau secara perlahan-lahan
hingga penderita tidak mampu mengingat dan mengenali sesuatu.
Pada tahap lebih lanjut, ditandai dengan kebingungan, gangguan
berbicara, halusinasi dan penarikan diri terhadap lingkungan [10].
Penanda utama penyakit Alzheimer terdiri dari plak β-
amiloid, kusut neurofibrillary (yang mengandung tau fosforilasi),
gangguan fungsi asetikolin dan cerebral angiopathy [2]. Kusut
neurofibrillary (NFTs) adalah agregat hyperphosphorylated tau
protein yang paling umum dikenal sebagai penanda utama penyakit
Alzheimer. Tau protein berperan dalam menstabilkan mikrotubula.
Tau mengandung pengulangan ke-3 dan pengulangan ke-4 variasi
protein. Pengidap Alzheimer dalam perkembangannya terjadi
pergeseran dari pengulangan 4-tau menuju pengulangan ke 3-tau.
Pembongkaran mikrotubula memicu proses hiperfosforilasi tau,
memimpin terbentuknya formasi kusut [3]. Kusut inilah dianggap
sebagai tanda khas penyakit Alzheimer bersama dengan plak. Selain
itu ditemukan bukti bahwa disfungsi mitokondrial, memicu kerusakan
oksidatif pada neuron dan memicu apoptosis.
Perkembangan terapi Alzheimer terbagi menjadi dua tipe
yakni perawatan simtomatik yang memperbaiki gejala AD tanpa
mempengaruhi dasar proses penyakit dan terapi memodifikasi
penyakit yang mempengaruhi proses penyakit sehingga menimbulkan
kematian sel dan meperlambat perjalanan klinis [5] & [6]. Penanganan
Alzheimer disease dalam beberapa tahun terakhir fokus terhadap
penanganan secara farmakologis. Treatment secara farmakologis
terbagi menjadi dua yakni melalui neuroprotektif dan neurorestoratif
[4]. Treatment utama dan dengan gencar dikembangkan adalah
menggunakan neuroprotective. Salah satu bentuknya adalah agen
simptomatik donepezil (salah satu tipe obat) yang dapat menunda
munculnya kecacatan fungsional dalam desain uji klinis dan mampu
menunda kemajuan dari gangguan kognitif ringan (MCI) menjadi
demesia tipe Alzheimer tanpa mempengaruhi biomarker terkait [7] &
[8].
Namun dalam perkembangan lebih lanjut beberapa obat yang
diujikan memiliki efek samping atau hanya sekedar sebagai
penghambat. Bahkan beberapa diantaranya diujikan untuk mengatasi
secara langsung protein Aβ, namun pendekatan ini justru menurunkan
fungsi kognitif. Uji klinis terbaru tidak menunjukkan dampak pada
perjalanan klinis obat yang dapat mengurangi peradangan otak tetapi
tidak mempengaruhi perkembangan penyakit. Salah satu bentuk
pengurangan efek samping obat yang cenderung berbahaya dapat
digantikan dengan antioksidan [36].
Berbagai bentuk antioksidan dalam pengujian untuk
mengatasi permasalahan Alzheimer disease antara lain ginkgo biloba,
vitamin A, vitamin E dan melantonin [37]. Melantonin merupakan
hormon utama yang dihasilkan oleh kelenjar pineal dan dapat
bertindak sebagai neuroprotektif pada sel neuron. Melantonin
memiliki banyak fungsi dalam tubuh manusia salah satunya berkaitan
dengan fungsi otak dan system saraf (kognitif), serta membantu
penyembuhan premenstrual syndrome (PMS), penyakit Alzheimer,
arteriosclerosis dan stroke [9].
B. Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat perbedaan pengaruh terapi donepezil dan melantonin
terhadap gambaran histopatologis otak tikus putih (rattus norvegicus)
model alzheimer disease?
2. Bagaimana perubahan kadar malondialdehid otak tikus putih (rattus
norvegicus) model Alzheimer disease hasil induksi trimethyltin
chloride pasca terapi melantonin dan donepezil?
C. Batasan Masalah
1. Hewan model yang digunakan adalah tikus putih (rattus norvegicus)
strain wistar sebanyak 20 ekor dengan berat 300-350 gram. Tikus
didapatkan dari Laboratorium Biosains Universitas Brawijaya
Malang. Penggunaan hewan coba telah menyertakan sertifikat laik etik
No: 724-KEP-UB dari Komisi Etik Penelitian Universitas Brawijaya
Malang.
2. Dosis Trimethyltin Chloride yang digunakan untuk induksi kondisi
Alzheimer disease,dengan dosis 8 mg/BB dilakukan sebanyak 4 kali
dalam 11 hari.
3. Dosis terapi melantonin dan donepezil yang diberikan pada hewan uji
coba model Alzheimer masing-masing sebesar 10 mg/Kg BB dan 5
mg/Kg BB 1 kali sehari selama 2 minggu.
4. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah gambaran
histopatologis dan kadar malondialdehid otak tikus.
D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perbedaan pengaruh terapi melantonin dan donepezil


terhadap perbedaan gambaran histopatologis otak tikus (rattus
norvegicus) model Alzheimer disease.
2. Mengetahui pengaruh terapi melantonin dan donepezil terhadap
perubahan kadar malondialdehid pada tikus model Alzheimer disease.
E.Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan
informasi bahwa melantonin dapat digunakan sebagai alternatif terapi
Alzheimer disease dan sebagai kajian ilmu tentang penyakit degeneratif
pada otak.

