Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sistem saraf otonom.
Sistem ini membantu mengatur tekanan arteri, motilitas dan sekresi gastro- intestinal
pengosongan kandung kemih, berkeringat suhu tubuh dan banyak aktivitas lainnya. Ada
sebagian yang diatur saraf otonom sedangkan yang lainnya sebagian saja .
Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang mengatur fungsi viseral
tubuh. Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-pusat yang terletak di medula
spinalis, batang otak, dan hipotalamus. Juga, bagian korteks serebri khususnya korteks
limbik, dapat menghantarkan impuls ke pusat-pusat yang lebih rendah sehingga demikian
mempengaruhi pengaturan otonomik.
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem
saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Sebenarnya tidak ada penyamarataan
yang dapat dipakai untuk menjelaskan apakah rangsangan simpatis atau parasimpatis dapat
menyebabkan timbulnya eksitasi atau inhibisi pada suatu organ tertentu. Oleh karena itu,
untuk dapat mengerti fungsi simpatis dan parasimpatis, kita harus mempelajari seluruh fungsi
kedua sistem saraf ini pada masing-masing organ.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud sistem saraf otonom ?

2. Apa yang dimaksud saraf simpatis?

3. Bagaimana fungsi saraf simpatis?

4. Apa yang dimaksud saraf parasimpatis?

5. Bagaimana fungsi saraf parasimpatik?

6. Bagaimana interaksi saraf simpatis dan parasimpatik?

7. Apa saja gangguan saraf?

1
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui sistem saraf otonom ?

2. Untuk mengetahui pengertian d saraf simpatis?

3. Untuk mengetahui fungsi saraf simpatis?

4. Untuk mengetahui pengertian saraf parasimpatis?

5. Untuk mengetahui fungsi saraf parasimpatik?

6. Untuk mengetahui bagaimana interaksi saraf simpatis dan parasimpatik?

7. Untuk mengetahui pa saja gangguan saraf?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penelaahan Menyeluruh Sistem Syaraf Otonom


Sistem saraf otonom atau saraf tak sadar merupakan bagian dari sistem saraf tepi
(SST) yang terletak khusus pada sumsum tulang belakang yang bekerja mengatur dan
mengendalikan otot jantung, otot–otot polos, dan sejumlah kelenjar secara permanen.
Artinya, sistem saraf tersebut bekerja melayani berbagai struktur dalam tubuh. Misalnya,
jantung, paru–paru, saluran pencernaan, pembuluh darah, kantong kemih, dan kelenjar
keringat. Disebut sistem saraf otonom karena sifat kerja sistem saraf ini tidak menurut
kemauan atau kehendak kita.
Sistem ini merupakan sistem saraf eferen (motorik) yang mempersarafi organ viseral
umum, mengatur, menyelaraskan, dan mengkoordinasikan aktivitas visel vital, termasuk
pencernaan,suhu badan, tekanan darah dan segi perilaku emosional lainnya. Bagian sistem
saraf inilah yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sebagai sistem saraf otonomik.
Sistem ini membantu mengatur tekanan arteri, motilitas, dan sekresi gastrointestinal,
pengosongan kandung kemih, berkeringat,suhu tubuh dan banyak aktivitas lainnya, dimana
beberapa diantaranya atau sebagian diatur oleh sistem saraf otonom.
Salah satu sifat yang menonjol dari sistem saraf otonomik adalah kecepatan atau
intensitas yang ada di dalam sistem saraf ini dapat mengubah fungsi viseral (refleks otonom).
Dalam waktu beberapa detik secara tidak disadari dapat timbul keringat dan terjadi
pengosongan kandung kemih. Jadi, sistem saraf yang bekerja melalui serat-serat saraf
otonomik dapat dengan cepat dan secara efektif mengatur sebagian besar atau seluruh fungsi
internal tubuh. Sistem saraf otonom, terutama diaktifkan oleh pusat-pusat yang terletak pada
medula spinalis, batang otak dan hipotalamus.
Seringkali sistem saraf otonom ini bekerja sebagai refleks viseral. Jadi, sinyal pusat di
dalam ganglion otonomik, medula, batang otak atau hipotalamus, pusat-pusat ini sebaliknya
akan menjalarkan respons refleks yang sesuai kembali ke organ-organ viseral dan mengatur
organ-organ tersebut. Sistem saraf otonom bergantung pada sistem saraf pusat dan antara
keduanya dihubungkan oleh urat-urat saraf eferen dan saraf eferen ini seolah-olah berfungsi
sebagai sistem saraf pusat saraf otonom terutama berkenaan dengan organ-organ dalam.
Menurut sifat kerjanya, terdiri dari dua bagian yaitu saraf simpatis dan saraf
parasimpatis.

