Anda di halaman 1dari 30

SISTEM SARAF OTONOM

PENDAHULUAN
Ada beberapa penamaan yang pernah diberikan kepada sistem saraf ini, diantaranya adalah:
1. Sistem saraf involunter atau sistem saraf yang bekerja di luar kemauan. Pemakaian nama
ini dianggap oleh beberapa ahli fisiologi kurang tepat, karena sebagian dari aktivitas
saraf somatis juga berlangsung di luar kemauan (involunter).
2. Sistem saraf vegetatif atau sistem saraf yang mengatur fungsi metabolisme dan
pertumbuhan. Pemakaian nama ini juga dianggap kurang tepat, dengan alasan disamping
fungsi vegetatif ada fungsi lain dari sistem saraf ini.
3. Penamaan yang dianggap paling cocok untuk sistem saraf ini adalah sistem saraf otonom.
Berdasarkan alasan badan sel yang berhubungan dengan organ efektor berada di luar
susunan saraf pusat dan beberapa organ efektor yang diinervasinya memperlihatkan
aktivitas secara otonom (mempunyai sifat otomasi).
Impuls saraf otonom ke efektor (otot polos, otot jantung dan kelenjar) berperan penting
pada respon visceral dan kelenjar terhadap perubahan lingkungan. Sebagai contoh, refleks untuk
meningkatkan diameter arteriol melalui kerja serabut saraf motoris otonom yang menuju otot
polos pembuluh darah, ikut berperan dalam meningkatkan aliran darah dari satu jaringan
pembuluh darah ke pembuluh darah lainnya sesuai dengan kebutuhan fisiologis. Begitu pula
refleks pengaturan frekuensi denyut jantung oleh kerja saraf otonom yang menginervasi pace
maker (pemacu) jantung, mengatur aktivitas pemompaan jantung yang sesuai dengan kebutuhan
fisiologis.
Sama seperti pada aktivitas sistem saraf somatis, aktivitas sistem saraf otonom juga
berlangsung dalam suatu lengkung refleks (reseptor, saraf aferen, satu atau lebih sinap di pusat,
saraf eferen dan efektor). Pengaturan fungsi tubuh oleh saraf otonom di susunan saraf pusat juga
berlangsung secara bertingkat. Aktivitas sederhana diatur oleh pusat di susunan saraf pusat
sebelah bawah, makin kompleks aktivitas, memerlukan pengaturan oleh susunan saraf pusat yang
makin tinggi pula.

Sistem saraf otonom dan sistem saraf somatis dapat dibedakan berdasarkan pada latar
belakang anatomis dan fungsionalnya. Secara anatomis serabut saraf otonom berbeda dengan
serabut saraf somatis dalam hal lokasi badan sel saraf motoris. Pada saraf somatis badan sel
neuron motoris dari lengkung refleks berlokasi secara eksklusif di susunan saraf pusat, pada
kornua anterior medula spinalis atau pada nukleus motoris dari saraf kranial di batang otak (brain
stem). Sedangkan neuron motoris dari lengkung refleks sistem saraf otonom yang menuju organ
efektor (medula adrenal, otot jantung, otot polos dan kelenjar), mempunyai sinap pada ganglia
yang berada di luar susunan saraf pusat, sehingga terdapat badan sel saraf motoris otonom yang
berada di luar susunan saraf pusat. Keadaan ini menghasilkan suatu tipe refleks yang khas sistem
saraf otonom, dimana terdapat satu sinap antara, saraf motoris yang ke luar dari susunan saraf
pusat dengan organ efektor.
Perbedaan fundamental kedua antara lengkung refleks saraf otonom dengan lengkung
refleks saraf somatis adalah pada tempat terjadinya penghambatan (inhibisi) konduksi impul.
Dalam lengkung refleks somatis inhibisis terjadi pada penghantaran impuls dari satu neuron ke
neuron lainnya, tidak pernah terjadi

antara serabut saraf dengan organ efektor (sel otot

kerangka). Sebagai

Gambar 1. Saraf somatis dan otonom


contoh inhibisi somatis ini adalah, relaksasi otot kerangka berlangsung dengan penghambatan
penghantaran impul di medula spinalis terhadap neuron motoris yang menginervasi otot tersebut.
Penghambatan seperti ini disebut juga dengan inhibisi sentralis. Pada lengkung refleks otonom,
inhibisi dapat terjadi saat konduksi impuls saraf dari saraf eferen di susunan saraf pusat ke saraf
presinap otonom, atau penghambatan aksi

organ efektor oleh

saraf posganglion yang

menginervasinya. Penghambatan pada lengkung refleks otonom ini dinamakan inhibisi perifer
atau penghambatan neuroefektor. Contoh yang baik dari inhibisi perifer ini adalah aksi dari
impul saraf vagus terhadap kerja jantung, yang menyebabkan eksitabilitas dari sel pemacu
jantung (pace maker) menjadi berkurang, sehingga frekuensi denyut jantung akan menurun.
Stimulasi vagus yang sangat kuat dapat menyebabkan berhentinya denyut jantung.

Perbedaan Refleks Somatis dan Refleks Otonom


1. Secara Anatomis
Refleks Somatis
Reseptor
Saraf aferen
Saraf penghubung

Refleks Otonom

di kulit dan otot


Somatis
di kornua dorsalis

di viscera
Visceral
Di
kornua

intermediolateralis,

ganglion di luar SSP


di kornua anterior
di ganglion di luar SSP
Saraf eferen
otot
kerangka
otot polos, otot jantung dan kelenjar
Efektor
2. Secara Fungsional
Sentral (misal melalui sel Perifer /neuroefektor
Inhibisi

Respon

Renshaw)
Terhadap

perubahan Terhadap perubahan lingk. dalam

lingkungan luar

(homeostasis)

ORGANISASI SISTEM SARAF OTONOM


Berdasarkan pada lokasi badan sel saraf preganglion, saraf otonom dibedakan menjadi
saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Susunan saraf simpatis atau divisi torakolumbar, saraf
preganglionnya ke luar dari segmen spinal di daerah torakal dan lumbar bagian atas (dari segmen
torakal 1 sampai segmen lumbar 2 atau lumbar 3), aksonnya ke luar dari medula spinalis melalui
akar ventral dari segmen yang sama. Susunan saraf parasimpatis atau divisi kraniosakral saraf
preganglionnya ke luar dari daerah kranial bersama saraf kranial tertentu {saraf kranial
III(okulomotorius), VII(fasialis), IX(glosofaringeus) dan X(vagus)} dan dari daerah sakral ke 2, 3
dan 4 melalui akar ventral medula spinalis di segmen yang sama.
Susunan Saraf Simpatis (Divisi Torako-Lumbal)
Badan sel dari neuron preganglion terdapat di daerah intermediolateral substansia abu-abu
segmen spinal daerah torakal sampai lumbar 2 atau lumbar 3. Akson dari neuron ini ke luar
melalui akar ventral segmen spinal yang sama, masuk ke ramus komunikan putih (ramus albus),
selanjutnya menuju ke rantai ganglion simpatis (ganglion paravetebral) yang terletak sepanjang
tepi ventrolateral kolumna vetebralis. Hanya ganglia yang setinggi segmen medula spinalis
4

torakal 1 sampai 12 dan lumbal 1 sampai 3 yang mempunyai baik ramus komunikan albus
(membawa saraf preganglion), maupun ramus komunikan griseus (membawa saraf posganglion).
Ganglia paravetebral setinggi segmen servikal dan setinggi segmen-segmen di bawah lumbal 3,
hanya mempunyai ramus komunikan griseus.
Rantai ganglion mengandung satu ganglion untuk setiap segmen spinalis, kecuali di daerah
servikal, ganglia individual terpecah menjadi dua atau tiga ganglia, yaitu ganglia superior,
medial dan inferior. Ganglia superior adalah ganglia servikal yang terbesar, saraf posganglion
dari ganglia ini menginervasi daerah kepala. Ganglia inferior sering menyatu dengan ganglia
torakal ke 1 membentuk ganglian stelata

