Kelas A
REZA PUTRA PRATAMA (2018210188)
UNIVERSITAS PANCASILA
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA
2018
DAFTAR ISI
Kata pengantar……………………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………
1.1 Latar belakang……………………………………………………………………………………….
1.2 Rumusan masalah………………………………………………………………………………….
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………..21
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah Anatomi dan Fisiologi Manusia sesuai dengan waktu yang telah
diberikan, dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan namun demikian penyusun
telah berusaha semaksimal mungkin agar hasil dari tulisan ini tidak menyimpang dari ketentuan-
ketentuan yang ada.
Atas dukungan dari berbagai pihak akhirnya penunyusun bisa menyelesaikan makalah ini. Untuk
itu, dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dosen yang mengajar mata
kuliah Anatomi dan Fisiologi Manusia yang memberikan pengajaran dan arahan dalam penyusunan
makalah ini, dan tidak lupa kepada teman-teman semua yang telah ikut berpartisipasi membantu
penyusun dalam upaya penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena tak ada gading
yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini, dan mudah-
mudahan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem ini merupakan sistem saraf eferen (motorik) yang mempersarafi organ viseral umum,
mengatur, menyelaraskan, dan mengkoordinasikan aktivitas visel vital, termasuk pencernaan,suhu
badan, tekanan darah dan segi perilaku emosional lainnya. Bagian sistem saraf inilah yang mengatur
fungsi viseral tubuh disebut sebagai sistem saraf otonomik.
Sistem ini membantu mengatur tekanan arteri, motilitas, dan sekresi gastrointestinal,
pengosongan kandung kemih, berkeringat,suhu tubuh dan banyak aktivitas lainnya, dimana beberapa
diantaranya atau sebagian diatur oleh sistem saraf otonom.
Salah satu sifat yang menonjol dari sistem saraf otonomik adalah kecepatan atau intensitas yang
ada di dalam sistem saraf ini dapat mengubah fungsi viseral (refleks otonom). Dalam waktu beberapa
detik secara tidak disadari dapat timbul keringat dan terjadi pengosongan kandung kemih. Jadi, sistem
saraf yang bekerja melalui serat-serat saraf otonomik dapat dengan cepat dan secara efektif mengatur
sebagian besar atau seluruh fungsi internal tubuh. Sistem saraf otonom, terutama diaktifkan oleh pusat-
pusat yang terletak pada medula spinalis, batang otak dan hipotalamus.
Seringkali sistem saraf otonom ini bekerja sebagai refleks viseral. Jadi, sinyal pusat di dalam
ganglion otonomik, medula, batang otak atau hipotalamus, pusat-pusat ini sebaliknya akan menjalarkan
respons refleks yang sesuai kembali ke organ-organ viseral dan mengatur organ-organ tersebut. Sistem
saraf otonom bergantung pada sistem saraf pusat dan antara keduanya dihubungkan oleh urat-urat
saraf eferen dan saraf eferen ini seolah-olah berfungsi sebagai sistem saraf pusat saraf otonom
terutama berkenaan dengan organ-organ dalam.
Menurut sifat kerjanya, terdiri dari dua bagian yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis.
Sistem simpatis memiliki ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang yang menempel
pada sumsum tulang belakang, sehingga memilki serabut pra-ganglion pendek dan serabut post
ganglion yang panjang. Serabut pra-ganglion adalah serabut saraf yang menuju ganglion dan serabut
saraf yang keluar dari ganglion disebut serabut post-ganglion. Saraf simpatis terbagi menjadi dua bagian
yang terdiri dari saraf otonom cranial dan saraf otonom sacral. Terletak di depan columna vertebra dan
berhubungan dengan sumsum tulang belakang melalui serabut-serabut saraf.
Saraf parasimpatik merupakan saraf yang berpangkal pada sumsum lanjutan (medula
oblongata) dan dari sakum yang merupakan saraf pre-ganglion dan post-ganglion. sistem saraf
ini di sebut juga dengan sistem saraf kraniosakral, karena saraf preganglion keluar dari daerah
otak dan daerah sakral. Fungsi dari saraf Parasimpatik umumnya memperlambat kerja organ-
organ tubuh. Susunan saraf parasimpatik berupa jaring- jaring yang berhubung-hubungan dengan
ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Urat sarafnya menuju ke organ tubuh yang dikuasai
oleh susunan saraf simpatik.
Sistem saraf simpatik dan system saraf parasimpatik bekerja pada organ (efektor) yang sama.
Akan tetapi, pengaruh yang ditimbulkannya bersifat berlawanan satu dengan yang lainnya agar
tercapainya homoestatis (keseimbangan).