3
2.2 Saraf Simpatis (Torakolumbal)
2.2.1 Pengertian Saraf Simpatis

Sistem Saraf simpatik adalah bagian dari sistem saraf otonom yang cenderung
bertindak berlawanan terhadap sistem saraf parasimpatik, seperti mempercepat detak jantung
dan menyebabkan kontraksi pembuluh darah. Sistem ini mengatur fungsi kelenjar keringat
dan merangsang sekresi glukosa dalam hati. Sistem saraf simpatik diaktifkan terutama dalam
kondisi stres. Bandingkan sistem saraf parasimpatik.

2.2.2 Anatomi dan Fisiologi Saraf Simpatis

Saraf simpatis merupakan rangkaian dua buah neuron. Neuron yang meninggalkan
sumsum tulang belakang tidak langsung menuju kesuatu organ tubuh, tetapi berakhir dulu
pada suatu sinapsis yang ada di dalam ganglion. Dari ganglion baru kemudian dengan
perantaraan neuron yang lain menuju ke organ tubuh.
Sistem simpatis memiliki ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang yang
menempel pada sumsum tulang belakang, sehingga memilki serabut pra-ganglion pendek dan
serabut post ganglion yang panjang. Serabut pra-ganglion adalah serabut saraf yang menuju
ganglion dan serabut saraf yang keluar dari ganglion disebut serabut post-ganglion. Saraf
simpatis terbagi menjadi dua bagian yang terdiri dari saraf otonom cranial dan saraf otonom
sacral. Terletak di depan columna vertebra dan berhubungan dengan sumsum tulang belakang
melalui serabut-serabut saraf.

Gambar Ganglion Pada Saraf Simpatis

Berdasarkan letaknya, ganglia simpatetik digolongkan menjadi :


a) Ganglia servikalis, terdiri dari 3 ganglia yaitu :
- ganglia servikalis superior

4
- ganglia servikalis
media
- ganglia servikalis
inferior
b) Ganglia
thorakalis
c) Ganglia lumbalis

Gambar Ganglia Servikalis dan Distribusinya

5
Gambar Ganglion lumbalis

2.2.3 Fungsi Saraf Simpatis

Berikut fungsi dari saraf simpatis :


a) Mempercepat denyut jantung
b) Mempersempit diameter pembuluh darah
c) Memperlambat proses pencernaan
d) Memperkecil bronkus
e) Menurunkan tekanan darah
f) Memperlambat gerak peristaltis
g) Memperlebar pupil
h) Menghambat sekresi empedu
i) Menurunkan sekresi ludah
j) Meningkatkan sekresi adrenalin

Gambar 2.2 Fungsi Saraf Simpatis

6
2.3 Saraf Parasimpatis
2.3.1 Pengertian Saraf Parasimpatis

Saraf parasimpatik merupakan saraf yang berpangkal pada sumsum lanjutan (medula
oblongata) dan dari sakum yang merupakan saraf pre-ganglion dan post-ganglion. sistem
saraf ini di sebut juga dengan sistem saraf kraniosakral, karena saraf preganglion keluar dari
daerah otak dan daerah sakral. Fungsi dari saraf Parasimpatik umumnya memperlambat kerja
organ-organ tubuh. Susunan saraf parasimpatik berupa jaring- jaring yang berhubung-
hubungan dengan ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Urat sarafnya menuju ke organ
tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf simpatik.