Gambar 2. Susunan saraf simpatis

Setelah mencapai ganglion paravetebral (rantai ganglion simpatis) saraf preganglion


selanjutnya akan:
1. Neuron akan berjalan ke arah atas dan bawah rantai ganglion simpatis, untuk mengadakan
sinap dengan saraf posganglion pada ganglia di segmen atas dan bawah, segmen asal saraf
preganglion tersebut.

Serabut saraf preganglion dari satu segmen medula spinalis yang ke

luar dari ramus albus, dapat berhubungan (bersinap) dengan 8 sampai 9 saraf posganglion
yang berada di segmen atas dan bawah, segmen asal saraf preganglion tersebut. Keadaan ini
menyebabkan impul dari satu saraf preganglion menyebar kebeberapa saraf posganglion di
segmen atas dan bawah (menyebar kebanyak segmen), hampir sama dengan yang terjadi
pada refleks multi segmental saraf somatis. Ganglia setinggi servikal, lumbar bagian bawah
dan sakral, tidak menerima saraf preganglion langsung dari medula spinalis, tetapi saraf
preganglionnya berasal dari rantai ganglia simpatis setinggi, torakal atau lumbal bagian atas.
Akson saraf posganglion dari ganglian paravetebral, masuk ke ramus griseus menyatu dengan
saraf spinalis dari segmen yang sama, untuk menginervasi efektor di kulit (kutan) dan
subkutan (di bawah kulit) yaitu: Pembuluh darah, kelenjar keringat dan otot pilomotor.
2. Saraf preganglion berjalan melewati ganglion paravetebral, menyatu dengan saraf splanikus,
bersinap dengan saraf posganglion di ganglion prevetebral (ganglion kolateral) (ganglion
seliaka, ganglion mesenterikus superior dan ganglion mesenterikus inferior).

Saraf

posganglion dari ganglion kolateral ini menginervasi otot polos viscera di daerah abdominal
dan pelvis, kelenjar usus, pembuluh darah viscera abdominal dan lain-lain.
3. Beberapa serabut preganglion dari saraf splanikus langsung menginervasi sel skretori di
medula adrenal. Medula adrenal merupakan satu-satunya efektor simpatis yang diketahui,
diinervasi oleh saraf preganglion.

Interneuron

Akar
Dorsal

Rantai Ganglion Simpatis


Ramus
Abu-abu
Saraf
Posganglion

Saraf
Spinal

Aferen

Akar
Ventral
Ramus
Albus

Medula Spinalis
Ganglion
Prevetebral
(Ganglion
Kolateral)

Gambar 3. Hubungan antara medula spinalis dengan rantai simpatis,


saraf spinal dan saraf simpatis perifer

Susunan Saraf Parasimpatis (Divisi Kranio-Sakral)


Badan sel neuron preganglion dari daerah kranial terdapat di nukleus pada batang otak dan
aksonnya berjalan bersama saraf kranial III (okulomotorius), VII (fasialis), IX (glosofaringeus)
dan saraf kranial X (vagus). Saraf preganglion ini akan bersinap dengan saraf posganglion di
ganglia pada atau dekat efektor. Saraf preganglion yang mengikuti saraf kranial III bersinap di
ganglia siliaris dengan saraf posganglion yang menginervasi, muskulus spinkter pupil dan
muskulus siliaris, alat penglihatan (mata). Saraf preganglion yang mengikuti saraf kranial VII
bersinap, di ganglia sphenopalatinum dan ganglia submaksilaris, dengan saraf posganglion yang
menginervasi antara lain: Kelenjar air mata, kelenjar ludah submaksilaris dan sublingualis, serta
kelenjar pada rongga hidung. Saraf preganglion yang mengikuti saraf kranial IX bersinap di
ganglia otikum dengan saraf posganglion yang salah satu efektornya adalah kelenjar ludah
7

parotis. Saraf preganglion yang mengikuti saraf kranial X bersinap di ganglia intramural, dengan
saraf posganglion yang menginervasi alat visceral di rongga dada dan rongga perut.
Badan sel saraf preganglion divisi sakral, berada pada medula spinalis segmen sakral 3 dan
4, kadang-kadang juga dari segmen sakral 2 dan 5. Akson saraf preganglion ini ke luar dari
medula spinalis melalui akar ventral, tetapi terpisah dari eferen saraf somatis segmen yang sama.
Akson preganglion ini membentuk saraf erigentes atau disebut juga saraf pelvis, yang akan
bersinap dengan saraf posganglion di ganglia pada atau dekat efektor, alat genitalia dan efektor
otonom lainnya di daerah pelvis.

Gambar 4. Susunan saraf parasimpatis

Karena ganglion parasimpatis umumnya berada pada atau dekat efektor, menyebabkan
akson saraf posganglionnya pendek.

Sedangkan pada susunan saraf simpatis, ganglionnya

biasanya jauh dari efektor dan akson saraf preganglionnya lebih pendek dari akson saraf
posganglion.

Pada susunan saraf simpatis terdapat hubungan antar ganglia, menyebabkan

perangsangan oleh saraf simpatis biasanya berpengaruh pada banyak efektor (menyebar).
Sedangkan pada susunan parasimpatis tidak terdapat hubungan antar ganglia, menyebabkan
perangsangan oleh saraf para simpatis tidak menyebar tetapi pada efektor yang terbatas.

Interaksi Antara Inervasi Simpatis dan Parasimpatis


Beberapa organ menerima inervasi ganda, baik dari simpatis maupun parasimpatis. Pada
sebagian dari organ tersebut, kerja simpatis dan parasimpatis adalah antagonis, konsekwensinya
9

fungsi organ bergantung pada keseimbangan kerja dari dua inervasi ini.

Sebagai contoh

pacemaker (pemacu) jantung, menerima inervasi eksitatori (menggiatkan) simpatis dan inhibitori
(menghambat) parasimpatis (melalui saraf vagus). Akibatnya denyut jantung bergantung pada
perbandingan (keseimbangan) aktivitas dua inervasi yang antagonis tersebut.
Pupil mata juga menerima inervasi ganda.