Sebaliknya selama periode eksitasi, saraf simpatis akan terangsang dan karena itu, pada saat
yang bersamaan akan menambah pembukaan pupil. Pemusatan lensa hampir seluruhnya diatur oleh
sistem saraf parasimpatis. Normalnya, lensa dipertahankan tetap dalam keadaan rata oleh tegangan
intrinsik elastik dari ligamen radialnya. Perangsangan parasimpatis membuat otot siliaris berkontraksi,
sehingga melepaskan tegangan tadi dan menyebabkan lensa menjadi lebih konveks. Keadaan ini
membuat mata memusatkan objeknya dekat tangan.
b. Kelenjar-kelenjar tubuh.
Kelenjar nasalis, lakrimalis, saliva, dan sebagian besar kelenjar gastrointestinalis terangsang
dengan kuat oleh sistem saraf parasimpatis sehingga mengeluarkan banyak sekali sekresi cairan.
Kelenjar-kelenjar saluran pencernaan yang paling kuat dirangsang oleh parasimpatis adalah yang
terletak di saluran bagian atas, terutama kelenjar di daerah mulut dan lambung. Kelenjar usus halus dan
usus besar terutama diatur oleh faktor-faktor lokal yang terdapat di saluran usus sendiri dan oleh sitem
saraf enterik usus serta sedikit oleh saraf otonom. Perangsangan simpatis mempunyai pengaruh
langsung pada sel-sel kelenjar dalam pembentukan sekresi pekat yang mengandung enzim dan mukus
tambahan.
Rangsangan simpatis ini juga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang mensuplai
kelejar-kelenjar sehingga seringkali mengurangi kecepatan sekresinya. Bila saraf simpatis terangsang,
maka kelenjar keringat mensekresikan banyak sekali keringat, tetapi perangsangan pada saraf
parasimpatis tidak mengakibatkan pengaruh apapun. Namun, serat-serat simpatis yang menuju ke
sebagian besar kelenjar keringat bersifat kolinergik (kecuali beberapa serat adrenergik yang ke telapak
tangan dan telapak kaki ) dimana hal ini berbeda dengan hampir semua serat simpatis lainnya, yang
bersifat adrenergik. Selanjutnya, kelenjar keringat terutama dirangsang oleh pusat-pusat di hipotalamus
yang biasanya dianggap sebagai pusat parasimpatis. Oleh karena itu, berkeringat dapat dianggap
sebagai fungsi parasimpatis, walaupun hal ini dikendalikan oleh serat-serat saraf yang secara anatomis
tersebar melalui sistem saraf simpatis.
Kelenjar apokrin di aksila mensekresikan sekret yang kental dan berbau sebagi akibat dari
perangsangan simpatis, namun kelenjar ini tidak bereaksi terhadap perangsangan parasimpatis. Kelenjar
apokrin, walaupun embriologisnya berkaitan erat dengan kelenjar keringat, tetapi lebih banyak diatur
oleh pusat simpatis dalam sistem saraf pusat daripada oleh pusat parasimpatis.
c. Sistem gastrointestinal.
Sistem gastrointestinal mempunyai susunan saraf intrinsik sendiri yang dikenal sebagai pleksus
intramural atau sistem saraf enterik usus. Namun, baik perangsangan simpatis maupun parasimpatis
dapat mempengaruhi aktivitas gastrointestinal, terutama oleh peningkatan atau penurunan kerja
spesifik dalam pleksus intramural. Pada umumnya, perangsangan parasimpatis meningkatkan seluruh
tingkat aktivitas saluran gastrointestinal, yakni dengan memicu terjadinya gerakan peristaltik dan
relaksasi sfingter, jadi akan mempermudah pengeluaran isi usus melalui saluran pencernaan dengan
cepat.
Pengaruh dorongan ini berkaitan dengan penambahan kecepatan sekresi yang terjadi secara
bersamaan pada sebagian besar kelenjar gastrointestinal, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. 3
Fungsi normal dari saluran gastrointestinal tidak terlalu tergantung pada perangsangan simpatis .
Namun bila ada perangsangan simpatis yang sangat kuat, maka akan timbul penghambatan peristaltik
dan peningkatan tonus sfingter. Hasil akhirnya adalah timbul dorongan yang sangat lemah dalam saluran
pencernaan dan kadang-kadang juga mengurangi sekresi.
d. Jantung.
Pada umumnya, perangsangan simpatis akan meningkatkan seluruh aktivitas jantung. Keadaan
ini tercapai dengan naiknya frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung. Perangsangan parasimpatis
terutama menimbulkan efek yang berlawanan. Akibat atau pengaruh ini dapat diungkapkan dengan
cara lain, yakni perangsangan simpatis akan meningkatkan keefektifan jantung sebagai pompa yang
diperlukan selama kerja berat, sedangkan perangsangan parasimpatis menurunkan kemampuan
pemompaan tetapi menimbulkan beberapa tingkatan istirahat pada jantung di antara aktivitas kerja
yang berat.
