PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Saraf Simpatis (Torakolumbal)
2.2.1 Pengertian Saraf Simpatis
Sistem Saraf simpatik adalah bagian dari sistem saraf otonom yang cenderung
bertindak berlawanan terhadap sistem saraf parasimpatik, seperti mempercepat detak jantung
dan menyebabkan kontraksi pembuluh darah. Sistem ini mengatur fungsi kelenjar keringat
dan merangsang sekresi glukosa dalam hati. Sistem saraf simpatik diaktifkan terutama dalam
kondisi stres. Bandingkan sistem saraf parasimpatik.
Saraf simpatis merupakan rangkaian dua buah neuron. Neuron yang meninggalkan
sumsum tulang belakang tidak langsung menuju kesuatu organ tubuh, tetapi berakhir dulu
pada suatu sinapsis yang ada di dalam ganglion. Dari ganglion baru kemudian dengan
perantaraan neuron yang lain menuju ke organ tubuh.
Sistem simpatis memiliki ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang yang
menempel pada sumsum tulang belakang, sehingga memilki serabut pra-ganglion pendek dan
serabut post ganglion yang panjang. Serabut pra-ganglion adalah serabut saraf yang menuju
ganglion dan serabut saraf yang keluar dari ganglion disebut serabut post-ganglion. Saraf
simpatis terbagi menjadi dua bagian yang terdiri dari saraf otonom cranial dan saraf otonom
sacral. Terletak di depan columna vertebra dan berhubungan dengan sumsum tulang belakang
melalui serabut-serabut saraf.
4
- ganglia servikalis
media
- ganglia servikalis
inferior
b) Ganglia
thorakalis
c) Ganglia lumbalis
5
Gambar Ganglion lumbalis
6
2.3 Saraf Parasimpatis
2.3.1 Pengertian Saraf Parasimpatis
Saraf parasimpatik merupakan saraf yang berpangkal pada sumsum lanjutan (medula
oblongata) dan dari sakum yang merupakan saraf pre-ganglion dan post-ganglion. sistem
saraf ini di sebut juga dengan sistem saraf kraniosakral, karena saraf preganglion keluar dari
daerah otak dan daerah sakral. Fungsi dari saraf Parasimpatik umumnya memperlambat kerja
organ-organ tubuh. Susunan saraf parasimpatik berupa jaring- jaring yang berhubung-
hubungan dengan ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Urat sarafnya menuju ke organ
tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf simpatik.
7
c) Mempercepat proses pencernaan
d) Memperlebar bronkus
e) Menaikkan tekanan darah
f) Mempercepat gerak peristaltis
g) Mempersempit pupil
h) Mempercepat sekresi empedu
i) Menaikkan sekresi ludah
j) Meninurunkan sekresi adrenalin.
8
2.4.1 Efek Perangsangan Simpatis dan Parasimpatis pada Organ Spesifik
a. Mata.
Ada dua fungsi mata yang diatur oleh sistem saraf otonom, yaitu dilatasi pupil dan
pemusatan lensa. Perangsangan simpatis membuat serat-serat meridional iris berkontraksi
sehingga pupil menjadi dilatasi (perbesaran), sedangkan perangsangan parasimpatis
mengkontraksikan otot-otot sirkular iris sehingga terjadi konstriksi pupil. Bila ada cahaya
yang berlebihan masuk kedalam mata, serat-serat parasimpatis yang mengatur pupil akan
terangsang secara refleks, dimana refleks ini akan mengurangi pembukaan pupil dan
mengurangi jumlah cahaya yang membentur retina.
Sebaliknya selama periode eksitasi, saraf simpatis akan terangsang dan karena itu,
pada saat yang bersamaan akan menambah pembukaan pupil. Pemusatan lensa hampir
seluruhnya diatur oleh sistem saraf parasimpatis. Normalnya, lensa dipertahankan tetap dalam
keadaan rata oleh tegangan intrinsik elastik dari ligamen radialnya. Perangsangan
parasimpatis membuat otot siliaris berkontraksi, sehingga melepaskan tegangan tadi dan
menyebabkan lensa menjadi lebih konveks. Keadaan ini membuat mata memusatkan
objeknya dekat tangan.