Kedua inervasi pada pupil ini sama-sama

bersifat eksitatori, tetapi menginervasi otot yang bekerja antagonis. Saraf parasimpatis (melalui
saraf kranial III) menginervasi otot sirkuler (konstriktor pupil), sedangkan saraf simpatis
menginervasi otot radial (dilatator pupil).
Kadang-kadang pada organ yang menerima inervasi ganda, kedua saraf otonom ini bekerja
sinergis.

Misalnya pada kelenjar ludah, rangsangan simpatis dan para simpatis sama-sama

menghasilkan sekresi saliva (ludah), walaupun komposisi ludah yang disekresikan tidak sama.
Beberapa efektor otonom, menerima inervasi dari salah satu saraf otonom. Misalnya otot
polos pembuluh darah kulit, otot pilomotor dan kelenjar keringat, hanya diinervasi oleh saraf
simpatis eksitatori (yang merangsang kerja). Kelenjar air mata menerima inervasi parasimpatis
yang bersifat eksitatori (merangsang pengeluaran air mata). Sedangkan saraf simpatis hanya
menginervasi pembuluh darah yang menuju kelenjar air mata, tidak berpengaruh langsung
terhadap pengeluaran air mata.
Dari uaraian di atas terlihat bahwa tidak mudah untuk mendefinisikan pengaruh kerja dari
saraf otonom.

Tetapi secara umum aktivitas parasimpatis mempunyai pengaruh anabolik.

Sedangkan aktivitas simpatis secara umum adalah untuk mempersiapkan tubuh pada keadaan
fight and flight, suatu keadaan siaga, berupa kegiatan simpatis yang menyeluruh dan serentak.
Neurotransmiter (mediator kimia) Sistem Saraf Otonom
Penghantaran impuls dari saraf otonom, baik di sinap antara dua saraf maupun antara ujung
saraf posganglion dengan efektor adalah melalui zat kimia (asetil kolin dan noradrenalin). Saraf
otonom yang ujung sarafnya mengeluarkan mediator kimia asetil kolin disebut saraf kolinergik.
Sedangkan yang ujung sarafnya mengeluarkan noradrenalin disebut saraf adrenergik.
Asetil Kolin. Asetil kolin disintesa intraseluler dari bahan dasar kolin (suatu vitamin,
merupakan salah satu bahan pembentuk posfolipid seperti lesitin dan spingomielin) dan asetil Co
A {berasal dari asam asetat dan Coenzim A (turunan asam pantotenat)}. Pembentukan asetil
kolin ini dikatalisa oleh enzim kolin asetil transferase (CAT). Setelah terbentuk asetil kolin akan
disimpan dalam vesikel di ujung akson.
10

CAT
Kolin + asetil CoA -----------> Asetil kolin + CoA
Enzim kolin asetiltransferase disentesa di badan sel dan bergerak menuju ujung akson (dimana
enzim ini dibutuhkan untuk pembentukan asetil kolin) melalui transpot aksoplasma.

Kolin

berasal dari cairan ekstraseluler, sebagian besar merupakan hasil hidrolisa asetil kolin yang
dilepaskan oleh ujung akson, oleh enzim asetil kolinesterase. Sekitar 60% kolin hasil hidrolisa
asetil kolin akan masuk kembali ke ujung akson. Pemasukan kembali kolin ke ujung akson
berlangsung melalui proses transpot yang membutuhkan pembawa (carrier), yang sangat
bergantung pada ion Na+ dan ATP (adenosin trifosfat). Pemasukan kolin ini dapat dihambat oleh
obat hemikolinium, yang menyebabkan sintesi asetil kolin akan berkurang dengan drastis.
Pelepasan asetil kolin dari ujung akson berlangsung melalui proses eksositosis. Impul yang
sampai ke ujung akson menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas membran terhadap
ion Ca++, sehingga terjadi pemasukan ion Ca++ ke dalam ujung akson. Peningkatan kadar ion Ca++
di dalam sel menstimulir pelepasan asetil kolin dari ujung akson, melalui proses eksositosis
(Vesikel yang mengandung asetil kolin dirangsang untuk bergerak menuju dan menempel pada
membran di ujung akson. Dinding vesikel dan membran ujung akson yang berlekatan kemudian
pecah, sehingga asetil kolin menjadi lepas ke celah sinap atau celah antara ujung akson dengan
efektor).
Setelah dilepaskan dari ujung akson asetil kolin, segera dihidrolisa oleh enzim asetil
kolinesterase menjadi kolin dan asam asetat. Enzim kolinesterase berikatan dengan kolagen dan
glikosaminoglikan pada jaringan ikat lokal di, celah sinap atau pada celah antara ujung akson
dengan efektor. Enzim ini merupakan kolineterase yang sebenarnya yang mempunyai afinitas
yang sangat tinggi terhadap asetil kolin, walaupun enzim ini juga mampu menghidrolisa ester
kolin lainnya.
Dalam plasma terdapat esterase yang juga mampu menghidrolisa asetil kolin, tetapi
kerjanya berbeda dengan asetil kolinesterase, sehingga disebut juga kolinesterase nospesifik atau
pseudo kolinesterase.
Noradrenalin (norefinefrin). Mediator kimia yang di keluarkan dari ujung akson neuron
adrenergik adalah noradrenalin.

Pembentukan noradrenalin diawali di aksonplasma dan


11

diselesaikan di dalam vesikel. Berbeda dengan vesikel untuk penyimpanan asetil kolin, vesikel
noradrenalin bagian tengahnya tidak transparan, agak gelap (seperti terdapat granul), sehingga
vesikel ini dinamakan juga vesikel yang bergranul. Sintesis noradrenalin lebih komplek dari
sintesis asetil kolin, karena melibatkan lebih banyak enzim dan reaksi pembentukannya
berlangsung secara bertingkat.
Bahan dasar untuk sintesa noradrenalin adalah asam amino fenilalanin dan asam amino
tirosin.

Fenilalanin akan dihidroksilasi oleh enzim fenilalanin hidroksilase (yang dibentuk

terutama dalam hati) membentuk tirosin. Tirosin hasil hidroksilase fenilalanin maupun yang
berasal dari makanan, masuk kedalam neuron dan medula kelenjar adrenal melalui proses difusi
berdasarkan perbedaan konsentrasi. Di dalam aksonplasma dan medula kelenjar adrenal tirosin
dihidroksilasi oleh enzim tiroksin hidroksilase menghasilkan dihidroksifenilalanin (DOPA).
DOPA akan diubah menjadi Dopamin (dihidroksifenil etilamin) oleh enzim dopa dekarboksilase.
Dopamin kemudian masuk vesikel, diubah menjadi noradrenalin oleh enzim dopamin beta
hidroksilase. Di dalam sitoplasma sel kelenjar medula adrenal terdapat enzim fenilalanin N metil
transferase (PNMT), yang akan mengubah noradrenalin menjadi adrenalin (efinefrin). Pada
proses pengubahan ini kemungkinan noradrenalin ke luar dahulu dari vesikel sel kelenjar medula
adrenal, baru diubah menjadi adrenalin oleh enzim PNMT. Setelah terbentuk adrenalin juga
masuk dan disimpan dalam vesikel bergranul.