2.3.2 Anatomi dan Susunan Saraf Prasimpatis

Susunan saraf parasimpatik berupa jaring-jaring yang berhubung-hubungan dengan


ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Urat sarafnya menuju ke organ tubuh yang dikuasai
oleh susunan saraf simpatik.
Saraf parasimpatis adalah saraf yang berpangkal pada medulla oblongata dan pada
daerah sacrum dari medulla spinalis. Oleh karena itulah saraf parasimpatis disebut juga
saraf craniosacral. Saraf sensoris parasimpatis memiliki ganglion di suatu tempat yang
terletak antara organ visceral dengan saraf pusat, sedang saraf motorisnya tidak membentuk
rantai saraf seperti saraf motoris simpatis dan ganglion yang terbentuk antara saraf satu
dengan yang kedua terletak berdekatan dengan organ visceral yang disarafinya.

Gambar Anatomi Saraf Parasimpatis

2.3.3 Fungsi Saraf Parasimpatis

Adapun fungsi saraf parasimpatis yaitu :


a) Menghambat denyut jantung
b) Memperlebar diameter pembuluh darah

7
c) Mempercepat proses pencernaan
d) Memperlebar bronkus
e) Menaikkan tekanan darah
f) Mempercepat gerak peristaltis
g) Mempersempit pupil
h) Mempercepat sekresi empedu
i) Menaikkan sekresi ludah
j) Meninurunkan sekresi adrenalin.

Gambar Fungsi Saraf Parasimpatis

2.4 Interaksi antara Saraf Simpatis dan Saraf Parasimpatis


Sistem saraf simpatik dan system saraf parasimpatik bekerja pada organ (efektor)
yang sama. Akan tetapi, pengaruh yang ditimbulkannya bersifat berlawanan satu dengan yang
lainnya agar tercapainya homoestatis (keseimbangan).

8
2.4.1 Efek Perangsangan Simpatis dan Parasimpatis pada Organ Spesifik

a. Mata.

Ada dua fungsi mata yang diatur oleh sistem saraf otonom, yaitu dilatasi pupil dan
pemusatan lensa. Perangsangan simpatis membuat serat-serat meridional iris berkontraksi
sehingga pupil menjadi dilatasi (perbesaran), sedangkan perangsangan parasimpatis
mengkontraksikan otot-otot sirkular iris sehingga terjadi konstriksi pupil. Bila ada cahaya
yang berlebihan masuk kedalam mata, serat-serat parasimpatis yang mengatur pupil akan
terangsang secara refleks, dimana refleks ini akan mengurangi pembukaan pupil dan
mengurangi jumlah cahaya yang membentur retina.
Sebaliknya selama periode eksitasi, saraf simpatis akan terangsang dan karena itu,
pada saat yang bersamaan akan menambah pembukaan pupil. Pemusatan lensa hampir
seluruhnya diatur oleh sistem saraf parasimpatis. Normalnya, lensa dipertahankan tetap dalam
keadaan rata oleh tegangan intrinsik elastik dari ligamen radialnya. Perangsangan
parasimpatis membuat otot siliaris berkontraksi, sehingga melepaskan tegangan tadi dan
menyebabkan lensa menjadi lebih konveks. Keadaan ini membuat mata memusatkan
objeknya dekat tangan.

Gambar saraf otonom pada mata


b. Kelenjar-kelenjar tubuh.

Kelenjar nasalis, lakrimalis, saliva, dan sebagian besar kelenjar gastrointestinalis


terangsang dengan kuat oleh sistem saraf parasimpatis sehingga mengeluarkan banyak sekali
sekresi cairan. Kelenjar-kelenjar saluran pencernaan yang paling kuat dirangsang oleh