Sebagian besar pembuluh darah sistemik, khususnya yang terdapat di visera abdomen dan kulit
anggota tubuh, akan berkonstriksi bila ada perangsangan simpatis. Perangsangan parasimpatis hampir
sama sekali tidak berpengaruh pada pembuluh darah, kecuali pada daerah-daerah tertentu malah
memperlebar, seperti pada timbulnya daerah kemerahan di wajah. Pada beberapa keadaan, fungsi
rangsangan simpatis pada reseptor beta akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah pada rangsangan
simpatis yang biasa, tetapi hal ini jarang terjadi, kecuali setelah diberi obat-obatan yang dapat
melumpuhkan reseptor alfa simpatis yang memberi pengaruh vasokonstriktor, yang biasanya lebih
merupakan efek reseptor beta.
Tekanan arteri ditentukan oleh dua faktor, yaitu daya dorong darah dari jantung dan tahanan
terhadap aliran darah ini yang melewati pembuluh darah. Perangsangan simpatis meningkatnya daya
dorong oleh jantung dan tahanan terhadap aliran darah, yang biasanya menyebabkan tekanan menjadi
sangat meningkat. Sebaliknya, perangsangan parasimpatis menurunkan daya pompa jantung tetapi
sama sekali tidak mempengaruhi tahanan perifer. Efek yang umum adalah terjadi sedikit penurunan
tekanan. Ternyata perangsangan parasimpatis vagal yang hampir selalu dapat menghentikan atau
kadang-kadang menghentikan seluruh jantung dan menyebabkan hilangnya seluruh atau sebagian besar
tekanan.
Karena begitu pentingnya sistem pengaturan simpatis dan parasimpatis, maka kedua sistem ini
dibicarakan mengingat banyaknya fungsi tubuh yang belum dapat ditentukan secara rinci. Pada
umumnya sebagian besar struktur entodermal, seperti hati, kandung empedu, ureter, kandung kemih,
dan bronkus dihambat oleh perangsangan simpatis namun dirangsang oleh perangsangan parasimpatis.
Perangsangan simpatis juga mempunyai pengaruh metabolik, yakni menyebabkan pelepasan glukosa
dari hati, meningkatkan konsentrasi gula darah, meningkatkan proses glikogenolisis dalam hati ndan
otot, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan kecepatan metabolisme basal, dan meningkatkan
aktivitas mental. Akhirnya, perangsangan simpatis dan parasimpatis juga terlibat dalam tindakan seksual
antara pria dan wanita.
Saraf merupakan sistem yang berfungsi untuk mengatur berbagai fungsi organ di dalam tubuh
secara terintegrasi sehingga memungkinkan suatu makluk hidup dapat beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi pada lingkungan disekitarnya. Susunan saraf menerima berbagai informasi dari dalam dan
dari luar tubuh, dan mengkoordinasikan semua aktifitas organ di dalam tubuh kita. Susunan saraf
berfungsi untuk merencanakan dan mengkoordinasikan tingkah laku, sehingga memegang peranan
dalam tingkah laku subjektif suatu makhluk hidup. Untuk menjalankan fungsi yang begitu bervariasi,
susunan saraf merupakan organ yang paling awal mengalami deferensiasi pada masa embriogenesis dan
merupakan organ yang paling besar pada saat lahir. Selain morfologinya yang khusus, neuron dari
susunan saraf merupakan struktur yang menyusun dan mengatur dirinya sendiri (self-organizing & self
regulating). Sifat yang unik dari neuron ini sebagian merupakan ekspresi yang unik dari gen, dan
sebagian lagi adalah akibat perkembangan dan pengalaman individu dari setiap mahluk hidup (Siregar,
1995).
Sistem saraf tersusun dari berbagai struktur khusus yang berfungsi untuk menerima,
menyimpan dan menyebarkan informasi. Dengan demikian sistem saraf mengintegrasikan aktivitas
berbagai sel, jaringan, dan organ, sehingga memungkinkan suatu organisme multiseluler yang kompleks
berfungsi sebagai satu kesatuan unit pertumbuhan, perkembangan dan beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan. Untuk memahami bagaimana proses penerimaan, penyimpanan dan penyebaran
implus pada sususnan saraf, diperlukan pemahaman mengenai biolistrik yang merupakan dasar dari
pengetahuan kita tentang perubahan potensial yang dihasilkan oleh pergerakan ion melalui membran
sel. Komunikasi antara satu neuron dengan neuron yang lainnya atau dengan otot dan kelenjar adalah
melalui proses transmisi sinaptik (Synaptic transmission).
Transmisi sinaptik terjadi sinaps dimana akson dari suatu neuron (sel presinaptik) akan berhubungan
dengan dendrit, akson, dari suatu neuron lainnya, atau dengan otot serta kelenjar.