Dopamin, noradrenalin dan adrenalin yang

katalisisnya berhubungan, dikelompokan dalam satu kelompok mediator kimia yang disebut juga
dengan katekolamin.
Pada pembentukan katekolamin, jalur metabolisme fenilalanin mempunyai arti klinis yang
penting, karena pada jalur inilah terdapat gangguan metabolisme konggenital (diturunkan) yaitu
tidak terdapatnya enzim untuk menghidroksilasi fenilalanin. Gangguan kongenital ini disebut
Fenilpiruvat oligoprenia, dengan gejala klinis utamanya adalah gangguan mental yang
disebabkan terakumulasinya fenilalanin dan turunannya di dalam darah. Gangguan ini dapat
diobati dengan sukses, dengan mengurangi semaksimal mungkin kadar fenilalanin dalam
makanan yang dikonsumsi.
Di dalam vesikel bergranul noradrenalin dan adrenalin berikatan dengan adenosin trifosfat
(ATP) dan berhubungan dengan protein kromogranin A (fungsi protein ini belum diketahui).
Katekolamin dilepaskan dari ujung akson saraf adrenergik dan kelenjar medula adrenal juga
melalui proses eksositosis, sama dengan pelepasan asetil kolin dari ujung sarah kolinergik. Tetapi
karena katekolamin di dalam vesikel berikatan dengan, ATP dan kromogranin A yang merupakan
12

komponen sel yang tidak terikat pada membran sel, menyebabkan ATP dan kromogranin A akan
dilepaskan pula dari vesikel bersamaan dengan pelepasan katekolamin. Kadar sirkulasi dari
kromogranin A dapat dipakai sebagai salah satu indek yang baik untuk memperkirakan aktivitas
saraf otonom adrenergik.
Setelah disekresikan dari ujung neuron adrenergik, noradrenalin akan dibuang dari daerah
sekresinya melalui tiga cara:
1. Diambil kembali (reuptake) oleh ujung saraf adrenergik melalui proses transpot aktif.
Reuptake ini kemungkinan besar berhubungan dengan gradien konsentrasi ion Na+ (lebih
tinggi di luar sel dibandingkan di dalam sel), karena reuptake ini gagal terjadi pada keadaan,
kadar ion Na+ ekstrasel rendah atau terjadi penghambatan pada pompa Na-K misalnya oleh
obat kuabain. Reuptake juga dapat dihambat oleh kokain. Aksi kokain dalam menghambat
reuptake ini menjelaskan efek potensiasi kerja simpatis, yang terlihat pada pemberian
(pemakai) kokain.

Di duga dengan kuat, reuptake merupakan mekanisme utama yang

berperan dalam membatasi lama aksi (duration of action) dari noradrenalin yang disekresikan.
Sekitar 50 - 80 persen dari noradrenalin yang disekresikan akan di reuptake oleh ujung saraf
adrenergik, dan kembali disimpan dalam vesikel. Adanya reuptake membedakan nasib
noradrenalin dengan asetil kolin setelah disekresikan dari ujung saraf otonom.
2. Sebagian besar noradrenalin yang tidak direuptake, akan berdifusi menjauhi daerah sekresi, ke
cairan tubuh di sekitarnya dan kemudian ke pembuluh darah.
3. Di rombak oleh enzim, monoamin oksidase (MOA) dan katekolamin O metil transferase
(COMT). MOA terdapat terutama di ujung saraf adrenergik, melekat pada membran luar
mitokondria. MOA akan mengoksidasi noradrenalin menjadi turunan deaminasinya yang
secara fisiologis tidak aktif yaitu, asam 3,4 dihidroksimandelik (DOMA) dan bentuk
glikolnya yaitu 3,4 dihidroksi fenilglikol (DOPEG). DOMA dan DOPEG ini kemudian akan
masuk ke dalam sirkulasi darah, dan kemungkinan akan mengalami perombakan lebih lanjut
oleh enzim COMT menjadi turunan O-metilasinya (asam 3 metoksi, 4 hidroksi mandelik =
VMA dan 3 metoksi, 4hidroksi fenilglikol = MOPEG).

COMT tersebar di seluruh tubuh,

terdapat dalam jumlah yang banyak di hati dan ginjal, tetapi tidak terdapat pada ujung saraf
adrenergik. COMT juga mengubah noradrenalin dan adrenalin menjadi turunan O-metilasinya
yaitu normetanefrin dan metanefrin.

Kadar normetanefrin dan metanefrin dalam urin,

merupakan indek yang baik dalam menentukan besarnya sekresi noradrenalin dan adrenalin.
Sebagian dari normetanefrin dan metanefrin yang tidak diekskresikan melalui urin, akan
13

dioksidasi oleh MOA membentuk aldehida 3 metoksi, 4 hidroksi mandelik, yang akan
dimetilasi lagi oleh COMT menjadi VMA dan MOPEG.
Saraf Otonom Kolinergik
Saraf otonom yang ujung aksonnya mengeluarkan mediator kimia (neurotransmitter) asetil
kolin disebut dengan saraf otonom kolinergik. Saraf otonom yang termasuk saraf kolinergik
adalah: 1. Semua saraf preganglion otonom. 2. Saraf posganglion parasimpatis. 3. Saraf
posganglion simpatis yang menginervasi kelenjar keringat dan otot piloerektor.

4. Saraf

posganglion simpatis yang menginervasi pembuluh darah otot kerangka, yang menyebabkan
terjadinya vasodilatasi pembuluh darah tersebut bila dirangsang.
Untuk dapat bekerja pada efektor, mediator kimia yang dilepaskan oleh ujung saraf otonom
terlebih dahulu berikatan dengan reseptor pada efektor. Asetil kolin mengaktifkan dua jenis
reseptor yaitu, reseptor muskarinik dan reseptor nikotinik. Dasar dari penamaan ini adalah,
muskarin suatu alkaloid yang terdapat pada racun jamur payung hanya dapat mengaktifkan
reseptor muskarinik. Aktivasi reseptor muskarinik dapat dihambat dengan atropin. Sedangkan
nikotin hanya dapat mengaktifkan reseptor nikotinik. Asetil kolin dapat mengaktifkan kedua
jenis reseptor ini. Respon reseptor nikotinik terhadap rangsangan asetil kolin berlangsung dalam
beberapa milidetik, sedangkan respon reseptor muskarinik terhadap rangsangan asetil kolin
berlangsung dalam beberapa detik.
Reseptor muskarinik terdapat pada semua sel efektor yang diinervasi oleh saraf
posganglion parasimpatis dan sel efektor yang diinervasi oleh saraf posganglion simpatis
kolinergik. Sedangkan reseptor nikotinik terdapat di sinap antara saraf pre dan posganglion
otonom dan pada membran otot kerangka neuromuscular junction saraf somatis.
Reseptor nikotinik adalah protein dengan berat molekul (BM) sekitar 250.000 D, yang
dibentuk oleh 5 sub unit yaitu, dua sub unit alpha () dan masing-masing satu sub unit, beta (),
gama () dan delta () . Pada mamalia dewasa subunit gamma berubah menjadi subunit epsilon
(). Reseptor nikotinik ini merupakan satu molekul yang berada disekitar (mengelilingi) saluran
ion. Pada subunit alpha terdapat tempat untuk perlekatan asetil kolin. Bila asetil kolin berikatan,
merangsang perubahan bentuk reseptor. Perubahan bentuk reseptor menyebabkan terbukanya
saluran ion, mengakibatkan terjadinya peningkatan pemasukkan ion Na + ke dalam sel efektor dan
diikuti dengan depolarisasi efektor.
14