9
parasimpatis adalah yang terletak di saluran bagian atas, terutama kelenjar di daerah mulut
dan lambung. Kelenjar usus halus dan usus besar terutama diatur oleh faktor-faktor lokal
yang terdapat di saluran usus sendiri dan oleh sitem saraf enterik usus serta sedikit oleh saraf
otonom. Perangsangan simpatis mempunyai pengaruh langsung pada sel-sel kelenjar dalam
pembentukan sekresi pekat yang mengandung enzim dan mukus tambahan.
Rangsangan simpatis ini juga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang
mensuplai kelejar-kelenjar sehingga seringkali mengurangi kecepatan sekresinya. Bila saraf
simpatis terangsang, maka kelenjar keringat mensekresikan banyak sekali keringat, tetapi
perangsangan pada saraf parasimpatis tidak mengakibatkan pengaruh apapun. Namun, serat-
serat simpatis yang menuju ke sebagian besar kelenjar keringat bersifat kolinergik (kecuali
beberapa serat adrenergik yang ke telapak tangan dan telapak kaki ) dimana hal ini berbeda
dengan hampir semua serat simpatis lainnya, yang bersifat adrenergik. Selanjutnya, kelenjar
keringat terutama dirangsang oleh pusat-pusat di hipotalamus yang biasanya dianggap
sebagai pusat parasimpatis. Oleh karena itu, berkeringat dapat dianggap sebagai fungsi
parasimpatis, walaupun hal ini dikendalikan oleh serat-serat saraf yang secara anatomis
tersebar melalui sistem saraf simpatis.
Kelenjar apokrin di aksila mensekresikan sekret yang kental dan berbau sebagi akibat
dari perangsangan simpatis, namun kelenjar ini tidak bereaksi terhadap perangsangan
parasimpatis. Kelenjar apokrin, walaupun embriologisnya berkaitan erat dengan kelenjar
keringat, tetapi lebih banyak diatur oleh pusat simpatis dalam sistem saraf pusat daripada oleh
pusat parasimpatis.
c. Sistem gastrointestinal.

Sistem gastrointestinal mempunyai susunan saraf intrinsik sendiri yang dikenal


sebagai pleksus intramural atau sistem saraf enterik usus. Namun, baik perangsangan
simpatis maupun parasimpatis dapat mempengaruhi aktivitas gastrointestinal, terutama oleh
peningkatan atau penurunan kerja spesifik dalam pleksus intramural. Pada umumnya,
perangsangan parasimpatis meningkatkan seluruh tingkat aktivitas saluran gastrointestinal,
yakni dengan memicu terjadinya gerakan peristaltik dan relaksasi sfingter, jadi akan
mempermudah pengeluaran isi usus melalui saluran pencernaan dengan cepat.
Pengaruh dorongan ini berkaitan dengan penambahan kecepatan sekresi yang terjadi
secara bersamaan pada sebagian besar kelenjar gastrointestinal, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.3 Fungsi normal dari saluran gastrointestinal tidak terlalu tergantung pada
perangsangan simpatis . Namun bila ada perangsangan simpatis yang sangat kuat, maka akan

10
timbul penghambatan peristaltik dan peningkatan tonus sfingter. Hasil akhirnya adalah timbul
dorongan yang sangat lemah dalam saluran pencernaan dan kadang-kadang juga mengurangi
sekresi.
d. Jantung.

Pada umumnya, perangsangan simpatis akan meningkatkan seluruh aktivitas jantung.


Keadaan ini tercapai dengan naiknya frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung. Perangsangan
parasimpatis terutama menimbulkan efek yang berlawanan. Akibat atau pengaruh ini dapat
diungkapkan dengan cara lain, yakni perangsangan simpatis akan meningkatkan keefektifan
jantung sebagai pompa yang diperlukan selama kerja berat, sedangkan perangsangan
parasimpatis menurunkan kemampuan pemompaan tetapi menimbulkan beberapa tingkatan
istirahat pada jantung di antara aktivitas kerja yang berat.

Gambar saraf otonom jantung


e. Pembuluh darah sistemik.

Sebagian besar pembuluh darah sistemik, khususnya yang terdapat di visera abdomen
dan kulit anggota tubuh, akan berkonstriksi bila ada perangsangan simpatis. Perangsangan
parasimpatis hampir sama sekali tidak berpengaruh pada pembuluh darah, kecuali pada
daerah-daerah tertentu malah memperlebar, seperti pada timbulnya daerah kemerahan di
wajah. Pada beberapa keadaan, fungsi rangsangan simpatis pada reseptor beta akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah pada rangsangan simpatis yang biasa, tetapi hal ini
jarang terjadi, kecuali setelah diberi obat-obatan yang dapat melumpuhkan reseptor alfa
simpatis yang memberi pengaruh vasokonstriktor, yang biasanya lebih merupakan efek
reseptor beta.

11
f. Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap tekanan arteri.