F.TINJAUAN PUSTAKA
F.1 Alzheimer Disease
Penyakit Alzheimer merupakan penyakit degeneratif pada
otak dan menjadi penyebab paling umum dari demensia. Secara global,
jumlah orang yang saat ini menderita demensia diperkirakan 50 juta
diantaranya 30-35 juta penderita Alzheimer disease [26]. Risiko
mengidap penyakit ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan,
namun faktor risiko terbesar sejauh ini adalah usia, persentase pengidap
Alzheimer berbanding lurus dengan tingginya usia. Penyakit ini
diinisiasi oleh deposisi β-amyloid (Aβ) dengan berbagai molekul
seluler, yang mengakibatkan kematian neuron di otak [25].
Penyebab yang ada pada penyakit ini mengakibatkan
beberapa gejala yakni memori progesif, gangguan bahasa, gejala
perilaku (halusinasi, delusi, paranoid), dan gangguan psikososial serta
keterampilan kognitif lain yang mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk melakukan kegiatan sehari-hari [24]. Beberapa gejala ini terjadi
karena sel-sel saraf (neuron) di bagian otak yang terlibat dalam fungsi
kognitif telah rusak.
F.2 Patologi Alzheimer Disease
AD adalah gangguan otak neurodegeneratif progesif yang
menyebabkan kelainan signifikan pada struktur dan fungsi otak
normal. Pada tingkat sel, AD ditandai dengan hilangnya neuron
kortikal progesif, terutama sel piramidal, yang memediasi fungsi
kognitif yang lebih tinggi [29] & [30]. Pada tahap awal perkembangan
AD, terjadi disfungsi sinaptik yang mengganggu komunikasi dalam
sirkuit saraf yang bekerja untuk memori dan fungsi kognitif lainnya
sehingga menjadi cikal bakal gangguan daya ingat [31]. Degenerasi
pada AD dimulai di lobus temporal medial, khususnya di korteks
entorhinal dan hippocampus [32]. Kerusakan pada struktur otak
berlanjut melalui degenerasi kemudian menyebar ke seluruh korteks
asosiasi temporal dan menuju parietal.
Ketika penyakit mulai berkembang, degenerasi dapat dilihat
pada korteks frontal dan merambat pada sebagian besar neokorteks
yang tersisa. Fakta yang diperoleh bahwa AD menyebabkan kerusakan
nyata pada beberapa komponen sistem limbik, termasuk pembentukan
hippocampal dan saluran serat utama yang menghubungkannya ke
korteks serebral (fornix dan cingulum), amygdala, cingulate gyrus,
dan thalamus. Pola luas neurodegenerasi ini, yang mempengaruhi
daerah limbik dan neokortikal, berkolerasi erat dengan berbagai defisit
kognitif dan perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh pasien AD
[38].
Kerusakan saraf yang terlihat pada AD berhubungan dengan
pengendapan protein abnormal baik di dalam maupun di luar neuron.
Hal ini merupakan tanda patologis AD yang dikenal plak dan kusut.
Protein abnormal disimpan di korteks serebral mengikuti pola
stereotip penyebaran sepanjang jalur saraf yang memediasi memori
dan fungsi kognitif lainnya [33]. Plak ini terdiri dari akumulasi protein
amyloid dari protein β-amyloid yang tidak larut (Aβ). Pada umumnya,
sel sepanjang hidup melepaskan Aβ yang larut setelah pembelahan
APP reseptor permukaan sel. AD melibatkan pembelahan abnormal
APP yang menghasilkan presipitasi Aβ menjadi lembaran beta padat
dan pembentukan plak. Akibat plak ini mikroglia dan astrosit
kemudian memasang respon peradangan untuk membersihkan agregat
amyloid dan peradangan ini kemungkinan menyebabkan
penghancuran neuron yang berdekatan dan neuritnya (akson &
dendrit) [33] & [34].
Tang neurofibrillary tangles (NFT) adalah agregat
intraseluler dari protein tau hiperfosforilasi abnormal, yang dalam
bentuk normal berperan sebagai protein penstabil mikrotubulus dan
dalam transportasi intraseluler (aksonal dan vesikuler). Terdapat
kemungkinan bahwa NFT mengganggu transport aksonal normal dari
komponen yang diperlukan untuk fungsi neuron yang tepat dan
kelangsungan hidup seperti vesikel sinaptik dengan neurotransmitter,
faktor neurotropik dan mitokondria, akhirnya menyebabkan neuron
mati [33] & [34].
F.3 Gejala dari Alzheimer Disease
Pengidap Alzheimer memiliki gejala-gejala yang bervariasi,
perbedaan paling khas yakni perubahan kognitif yang berkaitan
dengan usia. Individu dengan Alzheimer mengalami beberapa gejala
yang berubah selama periode tahun. Perubahan gejala-gejala ini
mencerminkan tingkat kerusakan neuron pada bagian-bagian berbeda
dari otak. Pada tahap ringan, umumnya pengidap Alzheimer dapat
menjalani kegiatan secara mandiri tetapi masih memerlukan bantuan
dalam beberapa kegiatan agar tetap aman [23].
Dalam tahap moderat, individu pengidap Alzheimer
mengalami kesulitan melakukan tugas-tugas rutin, menjadi bingung
terhadap diri sendiri, mulai berkeliaran, mengalami perubahan
perilaku, termasuk kecurigaan dan gelisah. Pada tahap yang parah,
individu memerlukan bantuan dengan aktivitas hidup sehari-hari,
seperti mandi dan berpakaian. Pada akhirnya kemampuan penderita
untuk berkomunikasi secara lisan dibatasi. Karena kerusakan area otak
yang terlibat dalam gerakan tubuh, individu yang berada pada fase ini
menjadi lebih sering berbaring. Hal ini membuat pengidap rentan
mengalami beberapa keadaan yakni, pembekuan darah, infeksi kulit
dan sepsis, penggunaan bahan kimia yang melawan infeksi
peradangan tubuh memicu aliran darah yang dapat mengakibatkan
gagal organ serta membuat kerusakan ke area otak yang
mengendalikan menelan [23].

F.4 Diagnosis Alzheimer Disease


Dalam peraturan klinis, diagnosis AD sebagian besar
didasarkan pada riwayat medis, pemeriksaan fisik, evaluasi
neuropsikologis dan neurologis, serta pengecualian etiologi lain
menggunakan uji selektif tambahan. Beberapa peneliti mengkaji cara
diagnosa awal AD diantaranya melalui biomarker yang muncul.
Biomarker memiliki nilai diagnostik dan prognostik dalam deteksi
dini AD. Ada beberapa tipe biomarker yang digunakan dalam
penelitian AD seperti yang ditunjukkan pada gambar 1. Namun hanya
neuroimaging marker yang memiliki potensi untuk memprediksi
transisi dari MCI (Mild Cognitive Impairment, kondisi predemensia)
ke kondisi AD [27]. Hal inilah yang menjadi komponen penting untuk
mengetahui perbedaan predemensia dan Alzheimer. Pada intinya
pemeriksaan pengidap Alzheimer disease berbeda-beda
keefektifannya berdasarkan tahap-tahap perkembangan Alzheimer.
Gambar 1. Beberapa jenis biomarker yang dikaji untuk mendiagnosis
Alzheimer Disease
Beberapa teknik neuroimaging sering digunakan untuk
mempelajari proses neuropatologi, morfologi dan perubahan
fungsional yang terjadi pada penderita AD. Metode neuroimaging
tidak hanya membantu dalam diagnosa dini tapi juga membedakan
AD dari penyakit neurodegeneratif lainnya [28]. Secara umum,
teknik neuroimaging dibedakan menjadi dua yaitu pencitraan
struktural dan pencitraan fungsional.
F.5 Induksi Trimethyltin Chloride pada Tikus Model Alzheimer
Disease
Trimethyltin merupakan senyawa organotik yang dalam
perkembangannya dieksploitasi sebagai senyawa neurotoxic yang
semakin giat dipelajari terhadap efek kimia atas paparannya pada
hippocampal [11]. TMT menimbulkan degenerasi saraf khususnya
menargetkan sistem limbik (hippocampus dan entorhinal cortex)
mengakibatkan perubahan perilaku seperti gangguan kognitif,
hiperaktif dan kejang spontan [12]. Perubahan perilaku ini terkait
dengan penurunan nilai dalam sistem neurotransmitter seperti GABA,
glutamat dan asetikolin [13]. Penargetan mitokondria dari TMT
mengarah pada perubahan dalam lingkungan mikro lokal yang
memicu interaksi dengan protein stannin, sehingga membahayakan
integritas membran mitokondria dan memulai apoptosis. TMT juga
menghasilkan kelebihan generasi spesies oksidatif seluler yang terkait
dengan apoptosis [14].
F.5 Treatment Alzheimer Disease
F.5.1 Treatment Secara Farmakologis
Tidak ada perawatan farmakologis (obat) tersedia saat ini
untuk demensia Alzheimer, sementara terapi obat untuk penyakit
ini masih dalam masa pertumbuhan. Obat yang disetujui untuk
pengobatan AD hanya sebatas memperlambat atau menghentikan
kerusakan neuron yang menyebabkan gejala Alzheimer tetapi
tidak memperlambat perkembangan atau membalikkan perjalanan
penyakit itu sendiri.
Saat ini, terapi andalan AD adalah obat yang menargetkan
sistem neurotransmitter di otak terutama perusak neuron glutamat
dan penghasil asetikolin serta sinapsisnya, kerusakan ini
berkorelasi baik dengan gejala kognitif awal AD [31]. Langkah ini
diambil karena beberapa efek samping yang ditimbulkan karena
menargetkan plak β-amyloid.
Asetilkolinesterase inhibitor membantu meningkatkan fungsi
memori dan perhatian pada pasien AD dengan mengganggu
pemecahan asetikolin, sehingga meningkatkan kadar
neurotransmitter di sinaps. Saat ini terdapat tiga inhibitor
cholinesterase yang disetujui oleh FDA (Food and drug
administration) yakni rivastigmine dan galantamine (untuk AD
ringan hingga sedang), dan donepezil (untuk semua tahap AD).
Memantine adalah obat lain yang disetujui FDA untuk pengidap
AD sedang hingga berat tetapi memiliki kelas obat yang berbeda
yang dikenal sebagai antagonis reseptor NMDA(glutamate) [35].