Sistem saraf tersusun dari satu alat komunikasi dan integrasi untuk organisme yang dicirikan
oleh cepatnya reaksi dan lokalisasi yang tepat dari tempat kerjanya. Fungsinya didasarkan atas suatu
infrastruktur selular yang sangat sempurna, adanya hubungan bercabang, yang menghasilkan kerja
dengan kecepatan tinggi dan cepat, umumnya sistem saraf mengatur aktifitas alat-alat tubuh yang
mengalami perubahan relatif cepat: seperti pergerakan otot rangka, pergerakan otot polos pada alat
pencernaan dan sekresi beberapa kelenjar. Contoh fungsi sistem saraf dalam mengatur dan
mengkoordinasikan berbagai aktifitas dari fungsi tubuh adalah berhubungan sistem pencernaan dan
sistem peredaran darah. Sistem pencernaan tidak ada artinya jika tidak didampingi oleh sistem
peredaran darah untuk menyerap dan mengedarkan berbagai zat makanan yang telah dicerna. Berbagai
sistem tersebut bekerja sama tidak sembarangan. Waktu dan tempat dari satu perangkat kegiatan
berhubungan erat dengan berbagai kegiatan lainnya. Beberapa kegiatan tubuh, seperti berjalan dan
menguyah merupakan kegiatan yang disadari oleh individu manusia, sedangkan kegiatan lain
pengaturan denyut jantung, sekresi enzim dan gerakan pristaltik (gerakan yang terjadi pada otot-otot
pada saluran pencernaan) merupakan aktivitas yang tidak disadari (otonom). Semuanyan itu
dikoordinasikan oleh sistem saraf sebagai jaringan khusus yang menghubungkan seluruh tubuh dan
sebagian lain diatur oleh sistem hormonal sebagai sekresi kimia yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin
ke dalam peredaran darah.
Jadi peran utama sistem saraf dalam kehidupan organisme adalah mengatur dan mengontrol
berbagai aktivitas pada berbagai organ dan seluruh tubuh manusia. Kontraksi otot, sekresi kelanjar,
kerja jantung, metabolisme dan masih banyak proses lain yang beroperasi dalam tubuh yang dikontrol
oleh sistem saraf, sistem saraf berhubungan dengan berbagai organ dan sistem, mengkoordinasikan
semua aktivitas dan menjamin fisiologis organisme serta membantu dalam pemeliharaan kesaruan
organisme dengan lingkungan (Sonjaya, 2008).
2.6 Pengaturan pusat otonom batang otak oleh area yang lebih
tinggi.
Sinyal-sinyal yang berasal dari hipotalamus dan bahkan dari serebrum dapat mempengaruhi
aktivitas hampir semua pusat pengatur otonom batang otak. Contohnya perangsangan daerah yang
sesuai pada hipotalamus dapat mengaktifkan pusat pengatur kardiovaskular medula dengan cukup kuat
untuk meningkatkan tekanan arteri sampai lebih dari dua kali normal. Demikian juga, pusat-pusat
hipotalamik lainnya dapat mengatur suhu tubuh, meningkatkan atau menurunkan salivasi dan aktivitas
gastrointestinal, atau menimbulkan pengosongan kandung kemih.
Oleh karena itu, pada beberapa keadaan, pusat-pusat otonom di batang otak bekerja sebagai
stasiun pemancar untuk mengatur aktivitas yang dimulai pada tingkat otak yang lebih tinggi.Sebagian
besar respons perilaku kita dijalarkan melalui hipotalamus, area retikularis batang otak, dan sistem saraf
otonom. Tentu saja area otak yang lebih tinggi dapat merngubah sistem saraf otonom atau sebagian
darinya dengan cukup kuat untuk menimbulkan penyakit yang diinduksi otonom, seperti tukak lambung,
konstipasi, palpitasi jantung bahkan serangan jantung.
BAB III
PENUTUP
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf
parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis
segmen torakolumbal. Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat melalui
saraf-saraf kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral spinal kedua dan ketiga; kadangkala saraf sakral
pertama dan keempat. Kira-kira 75% dari seluruh serabut saraf parasimpatis didominasi oleh nervus
vagus (saraf kranial X). Berbeda dengan sistem saraf simpatis, serabut preganglion parasimpatis menuju
ganglia atau organ yang dipersarafi secara langsung tanpa hambatan. Serabut postganglion saraf
parasimpatis pendek karena langsung berada di ganglia yang sesuai, ini berbeda dengan sistem saraf
simpatis, dimana neuron postganglion relatif panjang, ini menggambarkan ganglia dari rangkaian
paravertebra simpatis yang berada jauh dengan organ yang dipersarafinya.
DAFTAR PUSTAKA
Pearce, Evelyn. 2011. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Kompas Gramedia : Jakarta