Tekanan arteri ditentukan oleh dua faktor, yaitu daya dorong darah dari jantung dan
tahanan terhadap aliran darah ini yang melewati pembuluh darah. Perangsangan simpatis
meningkatnya daya dorong oleh jantung dan tahanan terhadap aliran darah, yang biasanya
menyebabkan tekanan menjadi sangat meningkat. Sebaliknya, perangsangan parasimpatis
menurunkan daya pompa jantung tetapi sama sekali tidak mempengaruhi tahanan perifer.
Efek yang umum adalah terjadi sedikit penurunan tekanan. Ternyata perangsangan
parasimpatis vagal yang hampir selalu dapat menghentikan atau kadang-kadang
menghentikan seluruh jantung dan menyebabkan hilangnya seluruh atau sebagian besar
tekanan.
g. Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap fungsi tubuh lainnya.

Karena begitu pentingnya sistem pengaturan simpatis dan parasimpatis, maka kedua
sistem ini dibicarakan mengingat banyaknya fungsi tubuh yang belum dapat ditentukan
secara rinci. Pada umumnya sebagian besar struktur entodermal, seperti hati, kandung
empedu, ureter, kandung kemih, dan bronkus dihambat oleh perangsangan simpatis namun
dirangsang oleh perangsangan parasimpatis. Perangsangan simpatis juga mempunyai
pengaruh metabolik, yakni menyebabkan pelepasan glukosa dari hati, meningkatkan
konsentrasi gula darah, meningkatkan proses glikogenolisis dalam hati ndan otot,
meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan kecepatan metabolisme basal, dan meningkatkan
12
aktivitas mental. Akhirnya, perangsangan simpatis dan parasimpatis juga terlibat dalam
tindakan seksual antara pria dan wanita.

2.5 Integrasi dan pengawasan fungsi otonom


Saraf merupakan sistem yang berfungsi untuk mengatur berbagai fungsi organ di
dalam tubuh secara terintegrasi sehingga memungkinkan suatu makluk hidup dapat
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan disekitarnya. Susunan saraf
menerima berbagai informasi dari dalam dan dari luar tubuh, dan mengkoordinasikan semua
aktifitas organ di dalam tubuh kita. Susunan saraf berfungsi untuk merencanakan dan
mengkoordinasikan tingkah laku, sehingga memegang peranan dalam tingkah laku subjektif
suatu makhluk hidup. Untuk menjalankan fungsi yang begitu bervariasi, susunan saraf
merupakan organ yang paling awal mengalami deferensiasi pada masa embriogenesis dan
merupakan organ yang paling besar pada saat lahir. Selain morfologinya yang khusus, neuron
dari susunan saraf merupakan struktur yang menyusun dan mengatur dirinya sendiri (self-
organizing & self regulating). Sifat yang unik dari neuron ini sebagian merupakan ekspresi
yang unik dari gen, dan sebagian lagi adalah akibat perkembangan dan pengalaman individu
dari setiap mahluk hidup (Siregar, 1995).
Sistem saraf tersusun dari berbagai struktur khusus yang berfungsi untuk menerima,
menyimpan dan menyebarkan informasi. Dengan demikian sistem saraf mengintegrasikan
aktivitas berbagai sel, jaringan, dan organ, sehingga memungkinkan suatu organisme
multiseluler yang kompleks berfungsi sebagai satu kesatuan unit pertumbuhan,
perkembangan dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Untuk memahami bagaimana
proses penerimaan, penyimpanan dan penyebaran implus pada sususnan saraf, diperlukan
pemahaman mengenai biolistrik yang merupakan dasar dari pengetahuan kita tentang
perubahan potensial yang dihasilkan oleh pergerakan ion melalui membran sel. Komunikasi
antara satu neuron dengan neuron yang lainnya atau dengan otot dan kelenjar adalah melalui
proses transmisi sinaptik (Synaptic transmission). Transmisi sinaptik terjadi sinaps dimana
akson dari suatu neuron (sel presinaptik) akan berhubungan dengan dendrit, akson, dari suatu
neuron lainnya, atau dengan otot serta kelenjar.
Sistem saraf tersusun dari satu alat komunikasi dan integrasi untuk organisme yang
dicirikan oleh cepatnya reaksi dan lokalisasi yang tepat dari tempat kerjanya. Fungsinya
didasarkan atas suatu infrastruktur selular yang sangat sempurna, adanya hubungan
bercabang, yang menghasilkan kerja dengan kecepatan tinggi dan cepat, umumnya sistem