Gambar.2 struktur kimia rivastigmine (4), donepezil (5),


galantamine (6)
Dalam beberapa tahun terakhir, obat-obatan untuk pengidap
AD telah dievaluasi dalam uji klinis. Obat-obatan yang bertindak
untuk mengurangi jumlah protein Aβ di otak telah menerima
perhatian besar karena peran patogenik yang memiliki peranan
terbesar dianggap berasal dari Aβ dalam beberapa literatur AD.
Salah satu obat tersebut adalah inhibitor sekretase (protease) yang
memecah APP untuk menghasilkan Aβ [39] & [40].
Strategi lain yang telah dicoba adalah dengan menggunakan
obat-obatan yang mempromosikan pembersihan Aβ melalui
imunisasi aktif atau pasif. Namun beberapa percobaan fase tiga
selesai dengan obat penurun amyloid yang berbeda telah gagal
menunjukkan kemanjuran klinis. Berbagai penjelasan telah
diusulkan untuk menjelaskan kegagalan uji klinis berulang.

F.5.2 Treatment non Farmakologis


Terapi non farmakologis adalah terapi tanpa melibatkan
obat. Terapi non farmakologis sering digunakan dengan tujuan
untuk mempertahankan atau meningkatkan fungsi kognitif,
kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari atau
peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan. Selain itu juga
dapat digunakan untuk mengurangi beberapa gejala seperti
depresi, sikap apatis, gangguan tidur, agitasi dan agresi. Salah satu
bentuk terapi ini termasuk memori terkomputerisasi pelatihan,
mendengarkan musik favorit untuk meningkatkan daya ingat dan
menggabungkan pencahayaan khusus untuk mengurangi
gangguan tidur.Saat ini, terapi non-farmakologis tidak
memperlambat atau menghentikan kerusakan neuron yang
menyebabkan gejala Alzheimer [23].
F.6 Hewan Coba Tikus (Rattus norvegicus)

Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan salah satu hewan


coba yang dapat digunakan dalam penelitian karena memiliki
kemiripan fungsi dan bentuk organ serta proses biokimia dan biofisik
dengan manusia. Keadaan ini bermanfaat untuk pengaplikasian secara
langsung terhadap manusia. Penggunaan tikus wistar jantan dapat
memberikan hasil penelitian lebih stabil karena tidak ada pengaruh
siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Selain
itu tikus jantan juga memiliki metabolisme jauh lebih cepat [30].
Berikut ini merupakan klasifikasi dari tikus menurut [31]:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Sub Ordo : Scuirognathi
Famili : Muridae
Sub Famili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus strain wistar
F.7 Melantonin
Melantonin merupakan hormon, yang diproduksi oleh
kelenjar pineal, berfungsi mengatur modulasi pola bangun tidur.
Melantonin dalam bentuk obat berfungsi untuk mengobati gangguan
tidur jangka pendek [15]. Melantonin (N-acetyl-5-
methoxytryptamine) adalah suatu indoleamin, yang memiliki dua
kelompok fungsional yakni, menentukan spesifitas pengikatan
reseptor dan juga akibat amfifisitasnya memungkinkan molekul untuk
memasukkan sel dalam berbagai jenis, kompatemen atau cairan tubuh
[16].
Melantonin disintesis dari serotonin melalui dua langkah
enzimatik. Langkah pertama yakni asetilasi-N oleh serotonin N-
acetyltranferase (SNAT) untuk menghasilkan N-acetylserotonin.
Proses ini merupakan regulasi fisiologis SNAT yang menjadi
pengaturan utama dalam sintesis melantonin. Langkah kedua dalam
sintesis melantonin adalah transfer metil kelompok dari S-
adenosylmethionine ke kelompok 5-hidroksi N-acetylserotonin untuk
menghasilkan melantonin. Reaksi yang berjalan dikatalisis oleh enzim
hidroksiindol-O-metil transferase (HIOMT) [17].
Gambar 3. Melantonin ((N-acetyl-5-methoxytryptamine)
Pasca terbentuk, melantonin tidak disimpan di dalam kelenjar
pineal tetapi berdifusi keluar menjadi darah kapiler dan cairan
serebrospinal (CSF). Kapsul jaringan ikat halus kelenjar pineal tidak
mencegah difusi melantonin menjadi CSF. Melantonin tiba lebih awal
pada CSF ventrikel ketiga dibandingkan dengan ventrikel lateral.
Seperti melantonin melewati semua membran biologis dengan mudah,
jaringan otak mungkin memiliki kadar melantonin lebih tinggi
daripada jaringan dalam tubuh [18].
Melantonin terlibat dalam kontrol berbagai fungsi fisiologis
dalam tubuh, salah satunya berhubungan dengan syaraf. Meskipun
sebagian besar penyakit neurodegeneratif tidak diketahui penyebab
secara pasti, namun terdapat tiga proses utama yang sering dikaitkan
yakni, glutamat eksototoksisitas, cedera saraf yang dimediasi radikal
bebas dan disfungsi mitokondria. Proses-proses ini telah diidentifikasi
sebagai mekanisme patologis yang paling umum dan mengarah ke
kematian neuron [19].
Melantonin adalah antioksidan penangkap radikal dan
antioksidan lipid sehingga diusulkan sebagai agen pelindung saraf.
Selain itu, obat ini memberikan efek anti-infeksi, dan dengan dosis
yang cukup, efek penenang, sehingga ada mode tindakan perlindungan
kedua. Beberapa tindakan neuroprotektif dari melantonin dimediasi
oleh sistem GABAergic didukung oleh penelitian yang
mengindiksikan bahwa melantonin melindungi neuron dari tosisitas
peptida β-amiloid (neurotoksin utama yang terlibat dalam penyakit
Alzheimer) via aktivasi reseptor GABA.
Agonis reseptor ion glutamate ionotropik, mendukung
hipotesis bahwa melantonin mencegah kematian neuron yang
disebabkan oleh glutamat. Selain itu dilaporkan bahwa pemberian
melantonin mengurangi cedera neuron CA1 hippocampal yang
disebabkan oleh iskemia otak depan transien [20]. Selain itu, ada
kerusakan otak yang lebih parah dan degenerasi saraf setelah stroke
atau kejang eksitotoksik pada tikus yang kekurangan melantonin.
Pada Alzheimer disease, peningkatan protein β-amyloid
menginduksi stress oksidatif, memiliki hubungan dengan penurunan
dukungan neurotropik, memberikan kontribusi signifikan terhadap
patofisiologi AD. Meskipun vitamin E dan C dapat digunakan untuk
pengobatan pasien AD, neurohormon melantonin telah mengambil
peran penting terhadap beberapa model tikus transgenik [21]. Selain
itu, melantonin menunjukkan aktivitas antifibrillogenik, juga ketika
fibrillogenesis ditingkatkan oleh apolipoprotein E4 (apoE4), efek yang
tidak terlihat sejauh ini ketika vitamin diterapkan sebagai agen utama
penerapi [16].
Beberapa studi klinis telah menunjukkan bahwa kadar
melantonin menurun secara signifikan pada pasien AD. Melantonin
mencegah kematian sel neuroblastoma yang terpapar β-amyloid
polypeptida. Penggunaan sel neuroblastoma murine menunjukkan
bahwa koinkubasi sel neuroblastoma dengan amyloid β-polipeptida
dan melantonin secara signifikan mengurangi beberapa fitur apoptosis
seperti penyusutan seluler atau pembentukan blub membrane [22].
Melantonin juga mengurangi kadar peroksidasi lipid dalam sel
neuroblastoma yang dikultur dengan menangkap radikal bebas yang
dirilis oleh β-amiloid.
F.8 Donepezil
Donepezil merupakan salah satu obat yang disetujui untuk
pengobatan Alzheimer disease. Konsumsi donepezil dapat
mempengaruhi proses neurodegenerasi seluler dan molekuler [46].
Pada Alzheimer aktivitas sistem koligernik sentral menurun,
donepezil mampu menghambat aktivitas kolinesterase sehingga
mampu menghambat degenerasi neuron yang disebabkan oleh
kerusakan transmisi kolinergik. Sebagai inhibitor cholinesterase non-
kompetitif dan reversibel dari obat AD generasi kedua, donepezil
memiliki selektivitas tinggi pada target dan jaringan. Telah
ditunjukkan dalam percobaan in vitro bahwa donepezil dapat secara
selektif menghambat AChE 1000 kali lipat terhadap BuChE dengan
rasio konsentrasi penghambatan AChE di otak dan plasma adalah 6,1
~ 8,4. Selain informasi yang dikenal luas di atas, donepezil juga
ditemukan mempengaruhi ekspresi isoform asetilkolinesterase. Ini
mengganggu ekspresi S-bentuk AChE dan meningkatkan R-isoform,
menghasilkan efek neuroprotektif [47].
Donepezil juga telah terbukti melemahkan toksisitas saraf Aβ
dan mempengaruhi pemrosesan APP. Hal ini memberikan efek dengan
mengganggu proses pemaparan wilayah N-terminal beracun APP pada
generasi Aβ, mencegah awal cascade menuju neurodegenerasi [48].
Donepezil menolak pengurangan ekspresi di korteks serebral
dan mencegah penurunan ikatan nikotinik yang terkait dengan tingkat
keparahan penyakit [49]. Hal ini mengurangi neurotoksisitas glutamat
dan menghambat cedera eksitotoksik untuk mempertahankan tindakan
pelindung saraf [50]. Adapun fitur penting lain dari patologi AD, stres
oksidatif telah membangkitkan minat yang besar [51]. Donepezil
berpotensi mengkonfirmasi untuk memerangi radikal bebas dan
mengurangi efek stres oksidatif pada model tikus AD yang diinduksi
streptozotocin [52].
F.9 Malondialdehid
Beberapa penelitian telah berfokus pada penentuan MDA
dalam darah dan potensi penggunaannya sebagai penanda stress
oksidatif otak pada alzheimer disease. MDA sebagian besar muncul
dari peroksidasi polyunsaturated fatty acids (PUFA). Fibroblast dan
limfoblas dari pasien dengan AD membawa protein perkusor amyloid
dan mutasi gen presenilin-1 menunjukkan peningkatan MDA dan 4-
HNE [41].
Kadar Malondialdehid ditentukan pada otak tikus di bagian
hippocampal. Karena malondialdehid adalah produk degradasi dari
lipid yang dioksidasi, level malondialdehid dijadikan indeks untuk
menentukan tingkat peroksidasi lipid dari pemecahan asam lemak tak
jenuh ganda [42]. Beberapa penelitian membuktikan level
malondialdehid pada hippocampus secara signifikan meningkat
dengan perlakuan trimethyltin chloride. Sedangkan ada penurunan
yang signifikan pula dalam tingkat MDA tikus dengan pengobatan
konjungtif antioksidan.
F.10 Organ otak
Otak merupakan organ yang memiliki fungsi utama sebagai
pengatur keseimbangan dan pengatur urutan aktifitas untuk memulai
gerakan [43]. Secara lengkap otak ikut mengatur gerakan, perilaku,
fungsi tubuh dan berperan dalam homeostasis seperti detak jantung,
tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Selain itu
otak juga bertanggung jawab atas pengenalan, emosi, ingatan,
pembelajaran motorik, dan segala bentuk pembelajaran lainnya. Otak
terbentuk dari dua jenis sel yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk
menunjang dan melindungi neuron, sedangkan neuron membawa
informasi dalam bentuk bursa listrik yang dikenal sebagai potensial
aksi. Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain dan keseluruhan
tubuh dengan mengirimkan berbagai macam bahan kimia yang disebut
neurotransmitter [45]. Sebagian besar sel penyusun otak ialah sel
piramidal dengan badan sel besar, berbentuk piramid, tetapi
sitoplasma kurang padat [44]. Otak dibagi dalam lima bagian besar
yaitu, metencephalon (pons dan cerebellum), mesencephalon,
myelencephalon (medulla oblogata), diencephalon (thalamus dan
hipothalamus), dan telencephalon (cerebrum) [45].
G.METODE PENELITIAN
G.1 Tempat dan waktu penelitian

Proses adaptasi, pemeliharaan tikus uji, induksi model


Alzheimer disease dan pembedahan tikus dilaksanakan di Institut
Biosains Universitas Brawijaya. Pembuatan slide preparat otak tikus,
uji histopatologi dan uji kadar malondialdehid dilaksanakan di
Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UB. Penelitian
dilaksanakan pada bulan maret hingga mei 2019.
G.2 Alat dan Bahan Penelitian
G.2.1 Alat penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang
tikus berupa bak plastik 17,5 x 23,75 x 17,5 cm dengan penutup
kandang berupa anyaman kawat dan botol minum serta peralatan
bedah berupa kassa, pinset, gunting needle holder, spuit 1 cc untuk
induksi dan terapi. Sedangkan untuk uji histopatologis menggunakan
tissue cassette, oven, scalpel, rotary microtome, water bath dan
mikroskop. Uji kadar malondialdehid menggunakan water bath,
sentrifuge, microtube dan spektrofotometer.
G.2.2 Bahan penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah tikus (rattus
norvegicus) jantan strain wistar berumur 2-2,5 bulan dengan berat
200-300 g, pakan standar, air minum, trimethyltin chloride, minyak
jagung, formalin, alkohol berbagai konsentrasi, paraffin, larutan
standar MDA, TCA 10 %, HCN 1N, NA-Thio 1%, melantonin dan
donepezil.
G.3 Tahapan penelitian
1. Persiapan hewan coba tikus meliputi adaptasi dan pemeliharaan
2. Persiapan hewan tikus induksi model Alzheimer disease
3. Pemberian terapi melantonin & donepezil
4. Pengambilan otak tikus
5. Uji histopatologis otak tikus
6. Pengukuran kadar MDA
7. Analisis data
G.4 Prosedur kerja
G.4.1 Persiapan hewan coba tikus
Hewan uji (tikus) sejumlah 20 ekor terbagi menjadi 4
kelompok perlakuan, sehingga setiap kelompok terbagi menjadi 5
tikus. Tikus tersebut diadaptasikan dengan kondisi laboratorium dan
suhu kamar selama satu minggu, dengan sirkulasi pemberian makanan
berbeda-beda untuk tiap kelompok. Beberapa kelompok diberikan
makanan secara standar dengan memerhatikan kesehatan penuh tikus,
sementara tikus lain dibuat stress dengan sirkulasi makanan yang tidak
teratur dan suasana kandang yang kurang nyaman. Kelompok 1
merupakan kelompok kontrol sehat tanpa pemberian Trimethyltin
Chloride (TMT) dan tanpa terapi melantonin dan donepezil.
Kelompok 2 merupakan kelompok kontrol sakit dengan pemberian
Trimethyltin Chloride (TMT) namun tidak diberikan terapi
melantonin. Kelompok 3 merupakan kelompok sakit dengan induksi
Trimethyltin Chloride (TMT) dan pemberian terapi melantonin.
Kelompok 4 adalah kelompok kontrol sakit dengan induksi
Trimethyltin Chloride (TMT) dan terapi donepezil.
Tabel 3.1 Rancangan kelompok perlakuan tikus