9
parasimpatis adalah yang terletak di saluran bagian atas, terutama kelenjar di daerah mulut
dan lambung. Kelenjar usus halus dan usus besar terutama diatur oleh faktor-faktor lokal
yang terdapat di saluran usus sendiri dan oleh sitem saraf enterik usus serta sedikit oleh saraf
otonom. Perangsangan simpatis mempunyai pengaruh langsung pada sel-sel kelenjar dalam
pembentukan sekresi pekat yang mengandung enzim dan mukus tambahan.
Rangsangan simpatis ini juga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang
mensuplai kelejar-kelenjar sehingga seringkali mengurangi kecepatan sekresinya. Bila saraf
simpatis terangsang, maka kelenjar keringat mensekresikan banyak sekali keringat, tetapi
perangsangan pada saraf parasimpatis tidak mengakibatkan pengaruh apapun. Namun, serat-
serat simpatis yang menuju ke sebagian besar kelenjar keringat bersifat kolinergik (kecuali
beberapa serat adrenergik yang ke telapak tangan dan telapak kaki ) dimana hal ini berbeda
dengan hampir semua serat simpatis lainnya, yang bersifat adrenergik. Selanjutnya, kelenjar
keringat terutama dirangsang oleh pusat-pusat di hipotalamus yang biasanya dianggap
sebagai pusat parasimpatis. Oleh karena itu, berkeringat dapat dianggap sebagai fungsi
parasimpatis, walaupun hal ini dikendalikan oleh serat-serat saraf yang secara anatomis
tersebar melalui sistem saraf simpatis.
Kelenjar apokrin di aksila mensekresikan sekret yang kental dan berbau sebagi akibat
dari perangsangan simpatis, namun kelenjar ini tidak bereaksi terhadap perangsangan
parasimpatis. Kelenjar apokrin, walaupun embriologisnya berkaitan erat dengan kelenjar
keringat, tetapi lebih banyak diatur oleh pusat simpatis dalam sistem saraf pusat daripada oleh
pusat parasimpatis.
c. Sistem gastrointestinal.
10
timbul penghambatan peristaltik dan peningkatan tonus sfingter. Hasil akhirnya adalah timbul
dorongan yang sangat lemah dalam saluran pencernaan dan kadang-kadang juga mengurangi
sekresi.
d. Jantung.
Sebagian besar pembuluh darah sistemik, khususnya yang terdapat di visera abdomen
dan kulit anggota tubuh, akan berkonstriksi bila ada perangsangan simpatis. Perangsangan
parasimpatis hampir sama sekali tidak berpengaruh pada pembuluh darah, kecuali pada
daerah-daerah tertentu malah memperlebar, seperti pada timbulnya daerah kemerahan di
wajah. Pada beberapa keadaan, fungsi rangsangan simpatis pada reseptor beta akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah pada rangsangan simpatis yang biasa, tetapi hal ini
jarang terjadi, kecuali setelah diberi obat-obatan yang dapat melumpuhkan reseptor alfa
simpatis yang memberi pengaruh vasokonstriktor, yang biasanya lebih merupakan efek
reseptor beta.
11
f. Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap tekanan arteri.
Tekanan arteri ditentukan oleh dua faktor, yaitu daya dorong darah dari jantung dan
tahanan terhadap aliran darah ini yang melewati pembuluh darah. Perangsangan simpatis
meningkatnya daya dorong oleh jantung dan tahanan terhadap aliran darah, yang biasanya
menyebabkan tekanan menjadi sangat meningkat. Sebaliknya, perangsangan parasimpatis
menurunkan daya pompa jantung tetapi sama sekali tidak mempengaruhi tahanan perifer.
Efek yang umum adalah terjadi sedikit penurunan tekanan. Ternyata perangsangan
parasimpatis vagal yang hampir selalu dapat menghentikan atau kadang-kadang
menghentikan seluruh jantung dan menyebabkan hilangnya seluruh atau sebagian besar
tekanan.
g. Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap fungsi tubuh lainnya.