Reseptor muskarinik dapat dibedakan menjadi dua reseptor yaitu, reseptor M 1 dan
reseptorM2. Reseptor M1 dapat mengikat obat piperazin, ditemukan disusunan saraf pusat dan
tempat lain. Reseptor M2 tidak dapat mengikat piperazin dengan baik, ditemukan di jantung dan
di tempat lain. Reseptor M1 bekerja pada efektor dengan mengaktifkan fosfolipase C yang
terdapat pada membran sebelah dalam sel efektor, yang berlanjut dengan serangkaian reaksi
kimia intrasel dengan hasil akhir berkurangnya konduktan ion K + (laju perpindahan ion K+ ke luar
sel). Menurunnya laju perpindahan ion K+ ke luar sel, menyebabkan terjadinya peningkatan
kadar ion positif di dalam sel (penurunan negativitas membran sel), sehingga terjadi depolarisasi
sel efektor. Dengan kata lain aktivasi reseptor M1 menimbulkan efek eksitasi pada efektor.
Sedangkan reseptor M2 bekerja pada efektor dengan menghambat pembentukan adenil siklase di
membran dalam sel efektor, yang berakibat meningkatnya konduktan ion K+. Perpindahan ion K+
ke luar sel menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi, sehingga menimbulkan efek inhibisi pada sel
efektor.
Saraf Otonom Adrenergik
Saraf otonom yang ujung aksonnya mengeluarkan mediator kimia noradrenalin disebut
dengan saraf otonom adrenergik. Saraf otonom yang termasuk saraf adrenergik adalah, semua
saraf posganglion simpatis, kecuali yang menginervasi kelenjar keringat, otot piloerektor dan
pembuluh darah pada otot kerangka.
Dari penelitian dengan obat-obatan yang kerjanya mirip kerja noradrenalin, pada organ
efektor simpatis, diketahui terdapat 4 jenis reseptor adrenergik. Reseptor adrenergik tersebut
adalah reseptor alpha () 1, alpha () 2, beta () 1 dan beta () 2. Reseptor 2 lebih besar dari
reseptor 1. Perangsangan reseptor 1 dan 2 mengaktifkan adenil siklase melalui protein
regulator Gs (s = stimulator). Aktivasi adenil siklase merangsang peningkatan siklik AMP
(adenosin monofosfat) intrasel dan serangkaian reaksi kimia intrasel yang berakhir dengan respon
fisiologis sel. Aktivasi reseptor 1 menimbulkan efek pada sel melalui aktivasi fosfolipase C.
Sedangkan aktivasi reseptor 2 menghasilkan respon dengan menghambat pembentukan adenil
siklase melalui protein regulator Gi (i = inhibitor).

15

Kelenjar Medula Adrenal


Secara morfologik sel-sel kelenjar medula adrenal homolog dengan serabut saraf
posganglion adrenergik.

Serabut saraf preganglion simpatis langsung menginervasi sel-sel

kelenjar ini. Rangsangan saraf preganglion simpatis yang menginervasi sel kelenjar medula
adrenal menyebabkan dilepaskannya noradrenalin dan adrenalin (dengan perbandingan NA : A =
20 : 80, tetapi dapat berubah sesuai dengan kondisi fisiologis tertentu) dalam jumlah besar ke
pembuluh darah.
Perangsangan oleh adrenalin dan noradrenalin yang disekresikan sel kelenjar medula
adrenal, pada berbagai organ menghasilkan efek fisiologis yang hampir sama dengan
perangsangan oleh saraf simpatis adrenergik, kecuali efek yang ditimbulkan lebih lama kira-kira
5 sampai 10 kali, karena hormon yang disekresikan kelenjar medula adrenal dibuang
(dikatabolime) dengan lambat.
Adrenalin menyebabkan efek yang hampir sama dengan efek yang dihasilkan oleh
noradrenalin, tetapi berbeda pada beberapa respon berikut:
1. Karena afinitas adrenalin sangat besar terhadap perangsangan reseptor ,

rangsangan

adrenalin menghasilkan efek yang lebih kuat pada jantung dibandingkan dengan rangsangan
noradrenalin.
2. Rangsangan adrenalin hanya menghasilkan efek konstriksi yang lemah pada pembuluh darah
otot kerangka, dibandingkan dengan respon kontriksi yang kuat pada perangsangan
noradrenalin. Karena pembuluh darah otot merupakan segmen terbesar pembuluh darah
tubuh, perbedaan respon konstriksi ini sangat berarti dalam hubungannya dengan total
resistensi darah perifer. Rangsangan noradrenalin sangat meningkatkan resistensi perifer.
dengan efek selanjutnya meningkatnya tekanan darah. Sebaliknya rangsangan adrenalin hanya
sedikit meningkatkan tekanan darah, tetapi meningkatkan curah jantung (cardiac output)
dengan besar, melalui efeknya pada jantung.
3. Efek perangsangan adrenalin terhadap metabolisme jaringan lebih kuat 5 sampai 10 kali dari
perangsangan noradrenalin. Perangsangan adrenalin yang disekresikan oleh kelenjar medula
adrenal dapat meningkatkan metabolisme jaringan 100% dari normal.

Perangsangan

adrenalin juga meningkatkan glikogenolisis di hati dan otot, dan peningkatan pelepasan
glukosa dari hati ke pembuluh darah.
Adrenalin dan noradrenalin hampir selalu disekresikan dari medula kelenjar adrenal
bersamaan dengan perangsangan umum (massal) saraf adrenergik pada berbagai organ. Oleh
16

karena itu organ efektor biasanya dirangsang dengan dua perangsangan yaitu, secara langsung
oleh rangsangan simpatis adrenergik dan tidak langsung oleh hormon medula kelenjar adrenal.
Dua perangsangan ini saling menunjang dan biasanya dapat berperan sebagai subtitusi antara satu
dengan yang lain. Sebagai contoh penghambatan perangsangan saraf adrenergik pada organ,
tidak menghilangkan eksitasi pada organ karena adanya perangsangan oleh adrenalin dan
noradrenalin yang dilepaskan oleh kelenjar medula adrenal. Keadaan yang sama juga terjadi
pada saat hilangnya (rusaknya) kedua medula adrenal. Keadaan ini tidak berpengaruh nyata
terhadap respon adrenergik organ, karena adanya inervasi langsung adrenergik pada organ.
Faktor penting lain dari hormon medula kelenjar adrenal adalah, kemampuannya untuk
merangsang organ yang tidak mendapat inervasi langsung saraf adrenergik. Sebagai contoh laju
metabolisme setiap sel tubuh dapat ditingkatkan oleh rangsangan hormon medula kelenjar
adrenal khususnya adrenalin, meskipun hanya sebagian kecil sel tubuh yang diinervasi oleh saraf
adrenergik.
Tonus Simpatis dan Parasimpatis
Sistem saraf simpatis dan para simpatis selalu aktif dengan kontiniu, yang menyebabkan
terbentuknya tonus simpatis dan tonus parasimpatis.