Kelompok Perlakuan
1 kontrol sehat
kontrol sakit (diberikan
induksi Trimethyltin
2
Chloride (TMT) dan tidak
diberikan terapi
kontrol sakit (diberikan
induksi Trimethyltin
Chloride (TMT) dan
3
pemberian terapi
melantonin dosis 10
mg/BB
kontrol sakit (diberikan
induksi (Trimethyltin
4 Chloride (TMT) dan
pemberian terapi donepezil
dosis 5 mg/BB

Hewan uji penelitian adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan


strain wistar dengan umur 2-2,5 bulan dan berat badan 200-300 g,
adaptasi dengan lingkungan laboratorium dilakukan dengan
pemberian paparan cahaya setiap 12 jam sekali. Pakan diberikan setiap
pagi berupa pellet. Lingkungan kandang diatur agar tidak lembab,
suhu ruangan berkisar 26 C, ventilasi yang cukup dengan lama terang
12 jam dan lama gelap 12 jam.
G.4.2 Persiapan hewan tikus induksi Trimethyltin Chloride
(TMT)
Larutan TMT dibuat dengan dosis 8 mg/kgBB (dalam volume
0,3ml / 100 g bb) dilarutkan dalam sejumlah ml minyak jagung
sehingga diperoleh larutan dengan dosis yang sesuai untuk masing-
masing hewan uji. Proses induksi model Alzheimer dilakukan 1
minggu pasca adaptasi dan pada hari ke 8 dilakukan induksi model
Alzheimer menggunakan Trimethyltin Chloride (TMT) pada tikus
dengan kontrol sakit. Pasca 24 hari masing-masing kelompok
diberikan perlakuan sesuai kelompoknya yakni pemberian terapi.

G.4.3 pemberian terapi melantonin dan donepezil


Pemberian terapi dilakukan secara oral menggunakan spuit 1
cc pada tikus setiap hari selama 2 minggu. Terapi melantonin
diberikan pada kelompok 3 dengan dosis sebesar 10 mg untuk setiap
hari sebelum waktu tidur hewan uji. Sementara terapi donepezil
diberikan kepada kelompok 4 dengan dosis sebesar 5mg dengan
perlakuan yang sama dengan melantonin.
G.4.4 pembuatan gambaran histopatologis otak
G.4.4.1 Pengambilan Sampel Organ
Pasca 15 hari perlakuan, dilakukan determinasi pada hewan
coba dan diambil otaknya untuk dijadikan preparat histopatologi.
Spesimen berupa potongan organ otak yang telah dipotong secara
representatif kemudian segera difiksasi dengan formalin 10%
selama 3 jam. Dicuci pada air mengalir sebanyak 3-5 kali. Organ
dikecilkan hingga ukuran 3 mm. Potongan organ otak tersebut lalu
dimasukkan ke dalam tissue cassette.
G.4.4.2 Dehidrasi
Dehidrasi adalah pengambilan air dari dalam jaringan secara
perlahan-lahan dengan menggunakan alkohol dengan konsentrasi
bertingkat. Keringkan tissue cassette dengan diletakkan pada tissue
pengering, dehidrasi dengan:
a. Alkohol 70% selama 24 jam.
b. Alkohol 80% selama 60 menit.
c. Alkohol 90% selama 30 menit.
d. Alkohol 95% selama 30 menit.
e. Alkohol absolut selama 30 menit.
f. Alkohol absolut selama 30 menit.
g. Alkohol absolut selama 30 menit.
h. Alkohol xylol 1:1 slama 30 menit.
Clearing Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan dengan
xylol I dan II, masing-masing selama 1 jam.Impregnasi dilakukan
dengan menggunakan paraffin selama 30 menit dalam oven suhu
65oC.
G.4.4.3 Embedding
Sisa paraffin yang ada pada pan dibersihkan dengan
memanaskan beberapa saat di atas api dan diusap dengan kapas.
Praffin cair disiapkan dengan memasukkan paraffin ke dalam
cangkir logam dan dimasukkan dalam oven dengan suhu di atas
58oC. Paraffin cair dituangkan ke dalam pan. Dipindahkan satu per
satu dari tissue cassette ke dasar pan dengan mengatur jarak yang
satu dengan yang lainnya. Pan dimasukkan ke dalam air. Paraffinn
yang berisi potongan otak dilepaskan dari pan dengan dimasukkan
ke dalam suhu 4-6 oC beberapa saat. Paraffin dipotong sesuai
dengan letak jaringan yang ada dengan menggunakan skalpel atau
pisau hangat. Lalu diletakkan pada balok kayu, diratakan
pinggirnya, dan dibuat ujungnya sedikit meruncing. Memblok
paraffin, siap dipotong dengan mikrotom.
G.4.4.4 Cutting
Pemotongan dilakukan pada ruangan dingin. Sebelum
memotong, blok didinginkan terlebih dahulu di lemari es.
Dilakukan pemotongan kasar, lalu dilanjutkan dengan pemotongan
halus dengan ketebalan 4-5 mikron. Pemotongan dilakukan
menggunakan rotary microtome dengan disposable knife. Dipilih
lembaran potongan yang paling baik, diapungkan pada air, dan
dihilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi
lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarun dan sisi yang lain
ditarik menggunakan kuas runcing. Lembaran jaringan
dipindahkan ke dalam water bath suhu 60oC selama beberapa detik
sampai mengembang sempurna. Dengan gerakan menyendok,
lembaran jaringan tersebut diambil dengan slide bersih dan
ditempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah. Slide
yang berisi jaringan ditempatkan pada inkubator (suhu 37 oC)
selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna.
G.4.4.5 Staining (pewarnaan)
Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, dipilih slide
yang terbaik. Selanjutnya dilakukan deparafinisasi dalam larutan
xylol I selama 5 menit dan larutan xylol II selama 5 menit.
Dehidrasi dalam etanol absolut selama 1 jam, alkohol 95% selama
2 menit, alkohol 70% selama 2 menit, dan air selama 10 menit.
Dilakukan pulasan inti dengan Harris-Hematosilin selama 15
menit. Bilas dengan air mengalir. Diwarnai dengan eosin selama
maksimal 1 menit. Dehidrasi dengan alkohol 70% selama 2 menit,
alkohol 96% selama 2 menit, dan alkohol absolut selama 2 menit.
Kemudian dilakukan penjernihan dengan xylol I selama 2 menit
dan xylol II selama 2 menit. Setelah pewarnaan selesai, slide
ditempatkan di atas kertas tissue pada tempat datar, ditetesi dengan
bahan mounting, yaitu entelan, dan ditutup dengan deck glass.
Cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara.
G.4.4.6 Pembacaan preparat Slide
Pengamatan histopatologi otak Variabel dependen dilakukan
pada mikroskop dan diamati berupa degenerasi neuron otak mencit
serta adanya plak dan kusut sebagai penanda Alzheimer disease
untuk kontrol sakit. Skala yang digunakan adalah skala numerik.
Dari setiap mencit dibuat preparat otak dan dibaca dalam 5
lapangan pandang dengan perbesaran 400x. Sasaran yang dibaca
adalah perubahan jumlah neuron dari organ otak.