Karena begitu pentingnya sistem pengaturan simpatis dan parasimpatis, maka kedua
sistem ini dibicarakan mengingat banyaknya fungsi tubuh yang belum dapat ditentukan
secara rinci. Pada umumnya sebagian besar struktur entodermal, seperti hati, kandung
empedu, ureter, kandung kemih, dan bronkus dihambat oleh perangsangan simpatis namun
dirangsang oleh perangsangan parasimpatis. Perangsangan simpatis juga mempunyai
pengaruh metabolik, yakni menyebabkan pelepasan glukosa dari hati, meningkatkan
konsentrasi gula darah, meningkatkan proses glikogenolisis dalam hati ndan otot,
meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan kecepatan metabolisme basal, dan meningkatkan
12
aktivitas mental. Akhirnya, perangsangan simpatis dan parasimpatis juga terlibat dalam
tindakan seksual antara pria dan wanita.
13
saraf mengatur aktifitas alat-alat tubuh yang mengalami perubahan relatif cepat: seperti
pergerakan otot rangka, pergerakan otot polos pada alat pencernaan dan sekresi beberapa
kelenjar. Contoh fungsi sistem saraf dalam mengatur dan mengkoordinasikan berbagai
aktifitas dari fungsi tubuh adalah berhubungan sistem pencernaan dan sistem peredaran
darah. Sistem pencernaan tidak ada artinya jika tidak didampingi oleh sistem peredaran darah
untuk menyerap dan mengedarkan berbagai zat makanan yang telah dicerna. Berbagai sistem
tersebut bekerja sama tidak sembarangan. Waktu dan tempat dari satu perangkat kegiatan
berhubungan erat dengan berbagai kegiatan lainnya. Beberapa kegiatan tubuh, seperti
berjalan dan menguyah merupakan kegiatan yang disadari oleh individu manusia, sedangkan
kegiatan lain pengaturan denyut jantung, sekresi enzim dan gerakan pristaltik (gerakan yang
terjadi pada otot-otot pada saluran pencernaan) merupakan aktivitas yang tidak disadari
(otonom). Semuanyan itu dikoordinasikan oleh sistem saraf sebagai jaringan khusus yang
menghubungkan seluruh tubuh dan sebagian lain diatur oleh sistem hormonal sebagai sekresi
kimia yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin ke dalam peredaran darah.
Jadi peran utama sistem saraf dalam kehidupan organisme adalah mengatur dan
mengontrol berbagai aktivitas pada berbagai organ dan seluruh tubuh manusia. Kontraksi
otot, sekresi kelanjar, kerja jantung, metabolisme dan masih banyak proses lain yang
beroperasi dalam tubuh yang dikontrol oleh sistem saraf, sistem saraf berhubungan dengan
berbagai organ dan sistem, mengkoordinasikan semua aktivitas dan menjamin fisiologis
organisme serta membantu dalam pemeliharaan kesaruan organisme dengan lingkungan
(Sonjaya, 2008).
2.6 Pengaturan pusat otonom batang otak oleh area yang lebih tinggi.
Sinyal-sinyal yang berasal dari hipotalamus dan bahkan dari serebrum dapat
mempengaruhi aktivitas hampir semua pusat pengatur otonom batang otak. Contohnya
perangsangan daerah yang sesuai pada hipotalamus dapat mengaktifkan pusat pengatur
kardiovaskular medula dengan cukup kuat untuk meningkatkan tekanan arteri sampai lebih
dari dua kali normal. Demikian juga, pusat-pusat hipotalamik lainnya dapat mengatur suhu
tubuh, meningkatkan atau menurunkan salivasi dan aktivitas gastrointestinal, atau
menimbulkan pengosongan kandung kemih.
Oleh karena itu, pada beberapa keadaan, pusat-pusat otonom di batang otak bekerja
sebagai stasiun pemancar untuk mengatur aktivitas yang dimulai pada tingkat otak yang
lebih tinggi.Sebagian besar respons perilaku kita dijalarkan melalui hipotalamus, area
retikularis batang otak, dan sistem saraf otonom. Tentu saja area otak yang lebih tinggi dapat
14
merngubah sistem saraf otonom atau sebagian darinya dengan cukup kuat untuk
menimbulkan penyakit yang diinduksi otonom, seperti tukak lambung, konstipasi, palpitasi
jantung bahkan serangan jantung.