Nilai fisiologis dari tonus ini adalah

memungkinkannya organ efektor meningkatkan atau mengurangi aktivitas atas rangsangan satu
sistem saraf otonom.

Sebagai contoh, tonus simpatis menyebabkan hampir semua arteriol

sistemik berkontriksi, mendekati setengah diameter maksimumnya.

Dengan meningkatkan

rangsangan simpatis, pembuluh darah ini dapat berkontriksi lebih kuat. Sebaliknya dengan
menghambat tonus normal (mengurangi rangsangan) pembuluh darah ini dapat berelaksasi. Jika
tidak terdapat tonus simpatis pada pembuluh darah arteriol, rangsangan simpatis hanya dapat
menyebabkan vasokonstriksi, tidak dapat menyebabkan vasodilatasi.
Contoh menarik lainnya adalah tonus parasimpatis pada traktus gastrointestinal (saluran
pencernaan). Menghilangkan inervasi parasimpatis pada usus dengan menggunting saraf vagus,
dapat menyebabkan atonus usus , yang berakibat terhambatnya gerakan usus dan timbulnya
konstipasi. Tonus pada usus ini dapat dikurangi, sehingga menyebabkan penghambatan pada
gerakan gastrointestinal, dan dapat ditingkatkan yang menyebabkan terjadinya peningkatan
aktivitas gastrointestinal.

17

Tonus yang dihasilkan oleh sekresi basal hormon medula adrenal (0.2 g/kg/menit
adrenalin dan kira-kira 0.05 2 g/kg/menit noradrenalin), cukup untuk mempertahankan tekanan
darah hampir melebihi tekanan normal, meskipun inervasi simpatis pada sistem kardiovaskuler
dihilangkan.

Dari kenyataan ini

kemungkinan sebagian besar tonus sistem saraf simpatis,

ditimbulkan oleh sekresi basal hormon kelenjar medula adrenal.


Denervasi Sistem Saraf Otonom
Segera setelah saraf simpatis atau parasimpatis dipotong, organ yang diinervasi kehilangan
tonus simpatis atau parasimpatisnya. Misalnya pemotongan saraf simpatis yang menginervasi
pembuluh darah, akan segera terlihat vasodilatasi. Tetapi setelah beberapa menit, jam, hari atau
minggu, tonus intrisik dari otot polos pembuluh darah akan meningkat, biasanya dapat
menghasilkan tonus vasokonstriksi normal.
Proses yang sama biasanya juga terjadi hampir pada semua organ efektor otonom, bila
tonus simpatis atau parasimpatisnya hilang. Kompensasi intrisik akan segera terbentuk untuk
mengembalikan fungsi (tonus) organ hampir mendekati tingkat basalnya.

Tetapi biasanya

denervasi parasimpatis, kompensasi intrisik kadang-kadang membutuhkan waktu yang lama


(beberapa bulan).

Misalnya hilangnya tonus parasimpatis jantung anjing, menyebabkan

terjadinya peningkatan frekuensi denyut jantung sampai 160 denyut permenit. Enam bulan
kemudian peningkatan frekuensi ini masih terlihat (belum kembali kefrekuensi normal).
Dalam minggu pertama atau beberapa minggu setelah denervasi otonom, organ yang
diinervasi memperlihatkan peningkatan sensitivitas terhadap pemberian noradrenalin atau asetil
kolin.

Keadaan ini dinamakan supersensitivitas setelah denervasi. Mekanisme yang

menyebabkan timbulnya supersensitivitas setelah denervasi belum diketahui sepenuhnya. Satu


hal yang terjadi adalah terlihat adanya peningkatan jumlah reseptor pada organ efektor beberapa
kali dari jumlah normal, setelah asetil kolin atau noradrenalin tidak lagi dilepaskan dari saraf
yang menginervasinya. Peningkatan jumlah reseptor ini disebut up-regulation reseptor. Oleh
karenanya bila hormon disuntikkan ke pembuluh darah, respon efektor dengan cepat terlihat
meningkat.
Respon Tubuh Terhadap Rangsangan Saraf Otonom

18

Pada beberapa kondisi, rangsangaan simpatis adalah berupa

perangsangan simpatis

menyeluruh, suatu penomena yang disebut dengan rangsangan massal (mass discharge).
Keadaan ini sering terjadi bila hipotalamus diaktivasi oleh rasa takut atau rasa nyeri yang sangat
kuat. Respon tubuh adalah berupa reaksi yang menyebar di seluruh tubuh, disebut respon stres
atau respon alarm berupa:
1. Terjadinya peningkatan tekanan darah.
2. Peningkatan aliran darah ke otot aktif dan penurunan aliran darah ke organ yang tidak
dibutuhkan untuk aktivitas motoris cepat, misalnya aliran darah ke traktus gastrointestinal dan
ke ginjal.
3. Peningkatan laju metabolisme seluler di seluruh tubuh.
4. Peningkatan konsentrasi glukosa darah.
5. Peningkatan glikolisis di otot dan hati.
6. Peningkatan tonus otot.
7. Peningkatan aktivitas mental.
Gabungan dari respon di atas memungkinkan seseorang melakukan aktivitas fisik yang tidak
mungkin dilakukannya pada keadaan normal.
Sebaliknya pada kondisi lain aktivasi simpatis hanya terjadi pada organ efektor tertentu saja
(terbatas), misalnya: 1. Pada pengaturan suhu tubuh, simpatis mengatur pengeluaran keringat
dan aliran darah pada kulit, tanpa mempengaruhi efektor simpatis lainnya. 2. Selama aktivitas
otot pada beberapa hewan, serabut kolinergik simpatis merangsang vasodilatasi otot rangka tanpa
mempengaruhi efektor simpatis yang lain. 3. Pemanasan kulit secara lokal menghasilkan respon
vasodilatasi lokal, respon yang berlawanan terjadi pada rangsangan dingin lokal (respon
vasokonstriksi lokal).
Berbeda dengan pengaturan fungsi tubuh oleh simpatis, pengaturan parasimpatis biasanya
sangat spesifik. Misalnya refleks pengaturan parasimpatis terhadap kerja jantung biasanya hanya
berlangsung pada jantung. Pada keadaan lain refleks parasimpatis yang menyebabkan sekresi
traktus gastrointestinal biasanya berlangsung pada kelenjar di daerah gastrointestinal tertentu,
misalnya sekresi kelenjar terutama terjadi di daerah mulut saja.