G.4.5 Pengukuran Malondialdehyde (MDA) Otak


G.4.5.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Larutan standart MDA 4 ppm 100 µL TCA 10 %, 250 µL
HCN 1 N, 100µL Na-Thio 1 % dan dihomogenkan. Setelah itu
direndam dalam water bath pada suhu 1000C selama 30 menit,
kemudian didiamkan dalam suhu ruang (26-27oC). Selanjutnya
dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan sprektrofotometer
pada λ 500-600 nm.
G.4.5.2 Pembuatan Kurva Standar
Larutan stok kit MDA dengan konsentrasi 1,2,3,4,5,6,7 dan 8
µg/mL diambil masing-masing 100µL, dimasukkan kedalam
microtube yang berbeda, ditambahkan 550 µL aquades, 100 µL CA
10 %, 250 µL HCN 1N, 100 µL Na-Thio 1 % dan dihomogenkan.
Selanjutnya disentrifuge 500 rpm selama 10 menit. Supernatan
diambil, dipanaskan didalam water bath suhu 100oC selama 30 menit.
Kemudian didiamkan didalam pada suhu ruang (26-27 oC) dan diukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang maksimum 530 nm. Absorbansi kemudian dibuat kurva
standart MDA dan dihasilkan persamaan linear.
G.4.5.2 Pengukuran Kadar MDA Otak Metode Thiobarburic
Acid (TBA)
Pengukuran kadar MDA dengan metode thiobarburic acid
(TBA) menggunakan organ otak yang dipotong kecil-kecil dan
digerus kemudian dilakukan homogenasi dengan sentrifugasi pada
kecepatan 8000 rpm selama 20 menit. Supernatan yang dihasilkan
diukur absorbansinya dengan sprektrofotometer pada λ=530nm.

G.4.6 Analisis Data

Analisis data untuk histopatologis dengan menggunakan


analisis kuantitatif statistik. Rancangan percobaan yang akan
digunakan adalah uji t, dengan perlakuan dosis terapi melantonin
adalah 8 mg/kg BB dan donepezil 5 mg/kg BB. Apabila ada perbedaan
yang nyata dilakukan uji lanjutan Beda Nyata Jujur dengan tingkat
signifikansi 5% (=0,05). Uji histopatologis dilakukan uji secara
kuantitatif dengan software image raster.
H. JADWAL PELAKSANAAN
Pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan kegiatan
dilaksanakan pada bulan September - Desember 2017.

Tabel H.1 Kegiatan penelitian

Bulan
No Kegiatan
Jan Feb Mar Apr mei

1. Studi literatur

Pembuatan
2.
proposal
Adaptasi &
persiapan
hewan coba
tikus(induksi
3.
model
Alzheimer dan
pemberian
terapi
Uji
histopatologis
4.
jaringan otak
tikus
Uji
5. malondialdehi
d
6. Analisis data

Penyusunan
7.
Laporan Akhir
DAFTAR PUSTAKA
[1] World Health Organization (WHO), 2012 . Dementia: a public
health priority. Geneva, World Health Organization
[2] Roth M, Tomlinson BE, Blessed G. Correlation between scores
for dementia and counts of ‘senile plaques’ in cerebral grey matter
of elderly subjects. Nature 1966; 209:109–10.
[3] Uematsu M, Nakamura A, Ebashi M, et al. Brain stem tau
pathology in Alzheimer’s disease is characterized by increase of
three repeat tau and independent of amyloid b. Acta Neuropathol
Commun 2018;6:1.
[4] Cummings L,Jeffrey,2009. Defining and labeling disease-
modifying treatments for Alzheimer’s disease. Alzheimer’s &
Dementia 5 (2009) 406–418
[5] Doody RS. We should not distinguish between symptomatic
and disease-modifying treatments in Alzheimer’s disease drug
development. Alzheimers & Dementia 2008;4:S21–5.
[6] Knopman D. Finding potent drugs for Alzheimer’s disease is
more important than proving the drugs are disease modifying.
Alzheimers & Dementia 2006;2:147–9
[7] Mohs RC, Doody RS, Morris JC, Ieni JR, Rogers SL, Perdomo
CA, et al. A 1-year, placebo-controlled preservation of function
survival study of donepezil in AD patients. Neurology
2001;57:481–8. Erratum in: Neurology 2001;57:1942.
[8] DeCarli C, Frisoni GB, Clark CM, Harvey D, Grundman M,
Petersen RC, et al. Qualitative estimates of medial temporal
atrophy as a predictor of progression from mild cognitive
impairment to dementia. Arch Neurol 2007;64:108–15
[9] Bock SJ, Boyette M. Awet Muda Bersama Melatonin. Solo :
Dabara Publishers, 1995 : 11-5, 31-8.
[10] Aguila JL, Koboldt DC, Black K, Chasse R, Norton J, Wilson
RK, et al. 2015. Alzheimer's disease: rare variants with large effect
sizes. Curr Opin Genet Dev. 33:49–55
[11] Ballmoos, C., Brunner, J. & Dimroth, P. (2004). The ion channel
of F-ATP synthase is the target of toxic organotin compounds.
Proc. Natl Acad. Sci. USA, 101, 11239–11244.
[12] Aschner, M. & Aschner, J. L. (1992). Cellular and molecular
effects of trimethytin and triethyltin: relevance to organotin
neurotoxicity. Neurosci. Biobehav. Rev. 16, 427–435.
[13] Naalsund, L.U., Allen, C.N., Fonnum, F., 1985. Changes in
neurobiological parameters in the hippocampus after exposure to
trimethyltin. Neurotoxicology 6, 145– 158.
[14] Andjus, P.R., Bataveljic´, D., Vanhoutte, G., Mitrecic, D.,
Pizzolante, F., Djogo, N., Nicaise, C., Gankam Kengne, F., Gangitano,
C., Michetti, F., van der Linden, A., Pochet, R., Bacic´, G., 2009. In
vivo morphological changes in animal models of amyotrophic
lateral sclerosis and Alzheimer’s-like disease: MRI approach.
Anat. Rec. (Hoboken) 292, 1882–1892.
[15] Reiter, R. J. (1993). The melatonin rhythm: Both a clock and
a calendar. Experientia, 49, 654–664
[16] Poeggeler, B., Thuermann, S., Dose, A., Schoenke, M.,
Burkhardt, S., & Hardeland, R. (2002). Melatonin’s unique radical
scavenging properties—Roles of its functional substituents as
revealed by a comparison with its structural analogs. J. Pineal Res.,
33, 20–30.
[17] Cardinali, DP and P Pévet (1998) Basic aspects of melatonin
action. Sleep Med. Rev. 2, 175-190.
[18] Arendt J (2000) Melatonin, circadian rhythms, and sleep. N.
Engl. J. Med. 343, 1114-1116.
[19] Wurtman RJ and I Zhdanova (1995) Improvement of sleep
quality by melatonin. Lancet 346, 1491
[20] Cho S, TH Joh, HH Baik, C Dibinis and BT Volpe (1997)
Melatonin administration protects CA1 hippocampal neurons
after transient forebrain ischemia in rats. Brain Res. 755, 335-338.
[21] Matsubara E, T Bryant-Thomas, QJ Pacheco, TL Henry, B
Poeggeler, D Herbert, F Cruz-Sánchez, YJ Chyan, MA Smith, G
Perry, M Shoji, K Abe, A Leone, I Grundke-Ikbal, GL Wilson, J
Ghiso, C Williams, LM Refolo and MA Pappolla (2003) Melatonin
increases survival and inhibits oxidative and amyloid pathology in
a transgenic model of Alzheimer’s disease. J. Neurochem. 85, 1101-
1108
[22] Pappolla MA, MJ Simovich, T Bryant-Thomas, YJ Chyan, B
Poeggeler, M Dubocovich, R Bick, G Perry, F Cruz-Sanchez and MA
Smith (2002) The neuroprotective activities of melatonin against
the Alzheimer β-protein are not mediated by melatonin
membrane receptors. J. Pineal Res. 32, 135-142
[23] Alzheimer’s Association .2018 Alzheimer’s disease facts and
figures : Alzheimer’s Association.
[24] Alzheimer’s Association. 2013. Alzheimer’s Association Report
2013 Alzheimer’s disease facts and figures. Alzheimer’s &
Dementia. 9: 208-45.
[25] Heneka, M.T., Golenbock, D.T., Latz, E., 2015b. Innate
immunity in Alzheimer’s disease. Nat. Immunol. 16, 229e236.
[26] (a) Lane CA, Hardy J, Schott JM. Alzheimer's disease. Eur J
Neurol. 2018;25:59–70; (b) Cipriani G, Dolciotti C, Picchi L,
Bonuccelli U. Alzheimer and his disease: a brief history. Neurol
Sci. 2011;32:275–279
[27] Varghese, T., Sheelakumari R., James J. S., Mathuranath, “A
review of neuroimaging biomarkers of Alzheimer’s disease”,
Neurology Asia 18 (3), 239-248 (2013).
[28] Lisa Mosconi, Miroslaw Brys, Lidia GlodzikSobanska, Susan De
Santi, Henry Rusinek, Mony J. De Leon, “Early Detection of
Alzheimer’s Disease Using Neuroimaging”, Experimental
Gerontology 42, 129-138 (2007).
[29] Mann DM. Pyramidal nerve cell loss in Alzheimer’s disease.
Neurodegeneration 1996; 5: 4237.
[30] Norfray JF, Provenzale JM. Alzheimer’s disease:
neuropathologic findings and recent advances in imaging. AJR
Am J Roentgenol 2004; 182: 313. doi: 10.2214/ajr.182.1.1820003
[31] Selkoe DJ. Alzheimer’s disease is a synaptic failure. Science
2002; 298: 78991. doi: 10.1126/science.1074069
[32] Jack CR, Petersen RC, Xu YC, Waring SC, O’Brien PC, Tangalos
EG, et al. Medial temporal atrophy on MRI in normal aging and
very mild Alzheimer’s disease. Neurology 1997; 49: 78694.
[33] Norfray JF, Provenzale JM. Alzheimer’s disease:
neuropathologic findings and recent advances in imaging. AJR
Am J Roentgenol 2004; 182: 313. doi: 10.2214/ajr.182.1.1820003
[34] Querfurth HW, LaFerla FM. Alzheimer’s disease. N Engl J Med
2010; 362: 32944. doi: 10.1056/NEJMra0909142
[35] U.S. Department of Health and Human Services, National
Institutes of Health, National Institute on Aging, Alzheimer’s Disease
Education & Referral (ADEAR) Center (2014). Alzheimer’s disease
medications fact sheet (NIH Publication No. 08-3431). National
Institute on Aging.
[36] Hardeland R (2005) Antioxidative protection by melatonin:
multipliciy of mechanisms from radical detoxification to radical
avoidance. Endocrine in press.
[37] Acuña-Castroviejo D, M Martín, M Macías, G Escames, J León,
H Khaldy and RJ Reiter (2001) Melatonin, mitochondria, and
cellular bioenergetics. J. Pineal Res. 30, 65-74.
[38] Holtzman DM, Morris JC, Goate AM. Alzheimer’s disease: the
challenge of the second century. Sci Transl Med 2011; 3: 77sr1. doi:
10.1126/scitranslmed.3002369
[39] Tomita T. Secretase inhibitors and modulators for
Alzheimer’s disease treatment. Expert Rev Neurother 2009; 9:
66179. doi: 10.1586/ern.09.24
[40] De Strooper B, Vassar R, Golde T. The secretases: enzymes
with therapeutic potential in Alzheimer disease. Nat Rev Neurol
2010; 6: 99107. doi: 10.1038/nrneurol.2009.218
[41] Shichiri M. 2014. The role of lipid peroxidation in
neurological disorders. J Clin Biochem Nutr. 2014 May; 54(3):151-
60.
[42] Kaur,sukhwinder.Chhabra,ritika. Nehru,B. 2013. Ginkgo biloba
extract attenuates hippocampal neuronal loss and cognitive
dysfunction resulting from trimethyltin in mice, Phytomedicine.
Department of Biophysics, Basic Medical Sciences Block, Panjab
University, Chandigarh 160014, India
[43] Guyton AC, Hall JE. Fungsi motorik medula spinalis refleks-
refleks medula. Rachman LY, Hartono H, Novrianti A, Wulandari
N, editors. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (11th ed). Jakarta: EGC,
2007; p. 705.
[44] Ahmad BA. Gambaran histopatologis sel pyramid cerebrum
tikus putih (Rattus norvegicus) yang dipapar metilmerkuri
dengan pemberian CDP-Choline sebagai neuroprotektan.
Veterinaria Medika. 2014;7(1):49-56
[45] Miller, M.E. (1969) Anatomy of the dog. W.B. Saunders
Company, Philadelphia, USA.
[46] C. Berk, M. Sabbagh, Broader considerations of higher doses
of donepezil in the treatment of mild, moderate, and severe
Alzheimer's disease, International journal of Alzheimer's disease,
2012 (2012) 707468.
[47] A. Nordberg, Mechanisms behind the neuroprotective actions
of cholinesterase inhibitors in Alzheimer disease, Alzheimer
disease and associated disorders, 20 (2006) S12-18.
[48] S.A. Jacobson, M.N. Sabbagh, Donepezil: potential
neuroprotective and disease-modifying effects, Expert Opin Drug
Met, 4 (2008) 1363-1369.
[48] T. Kume, M. Sugimoto, Y. Takada, T. Yamaguchi, A.
Yonezawa, H. Katsuki, H. Sugimoto, A. Akaike, Up-regulation of
nicotinic acetylcholine receptors by central-type
acetylcholinesterase inhibitors in rat cortical neurons, Eur J
Pharmacol, 527 (2005) 77-85.
[49] Y. Takada-Takatori, T. Kume, M. Sugimoto, H. Katsuki, H.
Sugimoto, A. Akaike, Acetylcholinesterase inhibitors used in
treatment of Alzheimer's disease prevent glutamate
neurotoxicity via nicotinic acetylcholine receptors and
phosphatidylinositol 3-kinase cascade, Neuropharmacology, 51
(2006) 474-486.
[50] R. von Bernhardi, J. Eugenin, Alzheimer's disease: redox
dysregulation as a common denominator for diverse pathogenic
mechanisms, Antioxidants & redox signaling, 16 (2012) 974-1031.
[51] G. Saxena, S.P. Singh, R. Agrawal, C. Nath, Effect of
donepezil and tacrine on oxidative stress in intracerebral
streptozotocin-induced model of dementia in mice, Eur J
Pharmacol, 581 (2008) 283-289.
[52] Kaur, sukhwinder.Chhabra, ritika. Nehru, B.2013. Ginkgo
biloba extract attenuates hippocampal neuronal loss and
cognitive dysfunction resulting from trimethyltin in mice,
Phytomedicine. Department of Biophysics, Basic Medical Sciences
Block, Panjab University, Chandigarh 160014, India
[53] Steiner, J.; Haughey, N.; Li, W.; Venkatesan, A.; Anderson, C.;
Reid, R.; Malpica, T.; Pocernich, C.; Butterfield, D.A.; Nath, A.
2006. Oxidative stress and therapeutic approaches in HIV
dementia. Antioxid. Redox Sign. p. 2089– 2100.
LAMPIRAN
Lampiran A.Kerangka Konsep Penelitian