2) Poliomielitis, penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang neuron-
neuron motoris sistem saraf (otak dan medula spinalis). Agen pembawa penyakit ini,
sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV).
3) Migrain, adalah nyeri kepala berdenyut yang disertai mual dan muntah yang terjadi
akibat adanya hiperaktivitas impuls listrik otak yang meningkatkan aliran darah di otak
dan mengakibatkan terjadinya pelebaran pembuluh darah otak serta proses inflamasi
(peradangan).
15
4) Parkinson, penyakit yang disebabkan oleh berkurangnya neurotranslator dopamin pada
dasar ganglion dengan gejala tangan gemetaran sewaktu istirahat (tetapi gemetaran itu
hilang sewaktu tidur), sulit bergerak, kekakuan otot, otot muka kaku menimbulkan kesan
seolah-olah bertopeng, mata sulit berkedip dan langkah kaki menjadi kecil dan kaku.
16
8) Bell's palsy adalah nama penyakit yang menyerang saraf wajah hingga menyebabkan
kelumpuhan otot pada salah satu sisi wajah. Terjadi disfungsi syaraf VII (syaraf
fascialis). Berbeda dengan stroke, kelumpuhan pada sisi wajah ditandai dengan kesulitan
menggerakkan sebagian otot wajah, seperti mata tidak bisa menutup, tidak bisa meniup,
dsb. Beberapa ahli menyatakan penyebab Bell's Palsy berupa virus herpes yang membuat
syaraf menjadi bengkak akibat infeksi.
9) Ayan atau Epilepsi, penyakit karena dilepaskannya letusan-letusan listrik (impuls) pada
neuron-neuron otak. Epilepsi adalah penyakit saraf menahun yang menimbulkan
serangan mendadak berulang-ulang tak beralasan. Pada penderita ayan, Sinyal-sinyal
yang berhubungan dengan perasaan penglihatan, berpikir, dan bergerak tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya.
17
10) Meningitis adalah radang selaput pelindung sistem saraf pusat (meninges). Penyakit ini
dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu.
11) Sindrom Kleine-Levin (Inggris: Kleine-Levin Syndrome disingkat KLS) adalah penyakit
syaraf yang langka dimana penderita tidak bisa mengontrol rasa kantuknya. Penderita
bisa tertidur selama berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan bisa berbulan-
bulan, tergantung pada berapa lama penyakit itu muncul/kambuh.
12) Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus
rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem
saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Sistem saraf simpatis dimulai dari
medula spinalis segmen torakolumbal. Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan
sistem saraf pusat melalui saraf-saraf kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral spinal kedua
dan ketiga; kadangkala saraf sakral pertama dan keempat. Kira-kira 75% dari seluruh serabut
saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus (saraf kranial X). Berbeda dengan sistem
saraf simpatis, serabut preganglion parasimpatis menuju ganglia atau organ yang dipersarafi
secara langsung tanpa hambatan. Serabut postganglion saraf parasimpatis pendek karena
langsung berada di ganglia yang sesuai, ini berbeda dengan sistem saraf simpatis, dimana
neuron postganglion relatif panjang, ini menggambarkan ganglia dari rangkaian paravertebra
simpatis yang berada jauh dengan organ yang dipersarafinya.
3.2 Saran
Dalam membuat makalah masih kekurangan buku penunjang, sehingga penulis
mengharapkan pihak kampus segera memfasilitasi buku penunjang demi melengkapi isi
makalah ini. Penulis juga mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca demi melengkapi
makalah ini.
19
DAFTAR PUSTAKA
Handojo, Yurita. 2012. Atlas Berwarna dan Teks Fisiologi. Hipokrates : Bandung
Pearce, Evelyn. 2011. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Kompas Gramedia : Jakarta
Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu : Yogyakarta
Suripto, dkk. 2003. Fisiologi Hewan. Universitas Terbuka : Jakarta
20