13
saraf mengatur aktifitas alat-alat tubuh yang mengalami perubahan relatif cepat: seperti
pergerakan otot rangka, pergerakan otot polos pada alat pencernaan dan sekresi beberapa
kelenjar. Contoh fungsi sistem saraf dalam mengatur dan mengkoordinasikan berbagai
aktifitas dari fungsi tubuh adalah berhubungan sistem pencernaan dan sistem peredaran
darah. Sistem pencernaan tidak ada artinya jika tidak didampingi oleh sistem peredaran darah
untuk menyerap dan mengedarkan berbagai zat makanan yang telah dicerna. Berbagai sistem
tersebut bekerja sama tidak sembarangan. Waktu dan tempat dari satu perangkat kegiatan
berhubungan erat dengan berbagai kegiatan lainnya. Beberapa kegiatan tubuh, seperti
berjalan dan menguyah merupakan kegiatan yang disadari oleh individu manusia, sedangkan
kegiatan lain pengaturan denyut jantung, sekresi enzim dan gerakan pristaltik (gerakan yang
terjadi pada otot-otot pada saluran pencernaan) merupakan aktivitas yang tidak disadari
(otonom). Semuanyan itu dikoordinasikan oleh sistem saraf sebagai jaringan khusus yang
menghubungkan seluruh tubuh dan sebagian lain diatur oleh sistem hormonal sebagai sekresi
kimia yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin ke dalam peredaran darah.
Jadi peran utama sistem saraf dalam kehidupan organisme adalah mengatur dan
mengontrol berbagai aktivitas pada berbagai organ dan seluruh tubuh manusia. Kontraksi
otot, sekresi kelanjar, kerja jantung, metabolisme dan masih banyak proses lain yang
beroperasi dalam tubuh yang dikontrol oleh sistem saraf, sistem saraf berhubungan dengan
berbagai organ dan sistem, mengkoordinasikan semua aktivitas dan menjamin fisiologis
organisme serta membantu dalam pemeliharaan kesaruan organisme dengan lingkungan
(Sonjaya, 2008).

2.6 Pengaturan pusat otonom batang otak oleh area yang lebih tinggi.
Sinyal-sinyal yang berasal dari hipotalamus dan bahkan dari serebrum dapat
mempengaruhi aktivitas hampir semua pusat pengatur otonom batang otak. Contohnya
perangsangan daerah yang sesuai pada hipotalamus dapat mengaktifkan pusat pengatur
kardiovaskular medula dengan cukup kuat untuk meningkatkan tekanan arteri sampai lebih
dari dua kali normal. Demikian juga, pusat-pusat hipotalamik lainnya dapat mengatur suhu
tubuh, meningkatkan atau menurunkan salivasi dan aktivitas gastrointestinal, atau
menimbulkan pengosongan kandung kemih.
Oleh karena itu, pada beberapa keadaan, pusat-pusat otonom di batang otak bekerja
sebagai stasiun pemancar untuk mengatur aktivitas yang dimulai pada tingkat otak yang
lebih tinggi.Sebagian besar respons perilaku kita dijalarkan melalui hipotalamus, area
retikularis batang otak, dan sistem saraf otonom. Tentu saja area otak yang lebih tinggi dapat
14
merngubah sistem saraf otonom atau sebagian darinya dengan cukup kuat untuk
menimbulkan penyakit yang diinduksi otonom, seperti tukak lambung, konstipasi, palpitasi
jantung bahkan serangan jantung.

2.7 Gangguan kesehatan pada sistem syaraf


Macam-macam gangguan kesehatan pada sistem saraf:
1) Stroke (Cerebro Vascular Accident (CVA) atau Cerebral apoplexy), adalah kerusakan
otak akibat tersumbatnya atau pecahnya pembuluh darah otak. Penyebab penyumbatan
ini ialah adanya penyempitan pembuluh darah (arteriosklerosis). Selain itu, bisa juga
karena penyumbatan oleh suatu emboli. Ciri yang tampak dari penderita stroke misalnya
wajah yang tak simetris.

2) Poliomielitis, penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang neuron-
neuron motoris sistem saraf (otak dan medula spinalis). Agen pembawa penyakit ini,
sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV).