19

Respon Organ Efektor Terhadap Rangsangan Otonom dan Katekolamin


Organ Efektor

Respon Impul Kolinergik

Impul Adrenergik
Jenis Reseptor
Respon

Mata
Otot radial iris
Otot sfinkter iris
Otot siliaris

Kontraksi (miosis)
Kontraksi untuk penglihatan

Kontraksi (midriasis)

Relaksasi untuk

dekat

penglihatan jauh

Jantung
Nodus S-A

Penurunan frekuensi denyut

Atrium

jantung, henti vagal


Penurunan kontraksi
(biasanya)

Nodus A-V

dan

Peningkatan f.

denyut jantung
Peningkatan

peningkatan

kontraktilitas dan

kecepatan hantar
Penurunan kecepatan hantar

kecepatan hantar
Peningkatan

kecepatan hantar
Peningkatan

kecepatan hantar
Peningkatan

Sistem His -

Penurunan kecepatan hantar

Purkinje
Ventrikel

Penurunan kecepatan hantar

kontraktilitas
Arteriol
Koroner

Konstriksi

Kulit dan mukosa


Otot rangka

Dilatasi
Dilatasi

Serebrum
Paru

Dilatasi
Dilatasi

1,2
2
1,2
1
2
1
1
2
1

Visera abdomen
20

Kontriksi
Dilatasi
Konstriksi
Konstriksi
Dilatasi
Konstriksi
Konstriksi
Dilatasi
Konstriksi

2
1, 2
1, 2
1, 2
1
2

Dilatasi
Konstriksi
Konstriksi
Dilatasi
Konstriksi
Dilatasi

2
1
2

Relaksasi
Inhibisi
Stimulasi

Meningkat
Relaksasi (biasanya)
Stimulasi

1, 2,2
1

Menurun (biasanya)
Kontraksi (biasanya)
Inhibisi

Meningkat
Relaksasi (biasanya)
Stimulasi
Kandung empedu Kontraksi

1, 2, 2
1
2
2

Menurun(biasanya)
Kontraksi(biasanya)
Inhibisi
Relaksasi

2
1

Relaksasi(biasanya)
Kontraksi

1
1,2
1

Meningkat(biasanya)
Bervariasi
Ejakulasi

1
1
1
2

Kontraksi
Sekresi sedikit
Kontraksi
Relaksasi

1, 2

Glikogenolisis

Sekresi menurun

Kelenjar ludah
Ginjal

Dilatasi

Vena sistemik
Paru-paru
Otot bronkus
Kelenjar bronkus

Kontraksi
Stimulasi

Lambung
Motilitas- tonus
Sfinkter
Sekresi
Usus
Motilitas-tonus

dan sal. Empedu


Kandung kemih
Detrusor
Kontraksi
Trigonum- Relaksasi
sfinkter
Ureter
Motilitas-tonus
Uterus
Organ seks pria
Kulit

Meningkat (?)
Bervariasi
Ereksi

Otot pilomotor
Kelenjar keringat
Kapsul limpa

Sekresi umum

Medula adrenal

Sekresi

adrenalin

noradrenalin
Hati
Pankreas
Asini

Sekresi meningkat
21

Pulau Langerhans Peningkata sekresi insulin

Penurunan sekresi

insulin dan glukagon


Peningkatan sekresi

insulin dan glukagon


Sekresi kental,

lengket
Sekresi amilase
Sekreesi

1, 2
1

Lipolisis
Peningkatan sekresi

renin
Peningkatan sintesis

dan glukagon

Kelenjar ludah

Kelenjar lakrimalis
Kel. nasofaringeal
Jaringan lemak
Sel-sel

Sekresi banyak dan encer

Sekresi
Sekresi

jukstaglomerulus
Kelenjar pineal

dan sekresi
melatonin

Perbedaan Respon Individu Terhadap Rangsangan Saraf Otonom


Relatif sedikit orang saat ini yang memiliki respon kuat dan seimbang terhadap
rangsangan

sistem otonom. Kebanyakan individu lebih dominan pengaturan simpatai

dibandingkan parasimpatis.
.

Balanced Individu. Ketika sistem simpatis dan parasimpatis bekerja sebagaimana mestinya,
kecenderungan adalah untuk istirahat sering dan mudah. Satu bisa, bagaimanapun, tampil di
"kecepatan" dengan sama mudah. Ketika ditantang oleh stres, orang yang seimbang mampu
merespons

dengan

kekuatan

dan

ketabahan.

Sistem parasimpatik mengurangi aktivitas otak, otot, dan adrenal dan kelenjar tiroid. Bila
tidak ada situasi yang menekan, orang yang seimbang dengan nyaman dapat memilih untuk
22

beristirahat

dan

dapat

tidur

dalam.

The Sympathetic Metabolic Type. Beberapa orang tubuh tetap dalam keadaan yang lebih
simpatik sebagian besar waktu. Orang-orang ini cenderung lebih terbuka, agresif, garang di kali,
dan sering keringat lebih banyak, memiliki gula darah yang lebih tinggi dan tingkat tekanan darah
dan memiliki lebih sering buang air besar. Mereka lebih mudah cemas, mudah marah dan
kegelisahan pada umumnya. Mereka memiliki lebih aktif atau terlalu aktif kelenjar tiroid dan
adrenalin,

karena

ini

diaktifkan

oleh

sistem

saraf

simpatik.

Kita dapat mengidentifikasi secara kasar keadaan dari sistem saraf dengan jaringan rambut
benar dilakukan analisis mineral. Prosedur pengujian yang benar-benar mensyaratkan bahwa
rambut tidak boleh dicuci di laboratorium. Hanya dua laboratorium di Amerika mengikuti
protokol

ini.

Sebuah negara simpatik dari sistem saraf otonom berkorelasi paling dekat dengan suatu
kondisi yang disebut oksidasi cepat pada rambut tes mineral. Hal ini hadir ketika kalsium / rasio
kalium kurang dari 4:1 dan natrium / magnesium lebih besar daripada rasio 4.17:1.

Parasimpatik Metabolic Type. Individu ini cenderung lebih lelah dan cenderung untuk
depresi, gula darah rendah, keracunan logam dan banyak kondisi lain. Mereka adrenal dan
kelenjar

tiroid

cenderung

kurang

aktif.

Benar dilakukan pada analisis mineral rambut kondisi ini umumnya terkait dengan oksidasi
lambat. Hal ini terjadi ketika rambut kalsium / kalium rasio lebih besar daripada 4:1 dan rambut
natrium

magnesium

kurang

dari

rasio

4.17:1.

Gejala Mixed Pictures. Penting untuk dicatat bahwa seseorang dapat memiliki rasio mineral
oxidizer cepat namun tidak dapat apa yang disebut benar oxidizer cepat. Sering kali, oksidasi
23

cepat adalah keadaan sementara, yang disebabkan oleh kehadiran logam beracun atau stres
lainnya. Bila ini dihilangkan, orang tipe metabolisme saklar untuk memperlambat oksidasi atau
negara

parasimpatik.

Dengan demikian, banyak orang menunjukkan campuran simpatik dan parasimpatik


karakteristik yang dapat menyajikan gambar gejala yang membingungkan. Nilai besar dari
analisis mineral rambut adalah bahwa ia bisa membimbing seorang praktisi di lapisan
memperbaiki

sistem

saraf

otonom

ketidakseimbangan.

Dominasi simpatik. Banyak orang saat ini terlalu sering menggunakan sistem saraf simpatik
mereka. Mereka tidak menghabiskan cukup waktu dalam sebuah negara parasimpatik
membangun kembali sepenuhnya tubuh mereka. Tubuh mereka akhirnya menjadi gizi terkuras
dan mereka menjadi sangat harfiah 'terbakar'. Hari ini, bahkan anak-anak sering terbakar habis,
dalam pengertian ini, karena stres, diet yang miskin dan kekurangan gizi mereka dilahirkan
dengan.
Simpatik dominasi yang terungkap pada analisis mineral rambut sebagai laju oksidasi
lambat, bersama dengan tingkat potasium rambut kurang dari 5 mg%. Indikator sekunder adalah
natrium

kalium

rasio

lebih

besar

daripada

4:1.

Penyebab dominasi simpatik bervariasi. Beberapa orang mengambil terlalu banyak


pekerjaan. Lain menganalisa terlalu banyak atau khawatir berlebihan. Lain hidup dalam
ketakutan, kemarahan atau kebencian terlalu banyak waktu. Seseorang dalam kondisi ini dapat
juga berbicara, berpikir, makan atau bekerja pada kecepatan tinggi, lebih cepat daripada yang
optimal untuk orang tersebut. Mereka menjadi beracun dan gizi habis, yang membuat kondisi
jauh

lebih

buruk.

Sekali satu digunakan untuk simpatik dominasi, sebuah lingkaran setan sering terjadi.
Seseorang dapat menjadi begitu terbiasa lelah bahwa jika, secara kebetulan, mereka mendapatkan
banyak istirahat satu hari, mereka menggunakan energi mereka keesokan harinya, daripada terus
untuk beristirahat. Orang-orang seperti tidak membiarkan tubuh mereka untuk menggunakan
24

energi yang mereka kumpulkan untuk penyembuhan dan pembangunan kembali. Sebagai
hasilnya,

mereka

cenderung

tinggal

berkurang

dan

tidak

seimbang.

Tanda-tanda awal tinggal di negara dominan simpatik terlalu banyak dari waktu yang
kelelahan atau bahkan perasaan kelelahan. Sebagai kondisi berlangsung, seseorang mungkin
merasa tertekan, apatis atau moody. Gejala fisik lainnya termasuk sakit dan nyeri, kelemahan,
pencernaan terganggu atau insomnia. Jika hal ini terus berlanjut, tahap ditetapkan untuk penyakit
yang

lebih

serius.

Dominasi parasimpatik. Ini dapat dari dua jenis, sehat dan tidak sehat. Negara yang sehat
jarang dijumpai. Ini terjadi hanya dalam masyarakat berkembang secara spiritual. Mereka hidup
sebagian besar hidup mereka di saat sekarang. Mereka hampir selalu santai, tidak bereaksi
terhadap stres, dan hidup dalam keadaan damai dan kepuasan. Analisis mineral rambut mereka
akan

cenderung

untuk

menunjukkan

tingkat

oksidasi

cukup

seimbang.

Hari ini, takut berpikir, polusi elektromagnetik, logam beracun dan zat kimia beracun dalam
makanan, udara dan air mengganggu fungsi sistem otonom. Akibatnya, orang-orang yang
dominan parasimpatik sehat cukup langka.

Obat-Obatan yang Bekerja Di Saraf Otonom


Obat yang bekerja pada organ efektor saraf kolinergik.
Pemberian asetil kolin melalui penyuntikan ke pembuluh darah biasanya tidak
menyebabkan efek yang sama dengan perangsangan parasimpatis, karena asetil kolin
dihancurkan oleh kolinesterase yang terdapat di dalam darah dan cairan tubuh, sebelum mencapai
efektor parasimpatis. Bebrapa obat yang tidak dihancurkan dengan cepat dapat menghasilkan
respon khas parasimpatis. Obat ini disebut parasimpatomimetik beberapa diantaranya adalah:
Pilokarpin dan metakolin.
Beberapa obat meningkatan efek parasimpatis dengan menghambat asetil kolinesterase
(antikolinesterase) yaitu: Neostigmin, pyridostigmin dan ambenonium.
25

Obat yang menghambat aktivitas kolinergik pada reseptor muskarinik disebut obat
antimuskarinik. Beberapa obat antimuskarinik adalah: Atropin, homotropin dan skopolamin.

Obat dan toksin yang mempengaruhi saraf simpatis


Tempat aksi
Ganglia
simpatis

Zat yang Meningkatkan

Zat yang Menghambat

Aktivitas Simpatis
Merangsang n. posganglion

Aktivitas Simpatis
Menghambat konduksi

nikotin

heksametonium (C-6)

dimetilfenilpiperazin

mekamilamin (inversin)

Menghambat asetilkolinesterase
diisopropil florofosfat (DFP)

trimetapan (arfonad)

fisostigmin (eserin)

asetil kolin konsentrasi tinggi

neostigmin (prostigmin)

obat antikolinesterase

parathion
Ujung neuron Pelepasan noradrenalin
posganglion

pentolinium

Blok sintesis noradrenalin

tiramin

metirosin (demser)
26

efedrin

Menghalangi

amfetamin

noradrenalin

penyimpanan

reserpin
guanetidin (ismelin)
Mencegah

pelepasan

noradrenalin
bretilium (bretilol)
guanetidin (ismelin)
Membentuk transmiter palsu
Reseptor

metildopa (aldomet)
Menghambat reseptor

Merangsang reseptor 1
metoksamin ( vasoksil)

fenoksibenzamin(dibenzilin)

fenilefrin (neo-sinefrin)

fentolamin (regitinin)

Merangsang reseptor 2
Reseptor

prazosin (minipres) (1)

klonidin (katapres)
Merangsang reseptor

yohimbin (2)
Menghambat reseptor

isoproterenol (isuprel)

propanolol
atenolol (tenormin) (1)
butoksamin (2)

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong WF.

Review of medical physiologi. Ed. 16.

California, Apleton and Lange.

1993:201-230.
2. Guyton AC. Texbook of medical physiology. Ed. 8. Philadelphia, WB Saunders Company.
1991:525-526,667-678.
3. Patton HD. The autonomic nervous system. In: Texbook of physiology. Patton HD, Fuchs AF,
Hille B, Scher AM, Steiner R (Editor). Ed. 21.

Philadelphia, WB Saunders Company.

1989:737-758.
4. Dr. Lawrence Wilson. Keeping your nervous system healthy. Arizona Networking News,
2005. lawrencedwilson@gmail.com

28

BAHAN KULIAH

29

Bagian Fisiologi
Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi
Institut Pertanian Bogor
2009

30

Anda mungkin juga menyukai