Tikus Putih

Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok


1: 2: 3: 4: 5:
Diinduksi Diinduksi
Kontrol Kontrol Lipopolisa Lipopolisa Diinduksi
negatif Positif karida dan karida dan Lipopolisa
diterapi diterapi karida dan
Diinduksi
dengan dengan diterapi
Lipopolisa
melantoni melantoni dengan
karida
n dosis 3 n dosis 6 melantoni
mg/kg BB mg/kg BB n dosis
9mg/kg
BB

Pengambilan darah dan organ


otak

Uji malondialdehid Uji histopatologis


Lampiran B. Diagram Alir
Lampiran B.1 Persiapan hewan uji coba induksi Lipopolisakarida

Tikus putih

- Diinjeksi bagian otak sebanyak 2 kali dengan dosis


20 ng/kg BB dilakukan dalam 8 jam pasca induksi
pertama untuk induksi kedua
- Pembuatan dosis dengan dilarutkan dalam saline

Hasil

Lampiran B.2 Terapi hewan coba dengan melantonin

Melantonin

- Ditimbang dosis melantonin dan donepezil masing-


masing seberat 3 mg/kg BB, 6 mg/kg BB dan 9 mg/kg
BB
- Diberikan terapi melantonin pada hewan model
neuroinflamasi selama 14 hari

Hasil
Lampiran B.3 Pengambilan organ otak

Tikus Putih

- Dibedah setelah memperoleh perlakuan selama 14 hari


- Dietunasi dengan cara dislokasi leher
- Diletakkan pada papan rebah dorsal
- Dinekropsi pada rongga abdomen
- Diambil organ otak dan dicuci dengan NaCl
- Disimpan di dalam larutan formalin

Hasil

Lampiran B.4 Pembuatan preparat histopatologi

Organ otak dalam PFA 4%

- Dipotong organ  2-3 mm ketebalannya


- Dimasukkan dalam kaset dan diberi kode sesuai
perlakuan
- Diproses organ dengan alat Automatic Tissue Tex
Processor selama 90 menit
- Dimasukkan organ dalam etanol 70%, 80%, 90%,
95%dan absolut secara berurutan
- Dimasukkan organ dalam xilol I dan xilol II
- Dimasukkan dalam parafin cair
- Diambil organ dan dibentuk blok dengan parafin blok
- Didinginkan pada suhu 40C
- Dipotong seukuran 5 m dengan microtome dan
didinginkan pada suhu ruang
- Direndam dalam waterbath pada suhu 38-400C
- Diletakkan pada object glass
- Dikeringkan pada suhu 38-400C

Preparat
Lampiran B.5 Malondialdehid

Lampiran B.5.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Larutan standar MDA

- TCA 10%,250 µL HCN 1N ,Na-thio 1 %


dihomogenkan
- Direndam dalam water bath pada suhu
100oC selama 30 menit
- Didiamkan dalam suhu ruang (26-27 oC)
- Dilakukan pengukuran absorbansi
menggunakan spektrofotometer pada λ
500-600 nm

Panjang gelombang
maksimum

Lampiran B.5.2 Pembuatan kurva standar

Larutan stok kit MDA

- Larutan stok kit MDA dengan konsentrasi


1,2,3,4,5,6,7 dan 8 µg/mL diambil masing-masing
100µL
- dimasukkan kedalam microtube yang berbeda
- ditambahkan 550 µL aquades, 100 µL CA 10 %,
250 µL HCN 1N, 100 µL Na-Thio 1 % dan
dihomogenkan.
- disentrifuge 500 rpm selama 10 menit
- Supernatan diambil, dipanaskan didalam water bath
suhu 100oC selama 30 menit.
- didiamkan didalam pada suhu ruang (26-27 oC) dan
diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometer

Hasil
Lampiran B.5.3 Pengukuran Kadar MDA Otak Metode
Thiobarburic Acid (TBA)

Pengukuran kadar MDA


dengan metode thiobarburic
acid
- organ otak yang dipotong kecil-kecil dan
digerus
- dilakukan homogenasi dengan
sentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm
selama 20 menit
- Supernatan yang dihasilkan diukur
absorbansinya dengan sprektrofotometer
pada λ=530nm.
-

Kadar MDA

Lampiran C. Preparasi Larutan dan Perhitungan


Lampiran C.1 Pembuatan larutan Phospate Buffer Saline (PBS)
pH 7,4
Ditimbang KCl sebanyak 0,1 gram, KH2PO4 sebanyak 0,1
gram, NaCl sebanyak 4 gram dan Na 2HPO4.H2O sebanyak 1,08 gram
dicampur dan dilarutkan dalam 400 mL HCl 37% hingga pH 7,4 dan
ditambahkan dengan akuades hingga 500 mL.

Lampiran C.2 Pembuatan larutan Paraformaldehid (PFA) 4%


V1 M1 = V2 M2

V1 x 37% = 100 mL x 4%
V1 = 10,8 mL

Pertama dibuat larutan NaCl Fisiologis 0,9% sebagai


pelarutnya, yaitu dengan ditimbang NaCl sebanyak 1,8 gram lalu
dilarutkan dalam 200 mL akuades dan distirer. Larutan
Paraformaldehid (PFA) 4% dibuat dengan mengambil 10,8 mL
formaldehid 37% yang dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan NaCl fisiologis hingga tanda batas.

Lampiran C.3 Pembuatan PBS-Tween


Larutan dibuat dengan menggunakan larutan Phospat Buffer
Saline (PBS) sebanyak 200 mL dalam gelas kimia 250 mL. kemudian
ditambah 1 tetes larutan Tween dengan menggunakan pipet tetes.
Kemudian dihomogenasi menggunakan stirrer.

Lampiran C.4 Pembuatan larutan Buffer Tris-HCl pH 6,5


Dibuat larutan buffer tris-HCl 0,02 M sebanyak 250 mL
dengan cara ditimbang 0,7878 g padatan Tris-HCl dalam akuades 100
mL, dengan diatur pH sebesar 6,5 dan ditambahkan dengan akuades
steril hingga 250 mL tepat tanda batas.

Lampiran C.5 Pembuatan larutan Separating Gel 12%

Larutan separating gel dibuat dengan cara diambil Lower Gel


Buffer (LGB) sebanyak 2600 L, kemudian ditambahkan dengan T-
acryl 4000 L, ddH2O 3400 L, ammonium persulfate (APS) 140 L
dan N, N, N’, N’, -tetramethyl ehtylene diamine (TEMED) 14 L.

Lampiran C.6 Pembuatan larutan Stacking Gel 3%

Larutan stacking gel dibuat dengan cara diambil Upper Gel


Buffer (UGB) sebanyak 830 L, kemudian ditambahkan dengan T-
acryl 534 L, ddH2O 1950 L, ammonium persulfate (APS) 40 L
dan N, N, N’, N’, -tetramethyl ehtylene diamine (TEMED) 4 L.

Anda mungkin juga menyukai