3) Migrain, adalah nyeri kepala berdenyut yang disertai mual dan muntah yang terjadi
akibat adanya hiperaktivitas impuls listrik otak yang meningkatkan aliran darah di otak
dan mengakibatkan terjadinya pelebaran pembuluh darah otak serta proses inflamasi
(peradangan).

15
4) Parkinson, penyakit yang disebabkan oleh berkurangnya neurotranslator dopamin pada
dasar ganglion dengan gejala tangan gemetaran sewaktu istirahat (tetapi gemetaran itu
hilang sewaktu tidur), sulit bergerak, kekakuan otot, otot muka kaku menimbulkan kesan
seolah-olah bertopeng, mata sulit berkedip dan langkah kaki menjadi kecil dan kaku.

5) Amnesia, yaitu ketidakmampuan seseorang untuk mengingat atau mengenali kejadian


yang terjadi dalam suatu periode di masa lampau. Biasanya kelainan ini akibat
guncangan batin atau cidera otak.
6) Cutter, kelainan di mana penderitanya selalu melukai dirinya sendiri pada saat depresi,
stres, atau bingung.
7) Alzheimer, atau pikun, bukan penyakit menular, melainkan merupakan sejenis sindrom
dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan, sehingga otak tampak
mengerut dan mengecil. Alzheimer juga dikatakan sebagai penyakit yang sinonim
dengan orang tua.

16
8) Bell's palsy adalah nama penyakit yang menyerang saraf wajah hingga menyebabkan
kelumpuhan otot pada salah satu sisi wajah. Terjadi disfungsi syaraf VII (syaraf
fascialis). Berbeda dengan stroke, kelumpuhan pada sisi wajah ditandai dengan kesulitan
menggerakkan sebagian otot wajah, seperti mata tidak bisa menutup, tidak bisa meniup,
dsb. Beberapa ahli menyatakan penyebab Bell's Palsy berupa virus herpes yang membuat
syaraf menjadi bengkak akibat infeksi.

9) Ayan atau Epilepsi, penyakit karena dilepaskannya letusan-letusan listrik (impuls) pada
neuron-neuron otak. Epilepsi adalah penyakit saraf menahun yang menimbulkan
serangan mendadak berulang-ulang tak beralasan. Pada penderita ayan, Sinyal-sinyal
yang berhubungan dengan perasaan penglihatan, berpikir, dan bergerak tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya.

17
10) Meningitis adalah radang selaput pelindung sistem saraf pusat (meninges). Penyakit ini
dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu.

11) Sindrom Kleine-Levin (Inggris: Kleine-Levin Syndrome disingkat KLS) adalah penyakit
syaraf yang langka dimana penderita tidak bisa mengontrol rasa kantuknya. Penderita
bisa tertidur selama berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan bisa berbulan-
bulan, tergantung pada berapa lama penyakit itu muncul/kambuh.
12) Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus
rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem
saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Sistem saraf simpatis dimulai dari
medula spinalis segmen torakolumbal. Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan
sistem saraf pusat melalui saraf-saraf kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral spinal kedua
dan ketiga; kadangkala saraf sakral pertama dan keempat. Kira-kira 75% dari seluruh serabut
saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus (saraf kranial X). Berbeda dengan sistem
saraf simpatis, serabut preganglion parasimpatis menuju ganglia atau organ yang dipersarafi
secara langsung tanpa hambatan. Serabut postganglion saraf parasimpatis pendek karena
langsung berada di ganglia yang sesuai, ini berbeda dengan sistem saraf simpatis, dimana
neuron postganglion relatif panjang, ini menggambarkan ganglia dari rangkaian paravertebra
simpatis yang berada jauh dengan organ yang dipersarafinya.

3.2 Saran
Dalam membuat makalah masih kekurangan buku penunjang, sehingga penulis
mengharapkan pihak kampus segera memfasilitasi buku penunjang demi melengkapi isi
makalah ini. Penulis juga mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca demi melengkapi
makalah ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Handojo, Yurita. 2012. Atlas Berwarna dan Teks Fisiologi. Hipokrates : Bandung
Pearce, Evelyn. 2011. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Kompas Gramedia : Jakarta
Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu : Yogyakarta
Suripto, dkk. 2003. Fisiologi Hewan. Universitas Terbuka : Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai